Está en la página 1de 7

Data Pasien

Nama

Tn. AR

Data Utama untuk Bahasan Diskusi


1. Diagnosis / Gambaran Klinis
o Keluhan Utama:
Sesak napas yang memberat sejak 11 jam sebelum masuk
rumah sakit.
o

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sesak napas yang memberat sejak 11 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya pasien sudah seirng sesak napas,
terutama jika pasien berjalan jauh. Kali ini sesak napas
disertai dengan nyeri dada sebelah kanan, yang terutama
memberat jika pasien menarik napas. Riwayat benturan
pada dada pasien disangkal.

2. Riwayat Pengobatan
Riwayat kunjungan ke IGD. Pasien dikatakan rutin berobat ke
poliklinik paru.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Pasien diketahui memiliki riwayat penggunaan obat antituberkulosis sekitar 10 tahun yang lalu, digunakan selama 5 bulan
lalu tidak dilanjutkan. Riwayat asma, penyakit jantung disangkal.
Riwayat sistoskopi.
4. Riwayat Keluarga
Tidak ditemukan riwayat serupa pada keluarga
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai buruh, sudah berhenti sekitar 10
tahun yang lalu.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Pasien merokok 2 bungkus/hari, sudah lebih dari 20 tahun.
7. Riwayat Imunisasi
Tidak ditanyakan.
8. Pemeriksaan Fisik
o Tanda Vital
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi jantung
Frekuensi napas
Suhu
o

Status Generalis
Kepala

: tampak sakit sedang


: GCS 15 (E4M6V5)
: 160/70 mmHg
: 104x/menit
: 44x/menit
: 36oC
normosefal

Mata
THT
Leher
Toraks
Paru

Abdomen
Ekstremitas

konjungtiva tidak pucat, sklera tidak


ikterik, pupil bulat,
dalam batas normal
JVP (5-2) cmH2O, tidak teraba pembesaran
KGB, tidak terlihat/teraba pembesaran
kelenjar tiroid
pengembangan dada simetris saat statis
dan dinamis
inspeksi: simetris saat inspirasi dan
ekspirasi, retraksi tidak ada. Palpasi:
femitus vokal kanan < kiri; perkusi: sonor
di kedua lapang paru; auskultasi: suara
napas kanan << kiri
datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, kesan
ascites tidak ada, bising usus positif
normal
akral hangat, edema tidak ada, CRT < 2
detik

9. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Irama sinus, 102 kali/menit, P normal, PR interval 0,14 detik, QRS
progresi normal, aksis normal, tidak ada perubahan segmen ST-T, T
normal.
Kesan: EKG normal.
Radiologi
13/3/2015 pukul 08.30
Corakan bronkovaskular kasar di kedua lapang paru, disertai
dengan partial pneumotoraks dekstra.

Laboratorium
Parameter
Hema 1
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Gula Darah
GDS
Fungsi Ginjal
Ur
Cr

Hasil

Nilai Rujukan

11,4 g/dl
35 %
16.500 / uL
345.000 / uL

13 - 16 g/dl
40 - 48 %
5.000 - 10.000 / uL
150.000 - 400.000 /uL

141 mg/dl

<110 mg/dl

23 mg/dl
0,8 mg/dl

15 - 50 mg/dl
<1,4 mg/dl

Analisis Gas Darah


dalam O2 NRM 12
lpm
pH
pCO2
pO2
HCO3SBE

7,17
42 mmHg
140 mmHg
15 mEq/L
-12

7,35 - 7,45
35 - 48
83 - 108
21 - 28
-1,5 -3,0

10.Diagnosis
Dispnu e.c pneumotoraks spontan sekunder parsial dekstra dengan
PPOK eksaserbasi akut
11.Tatalaksana
o O2 12 lpm via NRM
o Inhalasi (salbutamol + ipratropium) : budesonid (1:1)
o Ranitidin 50 mg IV
o Hema 1, GDS, AGD, Ur/Cr
o Rontgen thorax PA
Konsultasi dengan dr. B, Sp.P
o Konsultasi Sp.B untuk pemasangan WSD
o Rehidrasi
o 2A (D5 1: NaCl 1) : RL 2:1
o Inhalasi C
o Salbutamol 3 x 2 mg PO
o Ranitidin 2 x 50 mg IV
o Inhalasi C:F:B 1:1:1 sebanyak 3x
o Cefizoxime 3 x 1 gram
o Dexametasone 3 x 1 ampul
12.Follow Up
Setelah pemasangan WSD, pasien merasa sesak napas jauh
berkurang, dan bernapas lebih enak. TD 140/90, HR 90x/menit, RR
30x/menit, paru: inspeksi pengembangan paru simetris, palpasi
vokal fremitus kanan << kiri, perkusi sonor, auskultasi suara napas
kanan < kiri, namun perbaikan. WSD: undulasi positif, produksi
tidak ada, bubble tidak ada.
Sehingga pasien di-assess sebagai dispnu pada pneumotoraks
spontan parsial dekstra dengan PPOK eksaserbasi akut, klinis
perbaikan. Anjuran untuk observasi kliis pasien, lalu anjuran untuk
rawat ICU. ICU penuh, sehingga pasien disarankan untuk mencari
ruang isolasi, dalam hal ini pasien mendapatkan ruang perawatan
Apel.
Radiologi pascapemasangan WSD: 14/3/2015 09.45
Tampak ujung WSD setinggi interkosta 5 dekstra, dibandingkan foto
13/3/2015, pneumotoraks perbaikan.

Daftar Pustaka
1. MacDuff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous
pneumothorax: British Thoracic Society pleural disease guideline
2010. Thorax. 2010 Aug 1;65(Suppl 2):ii1831.
2. Tschopp JM, Rami-Porta R, Noppen M, Astoul P. Management of
spontaneous pneumothorax: state of the art. Eur Respir J. Sep
2006;28(3):637-50
3. Ota H, Kawai H, Matsuo T. Treatment outcomes of pneumothorax
with chronic obstructive pulmonary disease. Asian Cardiovasc
Thorac Ann. 2014 May;22(4):44854.
Hasil Pembelajaran
1. Subjektif

Kasus ini merupakan salah satu contoh klasik pasien dengan


presentasi pneumotoraks yang sesuai dengan anamnesis
(pemeriksaan subjektif) terhadap pasien. Dalam anamnesis,
ditemukan bahwa pasien memiliki riwayat episode sesak yang
kronik, disertai dengan episode akut (11 jam SMRS, sesak napas
pasien dirasakan semakin memberat). Pada pasien juga diketahui
riwayat merokok lama (2 bungkus/hari >20 tahun), sehingga
kecurigaan awal pasien memiliki penyakit dasar berupa PPOM
(penyakit paru obstruktif menahun / kronik).
Episode akut pasien ini ditandai dengan perburukan sesak napas
disertai dengan nyeri dada khas pleuritik (nyeri yang
memberat jika pasien menarik napas). Klinis pasien mengarahkan
kepada sesak napas akibat pneumotoraks.
2. Objektif
Setlah melakukan anamnesis pasien, dengan kecurigaan klinis ke
arah pneumotoraks, dilakukan penilaian fisik terhadap pasien.
Kesan pasien dalam sakit sedang tampak sesak napas berat,
dengan tanda vital yang stabil kecuali untuk laju pernapasan yang
meningkat. Dalam hal ini hemodinamik pasien masih baik,
menandakan bahwa kegawatdaruratan yang muncul kemungkinan
bukan disebabkan oleh kondisi yang sangat berat, misalnya
pneumotoraks tension.
Pada pemeriksaan fisik toraks, temuan yang berarti adalah adanya
vokal fremitus kanan yang lebih lemah dibandingkan hemitoraks
sebelah kiri, dan disertai dengan penurunan suara napas kanan
dibandingkan kiri. Sementara pada perkusi, masih terdengar sonor
di kedua lapang paru. Hal ini makin memperkuat temuan anamnesis
dan pemeriksaan fisik lain bahwa terdapat masalah di hemitoraks
paru dekstra.
Hal ini ditunjang dengan pemeriksaan radiologi yang dilakukan
berupa pemeriksaan foto polos toraks untuk mengonfirmasi
diagnosis.
3. Asesmen
Menggabungkan temuan subjektif dan objektif, diagnosis awal
pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder, sebelumnya
akhirnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. Pasien ini
diketahui memiliki riwayat PPOM dari anamnesis berupa riwayat
merokok dan pernyataan pasien sendiri bahwa ia berobat untuk
PPOM. Kemudian episode sesak akut ini didiagnosis sebagai
kejadian pneumotoraks spontan sekunder. Spontan karena pada
pasien tidak ada riwayat trauma. Sekunder karena pasien memiliki
penyakit penyerta awal, yakni PPOM. Hal ini diperkuat dengan
tinjauan pustaka bahwa PPOM merupakan salah satu faktor
predisposisi tersering pada kasus pneumotoraks sekunder.
4. Plan
Diagnosis: diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini tampaknya
cukup sesuai dengan klinis pasien. Pemeriksaan radiologi juga
mengonfirmasi diagnosis pada pasien.

Penatalaksanaan: pada pasien dilakukan pemasangan water-seal


drainage (WSD) sebagai tatalaksana awal untuk mengatasi
pneumotoraks. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa pada kasus
pneumotoraks, pemasangan WSD sangat diperlukan untuk
mengembalikan tekanan intratoraks menjadi keadaan fisiologis
(yakni tekanan relatif negatif terhadap tekanan luar). Pemasnagan
WSD dilakukan di sela iga ke-5 pada garis midklavikula di
hemitoraks yang terkena, dalam hal ini di hemitoraks dekstra.
Selain tatalaksan awal berupa WSD, tatalaksana lain berupa
suportif, seperti pemberian oksigen dan inhalasi. Pemberian
antibioik juga diindikasikan karena terdapat tanda leukositosis pada
pasien, yang mungkin dapat diinterpretasi sebagai tanda infeksi.
Edukasi: kepada pasien diperlukan edukasi bahwa tentang
diagnosis pasien terkait dengan penyakit penyerta yakni PPOM.
Oleh karena itu dianjurkan bahwa pasien perlu untuk melakukan
kontrol rutin untuk mengatasi PPOM. Selain itu diperlukan upayaupaya yang efektif untuk mencegah eksaserbasi akut, seperti
peningkatan komplians terhadap obat-obatan, menjaga kekebalan
tubuh untuk mencegah proses infeksi yang dapat menjadi pemicu
terjadinya eksaserbasi pada PPOM.
Konsultasi: konsultasi dengan dokter spesialis paru diperlukan untuk
menatalaksana pasien ini dalam jangka panjang.

También podría gustarte