Está en la página 1de 11

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan suatu
keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk memuat suatu definisi tunggal yang universal.
Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya.
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi permasalahan diberbagai negara terutama
di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10 20 kasus anak/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di
negara berkembang.2
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia
masyarakat (community-acquired pneumonia),bila infeksinya terjadi dimasyarakat dan
pneumonia RS atau pneumonia nasokomial (hospital- acquired pneumonia), bila infeksinya
didapat di RS.Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini
juga berbeda dalam spektrum etiologi,gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta
dan prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada
berbagai penyakit dasar yang sudah ada,sehingga spektrum etiologinya berbeda dengan infeksi
yangterjadi

dimasyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, derajat beratnya penyakit, dan

komplikasi yang timbul lebih kompleks.Pneumonia yang didapat diRS memerlukan penanganan
khusus sesuai dengan penyakit dasarnya.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, dan parasit) dan sebagian kecil disebabkan
noninfeksi yang meliputi aspirasi makanandan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon,
bahan lipoid, reaksi hiversensitivitas dan pneumonitis akibat obat dan radiasi. WHO
mendefinisikan Pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan
inspeksi dan frekuensi pernapasan. 1,2

2.2 Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh
dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
respiratori, terutama pneumonia. Insiden pneumonia pada anak <5 tahun di Negara maju adalah
2-4 kaus /100 anak/ tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/ 100 anak/ tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di negara
berkembang.1
2.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Daftar etiologi penumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber
dari negara maju dapat dilihat pada tabel berikut: 1

Lahir 20 hari

Etiologi yang sering

Etiologi yang jarang

Bakteri

Bakteri

E. colli

Bakteri anaerob

Streptococcus group B

Streptococcus group D

Listeria monocytogenes

Haemophillus influenzae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks

3 minggu 3 bulan

4 bulan 5 tahun

Bakteri

Bakteri

Chlamydia trachomatis

Bordetella pertussis

Streptococcus pneumoniae

Haemophillus influenzae tipe B

Virus

Moraxella catharalis

Virus Adeno

Staphylococcus aureus

Virus Influenza

Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3

Virus

Respiratory Syncytial virus

Virus Sitomegalo

Bakteri

Bakteri

Chlamydia pneumonia

Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniae

Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae

Neisseria meningiditis

Virus

Staphylococcus aureus

Virus Adeno

Virus

Virus Influenza

Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun remaja

Bakteri

Bakteri

Chlamydia pneumoniae

Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae

Legionella sp

Streptococcus pneumoniae

Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
-Virus VariselaZoster

2.4 Patologi dan Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran


respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi infiltrasi sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di
alveoli.. Selanjutnya, deposit fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di
alveoli, sel mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.1
2.5 Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.1
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi noninfeksi yang relaitf lebih sering, dan faktor patogenesis. Disamping itu,
kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang

ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.


Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.1
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas

melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda penumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.1

2.6 Diagnosis
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu
mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia
pada anak umumnya diagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan
sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Pada anamnesa ditemukan
-

Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan

bisa berdarah.
Sesak nafas.
Demam.
Kesulitan makan/minum.
Tampak lemah.
Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi imunokompromais,
kelainan anatomi bronkus, atau asma.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu

gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara
napas melemah.
WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini
terutama ditujukan untuk pelayanan kesehatan primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk
masyarakat di negara berkembang.1,
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut :2,4
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun

Pneumonia berat
- Bila ada sesak napas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
- Bila tidak ada sesak napas
- Ada napas cepat dengan laju napas :
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak > 1-5 tahun
Bukan pneumonia
- Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis
seperti penurunan panas.

Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi
komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini
adalah sebagai berikut:2,4

Pneumonia
- Bila ada napas cepat (>60 x/menit atau sesak napas)
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada napas cepat atau sesak napas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap


Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia (<5.000/mm3) Menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat
(>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada
keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Kadang-kadang terdapat

anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.1,2


C-Reactive Protein (CRP)
C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik
untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus atau bakteri, atau

infeksi bakteri superfisialis atau profunda.1,2


Uji serologis
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri
tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia,

serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3, influenza A dan

B, dan Adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnois.1,2
Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari

darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.1


Pemeriksaan Rontgen toraks
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial
-

cuffing, dan hiperaerasi.


Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi
tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas,

dan mempunyai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.


Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupabercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.1

2.8 Diagnosis banding


Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. Keadaan yang menyerupai pneumonia
ialah : bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.1
2.9 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.1
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,

terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak
terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.1
Penggunaan antibotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan
oleh bakteri.1
Identifikasi dini mikrooganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya
uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris.
Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis serta faktor epidemiologis.1
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan
antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di pakistan
menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua
kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP- 20 mg/kgBB sulfametoksazol).1
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap Streptococcus pneumoniae dan bakteri atipik.1
Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap betalaktam dan kloramfenikol,
dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan
petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal.1

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah
stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.1
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta
laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi
ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan.1
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik betalaktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah dkk.
Melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia
2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000
U/kgBB setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena
(50 mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata memiliki
efektifitas yang sama.1
2.10 Komplikasi
Dengan pengguanaan antibiotik, komplikasi pneumonia bakteri menjadi tidak lazim atau
hampir tidak pernah terjadi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis,
perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.1,
Iltern F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,
maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.1

2.11 Prognosis
Pada era sebelum antibiotik,angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari 20%
sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. Lagipula, insiden empiema
kronik dengan fungsi paru berubah adalah relatif tinggi. Dengan terapi antibiotik yang tepat yang
diberikan awal pada perjalanan penyakit, angka mortalitas selama masa bayi dan anak sekarang
kurang dari 1% dan mortalitas jangka lama rendah.1

También podría gustarte