Está en la página 1de 8

TINGKAT CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN DAN BAHAN PAKAN

YANG DI UJI DI BALAI PENGUJIAN MUTU DAN


SERTIFIKASI PAKAN (BPMSP) BEKASI
(Oleh : Mirsya Maisarah H dan Anastasia Wida)
ABSTRAK
Pakan memegang peranan penting dalam sistem kesehatan hewan dan
keamanan pangan asal hewan karena pakan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi
untuk mendukung pertumbuhan hewan ternak. Kualitas pakan tidak hanya ditentukan dari
aspek kandungan zat gizinya tetapi juga dari aspek keamanan pakan. Balai pengujian mutu
dan sertifikasi pakan bekasi mempunyai tugas pokok dalam pengujian pakan ternak. Salah
satu upaya BPMSP dalam menunjang keamanan pakan adalah dengan pengujian aflatoksin.
Sampel adalah sampel yang diuji aflatoksin dengan metode Elisa reader dari tahun 2012
sampai dengan 2014. Jumlah sampel yang masuk sebesar 307 sampel berasal dari 98
permintaan dari dinas, produsen pakan, perusahaan dan Perorangan. dari 307 sampel
aflatoksin yang diuji di BPMSP hanya 11 % yang diatas maksimum standar SNI, 43 % masuk
atau dibawah batas maksimum SNI dan 46 % sampel tanpa nama jenis sampel sehingga tidak
dapat dibandingkan dengan standar SNI yang ada.
Pendahuluan
Peningkatan populasi dan hasil ternak (produksi daging, susu dan telur) sangat
bergantung pada penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Pakan memegang peranan
penting dalam sistem kesehatan hewan dan keamanan pangan asal hewan karena pakan
merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung pertumbuhan hewan
ternak. Kualitas pakan tidak hanya ditentukan dari aspek kandungan zat gizinya tetapi juga
dari aspek keamanan pakan. Konsep keamanan pakan dan pangan saling berkaitan. Untuk
mendapatkan pangan asal hewan yang aman, maka diawali dari penyediaan pakan hewan
yang aman, oleh karena itu bahan pakan dan pakan memiliki potensi yang tinggi terhadap
keamanan pakan yang berdampak pada keamanan pangan. Bahan pakan adalah bahan hasil
pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan,
baik yang telah diolah maupun yang belum diolah, namun salah satu isu sentral keamanan
pangan saat ini adalah adanya fakta kandungan komponen- komponen berbahaya (toksikan)
yang terdapat dalam komoditi pertanian dan dapat terbawa hingga ke produk olahannya.
FAO telah menyebutkan sedikitnya 25 % dari hasil pertanian tiap tahunnya terkontaminasi

oleh mikotoksin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur. Mikotoksin yang banyak mendapat
perhatian saat ini adalah aflatoksin.
Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus dan
Aspergillus parasiticus. Keberadaan toksin ini dipengaruhi oleh faktor cuaca, terutama suhu
dan kelembaban. Pada kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai, seperti di Indonesia
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus dapat tumbuh pada pakan hewan, kemudian
menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin sangat bersifat toksin, dapat menimbulkan kematian
apabila dikonsumsi hewan ternak. Aflatoksin dapat dijumpai pada berbagai pangan biji-bijian
(jagung, sorgum, beras, gandum), rempah-rempah (lada, jahe, kunyit), kacang-kacangan
(almond, kacang tanah), susu (jika ternak mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi
aflatoksin), termasuk produk pangan yang terbuat dari bahan-bahan tersebut, seperti roti dan
selai kacang. Namun, komoditi yang mempunyai tingkat risiko tertinggi terkontaminasi
aflatoksin adalah jagung, kacang tanah, dan biji kapas (cotton seed). Dan semua pangan
tersebut, merupakan bahan pakan yang diberikan untuk pakan ternak.
Balai pengujian mutu dan sertifikasi pakan bekasi mempunyai tugas pokok dalam
pengujian pakan ternak. Salah satu upaya BPMSP dalam menunjang keamanan pakan adalah
dengan pengujian aflatoksin.
Metode Pengujian
Sampel
Sampel pakan dan bahan pakan diperoleh dari sampel yang diterima oleh BPMSP
bekasi baik dari pelanggan maupun survei yang dilakukan oleh BPMSP bekasi yang diuji
aflatoksin dengan metode elisa reader di laboratorium pengujian BPMSP bekasi dari tahun
2012 sampai tahun 2014.
Pengujian Aflatoksin
Pengujian aflatoksin di BPMSP bekasi mempunyai 2 metode yaitu HPLC (High Performance
Liquid Chromothografi) dan metode Elisa Reader . Namun, pada tulisan ini akan dibahas

pengujian aflatoksin dengan elisa reader metode. Pengujian aflatoksin dilakukan dengan
menggunakan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Prinsip dasar metode
immunoasay adalah reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, hasil reaksi dapat diamati
dengan menggunakan penanda.

Untuk melakukan uji aflatoksin dengan menggunakan

metode ELISA terlebih dahulu dilakukan ekstraksi terhadap sampel yang akan diuji. Sampel
untuk pengujian minimal 250 gram. Proses ini diawali dengan pengambilan sub sampel dari
setiap sampel yang ada untuk kemudian dihancurkan menggunakan Grinder hingga halus.
Untuk setiap sampel diperlukan 5 g sampel. Selanjutnya 5 g sampel yang telah halus tersebut
dimasukkan dalam erlenmeyer 250ml.
Langkah berikutnya adalah dengan menambahkan 25 ml metanol 70 % kedalam
larutan, selanjutnya larutan dishaker selama 15 menit, dan sentrifuise selama 10 menit dengan
kecepatan 4000 rpm agar larutan dapat diambil filtratnya. Selanjutnya akan terdapat lapisan
bening pada lapisan atas larutan yang kemudian akan diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan
dalam 1 ml aquabidest kemudian di vortex (supernatan), dari larutan supernatan tersebut
diambil 50 l yang selanjutnya diberi perlakuan seperti pada kit aflatoksin dan dianalisa.
Hasil dan Pembahasan

1. Peningkatan berdasarkan Jumlah Pengujian Aflatoksin


Pengujian Aflatoksin dengan metode elisa reader pada tahun 2012 sampai tahun 2014
sebanyak

98 permintaan dengan jumlah sampel sebesar 307. Pada tahun 2012 ada 28

permintaan dengan jumlah sampel 119, tahun 2013 sebanyak 26 permintaan dengan jumlah
sampel 61 dan tahun 2014 hingga juli sebanyak 44 permintaan dengan jumlah sampel
sebanyak 127. Permintaan pengujian aflatoksin tersebut berasal dari 4 kategori, dinas,
produsen pakan, perusahaan dan Perorangan. Dinas adalah sampel yang berasal dari
pemerintah baik alokasi maupun biaya sendiri, produsen pakan adalah sampel yang berasal
dari pabrik pakan, perusahaan adalah sampel yang dari perusahaan lelang, pabrik obat-obatan
maupun peternak sedangkan perorangan adalah sampel yang berasal dari individu yang
menatasnamakan orang itu sendiri. Jenis pakan yang di uji adalah pakan, bahan pakan
maupun lainnya yaitu sampel yang tidak diketahui namanya, pelanggan hanya memberi kode
pada kolum nama sampel. Dari total 307 sampel yang diuji, peningkatan aflatoksin setiap
tahunnya dapat dilihat pada diagram dibawah ini di bawah ini :

140
120
100
80
60
40
20
0

2012
2013
2014

Gambar 1. Grafik Peningkatan Pengujian Aflatoksin


Jumlah permintaan aflatoksin semakin meningkat, namun pada tahun 2013 pengujian
aflatoksin lebih dialihkan kepada pengujian aflatoksin dengan HPLC sehingga pengujian
aflaoksin untuk elisa reader berkurang begitu juga dengan jumlah sampel yang masuk untuk
aflatoksin meningkat namun pada tahun 2013 berkurang karena pengalihan pengujian
aflatoksin ke metode HPLC.
Batas maximum kadar afltoksin pada pakan sudah ditentukan dalam SNI, misalnya
untuk Ayam Ras Petelur dan pedaging memiliki batas maximum 50 ppb dan beberapa pakan
lainnya sudah ada ketetapan nilai batas maximum kadar aflatoksin namun masih ada juga
yang belum ada SNI nya, Pada diagram dapat kita lihat nilai kadar aflaoksin yang masuk
dalam batas SNI menurun dari tiap tahunnya yaitu tahun 2012 dari 119 sampel ada 64 sampel
yang mempunyai nilai aflatoksin masuk dalam SNI, tahun 2013 menurun hanya ada 36
sampel yang mempunyai nilai kadar aflatoksin masuk dalam batas maximum SNI dan tahun
2014 semakin menurun hanya ada 33 sampel nilai kadar aflatoksin yang masuk dalam batas
maximum yang diperbolehkan pada pakan. Hal ini berhungan dengan sampel yang tidak
masuk dalam SNI semakin tahun semakin meningkat, pada tahun 2012 hanya ada 1 sampel
yang tidak masuk SNI atau mempunyai kadar aflatoksin diatas kadar yang diperbolehkan,
tahun 2013 meningkat menjadi 3 sampel yang tidak masuk SNI, dan tahun 2014 meningkat
menjadi 30 sampel yang mempunyai nilai kadar aflatoksin tinggi diatas maximum nilai
aflatoksin yang diperbolehkan dalam pakan. Jumlah sampel yang belum ada batas maximum
kadar aflatoksinnya dalam pakan sebanyak 54 sampel pada tahun 2012, menurun menjadi 22

sampel pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 50 sampel pada tahun 2014. Jadi, dari 307
sampel aflatoksin yang diuji di BPMSP hanya 11 % yang diatas maksimum standar SNI, 43
% masuk atau dibawah batas maksimum SNI dan 46 % sampel tanpa nama jenis sampel
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan standar SNI yang ada.
2. Peningkatan Aflatoksin Berdasarkan Jenis Pakan
Sampel yang dianalisa aflatoksin dengan metode elisa reader dapat dibagi 3 kategori :
a. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang
tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan
berkembang biak. Sampel pakan yang diuji aflatoksin yaitu : pakan ayam ras petelur
(yang memiliki kode pakan, P1, P2, P3, KP2 dan KP3), pakan ayam ras pedaging (yang
memiliki kode BR1, BR2 dan KBR), puyuh petelur (PP1, PP2, PP3), itik petelur (IP1,
IP2, IP3), Babi (b1, B2, B3, B4 dan B6), Ruminansia (pakan sapi perah dan potong),
breeder broiler dan itik (PSP4, PSBR4, PSBR5,PSBR6), pakan ayam buras dan pakan
burung.
b. Bahan Pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan lainnya
yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum
diolah. Bahan Pakan yang di uji aflatoksin adalah jagung, dedak, jerami, bungkil kedelai,
MBM, DDGS, CGM, bekatul, tepung ikan, pollard, bungkil sawit, onggok, kacang hijau
dan sagu. Berikut diagram peningkatan pengujian aflatoksin dari tahun 2012-2013
berdasarkan pakan dan bahan pakan.
c. Sampel Lainya adalah sampel yang di uji aflatoksin yang tidak ada keterangan nama
sampelnya, pelanggan hanya memberi kode sampel pada kolum nama sampel.

400
350
300
250
2012

200

2013
2014

150
100
50
0
Pakan

Bahan Pakan

Lainnya

Gambar 2 : Diagram tingkat nilai kadar aflatoksin berdasarkan jenis sampel


Dari diagram diatas setiap tahunnya nilai kadar aflatoksin yang diuji di BPMSP
bekasi berdasarkan jenis sampel meningkat. Tahun 2012 kadar aflatoksin pada pakan 4,77
ppb, mengalami peningkatan 8,75 ppb pada tahun 2013, dan semakin meningkat pada tahun
2014 dengan nilai kadar aflatoksin pada pakan sebesar 344,01 ppb.
Bahan pakan juga demikian, tahun 2012 nilai aflatoksin sebesar 2,08, meningkat tidak
terlalu signifikan sebesar 6,17 pada tahun 2013, namun pada tahun 2014 meningkat drastis
sebesar 154,65 ppb, dan untuk sampel lainnya tahun 2012 nilai aflatoksin sebesar 4,35 ppb,
2013 10,72 ppb dan 2014 107,61 ppb. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat cemaran aflatoksin
meningkat setiap tahunnya.
Peningkatan kadar aflatoksin pada pakan ini dapat dipengaruhi oleh tingkat kadar air dan
lingkungan, yaitu kondisi optimum untuk pertumbuhan kapang. Kondisi optimum kapang
memproduksi aflatoksin adalah nilai water activity (Aw) > 0,7 ; kelembaban (RH) > 70% dan
suhu (T)= 24 32,2 oC. Selain itu kapang akan berkembang biak pada kondisi lingkungan
yang tidak higienis, misalnya banyak tikus, serangga gudang, burung dan lain-lain, dapat
pula terserang komoditas lain yang sudah terserang penyakit tanaman atau Aspergillus.
Tumbuhan yang terserang penyakit biasanya juga mengandung aflatoksin. Jadi keseringan
yang sudah terjadi perkembangbiakan Aspergillus sudah terjadi saat pertumbuhan komoditi di
lahan pertanian, sampai penyimpanan digudang, jadi untuk mengurangi kadar aflatoksin yang
yang pertama bisa kita lakukan pengendalian kadar air di awal penyimpanan.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Kadar aflatoksin pada pakan dan bahan pakan pada sampel yang diuji di Balai
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan bekasi meningkat setiap tahunnya, dari tahun 2012
hingga 2014, namun dari 307 sampel yang diuji aflatoksin dengan elisa reader metode dari
tahun 2012 -2014 hanya 11 % yang berada diatas bats maksimum SNI, akan tetapi cemaran
aflatoksin pada pakan masih perlu diwaspadai, karena mudahnya pakan tercemar aflatoksin.
Jumlah permintaan dan jumlah sampel yang meningkat membuktikan bahwa produsen
pakan, dinas, peternak dan semua lini yang berkaitan dengan pakan sadar pentingnya uji
aflatoksin pada pakan dan bahayanya cemaran aflatoksin pada pakan.
Saran
Peran BPMSP sebagai pengawas mutu pakan tidak hanya memperhatikan mutu pakan
dari aspek nilai gizinya tetapi juga dari aspek keamanan pakannya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kegiatan dalam menunjang keamanan pakan, seperti survei keamanan pakan yang
beredar.
Setiap pelanggan yang mengirimkan sampel bahan uji diharapkan dapat menjelaskan
nama dan jenis sampel yang akan diujikan sehingga hasil pengujian aflatoksin bisa
dibandingkan dengan standar SNI yang tersedia untuk mendukung pengawas keamanan
pakan ke depan.

Daftar Pustaka
AOAC, 2005. Official Method of Association of Official Analytical Chemist. 12th Edition.
Published by Association of Official AnalyticalChemist. Benjamin Franklin Station.
Washington.
BPMSP, 2012. Lembar Hasil Pengujian
BPMSP, 2013. Lembar Hasil Pengujian
BPMSP, 2014. Lembar Hasil Pengujian

BPMSP, 2013. Buku Petunjuk Teknis Hasil Pengujian Pakan. Cetakan V. Bekasi

También podría gustarte