Está en la página 1de 12

DISCOVERY LEARNING: ALTERNATIF PEMBELAJARAN UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KONEKSI


MATEMATIK
Hadriani
Mahasiswa Pendidikan Matematika, SPs UPI Bandung
email: ani_hadri@yahoo.co.id
ABSTRACT. Reasoning and connecting idea are mathematical abilities that should be
mastered by students. Reasoning skills and the ability to connecting one idea to another
give positive contributionto the student in linking information to draw conclusion of
problem given. However, some previous related studies reported that reasoning and
mathematical connection abilities of students still have not given a significant
improvement yet and students achievements are not equal to ideal score that has been
decided. Discovery learning is a learning process that encourages students to be active
during discovery process .Discovery learning initiates students reasoning ability in
discovering the truth by using inductive or deductive process .In addition, discovery
learning also initiates students to link new information to previous information in
discovering new information. Therefore, the use of discovery learning can improve
students' reasoning and mathematical connections abilities.
Keywords:

Discovery learning,
connections ability.

mathematical

reasoning

ability,

mathematical

ABSTRAK. Bernalar dan mengaitkan ide merupakan kemampuan matematik yang harus
dimiliki siswa. Kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi akan memberikan
kontribusi positif kepada siswa dalam membuat hubungan atau mengaitkan beberapa
informasi untuk menarik suatu kesimpulan terhadap masalah yang diberikan. Namun,
beberapa penelitian terdahulu melaporkan bahwa kemampuan penalaran dan
kemampuan koneksi matematik siswa masih belum mengalami peningkatan yang
signifikan serta pencapaian yang belum sesuai dengan skor ideal yang ditetapkan.
Discovery learning merupakan pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat aktif
dalam proses penemuan. Discovery learning melatih kemampuan bernalar siswa dalam
menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses deduktif. Selain
itu, discovery learning melatih siswa mengaitkan informasi yang diberikan dengan
informasi sebelumnya dalam menemukan informasi baru. Sehingga dengan
menggunakan discovery learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan
koneksi matematik siswa.
Kata Kunci: Pembelajaran penemuan, kemampuan penalaran matematik, kemampuan
koneksi matematik.

1. PENDAHULUAN
Dalam proses pembelajaran matematika, terdapat lima standar,
diantaranya adalah belajar untuk bernalar (mathematical reasoning) dan belajar
untuk mengaitkan ide (mathematical connection), (NCTM, 2000). Bernalar dan
mengaitkan ide merupakan kemampuan matematik yang harus dimiliki siswa.
Ball, Lewis & Thamel (Riyanto, 2011) bahwa mathematical reasoning
is the foundation for the construction of mathematical knowledge. Hal ini berarti
penalaran matematika adalah fondasi untuk mendapatkan atau menkonstruk
pengetahuan matematika. Selanjutnya Jhonson dan Rising (Riyanto, 2011)
menyatakan bahwa mathematics is a creation of the human mind,concened
primarily with idea processes and reasoning. Ini berarti bahwa matematika
merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya berkait dengan ide-ide,
proses-proses dan penalaran.
Menurut Sumarmo (Widyasari, 2013) salah satu aktivitas yang
diperlukan dalam meningkatkan kemampuan penalaran adalah pemberian
pengaplikasian konsep ke dalam konsep matematika yang lain, sehingga siswa
lebih memahami interelasi antar konsep-konsep yang mereka pelajari. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan penalaran diperlukan juga
adanya kemampuan koneksi siswa.
Koneksi matematik diilhami oleh karena ilmu matematika tidaklah
terpartisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika
merupakan satu kesatuan. Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah dari ilmu
selain matematika dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Tanpa
koneksi matematika maka siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak
konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah (NCTM, 2000). Dengan
koneksi, siswa mampu membangun pemahaman baru berdasarkan pada
pengetahuan sebelumnya.
Untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematik
siswa, tentunya tidak terlepas dari upaya pembelajaran di sekolah. Pada kurikulum
2013 pembelajaran berpusat pada siswa sehingga memiliki peran tinggi pada
keaktifan siswa, misalnya melalui pembentukan kelompok belajar. Selain itu,

berbagai penelitian-penelitian juga telah dilaksanakan mahasiswa dalam upaya


penyelesaian studi akhir dan sebagai inovasi pembelajaran,

namun ternyata

dampaknya terhadap kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi matematis


siswa masih belum mengalami perkembangan yang pesat.
Penelitian yang dilakukan Priatni (Riyanto, 2011) menemukan kualitas
kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa belum memuaskan,
yaitu masing-masing sekitar 49 % dan 50 % dari skor ideal. Putri (2013)
melaporkan bahwa hasil rata-rata skor posttest kemampuan penalaran matematis
sswa SMP melalui pembelajaran matematika realistik sebesar 48.17% dari skor
ideal.
Tidak hanya kemampuan penalaran yang masih kurang dalam
peningkatan maupun pencapaianya, kemampuan koneksi pun mengalami hal yang
serupa. Dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani (2000), yang
mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa menengah masih
rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk
koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematik
dengan bidang studi lain dan 37,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan
keseharian. Ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa sangat
rendah diukur dari tiga aspek koneksi dalam matematika. Hal senada juga
diungkapkan oleh Nasir (Kurniawan, 2011) yang menyatakan bahwa rata-rata
nilai kemampuan koneksi siswa sekolah menengah masih rendah.
Menyikapi permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan, maka
sebaiknya

diperlukan

pembelajaran

inovatif

yang

dapat

meningkatkan

kemampuan matematik siswa. Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan


bahwa pembelajaran inovatif lebih baik daripada pembelajaran konvensional
dalam meningkatkan kemampuan matematik siswa. Oleh karena itu, diharapkan
guru dapat menerapkan pembelajaran inovatif dalam proses belajar mengajarnya.
Banyak teknik, strategi dan model pembelajaran yang dapat diiterapkan oleh guru.
Salah satunya adalah discovery learning (pembelajaran penemuan).
Pada discovery learning siswa didorong untuk belajar secara mandiri.
Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip

dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan


kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip.
Sund (Suriadi, 2006) mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses mental
dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental
yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolonggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan
sebagainya. Diharapkan, jika siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu
prinsip dasar sendiri, Ia akan memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan
mampu menggunakannya kedalam konteks yang lain. Sehingga pembelajaran
melalui penemuan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan
koneksi matematik.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah apakah discovery learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran
dan koneksi matematik?.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih
dalam mengenai discovery learning terhadap peningkatan kemampuan penalaran
dan koneksi matematik. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai kajian teoritis
sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam rangka memilih pembelajaran yang
cocok untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematik siswa
serta memperbaiki kualitas pembelajaran.
2. PEMBAHASAN
2.1. Kemampuan Penalaran Matematik
Menurut Suriasumantri (1999) penalaran merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Menurut Fadjar
Shadiq (Wardhani, 2008) penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas
berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka
membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa
pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Menurut Sumarmo (2012), penalaran matematik terbagi dua dengan
indikator sebagai berikut:
1) Penalaran induktif :

a) Transduktif; analogi; generalisasi


b) Memperkirakan jawaban, solusi, kecenderungan, intrapolasi, ekstrapolasi
c) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun
konjektur
2) Penalaran deduktif:
a) Melaksanakan perhitungan matematik berdasarkan aturan yang disepakati
b) Mengikuti aturan inferensi (penalaran logis)
c) Menyusun argument valid dan memeriksa validitas argument
d) Membuktikan secara langsung/tak langsung dan induksi matematis
2.2. Kemampuan Koneksi Matematik
Koneksi matematis adalah pengaitan matematika dengan pelajaran lain
atau topik lain. Menurut NCTM (1989), ada dua tipe umum koneksi matematik,
yaitu modeling connections dan mathematical conections. Modeling connections
merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dunia nyata atau
dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematiknya, sedangkan
mathematical connections adalah hubungan antara dua representasi yang
ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi.
Menurut Sumarmo (2005), kemampuan koneksi matematis siswa dapat
dilihat dari indikator-indikator berikut: (1) mengenali representasi ekuivalen dari
konsep yang sama; (2) mengenali hubungan prosedur matematika suatu
representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen; (3) menggunakan dan
menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan diluar matematika;
dan (4) menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2.3. Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan)
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan
pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut
Wilcox (Hosnan, 2014), dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong
untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki

pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan


prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Ciri utama belajar menemukan, yaitu (1)
mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan,
dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Menurut Syah (Hosnan, 2014) dalam mengaplikasikan

Discovery

Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum sebagai berikut.
1)

Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)


Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi


generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.Disamping itu guru
dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan.
2)

Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)


Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah). Sedangkan menurut

permasalahan yang dipilih itu

selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni


pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa
permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3) Data collection (pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan

untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis . Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya

hipotesis, dengan

demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)


berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, dalam Hosnan, 2014). Data processing disebut juga dengan
pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswaakan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara
logis.
5) Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang
telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.
6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran

atas makna dan kaidah atau

prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya


proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.4.

Keterkaitan antara Discovery Learning, Kemampuan Penalaran dan

Koneksi Matematik
Setelah mengkaji berbagai sumber/referensi di atas penulis menarik
kesimpulan bahwa dalam pembelajaran penemuan siswa dapat membuat
perkiraan, merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan
menggunakan proses induktif atau proses deduktif, melakukan observasi dan
membuat eksplorasi. Dalam menemukan suatu informasi baru tentunya
dibutuhkan informasi lainnya yang mendukung penemuan tersebut.
Penalaran siswa terhadap matematika dapat diperluas melalui eksplorasi
terhadap keterkaitan di antara ide-ide matematika, sehingga siswa memandang
matematika sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dan bukan sebagai
kumpulan topik yang tidak saling berkaitan.
Menurut Susanti (2012) ketika kemampuan koneksi matematika siswa
baik, maka siswa akan dapat mengembangkan dan menerapkan ketrampilan
penalaran mereka (misalnya pengakuan hubungan, generalisasi melalui penalaran
induktif, penggunaan contoh salah dalam penyanggahan bukti).
Menurut Marzano (Hosnan, 2014) salah satu kelebihan dari model
penemuan adalah meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir
bebas. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada
hasil lainnya. Selain itu, Hosnan (2014) menyatakan bahwa discovery learning
membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar
yang baru. Siswa akan dapat mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.
2.5. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian berkenaan dengan kemampuan penalaran
matematik siswa (Permana, 2007, Koswara, 2012, Yulian 2013) melaporkan
bahwa kemampuan penalaran siswa meningkat setelah diajarkan dengan model

atau metode pembelajaran inovatif dan lebih baik dibandingkan dengan


pembelajaran konvensional.
Selain itu, (Yaniawati, 2001, Gordah, 2009, dalam Permana, 2007
Roshendi, 2011 dan Rohendi, 2012) melaporkan bahwa kemampuan koneksi
matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran inovatif lebih
baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian Rahmawati (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika melalui metode discovery learning dapat meningkatkan kreativitas
siswa yang ditandai dengan adanya peningkatan pada masing-masing aspek
kreativitas siswa. Novianti (2012) juga melaporkan bahwa proses pembelajaran
matematika dengan discovery learning dan Lembar Kerja Siswa meningkatkan
pemahaman

konsep

matematika.

Pada

penelitian

Vahlia,

dkk

(2013)

mengungkapkan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model


pembelajaran discovery lebih baik dari model pembelajaran group investigation
dan konvensional.
Hasil telaah terhadap kemampuan penalaran dan koneksi matematik
serta

pembelajaran

penemuan

pada

sejumlah

studi

di

atas,

penulis

memprediksikan bahwa discovery learning akan berkontribusi terhadap


pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematik siswa.
3. KESIMPULAN
Setelah mengkaji berbagai sumber/referensi dari penelitian yang relevan,
penulis menarik kesimpulan bahwa discovery learning: (1) dimulai dengan
stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian,
dan penarikan kesimpulan; (2) merupakan alternatif pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematik.
Apabila kemampuan penalaran dan koneksi matematik siswa dapat
ditingkatkan, maka siswa dapat mengoptimalkan kemampuan bernalarnya.
sehingga akan mudah untuk mengaitkan berbagai informasi yang ada dengan
informasi sebelumnya untuk menghasilkan informasi baru yang dapat teruji
kebenarannya.

DAFTAR PUSTAKA
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran
Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Kurniawan, Yunda. (2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan
Masalah Matematik Ssiswa SMP melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Koswara, Ucu, dkk. (2012). Mathematical Reasoning and Communication
Abilities: Experiment With Grade-10 Students By Using Contextual
Teaching Assisted with Autograph Program. Educasionist, Jurnal Kajian,
Filosofi, Teori, Kualias, dan Manajemen Pendidikan. Vol. VI. No. 2, 125131.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
[Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/focalpoints. [3 September 2014].
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Novianti, Riska. (2012). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Melalui
Discovery Learning pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Jetis Bantul dengan
Media
Lembar
Kerja
Siswa.
[Online].
Tersedia
di:
https://www.academia.edu/4972933/UPAYA_MENINGKATKAN_PEMAHAMAN
_KONSEP_MATEMATIKA_MELALUI_DISCOVERY_LEARNING_PADA_SIS
WA_KELAS_IX_SMP_NEGERI_1_JETIS_BANTUL_DENGAN_MEDIA_LEM
BAR_KERJA_SISWA. [26 Oktober 2014].
Permana, Yanto. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi
Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi
UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Putri, Finora Maltra. (2013). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik
terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Dimuat dalam
Edumatica Volume 03 Nomor 01,April 2013, ISSN: 2088-2157. [Online]
Tersedia
di:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=144681&val=870
Qohar, Abd. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan
Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa

SMP Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi SPS UPI Bandung. Tidak


diterbitkan.
Rahmawati, Anik Desi. (2011). Upaya Meningkatkan Kreativitas Siswa Melalui
Metode Discovery Learning pada Topik Lingkaran di Kelas VIII SMP N 2
Kalibawang. Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Riyanto, Bambang. (2011). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Prestasi
Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme pada Siswa Sekolah
Menengah Atas. Dimuat dalam Jurnal Pendidikan Matematika, VOLUME
5.
NO.
2
JULI
2011.
[Online].
Tersedia
di:
ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/.../174.
Rohendi, Dedi. (2012). Developing E-Learning Based on Animation Content for
Improving Mathematical Connection Abilities in High School Students.
IJCSI International Journal of Computer Science Issues.
Roshendi , Usep. (2011). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Matematika
dengan Metode Penemuan Terbimbing. Tesis UPI Bandung. Tidak
diterbitkan.
Ruspiani. (2000) Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika. UPI
Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah
Dasar. Laporan Penelitian FMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Sumarno, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa
SMP dan SMU serta Mahasiswa S1 Melalui Berbagai Pendekatan
Pembelajaran. Laporan Hibah Pascasarjana Tahun Ketiga. UPI Bandung.
Sumarmo, U. (2012). Handout Mata Kuliah Evaluasi dalam Pembelajaran
Matematika. SPS UPI Bandung.
Suriasumantri, Jujun S. (1999). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta:SinarHarapan.
Susanti, Elly. (2012). Meningkatkan Penalaran Siswa Melalui Koneksi
Matematika. PROSIDING ISBN : 978-979-16353-8-7, Makalah
dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan
Matematika
FMIPA
UNY.
[Online].
Tersedia
di:
http://eprints.uny.ac.id/7563/. [15 Oktober 2014]

Suriadi. (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan


Aspek Analogi Untuk Menigkatkan Pemahaman Matematik dan
Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMA. Tesis S.Ps. UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Vahlia, Ira, dkk. (2013). Ekperimentasi Model Pembelajaran Discovery dan
Group Investigation terhadap Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari
Kreativitas Siswa. PPs Universitas Surakarta. [Online]. Tersedia di:
http://eprints.uns.ac.id/1552/1/217-406-1-SM.pdf. [26 Oktober 2014].
Wardani, S. (2008). Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan
Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah
Menengah Atas. Disertasi doktor pada PPS UPI: Tidak Dipublikasikan
Widyasari, Nurbaiti. (2013). Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan
Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Methaporical
Thinking. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Yenni. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis Santri Putra dan Santri Putri Melalui Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT pada MTS Berbasis Pesantren. Tesis, Universitas
Pendidikan Indonesia.
Yulian, Vara Nina. (2013). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran dengan Metode Inquiri
Berbantuan Software Algebrator. SPS UPI Bandung.

También podría gustarte