Está en la página 1de 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep keluarga berencana (KB) pada awalnya disebarluaskan ke Eropa
oleh Islam sejalan dengan penyebarluasan agama Islam. Penyebarluasan ini
diantaranya dilakukan oleh Ibnu Sina, yang memperkenalkan sejumlah metode
kontrasepsi termasuk tampon vagina dan senggama terputus (Lutan, 2005).
Dewasa ini dikenal metode kontrasepsi modern, antara lain pil kontrasepsi,
suntikan, kondom, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), implan, tubektomi, dan
vasektomi (Anonymousd, 2007). Namun, banyaknya pilihan jenis kontrasepsi ini
tidak sejalan dengan penurunan angka kelahiran di Indonesia bahkan di dunia.
Populasi Indonesia dan dunia masih meningkat tiap tahunnya. Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2005 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000 adalah 206.264.595 orang dan menurut Sensus
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005 meningkat menjadi 218.868.791
orang dengan laju pertumbuhan penduduk 1,30%. Sedangkan penduduk Provinsi
Aceh pada sensus tahun 2000 adalah 3.929.234 orang dan menurut SUPAS tahun
2005, pascagempa dan tsunami, penduduk Aceh meningkat menjadi 4.031.589
orang. (Anonymousc, 2005).
Pertumbuhan penduduk Indonesia pada umumnya dan Provinsi Aceh
khususnya akan terus bertambah dari tahun ke tahun jika tidak dilakukan suatu
usaha untuk menguranginya. Oleh karena itu, untuk mencegah hal tersebut,
pemerintah Indonesia menggalakkan program KB. Melalui program keluarga
berencana ini diharapkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dapat ditekan
sampai pada level tanpa pertumbuhan penduduk. Namun, penggalakan program
KB ini melalui kontrasepsi tidak dilakukan dengan pemaksaan dan dilakukan atas
persetujuan suami dan istri sesuai dengan amanat UU No. 52 tahun 2009.
Undang-undang tersebut juga mendefinisikan keluarga berencana sebagai upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,

melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak produksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas (Yudhoyono, 2009).
Data yang diperoleh dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) tahun 2009 menunjukkan jumlah pasangan usia subur (PUS)
di Provinsi Aceh adalah 724.813 jiwa dengan jumlah peserta KB sebanyak
463.984 jiwa atau 64,15% dari seluruh pasangan usia subur (PUS). Namun,
tingginya angka-angka tersebut belum mampu mencapai target sasaran yang
diinginkan secara nasional yait% (Anonymousa, 2010).
Hasil pendataan yang dilakukan BKKBN tahun 2010 juga didapatkan
jumlah peserta KB menurut metode kontrasepsi pada bulan Juni 2010 di Provinsi
Aceh dengan total PUS sebanyak 755.444 orang adalah: IUD sebanyak 1322
orang atau 0,175%, metode operasi wanita (MOW) 4247 orang atau 0,056%,
metode operasi pria (MOP) 148 orang atau 0,02%, kondom 43.986 orang atau
5,82%, implan 10.414 orang atau 1,38%, suntik 257.238 orang atau 34,05% dan
pil 233.734 orang atau 30,93% (Anonymousb, 2010). Banyaknya penggunaan
kontrasepsi ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan akseptor mengenai kontrasepsi
yang dapat diperoleh dari petugas kesehatan, media massa, atau sumber lain.
Tingkat pendidikan dan usia akseptor juga sangat mempengaruhi keikutsertaan
menjadi pengguna kontrasepsi. Pendidikan, pengetahuan dan usia mempengaruhi
sikap seseorang terhadap penggunaan kontrasepsi (Setiabudi, 2001).
Berdasarkan data tersebut didapatkan, metode kontrasepsi yang paling
populer di Aceh adalah metode suntik. Hal ini juga terjadi pada provinsi lain,
kecuali Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang lebih
meminati kontrasepsi jenis pil (Anonymousb, 2010). Namun, di dunia, kontrasepsi
suntik ternyata tidak terlalu populer. Sterilisasi merupakan yang terbanyak dipilih
oleh pasangan di dunia, dengan lebih dari 190 juta pengguna di seluruh dunia atau
36% dari seluruh pengguna kontrasepsi (Pliskow, 2000; WHO dalam Saha dkk,
2006).
Banyaknya

penggunaan

kontrasepsi

ini

sangat

dipengaruhi

oleh

pengetahuan, pendidikan, usia yang akan mempengaruhi sikap pengguna terhadap


kontrasepsi yang dipakainya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran
usia,

pendidikan, pengetahuan dan sikap akseptor terhadap penggunaan

kontrasepsi suntik di Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh


Barat Daya tahun 2014.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data yang didapatkan dari BKKBN tahun 2009 yang telah
disebutkan sebelumnya, didapatkan jumlah peserta KB di Aceh telah mencapai
angka yang cukup tinggi, yaitu 64,15% dan kontrasepsi yang paling banyak
digunakan adalah kontrasepsi suntik. Demikian pula di Puskesmas Kuala Batee,
kontrasepsi suntik merupakan alat kontrasepsi yang paling diminati. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah gambaran usia, pendidikan,
pengetahuan dan sikap akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi suntik di
Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui gambaran usia, pendidikan,

pengetahuan dan sikap akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi suntik di


Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya tahun 2014.
1.3.2

Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran usia akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi suntik di


Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya tahun
2014.
2. Mengetahui gambaran pendidikan akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi
suntik di Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya
tahun 2014.
3. Mengetahui gambaran pengetahuan akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi
suntik di Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya
tahun 2014.

4. Mengetahui gambaran sikap akseptor terhadap penggunaan kontrasepsi suntik


di Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya tahun
2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1

Bagi institusi pelayanan kesehatan


Agar menjadi bahan pertimbangan bagi petugas kesehatan untuk

memberikan informasi kepada calon akseptor KB mengenai kontrasepsi dengan


lebih baik lagi sehingga masyarakat menjadi lebih tahu mengenai kontrasepsi dan
jenis-jenisnya.
1.4.2

Bagi masyarakat
Diharapkan

dapat

meningkatkan

pengetahuan

masyarakat

tentang

penggunaan kontrasepsi sehingga dapat menambah minat masyarakat untuk


menggunakan kontrasepsi.
1.4.3

Bagi ilmu pengetahuan


Diharapkan dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan di masa

mendatang dan peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti dalam bidang ini lebih
lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra berarti mencegah atau melawan,
sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang
dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi
adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. (Winknjosastro,2008)
Jadi, Kontrasepsi ialah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usahausahaitu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat
permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi.
(Winknjosastro,2008)
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Dapat dipercaya
2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan
3. Daya kerjanya dapat diatur memenuhi kebutuhan
4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus
5. Tidak memerlukan motivasi terus menerus
6. Mudah melaksanakannya
7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.
Menurut cara pelaksanaannya kontrasepsi dibagi dua, yaitu cara temporer
(spacing) dan cara permanen (kontrasepsi mantap). Cara temporer (spacing) yaitu
menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum hamil lagi. Cara
permanen (kontasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah
kehamilan secara permanen, pada wanita disebut sterilisasi dan pada pria disebut
vasektomi. (Mochtar R, 2005)

Metode-metode Kontrasepsi yang saat ini digunakan antara lain, yaitu: (Saifuddin
AB, 2007)
1. Metode Amenorea Laktasi (MAL)
2. Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
3. Sanggama Terputus (Coitus Interruptus)
4. Tekhnik fisik, kimiawi atau barier (sawar)
5. Kontrasepsi Kombinasi
6. Kontrasepsi Progestin
7. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
8. Sterilisasi permanen atau Kontrasepsi Mantap
Dalam hal ini kita akan membahas salah satu dari beberapa metode kontrasepsi.
2.2 Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik adalah salah satu jenis metode kontrasepsi hormonal yang
disuntikkan ke dalam tubuh secara intramuskular. Kontrasepsi suntik ini
mempunyai 2 jenis, yaitu kontrasepsi suntik kombinasi dan kontrasepsi suntik
progestin.
2.2.1

Kontrasepsi Suntik Kombinasi


Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg depo medroksiprogesteron asetat

dan 5 mg estradiol sipionat (Cyclofem) yang diberikan sebulan sekali secara


intramuscular (IM) atau 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat
yang juga diberikan secara injeksi IM sebulan sekali (Saifuddin dkk, 2003).
a. Mekanisme Kerja
Obat ini menghambat ovulasi, mengentalkan lendir serviks, menghambat
transportasi gamet oleh tuba, dan menekan proliferasi endometrium (Cunningham
dkk, 2006; Saifuddin dkk, 2003). Kadar Estradiol mencapai puncak pada 3-4 hari
paska injeksi dengan nilai yang setara dengan lonjakan praovulasi dalam siklus
menstruasi ovulatorik normal. Kadar estradiol menetap setinggi ini selama sekitar

10-14 hari. Penurunan kadar estradiol selanjutnya menyebabkan perdarahan lucut


10-20 hari paska penyuntikan (Cunningham dkk, 2006).
b. Keuntungan
Penggunaan kontrasepsi suntik kombinasi ini memiliki banyak keuntungan,
diantaranya adalah risiko terhadap kesehatan kecil, tidak berpengaruh terhadap
gambaran suami istri, setelah tiga bulan pemakaian perdarahan menjadi lebih
jarang terjadi dibandingkan depo medroksiprogesteron asetat (Cunningham dkk,
2006). Pada kombinasi depo medroksiprogesteron asetat dengan estradiol
sipionat, perdarahan menjadi lebih teratur dibandingkan dengan injeksi progestin
saja (Gallo dkk, 2007). Pulihnya kesuburan berlangsung cepat, dengan hampir
83% pengguna menjadi hamil dalam 12 bulan setelah penghentian. Selain itu,
kontrasepsi suntik juga dapat mengurangi nyeri haid, mengurangi jumlah
perdarahan sehingga dapat mencegah anemia, dapat mencegah kanker ovarium
dan kanker endometrium, mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium,
mencegah kehamilan ektopik dan dapat melindungi dari jenis penyakit radang
panggul tertentu (Saifuddin dkk, 2003).
c. Efek Samping
Terjadinya gangguan pola haid seperti spotting, haid tidak teratur, dan
perdarahan sela sampai 10 hari merupakan kekurangan menggunakan metode
kontrasepsi ini. Metode ini juga menyebabkan mual, nyeri kepala, nyeri payudara
ringan yang akan hilang setelah penyuntikan ke-2 atau ke-3 serta tidak menjamin
perlindungan terhadap penularan penyakit menular seksual, hepatitis B dan infeksi
virus HIV. Efek samping berat dapat terjadi seperti tromboemboli paru dan otak,
stroke, infark miokard dan tumor hati (Saifuddin dkk, 2003).
d. Efektivitas
Kontrasepsi ini sangat efektif, hanya terjadi 0,1-0,4 kehamilan per 100 tahun
wanita (Saifuddin dkk, 2003). Pernah dilaporkan juga hanya terjadi 6 kehamilan
pada 70.000 pengguna per tahun pemakaian. Hal ini setara dengan prosedur
sterilisasi wanita (Cunningham dkk, 2006). Efektivitas kontrasepsi ini berkurang

bila digunakan bersama dengan Rifampisin, Fenitoin atau Barbiturat (Saifuddin


dkk, 2003).
e. Indikasi
Indikasi menggunakan kontrasepsi suntik kombinasi ini adalah wanita usia
reproduksi, telah memiliki anak atau belum, wanita yang menginginkan metode
kontrasepsi dengan efektivitas tinggi, dismenorea, haid tidak teratur, paska
keguguran, setelah melahirkan enam bulan dan tidak memberikan ASI eksklusif
sedangkan semua metode kontrasepsi lain tidak cocok dan pada orang dengan
penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis dan penyakit ovarium
jinak (Saifuddin dkk, 2003).
f. Kontraindikasi
Kontraindikasi dibagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi mutlak dan
kontraindikasi relatif. Kontraindikasi mutlak yaitu tumor-tumor yang dipengaruhi
oleh estrogen, penyakit hati yang aktif, pernah mengalami tromboplebitis,
tromboemboli paru dan kelainan serebrovaskular, diabetes mellitus, dan
kehamilan. Sedangkan kontraindikasi relatif yaitu, depresi, migrain, mioma uteri,
hipertensi, oligomenorea, dan amenorea. Pemberian pil kombinasi pada wanitawanita tersebut harus diawasi dengan teratur dan terus-menerus, sekurangkurangnya sekali dalam tiga bulan (Albar, 2008).
g. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi
Menurut Saifuddin dkk (2003), waktu mulai menggunakan suntikan
kombinasi ini adalah:
1. Suntikan pertama diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan
kontrasepsi tambahan.
2. Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke-7 siklus haid, maka tidak boleh
melakukan gambaran seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi lain
selama 7 hari.

3. Bila klien tidak haid dan dipastikan tidak hamil, suntikan pertama dapat
diberikan setiap saat. Klien tidak boleh melakukan gambaran seksual selama 7
hari atau menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari.
4. Jika 6 bulan paska persalinan, tidak menyusui dan belum haid, suntikan
pertama dapat diberikan setelah dipastikan tidak hamil.
5. Pada klien paska persalinan lebih dari 6 bulan, menyusui dan telah haid,
suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.
6. Pada klien paska persalinan kurang dari 6 bulan dan menyusui, jangan
diberikan suntikan kombinasi.
7. Setelah 3 minggu paska persalinan dan tidak menyusui, suntikan kombinasi
dapat diberikan.
8. Suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam waktu 7 hari paska
keguguran.
2.2.2

Kontrasepsi Suntikan Progestin


Kontrasepsi ini hanya terdiri dari progestin. Tersedia dua jenis kontrasepsi

suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu Depo Medroksiprogesteron


Asetat (DMPA), yang mengandung 150 mg DMPA dan diberikan setiap 3 bulan
dengan cara injeksi intramuskular (IM). Jenis lain yaitu Depo Noretisteron
Enantat (Depo Noreristerat), yang mengandung 200 mg noretindron enantat dan
diberikan tiap 2 bulan yang juga disuntik secara intramuskular (Saifuddin dkk,
2003).
a. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja kedua obat ini yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan
lendir serviks, pembentukan endometrium yang kurang ramah bagi implantasi
ovum, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba falopii (Albar, 2008;
Cunninghan dkk, 2006; Saifuddin dkk, 2003).
b. Keuntungan
Kontrasepsi suntikan progestin ini mempunyai banyak sekali keuntungan,
diantaranya adalah kontrasepsi ini tergolong sangat efektif untuk mencegah

10

kehamilan dalam waktu yang lama, tidak mempengaruhi gambaran suami istri,
tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit
jantung dan gangguan terhadap air susu ibu (ASI), dapat digunakan oleh wanita
berusia lebih dari 35 tahun sampai usia perimenopause, membantu mencegah
kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian penyakit jinak
payudara dan dapat mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
dengan cara mengentalkan lendir serviks (Saifuddin dkk, 2003).
c. Efek Samping
Efek samping penggunaan kontrasepsi ini yaitu amenorea berkepanjangan.
Pada pangguna DMPA, amenorea terjadi pada 30% wanita setelah 6 bulan
pemakaian, meningkat menjadi 50% wanita setelah 1 tahun pemakaian, dan pada
68% wanita setelah 2 tahun pemakaian. Penurunan densitas tulang juga
dilaporkan pada pemakaian DMPA jangka panjang yang dihipotesiskan akibat
defisiensi estrogen yang diinduksi DMPA. Namun, kepadatan tulang kembali
meningkat setelah 2 tahun penghentian (Boroditsky dkk, 2000).
Selain itu, anovulasi lama juga terjadi setelah penghentian kontrasepsi.
Kembalinya kesuburan juga lambat, tetapi tidak terhambat. Kesuburan baru
kembali setelah 9-10 bulan setelah injeksi terakhir DMPA (Boroditsky dkk, 2000;
Gallo dkk, 2007). Pada para pemakai jangka panjang, trigliserida dan kolesterol
HDL menurun, tapi kolesterol LDL tidak meningkat. Laporan tentang kanker
payudara saling bertentangan. Selain itu juga dilaporkan terjadi penambahan berat
badan pada tahun pertama pemakaian, nyeri payudara, nyeri kepala, akne dan
hirsutisme (Cunningham dkk, 2006).
d. Efektivitas
Kedua kontrasepsi ini sangat efektif untuk mencegah kehamilan. Dengan
angka kegagalan yaitu 0,3 per 100 tahun wanita, asal penyuntikan dilakukan
secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan (Saifuddin dkk, 2003).
e. Indikasi

11

Menurut Saifuddin dkk (2003), yang dapat menggunakan kontrasepsi


suntikan Progestin ini adalah wanita usia reproduksi, wanita yang memerlukan
kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektivitas tinggi, wanita menyusui dan
membutuhkan kontrasepsi yang sesuai, setelah abortus, wanita perokok, wanita
dengan tekanan darah kurang dari 180/110 dengan gangguan pembekuan darah
dan anemia sel sabit, wanita yang tidak boleh memakai kontrasepsi yang
mengandung estrogen, wanita yang sering lupa menggunakan pil KB, wanita
dengan anemia defisiensi besi, dan pada wanita yang mendekati usia menopause
yang tidak ingin atau tidak boleh menggunakan pil kombinasi dan wanita yang
sedang menjalani pengobatan dengan Rifampisin, Fenitoin atau Barbiturat.
f. Kontraindikasi
Kontraindikasi menggunakan metode kontrasepsi ini yaitu, pada wanita
hamil atau dicurigai hamil, wanita yang mengalami perdarahan pervaginam yang
belum jelas penyebabnya, tidak dapat menerima adanya gangguan haid, menderita
kanker payudara atau riwayat kanker payudara dan wanita dengan Diabetes
Mellitus disertai komplikasi (Saifuddin dkk, 2003).
g. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin
Menurut Saifuddin dkk (2003), waktu mulai menggunakan kontrasepsi ini
yaitu:
1. Setiap saat selama siklus haid asal ibu tersebut tidak hamil.
2. Mulai hari pertama hingga hari ke-7 siklus haid.
3. Pada ibu yang tidak haid dan tidak hamil, injeksi pertama dapat diberikan
setiap saat. Namun, selama 7 hari setelah penyuntikan, tidak boleh melakukan
gambaran seksual.
4. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan
kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal
sebelumnya secara benar dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat
segera diberikan, tidak perlu menunggu haid berikutnya.

12

5. Bila ibu telah menggunakan jenis kontrasepsi lain dan ingin menggantinya
dengan kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan diberikan
dimulai saat jadwal kontrasepsi suntikan yang sebelumnya.
6. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan
kontrasepsi suntik, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan
dapat segera diberikan, asal ibu tidak hamil dan pemberian tidak perlu
menunggu haid berikutnya datang.
7. Pada ibu yang ingin mengganti AKDR dengan kontrasepsi suntik, suntikan
pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid atau
setiap saat setelah hari ke-7 siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil.
8. Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur, suntikan pertama dapat
diberikan setiap saat. Asal ibu tersebut yakin tidak hamil dan tidak boleh
melakukan gambaran seksual selama 7 hari setelah suntikan.
2.3 Usia
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (Sugono, 2008). Usia dihitung sejak
kita dilahirkan hingga datangnya kematian. Usia dipandang sebagai suatu keadaan
yang menjadi dasar kematangan dan perkembangan seseorang. Semakin tua usia,
maka seseorang dianggap semakin baik dalam menghadapi masalah dan
sebaliknya semakin muda seseorang, maka kemampuannya dalam menghadapai
masalah juga semakin kecil (Nursalam dalam Anonymouse, 2008). Stoner dalam
Pratiwi (2009) mengelompokkan usia berdasarkan psikologi perkembangan
manusia menjadi remaja (15-24 tahun), dewasa muda (25-35 tahun), dewasa (3654 tahun) dan dewasa kematangan (>55 tahun). Dalam konsep keluarga
berencana, usia merupakan karakteristik yang mempengaruhi pengetahuan dan
pengalaman seseorang mengenai kontrasepsi (Imbarwati, 2009). Selain itu, usia
seseorang juga dapat menunjukkan jenis kontrasepsi yang dibutuhkan sesuai
dengan usianya dikarenakan usia dapat menunjukkan masa reproduksi seseorang.
2.4 Pendidikan
Undang-undang No.20 tahun 2003 pasal 1 tentang sistem pendidikan
nasional (Sisdiknas) mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

13

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual


keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Soekarnoputri, 2003). Pendidikan mempunyai korelasi yang bermakna dengan
pengetahuan ibu terhadap keluarga berencana. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka semakin banyak jenis kontrasepsi yang dikenal, sehingga
mempengaruhi sikap dan perilaku ibu untuk memutuskan alat kontrasepsi yang
hendak dipakai (Setiabudi, 2001).
Berdasarkan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 13, jalur pendidikan
terdiri dari pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk
sekolah dasar (SD) sederajat dan sekolah menengah pertama (SMP) sederajat.
Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA) sederajat,
sedangkan pendidikan tinggi terdiri dari jenjang diploma, sarjana, magister,
spesialis dan doktor. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal, misalnya kursus. Sedangkan pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Hasil pendidikan diakui sama dengan pendidikan formal setelah
peserta didik mengikuti ujian kesetaraan (Soekarnoputri, 2003).
2.5 Pengetahuan
2.5.2

Pengertian
Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu

dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek


tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

14

2.5.3

Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan memilki 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)
Tahu diartikan dengan dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
yang

menggambarkan

seseorang

itu

tahu

adalah

dapat

menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.


2. Memahami (Comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan dengan benar objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
paham, mampu menjelaskan dan memberikan contoh.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi atau suatu objek
yang telah dipelajari untuk dapat diterapkan pada keadaan yang sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menggunakan materi atau suatu objek
yang telah dipelajari dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut dan masih berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis merupakan kemampuan meletakan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun
formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan pada kriteria yang dibuat
sendiri atau berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ada.
Pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti surat kabar,
televisi, radio, poster, pamflet, buku, maupun dari petugas kesehatan
(Anonymousd, 2007).
2.6 Sikap

15

2.6.2

Pengertian
Sikap adalah reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau

objek (Notoadmodjo, 2003). Menurut La Pierre (1934), sikap dapat didefinisikan


dengan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respon
terhadap stimulus sosial yang telah dikondisikan. Sedangkan menurut Secord dan
Beckman (1964), sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu
aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2006).
2.6.3

Struktur Sikap
Menurut Azwar (2006), struktur sikap memiliki tiga komponen, yaitu:

1. Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku dan apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan timbul dari apa yang
telah dilihat dan telah diketahui sehingga terbentuklah suatu ide atau gagasan
mengenai sifat atau karakteristik dari suatu objek.
2. Afektif
Komponen afektif adalah perasaan yang menyangkut masalah emosional
seseorang terhadap suatu objek sikap. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh
kepercayaan.
3. Konatif
Komponen konatif adalah kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan
sikap yang dimiliki seseorang. Kepercayaan dan perasaan diasumsikan banyak
mempengaruhi perilaku seseorang.
2.6.4

Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami seseorang.

Dalam interaksi sosial, terjadi gambaran saling mempengaruhi antara individu


satu dengan yang lain, terjadi gambaran timbal balik yang turut mempengaruhi
pola masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Interaksi sosial juga

16

meliputi gambaran antara individu dengan lingkungan fisik, maupun lingkungan


psikologis di sekelilingnya (Azwar, 2006).
Dalam interaksi sosial, individu juga membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi di masa lalu,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting bagi individu, media massa,
lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu
yang sangat mempungaruhi sikap individu terhadap sesuatu (Anonymousd, 2007).
2.6.5

Tingkatan Sikap
Sikap memiliki 4 tingkatan. Menurut Notoadmodjo (2003) tingkatan sikap

sebagai berikut:
1. Menerima (Receiving)
Menerima

dapat

diartikan

bahwa

seseorang

(subyek)

mau

dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).


2. Merespon (Responding)
Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan, yang mengindikasikan seseorang menerima
ide tersebut dan merupakan indikasi dari sikap.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
merupakan indikasi dari tingkatan ini.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilih dengan segala risiko
merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.

17

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional
study, yaitu pengumpulan data dan pengukuran variabel yang dilakukan sekaligus
pada suatu saat (Notoadmodjo, 2005).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kuala Batee, kecamatan Kuala
Batee, Aceh Barat Daya pada bulan Juli 2014.
3.3 Kerangka Konsep
Variabel bebas

Variabel terikat

Umur
Pendidikan

Penggunaan Kontrasepsi
Suntik

Pengetahuan
Sikap
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1

Populasi
Populasi seluruh ibu yang menggunakan kontrasepsi di Puskesmas Kuala

Batee, kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya.

18

3.4.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah akseptor kontrasepsi suntik yang
berkunjung ke Puskesmas Kuala Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya
bulan Juli 2014.
3.4.2

Kriteria Sampel
Kriteria sampel terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu:

1. Kriteria inklusi
a. Akseptor kontrasepsi yang melakukan KB di Puskesmas Kuala Batee
b. Bersedia diwawancarai
c. Bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi responden
2. Kriteria eksklusi
a. Menolak untuk diwawancarai
b. Menolak untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden
3.4.3

Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan secara nonprobability sampling, yaitu

dengan teknik convenience sampling, dengan mengambil responden dari


pengguna kontrasepsi suntik yang berkunjung ke Puskesmas Kuala Batee sesuai
dengan keinginan peneliti dan dilakukan atas dasar kemudahan, mulai tanggal 28
Februari 2014 hingga 18 April 2014. Yang dimaksud dengan keinginan peneliti
disini adalah awalnya penelitian dilakukan setiap hari selama hari kerja, namun
pada waktu yang tidak selalu sama tergantung ada tidaknya pasien di Puskesmas
Kuala Batee. Kemudian setelah 3 minggu, penelitian berhenti selama 1 minggu
kemudian pengambilan sampel dilanjutkan kembali.
3.5 Definisi Operasional
Untuk memudahkan memahami pengertian dari variabel-variabel dalam
penelitian ini, maka akan dijelaskan dalam definisi operasional sebagai berikut:

19

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


No.
1

Variabel
Penelitian
Penggunaan
kontrasepsi
suntik

Usia

Pendidikan

Pengetahuan

Sikap

Definisi
Operasional
Sedang
menggunakan
kontrasepsi
suntik atau
tidak.
Lama waktu
hidup sejak
dilahirkan
hingga
penelitian
dilakukan.
Pendidikan
formal
terakhir yang
dijalani
responden.
segala
sesuatu
yang
diketahui
akseptor
mengenai
kontrasepsi
suntik
respon
akseptor
terhadap
penggunaan
kontrasepsi
suntik

Alat
Ukur
Kuesioner

Cara
Ukur
Wawan-
cara

Kuesioner

Wawan-
cara

Kuesioner

Wawan-
cara

Kuesioner

Wawancara

Kuesioner

Wawan-
cara

Hasil ukur
Ya
Tidak

Remaja
Dewasa
muda
Dewasa
Dasar
Menengah
Tinggi
Baik
Cukup
Kurang

Positif
Negatif

Skala ukur
Nominal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Nominal

3.6 Pengukuran Variabel


Untuk mempermudah dalam mengukur variabel yang akan diteliti, maka
dibuat pengukuran variabel menurut kuesioner sebagai berikut:
1. Penggunaan kontrasepsi suntik
a. Ya, jika akseptor KB sedang menggunakan kontrasepsi suntik
b. Tidak, jika akseptor KB sedang menggunakan kontrasepsi jenis lain selain
kontrasepsi suntik, seperti pil, AKDR, implan, kondom.

20

2. Usia
a. Remaja, bila responden berusia 15-24 tahun
b. Dewasa muda, jika responden berusia 25-35 tahun
c. Dewasa, jika responden berusia 36-54 tahun
3. Pendidikan
a. Dasar, jika responden pernah mengenyam pendidikan hingga Sekolah
Dasar (SD)/ sederajat atau Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ sederajat
b. Menengah, jika responden pernah mengenyam pendidikan hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA)/ sederajat
c. Tinggi, jika responden pernah mengenyam pendidikan hingga Perguruan
Tinggi (PT)
4. Pengetahuan
Setiap pernyataan yang dijawab benar (B) oleh responden pada kuesioner
pengetahuan diberi nilai 1. Sedangkan bila responden menjawab salah (S)
diberi nilai 0. Kemudian nilai dijumlahkan dan diubah dalam bentuk persentase
dengan rumus:
P=

f
100%
n

Keterangan:
P = persentase
f = jumlah jawaban benar dari responden
n = total nilai benar seluruh kuesioner pengetahuan
Kemudian nilai tersebut dikategorikan sebagai berikut:
a. Baik, jika responden mampu menjawab benar 76%-100% dari pernyataan
pada kuesioner pengetahuan
b. Cukup, jika responden mampu menjawab benar 56%-75% dari pernyataan
pada kuesioner pengetahuan
c. Kurang, jika responden mampu menjawab benar 40%-55% dari pernyataan
pada kuesioner pengetahuan
5. Sikap
Setiap pernyataan yang dijawab setuju (S) oleh responden pada kuesioner
sikap diberi nilai 3, kurang setuju (KS) diberi nilai 2 dan tidak setuju (TS)

21

diberi nilai 1. Kemudian nilai seluruh jawaban dijumlahkan dan penilaian


positif atau negatif dinilai dengan mean seperti dijabarkan berikut:
a.

Positif, jika responden mampu menjawab dengan mencapai skor lebih dari
mean (mean = 12)

b.

Negatif, jika responden mampu menjawab dengan mencapai skor kurang


dari mean (mean = 12)

3.7 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, yang akan
disebar pada tiap sampel penelitian yang datang ke Puskesmas Kuala Batee.
3.8 Alur Penelitian

Pengumpulan data PUS yang melakukan KB di Puskesmas Kuala Batee,


kecamatan Kuala Batee

Menetapkan populasi dan menentukan sampel penelitian

Membagikan kuesioner pada PUS yang datang ke Puskesmas Kuala Batee

Pengolahan data dengan melakukan editing, coding, dan tabulating kemudian


data dianalisis secara univariat

Gambar 3.2. Alur Penelitian


3.9 Pengolahan Data
Pengolahan

data

dilakukan

dengan

cara

sebagai

berikut,

seperti

diungkapkan oleh Nazir (2005):


1. Editing
Setelah pengumpulan data dilakukan, kuesioner yang telah diisi diamati
kembali, meliputi kelengkapan jawaban responden.

22

2. Coding
Memberikan kode pada jawaban yang telah diisi oleh responden, agar
memudahkan dalam pengolahan data.
3. Tabulating
Jawaban-jawaban yang telah diberi kode tadi, dimasukkan ke dalam tabel
sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori.
3.10 .Analisis Data Penelitian
Analisis data dilakukan dengan uji statistik berupa analisis univariat.
Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel penelitian. Variabel yang dianalisis
adalah penggunaan kontrasepsi suntik, usia, pendidikan, pengetahuan dan sikap.
Kemudian data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

También podría gustarte