Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
sebagai patah tulang kompresi traumatik. Bila terjadi kompresi, pada pemeriksaan
klinis didapati gibus.
2. Spondilitis bentuk anterior
Lokus awal berada di korpus vertebra bagian anterior dan merupakan penjalaran
perkontinuitatum dari vertebra di atasnya.
3. Spondilitis bentuk paradiskus
Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebralis.
Bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa. Bentuk paradiscal yang disertai
destruksi korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus akan mengakibatkan
iskemia sehingga terjadi nekrosis diskus. Pada gambaran rontgen terdapat
penyempitan diskus intervertebra. Bila proses terus berlanjut terjadi osteoporosis dan
penyebaran keseluruh korpus vertebra sehingga timbul kompresi vertebra dan terjadi
gibus.
Patogenesis
Spondilitis tuberkulosis terjadi melalui penyebaran hematogen dari fokus infeksi primer
seperti paru-paru, kelenjar limfe mediastinum, mesenterium, servikal, ginjal dan alat-alat
dalam lainnya. Kuman mencapai vertebra melalui Batsons plexus of paravertebral veins.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra
torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra
torakalis 12. Tiksnadi dkk (2008) meneliti bahwa lokasi spondilitis TB terbanyak adalah di
vertebral torakal sekitar 53%. Dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan
nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis 10, sedangkan yang non
paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk
yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra
torakal 8-lumbal 3 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia.
Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan
kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra
torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra
lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang
gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
paraplegia
lebih
sering
terjadi
pada
lesi
setinggi
vertebra
torakal
10.
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
ini
adalah
mencerna
dan
membuang
jaringan
nekrosis.
Dalam waktu sekitar 1 (satu) minggu limfosit muncul dan membentuk cincin yang
mengelilingi lesi. Kumpulan sel-sel epiteloid, sel datia langhans, dan limfosit ini membentuk
suatu nodul yang disebut tuberkel. Pada minggu kedua mulai terjadi perkijuan di sentral
tuberkel tersebut.
Reaksi eksudatif pada korpus vertebra berupa abses dingin yang terdiri dari serum, lekosit,
jaringan perkijuan, debris tulang dan basil tuberkel. Abses ini dapat melakukan penetrasi dan
menyebar ke berbagai arah.
Proses selanjutnya ditandai dengan hiperemi dan osteoporosis berat. Kerusakan vertebral
terjadi akibat proses osteolisis, mengakibatkan perlunakan korpus sehingga memungkinkan
terjadinya kompresi tulang.
Selanjutnya akan terbentuk nekrosis yang lebih banyak berupa abses dan debris. Abses dan
debris makin banyak dan akan keluar dari vertebra mencari lokasi dengan tahanan paling
lemah. Di vertebra lumbal abses akan turun ke bawah melalui sela aponeurosis otot psoas dan
berhenti di retroperitoneal yang teraba pada palpasi abdomen.
Abses bisa berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medula spinalis
dan mengakibatkan paraplegia Pott yang disebut paraplegia awal. Paraplegia awal selain
karena tekanan abses dapat juga disebabkan oleh kerusakan medula spinalis akibat gangguan
vaskuler. Keadaan ini sangat jarang ditemukan pada tuberkulosis karena proses kronik
menyebabkan terbentuknya pembuluh darah kolateral. Paraplegia dapat juga disebabkan
akibat
regangan
terus
menerus
pada
gibus
yang
disebut
paraplegia
lanjut.
Abses dingin di daerah torakal dapat menembus rongga pleura sehingga terjadi abses pleura,
atau bahkan ke paru bila ada perlekatan paru. Di daerah servikal, abses dapat menembus dan
berkumpul diantara vertebra dan faring.4,5,6
Lesi spondilitis tuberkulosis berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat, bersifat
osteolisis lokal, pada tulang subkondral di bagian superior atau inferior anterior dari korpus
vertebra. 13 Proses infeksi Mycobacterium tuberkulosis akan mengaktifkan chaperonin 10
yang merupakan stimulator poten proses resorpsi tulang sehingga akan terjadi destruksi
korpus vertebra di anterior. Proses perkejuan yang terjadi akan menghalangi proses
pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif
avaskuler sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan
mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis (angulasi
posterior) tulang belakang. Kecenderungan terjadinya kifosis bergantung pada segmen dan
jumlah vertebra yang terlibat serta umur penderita. Pada segmen normal terdapat kifosis
misalnya segmen torakal, kecenderungan kifosis menjadi progresif lebih tinggi dibandingkan
dengan segmen lumbal yang secara normal.
Proses terjadinya kifosis dapat terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi proses
infeksi. Kifosis yang progresif dapat mengakibatkan problem respirasi dan late-onset
paraplegia.5,8,14,17
Selain itu merupakan persoalan kosmetik dan psikologis besar bagi penderita. Infeksi
akhirnya menembus korteks vertebra, menginfeksi jaringan lunak sekitarnya dan membentuk
abses paravertebral. Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran
langsung di bawah ligamentum longitudinal anterior. Apabila telah terbentuk abses
paravertebral, lesi dapat turun mengikuti alur fasia muskulus psoas membentuk abses psoas
yang dapat mencapai trigonum femoralis.
Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskuler sehingga lebih resisten terhadap infeksi
dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra. Pada anak-anak karena diskus
intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer. Penyempitan
diskus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi diskus sehingga diskus
mengalami
herniasi
ke
dalam
korpus
vertebra
yang
telah
rusak.
Kompresi struktur neurologis terjadi akibat penekanan oleh proses ekstrinsik maupun
instrinsik. Proses ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan oleh akumulasi cairan akibat edema,
abses kaseosa, jaringan granulasi, sequester tulang atau diskus. Sedangkan pada fase
penyembuhan disebabkan oleh terbentuknya tonjolan-tonjolan tulang reaktif atau akibat
proses fibrosis duramater. Proses intrinsik terjadi akibat penyebaran kuman tuberkulosis
menembus dura dan melibatkan mening serta medulla spina.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding spondilitis tuberkulosis adalah fraktur kompresi traumatik atau akibat
tumor. Tumor yang sering di vertebra adalah tumor metastatik dan granuloma eosinofilik.
Diagnosis banding lain adalah infeksi kronik nontuberkulosis antara lain infeksi jamur seperti
Blastomikosis dan setiap proses yang mengakibatkan kifosis dengan atau tanpa skoliosis.Dan
infeksi piogenik, jamur, neoplasma atau penyakit degeneratif. Untuk menyingkirkan
diagnosis banding tersebut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan
pencitraan
yang
teliti
dan
sesuai
dengan
kebutuhan.
pada MRI kerusakan diskus tampak berupa intensitas sinyal yang rendah pada gambaran T2weighted.13
Perbedaan spondilitis tuberkulosis dengan spondilitis piogenik dapat dilihat dari progresivitas
penyakitnya
yakni
spondilitis
tuberkulosis
cenderung
lambat
dan
kronis.
Pada infeksi piogenik terjadi sklerosis reaktif, selain itu osteoporosis yang terjadi tidak
senyata pada spondilitis tuberkulosis. Pada MRI, spondilitis pyogenik akan menampilkan
penurunan sinyal pada T1-weighted, peningkatan sinyal pada T2-weighted dengan
penyangatan yang homogen pada korpus dan diskus yang terinfeksi. Akumulasi porduk
inflamasi pada infeksi piogenik biasanya tidak sebanyak yang terjadi pada spondilitis
tuberkulosis. Adanya kalsifikasi lebih mengarah pada proses tuberculosis 13.
Infeksi brucellosis terutama terjadi pada pria, akibat kontak dengan binatang ternak terinfeksi
atau mengonsumsi susu atau produk susu yang belum di pasteurisasi. Brucekkosis
mempunyai perjalanan penyakit menyerupai tuberkulosis yang indolen. Spondilitis brucellosa
sering terjadi pada vertebra lumbal bawah.Penampakan radiologis awal berupa rarefakti pada
end-plates vertebra yang terlibat, penyempitan diskus invertebralis, abses jaringan lunak yang
relatif kecil, dapat muncul erosi di korpus anterior vertebra. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan antibodi serum terhadap brucella dan kultur. Lifeso dkk melaporkan bahwa
brucellosis ditandai dengan demam, malaise, keringat malam, penurunan berat badan, sakit
kepala, nyeri sendi disertai hepatosplenomegali, limfadenopati dan artropi. Calvo melaporkan
kecenderungan terjadi imunosupresi, abses paravertebral, kompresi medula spinalis, anemia
dan peningkatan laju endap darah lebih tinggi pada spondilitis tuberkulosis dibandingkan
spondilitis brucellosis. Walaupun kecenderungan ini tidak bermakna secara statistik, tetapi
membantu
mengarahkan
diagnosis
sebelum
diagnosis
pasti
ditegakkan.
Infeksi jamur pada tulang belakang lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi pada penderita
dengan penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised). Menegakkan diagnosis infeksi
spinal oleh jamur berdasarkan pencitraan saja seringkali sulit dilakukan. Infeksi dapat terjadi
melalui mokulasi langsung akibat trauma, hematogenik, ekstensi langsung atau iatrogenik
pada operasi tulang belakang. Pada blastomikosis, proses infeksi mengenai korpus, diskus
dan dapat mencapai kaput costae yang terdekat, dapat dijumpai skip lesions13. Aktinomikosis
biasanya juga dijumpai pada sudut mandibula dan menyebar dengan ekstensi langsung, lesi
biasanya tidak nyeri, terdapat area osteolisis pada vertebra berupa soap bubble apprearance,
abses paravertebral yang terjadi biasanya lebih kecil, proses infeksi dapat meluas mengikuti
ligamentum longitudinalis dan dapat melibatkan elemen posterior serta kaput costae, jarang
terjadi
gibbus
dan
biasanya
tidak
melibatkan
diskus
intervetebralis.13
Reaksi
tuberkulin
biasanya
positif.
Untuk melakukan
pemeriksaan
bakteriologis, dapat dilakukan pungsi abses atau dari debris yang didapat dari pembedahan.
Anamnesis
Tahap awal untuk menegakkan diagnosa adalah dengan menggali anamnesis yang mencakup
tempat kelahiran, riwayat penderita/keluarga dan lingkungannya terhadap TB, riwayat
imunisasi, sejarah kontak dengan penderita TB dan penyakit-penyakit lain yang terutama
dapat menurunkan daya tahan/immunitas tubuh.
Riwayat penderita :
Apakah berasal dari daerah endemis TB ?
Apakah ada kontak dengan penderita TB ?
Adakah riwayat atau sedang menderita TB Pulmonal atau ekstra pulmonal
lain diluar tulang belakang?
Riwayat Imunisasi; apakah pernah/tidak pernah dilakukan, atau pernah dilakukan
tetapi tidak lengkap.
Apakah sedang menderita penyakit lain yang menurunkan daya tahan tubuh seperti
HIV, dll.
Gejala dan tanda-tanda penyakit spondilitis TB :
Perjalanan klinis spondilitis tuberkulosis biasanya perlahan-lahan walaupun telah dilaporkan
kasus dengan onset yang akut. 4 Gejala utama adalah nyeri tulang belakang. Nyeri biasanya
bersifat kronis, dapat lokal maupun radikular. Penderita dengan keterlibatan vertebra segmen
servikal dan torakal cenderung menderita defisit neurologis yang lebih akut sedangkan
keterlibatan lumbal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri radikular. 4 Selain nyeri, terdapat
gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, peningkatan suhu tubuh pada sore
hari dan penurunan berat badan. Tulang belakang terasa kaku dan nyeri pada pergerakan. 5,18
Tuli mengelompokkannya menjadi dua stadium, yaitu stadium akut dan penyembuhan.62
Pada stadium aktif, gejala dan tanda-tandanya biasanya tidak jelas tetapi dapat juga akut.
Gejala yang sering terjadi pada stadium akut adalah nyeri pinggang yang terdapat pada
setengah kasus spondilitis TB. Disertai demam, menggigil, keringat malam, penurunan berat
badan, tidak ada nafsu makan, lemas dan kelelahan yang tidak spesifik. Punggung jadi kaku
dan sakit waktu digerakkan disertai benjolan (gibus) yang juga terasa sakit bila ditekan. Otototot paravertebral menjadi kejang/spasme. Secara klinis sering ditemukan abses dingin di
daerah inguinal. Kenyataannya beberapa gejala dan keluhan tersebut tidak selalu terjadi pada
stadium akut, sehingga adanya riwayat keluarga yang menderita TB saja sudah dapat dipakai
untuk menduga kelainan yang ada pada tulang belakang mempunyai kaitan dengan TB. Jika
seorang klinikus secara rutin melakukan palpasi prosesus spinosus dari leher sampai ke
sakrum akan dapat mendeteksi perubahan bentuk sekecil apapun sehingga dapat mendiagnosa
TB tulang belakang sebelum penyakitnya berlanjut dan terjadinya destruksi korpus yang
lebih luas dan gibus yang lebih menonjol.
Pada stadium penyembuhan, bila penyakit sudah sembuh penderita tidak nampak atau merasa
sakit sama sekali. Tidak ada keringat malam dan panas sore hari lagi. Nyeri pada punggung
dan spasme otot hilang. Tetapi deformitas yang terjadi pada stadium akut akan menetap.
Gambaran klinis TB yang tidak biasa (unusual) sebagai penyebab nyeri punggung yang
menetap harus diingat bila ingin menegakkan diagnosa secara dini sebelum gejala lainnya
timbul. Jarang sekali gejala pertama yang timbul berupa gangguan neurologis.
Infeksi pada craniocervical juntion menghasilkan gejala progresif. Gejala utama adalah nyeri
pada belakang kepala dan leher. Sebagian besar disertai gejala umum infeksi tuberkulosis.
Serak dapat terjadi dislokasi atlantoaksial yang menekan struktur saraf dan dapat
menyebabkan deficit neurologis atan bahkan kematian.
Para penderita harus selalu dicoba dicari focus primer tuberculosis yaitu dapat berupa infeksi
di paru-paru, saluran kemih maupun saluran cerna.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status generalis penderita harus selalu dicari tanda-tanda TB pulmonal
dan TB ekstra pulmonal lainnya seperti kelenjar limfe, saluran urogenital, abdomen, tulang
dan sendi. Kemudian baru dicari gejala lokal pada tulang belakang, seperti gibus, abses.
Perhatian khusus untuk mencari dan menilai beratnya gangguan neurologis harus betul-betul
dikerjakan, karena berkaitan erat dengan metode pengobatan yang diberikan dan untuk
meramal prognosis penyakit.
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan dan dinilai :
1. Inspeksi kulit pada tulang belakang, dengan perhatian ada tidaknya sinus.
2. Alignment tulang belakang, adanya spasme otot-otot paravertebral.
3. Diperhatikan ada tidaknya massa subkutan pada regio flank, inguinal, perineal atau
gluteal.
4. Defisit neurologis dapat muncul awal atau pada fase penyembuhan. Gejala yang
timbul tergantung pada level medula spinalis atau syaraf spinal yang terlibat..
5. Infeksi pada craniocervical junction, ruang lingkup pada pemeriksaan fisik ditemukan
keterbatasan gerak sendi leher, nyeri tekan dan spasme otot-otot posterior leher.
Hampir pada semua kasus terbentuk abses retrofaring, selain itu dapat muncul
disfagia, stridor, tortikolis dan suara.
Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat
digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis
tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
Abses dingin.
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk
kumparan (Spindle). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3
dan paling jarang pada vertebra C1-2.
Pemeriksaan CT scan
CT scan menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan mendeteksi lesi lebih dini
dibandingkan
foto
polos.
Hofmann
dkk24
melaporkan
25%
penderita
mereka
memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT scan dan MRI yang lebih polos. CT scan
efektif kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Selain itu CT scan dapat digunakan untuk
memandu prosedur biopsi.
Lesi terlihat osteolitik iregular, bermula pada korpus dan kemudian menyebar sehingga
vertebra
kolaps
dan
terjadi
herniasi
diskus
ke
dalam
vertebra
yang
hancur.
Pada MRI akan ditemui penurunan intensitas sinyal fokus infeksi pada gambaran T1weighted dan peningkatan sinyal yang heterogen pada gambaran T2-weighted.13,14 Pada
pemberian kontras infeksi tuberkulosis memperlihatkan penyangatan inhomogen pada
infiltrasi sumsum tulang dengan tepi lesi menyangat. Abses tuberkulosis pada pemberian
kontras akan memperlihatkan penyangatan perifer dengan nekrosis sentral. Keterlibatan
diskus invertebralis sebagian besar akan menampilkan gambran klasik diskitis berupa
peningkatan singal pada gambaran T2-weighted, penurunan sinyal pada gambaran T1weighted
dan
menyangat
setelah
pemberian
kontras.
13
MRI menggambarkan perluasan infeksi paling baik dan dapat memperlihatkan penyebaran
granuloma tuberkulosis di bawah ligamentum longitudinal anterior dan posterior. MRI dapat
membedakan jaringan patologis yang mengakibatkan penekanan pada struktur neurologis.
Hal ini penting karena intervensi bedah dibutuhkan pada defisit neurologis yang disebabkan
penekanan oleh deformitas tulang berupa kifosis atau oleh konstriksi akibat fibrosis di
sekeliling kanalis neuralis. 5,24
Mehta mengajukan klasifikasi tuberkulosis vertebra torakal berdasarkan ekstensi lesi yang
terlihat pada MRI untuk perencanaan strategi pembedahan.
Mengevaluasi infeksi diskus intervertebrata dan osteomielitis tulang belakang.
Menunjukkan
adanya
penekanan
saraf.
minggu sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan sistem BACTEC (Becton Dickinson
Diagnostic Intrument System). Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan dak\lam 7-10
hari. Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga
alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana
membuang
sisa-sisa
radioaktifnya.
Pada negara di mana terdapat prevalensi tuberkulosis yang tinggi atau tidak terdapat sarana
medis yang mencukupi, penderita dengan gambaran klinis dan radiologis yang sugestif
spondilitis tuberkulosis tidak perlu dilakukan biopsi untuk memastikan diagnosis dan
memulai pengobatan.5
Histopatologis
Infeksi tuberkulosis pada jaringan akan menginduksi reaksi radang granulomatosis dan
nekrosis yang cukup karakteristik sehingga dapat membantu penegakan diagnosis.
Ditemukannya tuberkel yang dibentuk oleh sel epiteloid, giant cell dan limfosit disertai
nekrosis perkejuan di sentral memberikan nilai diagnostik paling tinggi dibandingkan temuan
histopatologis lainnnya. Gambaran histopatologis berupa tuberkel saja harus dihubungkan
dengan penemuan klinis dan radiologis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk :
1. Eradikasi, atau minimal menahan perkembangan penyakit
2. Mencegah atau memperbaiki deformitas
3. Mencegah atau menanggulangi komplikasi utama berupa paraplegi
Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang
didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau
tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang
tenang secara klinis maupun secara radiologis. (3,4,7)
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik,
laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme
berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra. (1,3)
Terapi operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra
yang
rusak
dengan
tulang
spongiosa/kortiko
spongiosa.
untuk pemeriksaan histopatologi dan kultur didapat dengan mudah dan kifosis dapat
dikoreksi atau distabilisasi dengah autogenous bone graft. Approach posterior diindikasikan
pada keterlibatan elemen posterior dan posterior dan stabilisasi posterior dibutuhkan sebelum
tindakan dekompresi anterior dan arthrodesis, juga pada penderita dengan tulang belakang
yang sebenarnya stabil atau memiliki deformitas minimal tetapi memiliki tuberkuloma;
intrameduler atau abses epidural5.
Approach costotransversectomi dilakukan untuk drainase abses besar di segmen torak pada
penderita yang tidak layak secara medis untuk menajalani torakotomi. Selain drainase abses
pada approach ini juga dapat dilakukan evakuasi fragmen tulang atau bone grafting
Dekompresi anterior adekuat dalam interval 9 bulan setelah onset parapelgia kemungkinan
besar menghasilkan resolusi komplit paraplegia tersebut. Bila dilakukan antara 9 -11 bulan
akan didapatkan peningkatan fungsi neurologis substansial walaupun resolusi tidak komplit
dan spastisitas akan menetap. Intervensi bedah dilakukan lebih dari 1 tahun setelah onset
paraplegia
jarang
mengembalikan
fungsi
neurologis
signifikan.5
Penulis senior Subroto Sapardan, telah mengembangkan metode total therapy yang
merupakan gabungan tindakan konservatif dan operatif berdasarkan masalah yang ada pada
masing-masing penderita. Metode tersebut meliputi antara lain :
1. Konservatif dengan obat-obatan Dilakukan pada stadium dini, keadaan umum baik,
dan keluhan minmal.
2. Operasi untuk evakuasi abses Dilakukan pada dengan abses yang besar tetapi dengan
lesi tulang yang terbatas.
3. Hongkong method Dilakukan debridement anterior dan fusi anterior.
4. Instrumentasi posterior untuk koreksi spontan disertai Hongkong method pada
spondilitis tuberkulosis dengan deformitas kifosis yang tidak rigid.
5. Instrumentasi posterior untuk koreksi spontan disertai Hongkong method dan
shortening pada spondilitis tuberkulosis dengan deformitas kifosis rigid.
6. Hong Kong method didertai dengan intrumentasi anterior.
7. Instrumentasi posterior dan debridement melalui costotransversectomi dapat disertai
shortening pada lamina dan pedikel.
8. Instrumentasi posterior saja pada penderita yang dilakukan total posterior shortening
atau pada penderita yang dilakukan posterolumbar intervertebral fusion. Hal ini
dilakukan pada penderita dengan deformitas kifosis di lumbal.
9. Hanya dilakukan tindakan posterior debridement, laminektomi, biopsi transpedikuler
dan instrumentasi. Hal ini dilakukan bila tidak ada abses, operasi anterior
dipertimbangkan resikonya lebih besar.
10. Spondilitis yang sudah sembuh dengan kifosis berat (>600) terutama dengan defisit
neurologis dilakukan tindakan posterior dan shortening lamina, pedikel dan korpus.
11. Spondilitis tuberkulosis dengan deformitas lebih dari 900, disertai kelumpuhan atau
paralisis spastik dilakukan tindakan dekompresi medula spinalis dan fusi minimal atau
tanpa koreksi.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi
spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.
Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi
untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi
posterior atau melalui operasi radikal.