Está en la página 1de 24

Trend Keperawatan Sekarang dan Masa Depan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang termasuk bidang kesehatan,
peningkatan status ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian terhadap pelaksanaan hak
asasi manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan mengakibatkan masyarakat
semakin sadar akan pentingnya hidup sehat dan melahirkan tuntutan akan pelayanan
kesehatan yang berkualitas.
Pergeseran akan fenomena tersebut, telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari
pelayanan fokasional yang hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan
profesional yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi dalam
pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran aspek
preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif.
Kondisi ini menuntut uapaya kongkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme
keperawatan. Proses ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan
penggunaan proses keperawatan, pengembangan dan penataan pendidikan keperawatan dan
juga antisipasi organisasi profesi (PPNI).
1.Pengembangan dan Penataan Pendidikan Keperawatan
Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang profesional, telah
memicu perawat untuk terus mengembangkan dirinya dalam berbagai bidang, terutama
penataan sistem pendidikan keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan dengan
landasan yang kokoh perlu memperhatikan wawasan keilmuan, orientasi pendidikan dan
kerangka konsep pendidikan
a.Wawasan Keilmuan
Pada tingkat pendidikan akademi, penggunaan kurikulum D III keperawatan 1999,
merupakan wujud dari pembenahan kualitas lulusan keperawatan. Wujud ini dapat dilihat
dengan adanya:
Mata Kuliah Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama, Pancasila, Kewiraan dan Etika
Umum)
Mata Kuliah Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi, Fisiologi dan Biokimia,
Mikrobiologi dan Parasitologi, Farmakologi, Ilmu Gizi dan Patologi.
Mata Kuliah Keahlian (MKK), yaitu: KDK, KDM I dan II, Etika Keperawatan, Komunikasi
Dalam Keperawatan, KMB I, II, III, IV dan V, Keperawatan Anak I dan II, Keperawatan

Maternitas I dan II, Keperawatan Jiwa I dan II, Keperawatan Komunitas I, II dan III,
Keperawatan Keluarga, Keperawatan gawat Darurat, Keperawatan Gerontik, Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan, Keperawatan Profesional dan Pengantar Riset Keperawatan.
Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan, yaitu dengan berlakunya
kurikulum Ners pada tahun 1998. Sementara itu di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia (FIK-UI) telah dibuka S2 Keperawatan untuk Studi Manajemen Keperawatan,
Keperawatan Maternitas dan Keperawatan Komunitas. Dan selanjutnya akan dibuka Studi S2
Keperwatan Jiwa dan Keperawatan Medikal Bedah. Dapat disimpulkan bahwa saat ini
perkembangan keperawatan diarahkan kepada profesionalisme dengan spesialisasi bidang
keperawatan.
b.Orientasi Pendidikan
Pendidikan keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi pada pengembangan
pengetahuan dan teknologi, artinya pengalaman belajar baik kelas, laboratorium dan lapangan
tetap mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan segala
sumber yang memungkinkan penguasaan iptek. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan keperawatan dan persaingan global.
c.Kerangka Konsep
Berpikir ilmiah, pembinaan sikap dan tingkah laku profesional, belajar aktif mandiri,
pendidikan dilingkungan masyarakat serta penguasaan iptek keperawatan merupakan
karakteristik dari pendidikan profesional keperawatan.
2.Perkembangan Pelayanan Keperawatan
Perubahan sifat pelayanan dari fokasional menjadi profesional dengan fokus asuhan
keperawatan dengan peran preventif dan promotif tanpa melupakan peran kuratif dan
rehabilitatif harus didukung dengan peningkatan sumber daya manusia di bidang
keperawatan. Sehingga pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat terjadinya
pelayanan yang efisien, efektif serta berkualitas. Selanjutnya, saat ini juga telah berkembang
berbagai model prakti keperawatan profesional, seperti:
Praktik keperawatan di rumah sakit fasilitas kesehatan
Praktik keperawatan di rumah (home care)
Praktik keperawatan berkelompok (nursing home = klinik bersama, dan
Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan Kepmenkes No. 647 tahun 2000,
yang kemudian di revisi menjadi Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan
Praktik Keperawatan.

Daftar Pustaka
Alimul, A.H. (2002), Pengantar pendidikan keperawatan. Sagung Seto: Jakarta
Effendy, N. (1995), Pengantar proses keperawatan. EGC: Jakarta
Gaffar, L.O.J. (1999), Pengantar praktik keperawatan professional. EGC: Jakarta
http://ayusceeliia.blogspot.com/2010/10/trend-dan-issue-dalamkeperawatan.html

Trend Dan Issue Dalam Keperawatan

2.1 Definisi Trend


Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya
berdasarkan fakta.
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun
2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke
dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat
dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu
menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan
baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka
kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman
sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat
juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit
degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada
pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan
diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan
khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan
kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta
peka terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih belum
menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat
professional, diantaranya :

1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1


keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )

Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan
berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan sehat
untuk semua pada tahun 2010 , maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan
professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan
berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga
perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal
SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan sertifikasi
praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan professional dalam
memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta
kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan
mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi
organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang
mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan
masa depan yang lebih baik serta meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik secara mandiri
ataupun melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sangat penting dalam terwujudnya
pelayanan keperawatan professional. Nilai professional yang melandasi praktik keperawatan dapat di
kelompokkan dalam :
1. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari
a. Body of Knowledge

b. Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)


c. Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif.
2. Nilai komitmen moral
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan kode etik
keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters (1989) pelayanan professional terhadap masyarakat
memerlukan integritas, komitmen moral dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a. Beneficience
selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan melakukan yang terbaik dan tidak
merugikan klien. (Johnstone, 1994)
b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan ekonomi dan
sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan
yang dimiliki.
c. Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu), selalu berusaha menepati
janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual
klien.
3. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan tindakan secara mandiri. Hak
otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan diri sendiri yang berarti bahwa perawat memiliki
kendali terhadap fungsi mereka. Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan
tanggung jawab serta tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai pengatur dan
penentu diri sendiri.
Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi
profesi keperawatan, harus ada kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi
dan tanggung jawab anggota profesi.
Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya
terhadap klien.

2.2 Definisi issue

Issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas faktannya atau
buktinya. Beberapa issue keperawatan pada saat ini :
v EUTHANASIA
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang sampai kini
masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian tidak
terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian
tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi
sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut
terjadi.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan, ketika
tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang
akan mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:

Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian.

Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena
faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah
menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan
vegetatif (koma).

Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan
persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan
untuk melanjutkan perawatan ditolak.

Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini
terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya
sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut.
Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai bunuh diri atas
pertolongan dokter. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.

Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:

Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati. Hal ini ilegal
di Britania Raya dan Indonesia.

Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian tindakan
medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator.

Argumen Pro Euthanasia


Kelompok pro euthanasia, yang termasuk juga beberapa orang cacad, berkonsentrasi untuk
mempopulerkan euthanasia dan bantuan bunuh diri. Mereka menekankan bahwa pengambilan
keputusan untuk euthanasia adalah otonomi individu. Jika seseorang memiliki penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau berada dalam kesakitan yang tak tertahankan, mereka harus diberikan
kehormatan untuk memilih cara dan waktu kematian mereka dengan bantuan yang diperlukan.
Mereka mengklaim bahwa perbaikan teknologi kedokteran merupakan cara untuk meningkatkan
jumlah pasien yang sekarat tetap hidup. Dalam beberapa kasus, perpanjangan umur ini melawan
kehendak mereka.
Mereka yang mengadvokasikan euthanasia non sukarela, seperti Peter Singer, berargumentasi
bahwa peradaban manusia berada dalam periode ketika ide tradisional seperti kesucian hidup telah
dijungkir balikkan oleh praktek kedokteran baru yang dapat menjaga pasien tetap hidup dengan
bantuan instrumen. Dia berargumen bahwa dalam kasus kerusakan otak permanen, ada kehilangan
sifat kemanusian pada pasien tersebut, seperti kesadaran, komunikasi, menikmati hidup, dan
seterusnya. Mempertahankan hidup pasien dianggap tidak berguna, karena kehidupan seperti ini
adalah kehidupan tanpa kualitas atau status moral.
Falsafah Utilitarian Singer menekankan bahwa tidak ada perbedaan moral antara membunuh dan
mengizinkan kematian terjadi. Jika konsekuensinya adalah kematian, maka tidak menjadi masalah
jika itu dibantu dokter, bahkan lebih disukai jika kematian terjadi dengan cepat dan bebas rasa sakit.

Oposisi terhadap Euthanasia


Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik secara religius atau sekuler, bahwa
setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil hidup seseorang dalam kondisi
normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak orang cacad menekankan bahwa jika euthanasia
dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa beberapa orang cacad untuk menggunakannya karena
ketiadaan dukungan sosial, kemiskinan, kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan

depresi. Orang cacad sering lebih mudah dihasut dengan provokasi euthanasia, dan informed consent
akan menjadi formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa orang akan merasa bahwa mereka adalah
beban yang harus dihadapi dengan solusi yang jelas. Secara umum, argumen anti euthanasia adalah
kita harus mendukung orang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka
untuk mati.
Eutanasia menurut hukum dibeberapa negara
Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di negara
bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan dibeberapa negara dinyatakan sebagai kejahatan
seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark
- Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya
negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang
tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada
tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU
tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya
menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat,
dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka
diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali
pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara
tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan
pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan
bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.
Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak
boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun
kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam
Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama
dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang
pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu polling (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60%
orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia.
- Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan
hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasalpasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam
perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang
tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu
pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa :
Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai
dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Eutanasia menurut ajaran agama islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahin lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak
seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia.
Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum islam meskipun tidak ada teks dalam AlQuranmaupun Hadist yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat
yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah
engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu
saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (Dokter) yang membunuh seorang Muslim
lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu
tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih
sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada
suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas
kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.

Eutanasia positif

Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si
sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)adalah tidak diperkenankan oleh
syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan
membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini
termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang
mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena
bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya.
Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan
kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.

Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif tidak
dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya
dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada
keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan
harapan kepada si sakit, sesuai dengan Sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum
sebab-akibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa mengobati atau
berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut Jumhur Fuqaha dan imam-imam mahzab.
Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal
ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam
Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah,, dan
sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).
Beberapa kasus menarik

Kasus Hasan Kusuma Indonesia


Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 oktober 2004 telah diajukan oleh
seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian
Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan disamping itu ketidakmampuan untuk
menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan
eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh
bentuk eutanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 Januari
2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
Kasus seorang wanita New Jersey - Amerika Serikat
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada tanggal 21 April
1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran
akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat
penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu
pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan
tingkat pertama permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan
dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian
penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma.
Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat
infeksi paru-paru (pneumonia).
ABORSI
Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yaitu berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Aborsi yaitu tindakan pemusnahan yang melanggar hukum , menyebabkan lahir prematur fetus
manusia sebelum masa lahir secara alami.
Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undangundang yang mengatur mengenai tindakan aborsi. Peraturan mengenai hal ini pertama kali
dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan aborsi. Sejak itu maka
undang-undang mengenai aborsi terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di
mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia
terhadap tindakan aborsi. Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa
kategori sebagai berikut:

Hukum yang tanpa pengecualian melarang aborsi, seperti di Belanda.

Hukum yang memperbolehkan aborsi demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis
dan Pakistan.

Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.

Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris,
Scandinavia, dan India.

Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.

Hukum yang memperbolehkan aborsi atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya
(Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang
akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India

Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat
perkosaan) seperti di Jepang

Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya mengemukakan
salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:

Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik.
Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus criminalis.
Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.
Untuk memenuhi desakan masyarakat.
Statistik baru-baru ini diterbitkan oleh Departemen Kesehatan (DH) mengungkapkan bahwa pada
tahun 2008, untuk wanita penduduk di Inggris dan Wales, jumlah dari aborsi adalah 195.296 (DH,
2009). Media

pelaporan

sekitar statistik terfokus pada 'kejam' naik dari laju mengulangi aborsi (Daily Mail, 2009),
danmasyarakat umum dengan cepat mengomentari seperti artikel, sehingga menimbulkan putaran lagi
perdebatan tentang hak-hak dan kesalahan aborsi. Perdebatan aborsi bukanlah hal baru.
Meskipun ini adalah sebuah negara di mana hampir 200.000 kehamilan yang berakhir melalui
aborsi setiap tahun, dan di mana aborsi telah hukum selama lebih dari 40 tahun, prosedur ini masih
dikelilingi oleh

kontroversi

dan

membagi

masyarakat

umum,

kesehatan profesional

dan

politisi. Akibatnya, aborsi tidak berbicara tentang dalam percakapan sehari-hari, dan sedikitwanita
mengakui telah punya satu - itu hanya terlalu pribadi, terlalu tabu (Hadley, 2006). Alasan
mengapa perempuan mungkin memilih melakukan aborsi sangat kompleks dan bervariasi, namun
masalah tetap diperdebatkan, dan masih ada besar keengganan untuk terlibat dalam pemeriksaan
terbuka dan jujur tentang praktek aborsi dan tempatnya dalam masyarakat kita Sebagai perawat di
Marie penasihat Stopes International, salah satu dari penyedia terkemuka Inggris seksual dan
reproduksi jasa-jasa perawatan kesehatan, saya sehari-hari berurusan dengan klien yang telah aborsi
dipilih

untuk

berbagai

macam

alasan,

tapi

yang merasa

terisolasi

dan

setan

untuk

melakukannya. Memutuskan untuk mengakhiri kehamilan dapat menjadi salah satu yang paling
sulit keputusan seorang wanita untuk membuat, dan ketika membuat ini keputusan saya percaya
bahwa perempuan harus memiliki akses ke dukungan dan nasihat untuk memungkinkan mereka
untuk membuat suatu pilihan. Aku merasa sangat yakin bahwa kita perlu membasmi rasa malu yang
berhubungan dengan aborsi sehingga perempuan dapat memilih prosedur tanpa menjadi
lebih pengalaman menyedihkan daripada perlu.
Di negara-negara di mana aborsi ilegal atau sangat terbatas, aborsi yang tidak aman tetap
menjadi

penyebab

utama

kematian, dan

menyebabkan

sampai

67.000

kematian

setiap

tahunnya. Aborsi disahkan di Inggris dan Wales pada tahun 1967, dan hukum jika dua dokter setuju
bahwa

alasan

wanita

untuk

mencari

aborsi memenuhi persyaratan UU Aborsi. Hukum persyaratan dari Undang-undang tidak mengizinkan
perawat untuk mengotorisasi aborsi, tapi Royal College of Nursing (RCN) mengakui bahwa
pembangunan

inovatif

menyusui berarti

bahwa

peran

perawat

sekarang

merencanakan,

memimpin dan mengelola proporsi yang signifikan perawatan untuk wanita mencari dan / atau
mengalami aborsi (RCN, 2008). Sebagai hasil dari perubahan dalam praktik dan maju peran perawat
dalam menyediakan pelayanan aborsi, perawat berada dalam posisi yang ideal untuk membentuk cara
aborsi layanan yang disediakan di masa depan (RCN, 2008), dan memastikan bahwa wanita merasa
didukung daripada dipermalukan ketika menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan. Contoh peran
yang perawat bisa memainkan meliputi: Penilaian pra-aborsi. Menghadapi kehamilan yang tidak
diinginkan cenderung menjadi sangat menegangkan waktu bagi seorang wanita. Karena dari sifat
sensitif konsultasi awal, itu adalah ide yang bagus untuk melihat wanita sendiri, sehingga ia
dapat memberikan jawaban yang akurat dan mengungkapkan perasaan-perasaannya tanpa merasa
dihambat

oleh

pasangan

atau

orangtua Pra-dan

pasca-aborsi

konseling. Sangat

penting

untuk memberi wanita kesempatan untuk mempertimbangkan pilihan dalam sebuah rahasia dan tidak
menghakimi lingkungan. Sistem seharusnya berada di tempat untuk merujuk perempuan untuk
kehamilan

spesialis

konseling,

ketika ini

diperlukan. Tetapi

kita

juga

harus

mengenali

perempuan hak otonomi dalam pengambilan keputusan mereka.


CONFIDENTIALITY
Yang dimaksud confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia klien, segala sesuatu
mengenai klien boleh diketahui jika digunakan untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari klien.
Sebagai perawat kita hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa memberitahukanya kepada orang
lain maupun perawat lain.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental
mesti dilakuakan dalam merawat pasien adalah:

a. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap
terjaga
b. Individu yang menyalahgunakan kerahsiaan, keamanan, peraturan dan informasi dapat dikenakan
hukuman/ legal aspek
INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat
mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil
keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila
pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan
yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan
guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat.
Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan
mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang
memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap
sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas
pertanyaan pasien.

2.3 Trend dan issue kesejagatan dalam keperawatan


12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. International Council of Nurses (ICN)
mengangkat temaDelivering Quality, Serving Communities: Nurses Leading Primary Health Care.
Tema tersebut sesungguhnya sangat relevan dengan kondisi Bangsa Indonesia karena Pertama,
Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat turut bertanggung jawab untuk mewujudkan derajat
kesehatan setinggi tingginya.
Pada tahun 2004-2009, Pemerintah telah menetapkan kebijakan pembangunan kesehatan yang
diarahkan pada peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas, peningkatan kualitas dan
kuantitas tenaga kesehatan, pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin,
peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat, peningkatan pendidikan kesehatan
pada masyarakat sejak usia dini serta pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
Bahkan, pada tahun 2006, Menteri Kesehatan RI menetapkan flatform baru, terutama inisiatif
nasional untuk mobilisasasi sosial dan pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan kinerja sistem
kesehatan.

Kedua, Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah tetapi masalah kesehatan justru semakin
kompleks. Krisis ekonomi dan berbagai bencana alam menyebabkan terpuruknya kondisi masyarakat
termasuk masalah kesehatan. Sebagian masyarakat tidak lagi mampu membiayai pelayanan
kesehatannya sendiri. Pola pelayanan kesehatan dasar sebagian besar masih di bawah standar
pelayanan minimum (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas). Padahal, Pelayanan
Kesehatan Dasar sangat diperlukan untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan yang
berkembang di masyarakat. Hal ini mengakibatkan penyakit tidak menular meningkat drastis.
Di Jawa dan Bali, sekitar 20 juta orang menderita penyakit jantung, dan 30% penyakit ini
menyebabkan kematian. Disisi lain, penyakit menular masih tinggi. Sekitar 22% kematian disebabkan
oleh penyakit menular dan parasit. Demikian juga angka kematian ibu 248/100,000 kelahiran hidup,
angka kematian bayi 26.9/1,000 kelahiran hidup (Data Pusat Statistik, 2007). Hal ini sangat
memprihatinkan, mengingat di Vietnam hanya 18, Thailand, 17, Filipina, 26, Malaysia, 5.5, dan
Singapura, 3. padahal angka-angka tersebut merupakan indikator kesehatan suatu bangsa.
Masalah gizi juga sangat memprihatinkan. Pada tahun 2007, penderita gizi kurang mencapai
21.9%. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang dimana 1,5 juta
diantaranya menderita gizi buruk, dan 150,000 diantaranya mengalami gizi buruk berat (marasmus,
kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor). Ada sekitar 232 balita meninggal dunia karena masalah
pada periode Januari-November 2005. Kondisi ini mengakibatkan pertahanan tubuh lemah sehingga
penyakit menular seperti TB Paru, Malaria, dan demam berdarah cenderung meningkat. Bahkan,
angka kesakitan TB Paru mencapai 102/100,000.
Hal yang sama juga terjadi pada lanjut usia (lansia). Lansia akan tumbuh sebesar 7%. Pada tahun
1990 sampai 2025, Indonesia akan mengalami kenaikan lansia hingga 414%. Angka ini menjadikan
kita menduduki peringkat ke-3 dunia, setelah Cina dan India (Bureau of the Cencus USA, 1993). Pada
awal abad ke 21 ini diperkirakan mencapai 15 juta orang dan pada tahun 2020 jumlah lanjut usia
tersebut akan meningkat sekitar 30-40 juta orang.
Ketiga, Alokasi anggaran kesehatan kita masih di bawah standar WHO, yaitu minimal 5%.
Anggaran sekecil itu oleh pemerintah diarahkan pada bantuan Jaminan Kesehatan Masyarakat bagi
yang sakit, bukan pada upaya promotif dan preventif. Disisi lain, kemampuan fiskal daerah tidak
menjamin alokasi biaya kesehatan, terutama public goods, disaat kemampuan masyarakat miskin
untuk menjangkau pelayanan kesehatannya masih rendah. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal
dalam pencapaian berbagai indikator kesehatan dasar.
Keempat, seluruh potensi profesi kesehatan belum dioptimalkan. Sejak dulu hingga sekarang,
profesi kesehatan selalu diarahkan untuk pelayanan pengobatan (kuratif). Perawat sesungguhnya

memiliki kemampuan dan kompetensi untuk memimpin pelayanan kesehatan primer. Perawat mampu
memberdayakan keluarga dan masyarakat untuk membantu mengatasi masalah kesehatannya sendiri.
Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Tetapi, dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena pertama,
Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of
knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik
keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi;
pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan
yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh
pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan
asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga, kelompok
dan komunitas).
Kedua, Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari
dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk
akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki
berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode
etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan
peraturan dan perundang-undangan.
Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil
Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian
kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan
yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan
masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang
diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan.
Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan
swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi
objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat
pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika

profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan
profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait
lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan,
universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Keempat, Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat
membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada
pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki
Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka
siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing
yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual
Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos
dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI
dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan keperawatan.

2.4 Globalisasi dalam keperawatan


Tantangan internal profesi keperawatan adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) tenaga keperawatan sejalan dengan telah disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi
pada lokakarya nasional keperawatan tahun 1983, sehingga keperawatan dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bersifat professional.
Tantangan eksternal profesi keperawatan adalah kesiapan profesi lain untuk menerima paradigma
baru yang kita bawa.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama
dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli
dkk.Kewarganegaraan.2005)

Professional keperawatan adalah proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah
terbentuk (1984) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan
profesi dan kebutuhan masyarakat.
Globalisasi yang akan berpengaruh terhadp perkembangan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan ada 2 yaitu ;
a. Tersedianya alternatif pelayanan
b. persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat pemakai jasa pemakai kualitas untuk
memberikan jasa pelayanan kesehatan yang terbaik.
Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan, khususnya tenaga keperawatan diharapkan untuk dapat
memenuhi standar global dalam memberikan pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan demikian
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan professional dengan standar internasional dalam
aspekintelektual,interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan social budaya dan
mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas serta mampu memanfaatkan alih IPTEK.
Datangnya era globalisasi tidak dapat dan memang tidak perlu kita cegah, yang lebih penting
adalah bagaimana kita menyikapi dampak positif dan mencegah dampak negatifnya. Usaha
peningkatan kompetensi individual dan daya saing nasional merupakan pilihan utama agar para
manajer pelayanan kesehatan Indonesia tetap kukuh sebagai tuan rumah di negara sendiri. Di samping
itu, pemerintah seharusnya senantiasa memfasilitasi dalam bentuk penyusunan kebijakan, peraturan
perundangan, dan pengawasan yang efektif serta efisien.

2.5 Liberalisasi perdagangan jasa pelayanan kesehatan


Indonesia merupakan negara yang cukup diminati oleh negara asing. Pertama karena memiliki
potensi pasar yang besar terkait dengan jumlah penduduk yang besar. Kedua, sekarang ini kondisi
pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Dengan potensi pasar yang besar tidak
mengherankan jika kelak banyak dokter atau tenaga kesehatan asing yang berniat bekerja di
Indonesia. Hal ini tampaknya menakutkan profesi kesehatan, karena ketakutan untuk bersaing, seperti
kita ketahui kualitas sumber daya manusia kesehatan kita rendah serta penguasaan teknologi yang
terbatas pula.
Dalam bidang kesehatan era globalisasi lebih banyak diartikan pada perdagangan jasa pelayanan
kesehatan, seperti yang tercantum dalam perjanjian GATS, poin nomor 4 dari perjanjian mengenai
masuknya tenaga profesional kesehatan ke Indonesia. Perdagangan jasa pada era globalisasi
berlangsung secara bebas. Pembatasan yang bersifat protektif, misal melalui lisensi yang dikeluarkan

oleh pemerintah, seperti yang dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya, namun hal tersebut
sudah tidak boleh dilakukan.
Seharusnya liberalisasi pada bidang kesehatan justru menjadi cambuk bagi kita, dimana kita
perlu pemusatan diri untuk meningkatkan mutu atau profesionalisme sehingga apapun yang terjadi di
masa mendatang dokter Indonesia tidak perlu takut lagi di negeri sendiri dan diluar negeri. Bila
Indonesia dapat menambah jumlah, jenis serta dapat meningkatkan mutu dokter, dokter spesialis,
maka akan turun minat rumah sakit asing di Indonesia mempekerjakan dokter asing, karena Indonesia
sudah dapat memenuhi kuota dokter atau dokter spesialis dan biaya yang dikeluarkanpun relatif
murah, sebab biaya mempekerjakan dokter asing lebih mahal. Kalau dianalisis dari sudut pandang
yang lain, sebenarnya dokter Indonesia tidak perlu takut dengan masuknya dokter asing karena ada
kemungkinan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh dokter asing tidak sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai akibat dari sistem pendidikan serta
latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Bila pemerintah Indonesia tidak segera memperbaiki sistem pendidikan dan kebijakan dalam
bidang kesehatan maka tenaga kesehatan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi akan
dihadapkan pada dua pilihan : Jadi tuan rumah di negeri sendiri, atau tergusur. Atau jadi tuan rumah di
negeri sendiri serta tamu terhormat di luar negeri.

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah
kesehatan yang menimpa dirinya (Florence Nigthingale dalam bukunya What it is and What
it is not)
Perawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsiko-sosio-spritual yang komprehensif serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh siklus kehdpan manusia
(Lokakarya keperawatan Nasional 1986)
Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan
menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan secara keseluruhan
jumlahnya mendominasi tenaga kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan
konstribusi yang unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang
relatif, berkelanjutan, koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai suatu profesi
menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang sesuai dengan standart dengan
memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh
masyarakat dengan baik.
Perawat dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya sangat dituntut memiliki

pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik yang dapat menunjang tindak prilaku
profesionalnya . Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik akan dapat diperoleh dalam
lingkungan perguruan tinggi yang memiliki komitmen yang kuat untuk mencetak perawat
yang profesional.
Dekade ini begitu banyak perguruan tinggi keperawatan yang berdiri dengan mekanisme
yang ada. Perguruan tinggi ini tentunya memiliki andil dalam pembangunan bangsa utamanya
dunia keperawatan untuk mencetak sumber daya keperawatan yang profesional, dan itu patut
kita acungi jempol atas segala upayanya. Namun disatu sisi bahwa dengan maraknya
perguruan tinggi keperawatan tersebut.
B. TUJUAN
1. Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal di Indonesia
2. Mengidentifikasi isu dalam keperawatan medikal di Indonesia
3. Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal terhadap perawat di Indonesia.
C. MANFAAT
Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan
medikal bedah di Indonesia.

BAB II
ISI
A. ISU KEPERAWATAN
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien
sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian
di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai
koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang
menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar negara
bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing
masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum
kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan
profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan.
Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek
keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan
pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang
secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan
dalam merawat pasien adalah :
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus
tetap terjaga
2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial
resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan
keuntungannya
3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan
membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah
gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun
2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan
masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola

kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi


masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek
kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi,
pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang
berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk.
Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga
menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit
degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu
berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki
pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini
memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi
standart global internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki
kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social
budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih
belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran
perawat professional, diantaranya:
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985
pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun
1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan ( standart, bentuk praktik keperawatan,
lisensi)
B. TREND KEPERAWATAN DAN IMPLIKASINYA DI INDONESIA
Perkembangan trend keperawatan di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya
penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian
pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau
antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan,
jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat,
meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan
keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini
justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin
hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh
ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit
Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh
tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.
b. Bagaimana aplikasi dan keuntungan telenursing
Aplikasi telenursing tersedia di rumah, rumah sakit, melalui telenursing centre dan melalui
unit mobile. Telepon triage dan home care saat ini merupakan aplikasi yang tumbuh yang
paling cepat. Perawat home care menggunakan sistem yang memberikan ijin untuk
melakukan monitoring parameter fisiologi di rumah, seperti tekanan darah, glukosa darah,
pernapasan, dan menimbang berat badan, via internet. Melalui sistem video interaktif, pasien
menghubungi perawat bertugas dan menyusun suatu konsultasi melalui video untuk
menunjukkan permasalahan yang dihadapi; sebagai contoh, bagaimana cara mengganti

balutan luka, memberi suntikan hormon insulin atau mendiskusikan peningkatan nafas
pendek (sesak nafas). Hal ini sangat membantu orang dewasa dan anak-anak dengan kondisikondisi kronis dan macam-macam penyakit yang melemahkan, terutama sekali mereka yang
mempunyai cardiopulmonary diseases.
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan,
terutama sekali untuk self management pada penyakit kronis. Hal itu memungkinkan perawat
untuk menyediakan informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan
secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi
kesempatan kontak yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan
keluarga-keluarga merek
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait dengan beberapa
faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus penyakit kronik dan lansia,
sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, rural, dan daerah yang
penyebaran pelayanan kesehatan belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat
menjadi jalan keluar kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak
tempuh, menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari
rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di RS, peningkatan
jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang lebih luas dan merata, dan
meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah (home care). Aplikasi telenursing di
Denmark pada perawat yang bekerja di poliklinik (OPD outpatient) yang mempertahankan
kontak dengan pasien melalui telepon, maka jumlah kunjungan ke RS, dan hari rawat
berkurang setengahnya. Di Islandia, dengan penduduk yang terpencar, pelayanan asuhan
keperawatan berbasis telepon dapat mensuport ibu yang kelelahan dan stress merawat
bayinya. Dan beberapa program telenursing dapat membantu mengurangi hipertensi pada ibu
bersalin dengan eklamsia. Bahkan di Irlandia utara telenursing untuk perawatan luka diabetik
telah menjadi alternatif pelayanan keperawatan untuk pasien penderita diabetik ulcer. 4)
Aplikasi telenursing juga dapat diterapkan dalam model hotline/call centre yang dikelola
organisasi keperawatan, untuk melakukan triage pasien, dengan memberikan informasi dan
konseling dalam mengatur kunjungan RS dan mengurangi kedatangan pasien di ruang gawat
darurat. Telenursing juga dapat digunakan dalam aktifitas penyuluhan kesehatan,
telekonsultasi keperawatan, pemeriksaan hasil lab dan uji diagnostik, dan membantu dokter
dalam mengimplementasikan protokol penanganan medis.8.)
Telenursing melalui telepon triage dan home care merupakan bentuk aplikasi yang
berkembang pesat saat ini. Dalam perawatan pasien di rumah, maka perawat dapat
memonitor tanda-tanda vital pasien seperti tekanan darah, gula darah, berat badan, peak flow
pernapasan pasien melalui internet. Dengan melakukan video conference, pasien dapat
berkonsultasi dalam perawatan luka, injeksi insulin dan penatalaksanaan sesak napas.
Pada akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi aktif pasien dan keluarga, terutama
dalam manajemen pribadi penyakit kronik. Dapat memberikan pelayanan akurat, cepat dan
dukungan online, perawatan yang berkelanjutan dan kontak antara perawat dan pasien yang
tidak terbatas.
Menurut Britton, Keehner, Still & Walden 1999 ada beberapa keuntungan telenursing adalah
yaitu :
1. Efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat mengurangi
kunjungan ke pelayanan kesehatan (dokter praktek, ruang gawat darurat, RS dan nursing
home)
2. Dengan sumber daya minimal dapat meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan
keperawatan tanpa batas geografis
3. Telenursing dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa hari rawat di RS

4. Dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, tanpa memerlukan biaya dan
meningkatkan pemanfaatan tehnologi
5. Dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan (model distance learning) dan
perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Telenursing dapat pula
digunakan dalam pembelajaran di kampus, video conference, pembelajaran online dan
multimedia distance learning. Ketrampilan klinik keperawatan dapat dipelajari dan
dipraktekkan melalui model simulasi lewat secara interaktif.
c. Keuntungan
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di RS, peningkatan
jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah yang lebih luas dan merata, dan
meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah (home care).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Trend Keperawatan Medikal dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan di Indonesia, diantaranya adalah:
telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada
Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home
Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi
keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan
Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan. Disadari bahwa semua trend tersebut belum
seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
b. Isu dalam Keperawatan Medikal dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal di Indonesia, antara lain:
Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada
dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi
atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia:
suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan
D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan
Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga
implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.

B. SARAN
a. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu
keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan
layanan keperawatan.
b. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset
sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah
Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Keperawatan
2. http://abdalle.wordpress.com/2007/09/29/bagaimana-sarjana-keperawatan-kelak/
3. http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/keperawatan-profesional.html

4. http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/konsep-dasar-keperawatan-perkembangankonsep-dan-tren-keperawatan/
5. file:///D:/mata%20kuliah/KD/TREN%20DAN%20ISSUE%20LEGAL%20DALAM
%20KEPERAWATAN%20PROFESIONAL%20%C2%AB%20FORUM
%20MASYARAKAT%20SEHAT%20DAN%20SEJAHTERA.htm

También podría gustarte