Está en la página 1de 34

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar
A. Pengertian
Asma Bronchial adalah suatu penyaklit dengan cirri meningkatnya
respon-respon tracea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya berubahrubah secara spontan maupun sebagai pengobatan.
( Soeparman Sarwono Waspadji, 1998 ).
Asma bronchial adalah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran
nafas

sangat

mudah

bereaksi

dengan

berbagai

rtangsangan

atau

pencetusdengan manifestasi beerupa serangan asma


( Ngatsiah, 1997 ).
Asma Bronchial dalah sindroma obstruksi jalan nafas yuang berulang
ditandai dengan kontreksi otot polos bronchial, inflamasi dan hipersekresi,
mucus yang menyebabkan kurangnya aliran darah atau kesukaran bernafas
( Silvia A Price Lorraine M Wilson, 1994 ).
Stadium asma
a. Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan
batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing
yang merangsang batuk.
b. Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan
berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas berusaha
bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi.
Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal,
epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan
membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak
gelisah, pucat, sianosisi sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih
bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil,
cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal.
c. Stadium III

Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit
sehingga suara napas hampir tidak terdengar.
Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga
batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas
yang mendadak meninggi.
B. Anatomi Fisiologi
Fungsi sistem pernafasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari
atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentransfer karbon dioksida (CO 2)
yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik
juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam
basa, pertahanan tubuh, melawan benda asing dan pengaturan hormonal tekanan
darah.

1.

Rongga Hidung dan Nasal


Hidung terdiri dari atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal
menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Nares
anterior (lubang hidung) merupakan ortium terluar dari rongga hidung.
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi

rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang
disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi tiga saluran
oleh penonjolan turbinasi (konka) dari dinding lateral. Rongga hidung
dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus-menerus oleh
sel-sel gobler yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke
belakang ke nasofaring oleh gerakan cita.
Sinus paranasal termasuk empat pasang rongga berlubang yang dilapisi
oleh mukosa hidung dan epitel kolumnor tertingkat semu yang bersilia.
Fungsi sinus yang menonjol adalah sebagai bilik peresonansi saat berbicara
dan menjadi tempat umum terjadinya infeksi.
Arus udara yang memasuki lubang hidung diarahkan ke atas depan ke
langit-langit hidung dan mengikuti rute sirkuit sebelum udara mencapai
nasofaring. Dalam perjalanannya, udara bersentuhan dengan permukaan
membran mukosa yang luas, lembab dan hangat yang menangkap partikelpartikel debu dan organisme dalam udara

yang dinhalasi.

Udara ini

dilembabkan dan dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh dan dihubungkan


dengan saraf yang sensitif. Beberapa dari saraf ini mendeteksi bau dan
lainnya yang

mencetuskan

bersin untuk mengeluarkan debu yang

mengiritasi.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari
paru-paru.

Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan

melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.


2.

Faring
Faring

atau

tenggorok

adalah

struktur

sepeti

tuba

yang

menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi


nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Nasofaring terletak di sebelah posturor hidung dan di atas palatum
osofaring memuat fausial atau palatum tonsil. Laringofaring memanjang
dari tulang hioid ke kartilago krikoid, pintu masuk laring dibentuk oleh
epiglotis.
Adenoid atau tonsil faring, terletak pada langit-langit nasofaring.
Tenggorok dikelilingi oleh tonsil, adenoid dan jaringan limfoid lainnya.

Struktur in merupakan penghubung penting dari nodus limfe dagu yang


menjaga tubuh dari serangan organisme yang memasuki hidung dan
tenggorok. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif.

3.

Laring
Laring, atau orga suara adalah struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dengan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas
bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering
disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
a.

Epiglotis, daun katup kartolago yang menutupi astrum ke


arah laring selama menelan.

b.

Glotis, ostrum antara pita suara dalam laring.

c.

Kartilago tiroid, kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari


kartilago ini membentuk jakun (adams apple)

d.

Kartilago krikoid, satu-satunya cincin kartilago yang komplit


dalam laring

e.

Kartilago aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara


dengan kartilago tiroid.

f.

Pita suara, ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang


menghasilkan bunyi suara, pita suara terletak pada lumen laring.

4.

Trakea
Trakea adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter
2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus.

Tuba ini

melintang dari laring sampai bronkus. Trakea dapat tetap terbuka karena
adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut
cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan
ekspansi esofagus.

Trakea dilapisi epitelium respiratorik (kolumner

bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet, berfungsi


untuk mengantarkan udara menuju bronkus.

5.

Percabangan Bronkus
Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih kecil dan
lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena artus aorta
membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam
trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.

6.

Paru-paru
Paru-paru adalah organ elastik yang berbentuk piramid seperti spons
dan berisi udara, terletak di dalam rongga toraks.

Setiap paru

dibagi

menjadi lobus-lobus. Paru kiri dibagi menjadi 2 lobus, sementara paru


kanan mempunyai 3 lobus.
Bagian terluar paru dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura,
yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan
superior diafragma. Pleura perietalis melapisi toraks dan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut
spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama
ventilasi.
Bronkus dan bronkiolus, terdapat beberapa deviasi bronkus di dalam
setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan
dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus sigmental yang
merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural
yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian
dibagi lagi menjadi bronkus subsigmental, bronkus ini dikelilingi oleh
jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf. Bronkus segmental
kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, selanjutnya terus
bercabang membentuk bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori, duktus
alveolar dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus, silia masih ada
sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
Alveoli, paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun
dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli.

Terdapat tiga jenis sel-sel

alveolar, sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar.

Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik,

mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid) yang melapisi permukaan dalam dan


mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal:
lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting).
7.

Mekanisme Ventilasi
Selama respirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam
trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli.

Selama ekspirasi, gas alveolar

menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.


Selama inspirasi gerakan diafragma dan otot-otot pernafasan lain
memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan di
dalam toraks sampai tingkat di bawah tekanan atmosfir. Karenanya, udara
tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli.
Selama ekspirasi normal, diafragma rileks dan paru-paru menyempit
mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks.

Tekanan alveolar

kemudian melebihi tekanan atmosfir dan udara mengalir dari paru-paru ke


dalam atmosfir.
8.

Pertukaran Gas
Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik
(dimana disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi pulmonal.
Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih rendah
dibanding dengan konsentrasi dalam kantung udara paru, yang disebut
alveoli. Sebagai akibat gradien konsentrasi ini, dengan berdifusi dari alveoli
ke dalam darah . karbon dioksida yang mempunyai konsentrasi dalam darah
lebih tinggi dari konsentrasi dalam alveoli berdifusi dari darah ke alveoli.

9.

Volume dan Kapasitas Paru


a.

Volume
1) Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paruparu selama ventilasi normal biasa ( + 500 ml)
2) Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ektra yang
masuk ke paru-paru dengan inspirasi maksimum di atas inspirasi
tidal (3.150 ml untuk laki-laki dan 1900 ml pada perempuan)

3) Volume cadangan eksprasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang


dapat dengan kuat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal
(1.200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada perempuan).
4) Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru
setelah melakukan ekspirasi kuat (1.200 ml pada laki-laki dan 1.00
ml pada perempuan).
b.

Kapasitas
1) Kapasitas residual fungsional (KFR) adalah penambahan volume
residual dan volume cadangan eksprasi (2.200 ml)
2) Kapasitas inspirasi (KI) adalah penambahan volume tidal dan
volume cadangan inspirasi (3.500 ml)
3) Kapasitas Vital (KV) adalah penambahan volume tidal, volume
cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi (4.500 ml)
4) Kapasitas total paru (KTP) adalah jumlah total udara yang dapat
ditampung dalam paru-paru dan sama dengan kapasitas vital
ditambah volume resideal (5.700 ml).

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis asma klasik adalah serangan episodic akut, batuk, mengi,
dan sesak nafas. Awal serangan gejala tidak khas seperti rasa beat di dada
dan asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Pada mulanya batuk
tanpa disertai tanpa disertai secret tapi lama kelamaan akan mengeluarkan
secret baik mukoid, putih, kadang purulent. Ada sebagian asma gejala batu
tanpa disertai mengi dikenal Cough Variant Asthma.
Pada asma alergik gejala tidak khas, apalagi pasien memberikan gejala
terhadap faktor pencetus non alegik seperti asap rokok, asap yang
merangsang, infeksi saluran nafas, ataupun perubahan cuaca.
Jika asma akibat pekerjaan, gejala memburuk pada awal minggu dan
membaik akhir minggu. Gejala mungkin akan membaik bila pasien
dijauhkan dari lingkungan pekerjaan. Pada pasien asma gejala bersifat
paroksismal membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari
(Sedoyo, Aru W, 2006).
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk

dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Selain gejala diatas, ada beberapa gejala yang menyertai diantaranya :
tachypnea, orthopnea, gelisah, diaphorosis, nyeri diabdomen karena terlibat otot
abdomen dalam pernapasan, fatigue, tidak toleran terhadap aktivitas : makan,
berjalan, bahkan berbicara, serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai pernafasan lambat, ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, sianosis sekunder, gerak-gerak retensi karbondioksida seperti :
berkeringat, takikardia dan pelebaran tekanan nadi, serangan dapat berlangsung dari
30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Pada serangan asma
yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest,
sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat
dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari (http://usu-library.ac.id).
D. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a.

Genetic: diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan


atopi.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.

b.

Faktor lingkungan: debu, serbuk sari dan bulu kucing


Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1)

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,

2)

bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi


Ingestan, yang masuk melalui mulut seperti makanan dan

3)

obat-obatan
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti
perhiasan, logam dan jam tangan

c.

Paparan pekerjaan

d.

Stimulus non spesifik: infeksi virus, udara dingin, dan olahraga

e.

Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.

f.

Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

g.

Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

h.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

i.

Faktor lngkungan lain, faktor makanan tinggi Na2+ dan rendah Mg


2+

E. PATOFISIOLOGI
1.
Asma alergik
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronchioles
yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronchioles terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai

berikut: seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk


sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini
menyebabkan reaksi alergi bila bereaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronchiolus dan
bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang
tersebut meningkat, allergen bereaksi dengan antibody yang telah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat diantaranya histamine, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-faktor ini akan menghasilkan
edema local pada dinding bronchiolus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronchiolus dan spasme otot polos bronchiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronchiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan pada paru selama
ekspirasi paksa menekan bagian luar bronchiolus. Karena bronkiolus
sudah tersumbat sebagaian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi, hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru, hal ini menyebabkan barrel chest.

2. Asma non alergik


Gangguan system parasimpatis
Hipersensitifitas syarat kolinergik
Gangguan syaraf simpatis
Blokade reseptor adenergik dan Hipersensitifitas reseptor adrenergik

Pengaruhi keseimbangan kolinergik adenergik


Bronchus cenderung menyempit

F. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus
2. Bronchitis kronis, bronkiolus
3. Atelektasis: lobari segmental karena obstruksi brokus oleh lender
4. Hipoksemia
5. Pneumotoraks
Kerja pernapassan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang akan
tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang
dibutuhkan

untuk

bernapas

melawan

spasme

bronkhiolus,

pembengkakan bronkhiolus dam mucus yang kental. Situasi ini dapat


menimbulkan

pneumothoraks

akibat

besarnya

tekanan

untuk

melakukan ventilasi.
6. Emfisema
7. Kematian
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a.

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus


akan bertambah.

b.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran


radiolusen akan semakin bertambah.

c.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate


pada paru

d.

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

e.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan


pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.

b.

Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

c.

Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya
terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung,
yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch
block).
3. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia,SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative.

d.

Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.

e.

Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek

pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan


spirometrinya menunjukkan obstruksi.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit

asma,

baik

pengobatannya

maupun

tentang

perjalanan

penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang


diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
a) Orsiprenalin (Alupent)
b) Fenoterol (berotec)
c) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered
dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin

Diskhaler

dan

Bricasma

Turbuhaler)

atau

cairan

broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh

alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat


halus) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
a) Aminofilin (Amicam supp)
b) Aminofilin (Euphilin Retard)
c) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan
efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian: Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet
atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan
jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya
muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat
anti asma
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan
obat ini adalah dapat diberika secara oral.
(Tanjung Dudut, 2007, http://www.usu-library.ac.id)
Dari pendekatan lain, berdasarkan pathogenesis asma di atas, strategi
pengobatan asma ditujukan pada:
1. Mencegah ikatan allergen-IgE

a. Menghindari allergen
b. Hiposensitisasi, dengan menyuntikkan dosis kecil allergen yang
dosisnya makin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG
(blocking antibody) yang akan mencegah ikatan allergen dengan IgE
pada sel mast. Efek hiposensitisasi pada orang dewasa saat ini masih
diragukan.
2. Mencegah penglepasan mediator
Premediksi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus
yang dicetuskan oleh allergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya
diduga mencegah penglepasan mediator dari mastosit. Obat tersebut tidak
dapat mengatasi spasme bronkus yang telah terjadi, oleh karena itu hanya
dipakai sebagai obat profilaktik pada terapi pemeliharaan.
Natrium kromolin paling efektif untuk asma anak yang penyebabnya
alergi, meskipun juga efektif pada sebagian pasien asma intrinsic dan asma
karena kegiatan jasmani. Obat golongan agonis beta 2 maupun teoflin
selain bersifat sebagai bronkodilator juga dapat mencegah penglepasan
mediator.

3. Melebarkan saluran nafas dengan bronkodilator


a. Simpatomimetik:
1) Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol)
merupakan obat-obat terpilih untuk mengatasi serangan asma akut.
Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (metere Dosed
Inhaler) atau nebulizer
2) Epinefrin diberikan subkutan sebagai pengganti agonis beta 2 pada
serangan asma yang berat. Dianjurkan hanya dipakai pada asma
anak atau dewasa muda.
b. Aminofilin
Dipakai sewaktu serangan asma akut. Diberikan dosis awal, diikuti
dengan dosis pemeliharaan.
c. Kortikosteroid

Tidak termasuk obat golongan bronkodilator tetapi secara tidak


langsung, dapat melebarkan saluran nafas. Dipakai pada serangan asma
akut atau terapi pemeliharaan.
d. Antikolinergik (ipatroprium bromida)
Terutama dipakai sebagai suplemen bronkodilator agonis beta 2.
4. Mengurangi respon dengan jalan meredam inflamasi saluran nafas
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa asma baik yang ringan maupun
yang berat menunjukkan inflamasi saluran nafas. Secara histopatologis
ditemukan adanya infiltrasi sel-sel radang serta mediator inflamasi di
tempat tersebut. Implikasi terapi proses inflamasi di atas adalah meredam
inflamasi yang ada baik dengan natrium kromolin, atau secara lebih poten
dengan kortikosteroid baik secara oral, parenteral, atau inhalasi seperti
pada asma akut dan kronik.
5. Pengobatan asma menurut GINA (Global Initiative for Asthma)
Ada enam komponen dalam pengobatan asma menurut GINA:
a. Penyuluhan kepada pasien
Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,
diperlukan kerjasama antara pasien, keluarga, serta tenaga kesehatan.
b. Penilaian derajat beratnya asma
Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala,
pemeriksaan uji faal paru, dan analisis gas darah sangat diperlukan
untuk menilai hasil pengobatan.
c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan
Diharapkan dengan mencagah dan mengendalikan faktor pencetus
serangan asma makin berkurang atau derajat asma makin ringan.
d. Perencanaan obat-obat jangka panjang
1) Asma Episodik Jarang
Asma Episodik Jarang cukup diobati dengan obat pereda
berupa bronkodilator -agonis hirupan kerja pendek (Short Acting
2-Agonist, SABA) atau golongan santin kerja cepat bila perlu
saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Anjuran memakai hirupan
tidak mudah dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak
selalu tersedia disemua daerah. Di samping itu pemakaian obat

hirupan (Metered Dose Inhaler atau Dry Powder Inhaler)


memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar),
dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga
tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan tidak
ada/tidak dapat digunakan, maka -agonis diberikan per oral.
Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator makin kurang
perannya dalam tatalaksana asma karena batas keamanannya
sempit. Namun mengingat di Indonesia obat -agonis oralpun tidak
selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan
kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan
-agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan
efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi dengan
mengurangi dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin.
Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional
Asma Anak seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya tidak
menganjurkan pemberian anti inflamasi sebagai obat pengendali
untuk asma ringan. Jadi secara tegas PNAA tidak menganjurkan
pemberian pemberian obat controller pada Asma Episodik Jarang.
Hal ini sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan obat
controller pada Asma Intermiten, dan baru memberikannya pada
Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi
yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan.
Dalam alur tatalaksana jangka panjang
tatalaksana Asma

Episodik

responsnya

tidak

tetap

Jarang

baik

terlihat bahwa jika

sudah

dalam

4-6

adekuat
minggu,

namun
maka

tatalaksananya berpindah ke Asma Episodik Sering.


Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan
tatalaksana yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator
tanpa anti-inflamasi pada Asma Episodik Jarang, ternyata dalam
jangka panjang (+8 tahun) pada kelompok tersebut paling sedikit
yang mengalami perbaikan derajat asma. Di lain pihak, Asma
Episodik Sering yang mendapat kromoglikat, dan Asma Persisten
yang mendapat steroid hirupan, menunjukkan perbaikan derajat
asma yang lebih besar. Perbaikan yang dimaksud adalah

menurunnya derajat asma, misalnya dari Asma Persisten menjadi


Asma Episodik Sering atau Asma Episodik Jarang, bahkan sampai
asmanya asimtomatik.
2) Asma Episodik Sering
Jika penggunaan -agonis hirupan sudah lebih dari 3x
perminggu (tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisis), atau
serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka
penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.
pada awalnya, anti-inflamasi tahap pertama yang digunakan adalah
kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat
ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya.
Jika asma sudah terkendali, pemeberian kromoglikat dapat
dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Penelitian terakhir, Tasche dkk,
mendapatkan hasil bahwa pemberian kromolin kurang bermanfaat
pada terlaksana asma jangka panjang. Dengan dasar tersebut
PNAA revisi terakhir tidak mencantumkan kromolin (kromoglikat
dan nedokromil) sebagai tahap pertama melainkan steroid hirupan
dosis rendah sebagai anti-inflamasi .
Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid
hirupan dosis rendah yang biasanya cukup efektif. Obat steroid
hirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah budesonid,
sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan
adalah setara dengan 100-200 ug/hari budesonid (50-100 ug/hari
flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400
ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia
di atas 12 tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid
dengan dosis 100-200 ug/hari, atau setara flutikason 50-100 ug
belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi
kronik, obat pengendali berupa anti-inflamasi membutuhkan waktu
untuk menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian efek
terapi dilakuakn setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan
untuk mengendalikan inflamasinya. Setelah pengobatan selama 6-8

minggu dengan steroid hirupan dosis rendah tidak respons (masih


terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau aktivitas seharihari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis
steroid hirupan sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam
tatalaksana Asma Persisten. Jika tatalaksana dalam suatu derajat
penyakit asma sudah adekuat namun responsnya tetap tidak baik
dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang
lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8
minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down).
Bila memungkinkan steroid hirupan dihentikan penggunaannya.
Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan
penghindaran pencetus, cara penggunaan obat, faktor komorbid
yang mempersulit pengendalian asma seperti rintis dan sinusitis.
Telah dibuktikan bahwa penatalaksanaan rintis dan sinusitis secara
optimal dapat memperbaiki asma yang terjadi secara bersamaan
3) Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis
tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya
dimulai dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat
dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaaan tertentu,
khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk
menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka
pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan
sampai dosis terkecil yang masih optimal.
Dosis steroid hirupan yang masih dianggap aman adalah
setara budesonid 400 ug/hari. Di atas dilaporkan adanya pengaruh
sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 ug/hari agaknya
mulai berpengaruh terhadap poros HPA (hipotalamus-hipotesisadrenal) sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek
samping steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat
pemberi jarak berupa perenggang (spacer) yang akan mengurangi
deposisi di daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi
sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru. Selain itu untuk
mengurangi efek samping steroid hirupan, bila sudah mampu

pasien dianjurkan berkumur dan air kumurannya dibuang setelah


menghirup obat.
Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak
mempunyai respons yang baik, diperlukan terapi alternatif
pengganti yaitu meningkatkan steroid yang baik, diperlukan terapi
alternatif pengganti yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis
medium atau terapi steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan
LABA (Long Acting -2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline
Slow Release (TSR) atau ditambahkan Anti-Leukotriene Receptor
(ALTR). Yang dimaksud dosis medium adalah setara dengan 200400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak
berusia kurang dari 12 tahun, 400-600 ug/hari budesonid (200-300
ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu
tetap terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis
ketiga yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai
dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan
LABA, atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah
setara dengan >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason)
untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari
budesonid (>300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12
tahun.
Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak
dibuktikan keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI,
menurunkan gejala asmanya, dan memperbaiki kualitas hidupnya.
Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800 ug/hari namun
tetap tidak mempunyai respons, maka baru digunakan steroid oral
(sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller
(pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan steroid
hirupan atau alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini diambil
hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek
samping obat. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat
diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai
dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari.

Penggunaan steroid secara sistemik harus berhati-hati karena


mempunyai efek samping yang cukup berat. Pada pemberian
antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya peningkatan
enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi.
Mengenai

pemantauan

uji

fungsi

hati

pada

pemberian

antileukotrien belum ada rekomendasi.


Mengenai obat antihistamin generasi baru non-sedatif
(misalnya

ketotifen

dan

setirizin),

penggunaannya

dapat

dipertimbangkan pada anak dengan asma tipe rinitis, hanya untuk


menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan kototifen
sebagai obat pengendali (controller) pada asma anak tidak lagi
digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang berarti.
Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi
paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8
minggu, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap hingga
dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya.
Sementara itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap
diteruskan.

e. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)


Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi, atau
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat asma bervariasi dari
yang paling ringan sampai yang paling berat yang dapat mengancam
jiwa. Serangan bisa mendadak atau perlahan-lahan dalam jangka waktu
berhari hari. Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:
1) Menghilangkan obstruksi saluran nafas dengan segera
2) Mengatasi hipoksemia
3) Mengembalikan fungsi paru ke arah normal secepat mungkin
4) Mencegah terjadinya serangan berikutnya
5) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai
cara-cara mengatasi dan mencegah serangan asma
f. Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pangobatan yang diinginkan, pasien asma


pada umumnya memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga
kesehatan. Kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil
pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari faktor pencetus
serta penggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan,
kunjungan ini makin jarang.
d. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada klien asma bronchjial adalah pneumotorak,
atelektasis, gagal nafas, pneumonia, bronchitis, penyancam pada asam basa.
e. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien asma bronchial bertujuan
menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah kekambuhan,
mengupayakan fungsi paru se normal mungkin termasuk melakukan exercise,
menghnindari efek sampinbg obat asma, mencegah obstruksi jalan nafas yang
bireversible.
Terapi awal yang diberikan = oksigen 4 6 liter per menit, salbutamol
5 mg atau feneterol 2,5 mg, terbutalin 10 mg. Inhalasi nebulasi dan pemberian
dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Kortikosteroid hidrokortison 100
200 mg IV. Jika tidak respon segera atau kllien sedang menggunakan steroid
oral atau dalam serangan sangat berat.
f. Pemeriksaaan penunjang
1. Foto rontgen = dengan hasil selama periode remisi, pada foto dada akan
tampak corakan paru yang meningkat.
2. Tes fungsi paru = dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnoe, untuk
menentukan apakah fungsi normal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3. Volume residu meningkat pada asma
4. GDA ( Gas Darah Arteri ) = memperkirakan prograsi proses penyakit
kronis, paling sering PaO2 menurun dan PCO2 normal atau menurun pada
asma, Ph normal atau asidosi, alkaliosis respiratorik ringan sekunder
terhadap hiperventilasi.

5. Sputum = kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi


patogen, pemeriksaan sistolik untu mengetahui keganasan atau gangguan
alergi.
6. EKG = deviasi aksis kanan, peningian gelombang P, ( pada kasus asma
berat ) EKG latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan evaluasi
program latihan.
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah pelayanan yang diberikan berdasarkan
metode ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan tanpa mengabaikan
factor bio, spiko, sosial dan cultural sebagai suatu kesatuan yang utuh, Adapun
tahapan pengkajian yang dipergunakan melalui tahap pangkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan,
dalam pengkajian diperlukan kecermatan dalam mengumpulkan data
mengenai masalah klien agar dapat memberikamn arah yang tepat terhadap
intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada klien.
Data yang dikumpulkan pada saat melakukan pengkajian dengan klien
dengan asma bronchial adalah :
a. Faktor predisposisi dan presipitasi
1). Allergen ( factor alergi )
factor allergen ini dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian
besar klien dengan asma bronchial seperti debu, bulu binatang dan lainlain.
2). Infeksi
Biasanya disebabkan karena adanya infeksi virus
3). Iritan
Seperti minyak wangi, obat nyamuk semprot, asap rokok, polutan udara
4). Cuaca
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu, angin, dan kelembaban udara.

2. Diagnosa keperawatan
Setelah dilakukan pengumpulan data, dibuat analisa data kemudian
dilanjutkan dengan merumuskan diagnosa keperawatan :
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkopasme
dan peningkatan produksi sputum.
b. Tidak efektifnya pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
c. Kerusakan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnue
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama ( penurunan kerja silia ), proses penyakit kronis.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi klien saat ini berhubungan dengan
kurang atau keterbatasan informasi.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah tahap ketiga dalam proses keperawatan yang
bertujuan untuk membantu memecahkan masalah yang dirasakan oleh klien.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan, maka perencanaan akan
diberikan melalui intervensi akan dilakukan pada klien.
Langkah-langkah dalam perencanaan asuhan keperawatan adalah :
menentukan prioritas utama, criteria hasil selanjutnya intervensi.
Prioritas utama adalah sebagai berikut:
a. mempertahankan potensi jalan nafas
b. membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat buruknya kondisi
e. Memberi informasi tentang proses penyakit atau prognosis dan program
pengobatan.
1). Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum ditandai dengan klien mengeluh sulit untuk bernafas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas
klien efektif
Kriteria hasil :

a). Klien dapat mempertahankan jlan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih
b). RR dalam batas normal
c). Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan nafas, misalnya batuk
efektif
Rencana tindakan :
a). Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas seperti mengi, krekels
dan ronchi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dapat atau tidak diamnifestasikan dengan
adanya bunyi nafas adventius, seperti : nafas redup, dengan
ekspirasi mengi.
b). Kajian atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi atau
ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pad penerimaan atau selama stress atau adnya
proses infeksi akut.
c). Kaji klien untuk posisi yang nyaman, misalnya : peninggian kepala
tempat tidur ( semi fowler )
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun,
pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang
paling mudah bernafas. Sokong tangan dan kaki dengan
meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
d). Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya : debu, asap rokok
dan bulu binatang yang berhubungan dengan kondisi lingkungan
Rasional :

Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dsapat


mentriger episode akut

e). Dorong dan bantu klien latihan nafas abdomen dan bibir
Rasional :

Memberikan klien beberapa cara untuk mengatasi dan


mengonytol dispnue dan menurunkan jebakan udara

f). Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, batuk


basah.Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

Rasional :

Batuk dapat menetap tapi tiudak efektif, khususnya bila


klien lanjut usi, sakit akut atau kelemahan. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala dibawah
setelah perkusi dada.

g). Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari, sesuai toleransi


jantung, memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara
sebagai pengganti makanan.
Rasional :

Hidrasi

membantu

menurunkan

kekentalan

secret,

mempermudah pengeluaran. Pengggunaan cairan hangat


dapat menurunkan spasme bronchus. Cairan selama
makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan
pada diagfragma.
h). Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai indikasi, dexamethason,
OBH sirup, bronexim dan inhalasi tarbulatin.
Rasional :

Merileksasikan otot halus dan menurunkan kongesti local,


menurunkan spasme jalan nafas, mengi dan produksi
mucus.

2). Tidak efektifnya pola pernafasan berubungan dengan ekspansi paru


ditandai dengan klien mengatakan sesak
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas


klien efektif.

kriteria hasil
1. frekuensi dan irama nafas teratur
2. klien tidak sesak
Rencana tindakan
1. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernafasan
Rasional : Mengidentifikasi adanya dipsnue dan takipnue
2. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Takikardi, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efeksi hipoksemia pada fungsi jantung
3. Baringkan pasien pada posisi semi fowler untuk memaksimalkan
eskpansi paru
Rasional : Dengan posisi semi fowler dapat memaksimalkan
pengiriman oksigen

4. Berikan oksigen sesuai indikasi


Rasional : Dapat memperbaiki ataui mencegah memburuknya hipoksia
5. Pertahankan potensi jalan nafas
Rasional : Untk mengatur pernafasan klien
6. Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan
7. kolaborasi dengan dokter
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan
3). Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai ogsigen
ditandai dengan dipsnue
Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan diharapkan tidak terjadi kerusskan


pertukaran gas.

Kriteria hasil
a). Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat. GDA
dalam rentang normal dan bebas dari gejala stress pernafasan.
b). Klien berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai tingkat kemampuan
atau situasi.
Rencana tindakan:
a). Kaji frekuensi, keadaan pernafasan, catat penggunaan otot aksesoris, nafas
bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang.
Rasional :

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau


kronisnya prose penyakit.

b). Tinggikan kepala tempat tidur, Bantu klien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir
sesuai kebutuhan individu.
Rasional :

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk


tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas
dipsnue dan kerja nafas.

c). Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional :

Siamosis mungkin perifer ( terlihat pada kuku ) atau sentral


( terlihat sekitar bibir atau dalam telinga ). Keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

d). dorong pengeluaran sputum : penghisapan bila diindikasikan


Rasional :

Batuk yang kental, dan banyaknya sekresi merupakan sumber


utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.

e). Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara atau bunyi
tambahan.
Rasional :

Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliaran udara


atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan
spasme bronchus atau tertahannya secret.

f). Pelpasi fremitus


Rasional :

Penurunan getaran fibrasi diduga pengumpulan cairan atau


udara terjebak.

g). Awasi tingkat kesadaran atau status mental, selidiki adanya perubahan.
Rasional :

Gelisah dan ansietas adalah menifestasi umum pada hipoksia.


GDA

memburuk

disertai

bingung

atau

somnolen

menunjukkan disfungsi selebral yang berhubungan dengan


hipoksemia.
h). Evaluasi tingkat toleransi. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas klien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase
akut. Mungkin klien melakukan aktivitas secara bertahap dan lingkungan
sesuai toleransi individu.
Rasional :

Selama distress pernafasan berat atau akut refraktori klien


secara total tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
karena hipoksemia dan dipsnue. Istirahat diselingi aktivitas
perawatan masih penting dari program pengobatan.

i). Awasi tanda vital dan irama jantung


Rasional :

Takikardi, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat


menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

j). Kolaborasi
(1) Awasi atau gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
Rasional :

PaCo2 biasanya meningkat ( bronchitis, emfisema ) dan


PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksemia terjadi
dengan derajat lebih kecil atau lebih besar

Catatan :

PaC02 normal atau meningkat mengandalkan pernafasan


yang akan datang selama asmatik.

(2) Untuk pemberian oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil
GDA dan toleransi klien.
Rasional :

Dapat

memperbaiki

atau

mencegah

memburuknya

hipoksia.
(3) Berikan penekanan SSP ( misal, antiansietas, sedatif, narkotik ) dengan
hati-hati
Rasional :

Digunakan untuk mengontrol ansietas atau gelisah yang


meningkatkan

konsumsi

oksigen

atau

kebutuhan

aksaserbai dipsnue.
(4) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan
pindahkan ke ICU, sesuai instruksi untuk klien
Rasional :

Terjadinya

kegagalan

nafas

yang

akan

datang

memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.


4). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dipsnue
dan anoreksia ditandai dengan penurunan berat badan
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nafsu makan


kembali normal secara bertahap.

Kriteria hasil :
a). Klien menunjukkan peningkatan berat badan
b). Klien menunjukkan perilaku tu perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
c). Makan yang dihabiskan lebih banyak 9 porsi )
Rencana tindakan :
a). Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Klien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnue, produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak klien asma mempunyai kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan perbafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan
kebutuhan kalori.
b). Auskultasi bunyi usus

Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas


gaster dan konstipasi ( komplikasi umum ) yang berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
c). Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tissue
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan makan.
d). Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama dan memberikn kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.
e). Hindari makanan penghasil gas minuman karbonat
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen
dan gerakan diagfragma, dan dapat meningkatkan dipsnue.
f). Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun Tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan : penurunan berat badan
dapat berlanjut meskipun masukan adekuat sesuai teratasi edema.
h). Kolaborasi :
(a) Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah dicerna, secara nutrisi seimbang, misal : nutrisi tambahan oral atau
selang, nutrisi parenteral.
Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau
kebutuhan individu untuk memberikan utrisi maksimal dengan upaya miimal klien
atau pengunaan energi.
(b) Kji pemeriksaan laboratorium, misal : albumin serum, transferin, profil asam
amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan
fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai
indikasi.
Rasional : Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan
terapi nutrisi.
(c) Berikan oksigen tambahan selama mkan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan dipsnue, dan meningkatkan energi untuk makan,
meningkatkan masukan.

5). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adekuatnya pertahanan


( penurunan kerja silia, menetapnya secret )
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a). Tidak terjadi infeksi
b). Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman
Rencana tindakan :
a). Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
b). Kaji penting latihan

nafas, batuk efektif, perubahan sesering mungkin, dan

masukan cairan yang adekuat.


Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan pengeluaran secret untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
c). Observasi warna, karakter, bau sputum
Rasional : Sekret bau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi baru.
d). Tunjukkan dan Bantu klien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci
tangan yang benar dan penggunaan sarug tangan bila memegang atau membuang
tisu, wadah sputum.
Rasional : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
e). Awasi pengunjung : berikan masker sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius
f). Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
asional : Menurunkan konsumsi atau kebutuhan keseimbangan oksigen dan
memperbaiki klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
g). Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahapan
terhadap infeksi.
h). Kolaborasi :
(1) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur atau sensitivitas
Rasional

Dilakukan

untuk

mengidentifikasi

ketergantungan terhadap berbagai antimikrobial


(2) Berikan antimikrobial sesuai indikasi

organisme

penyebab

da

Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan


kultur dan sinsitifitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
6). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang atau keterbatasan informasi
tentang penyebab dan pencegahan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dan keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyebab dan pencegahan.
Krioteria hasil :
Mengindentifikasikan huibungan atau gejala yang ada dari proses penyakit dengan
menghubungakan factor penyebab.
Rencana tindakan :
a). Jelaskan proses penyakit individu. Dorong klien atau orang terdeekat untuk
menanyakan pertanyaan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat perbaikan partisipasi pada pengobatan.
b). Instruksikan untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan ondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal atau diagfragmatik menguatkan otot
pernafasan, mambantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil, dn memberikan
individu arti untuk mengontrol dipsnue.
c). Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tak diinginkan.
Rasional : Penting bagi klien untuk memamahi perbedaan antara efek samping
mengganggu dan efek samping merugikan.
d). Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler, bagaimana cara memegang interval
semprotan 2 5 menit, bersihkan inhaler.
Rasional : Pemverian opbat yang tepat m,eningkatkan penggunaan dan keefektifan.
e). Anjurkan menghindari agen sedatif antiansietas kecuali diresepkan oleh dokter
mengobati kondisi pernafasan.
Rasional : Meskipun klien mungkin gugup dan merasa perlu sedatif ini dapat
menekan pernafasan dan melindungi mekanisme batuk.
f). Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan
infeksi saluran nafas atas.
g). Kaji efek bahaya merokok dan menasehatkan menghentikan rokok pada klien atau
orang terdekatnya.
Rasional : Penghentian rokok dapat memperlambat atau menghambat kemajuan
penyakit asma.

h). Berikan informasi perawatan di rumah sesuai dengan kebutuhan pulang dari
perawat.
Rasional : Memberikan kelanjutan perawatan dapat membantu menurunkan frekuensi
perawatan di rumah sakit.
4. Implementasi
Pada tahap ini dilkukan tindakan dari paa yang direncanakan, pada tahap perencanaan
keperawatan, Secara sistematika dan nyata dengan Tujuan untuk mencakup tiondakan
keperawatan dalam menanggulangi dan memecahkan

masalah klien lebih baik

dengan cara mandiri maupun secara kolaborasi yang selnjutnya dimasukan ke dalam
catatan keperawatan, dalam tindakan keperawatan memrlukan kerjasama perawat
dengan klien, keluarga dan tim-tim kesehtan lainnya, sehigga asuhan keperawatan
dapat diberikan secara komprehensif dan akurat untuk klien tersebut.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang dapat digunakan sebagai
alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah dibuat, meskipun evalusi
dianggap tahap akhir fari proses keperawatan, evaluasi ini berguna untuk menilai
setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan
akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau
perlu dirubah membantu asuhan yang baru atau masalah yang baru.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir yang menggambarkan apakah Tujuan tercapai
sebagian atau tidak sesuai dengan rencana, tau hanya akan timbul masalah.
Adapun evaluasi akhir yang diharapkan pada klien adalah:
a. Bersihkan jalan nafas paten
b. Pola nafas kembali efektif dan dalam batas norml
c. Tidak terjadi perubahan pertukaran gas
d. Tidak terjadi perubahan pola nutrisi
e. Tidk terjadi infeksi
f. Klien Mengerti dan dapat memamahi tentang proses penyakit.

También podría gustarte