Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang
telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irrevesible serta menunjukan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami karena adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua
terjadi pada lansia secara linear dapat digambarkan melalui 3 tahap yaitu : kelemahan,
keterbatasan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran. Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 19902025, tergolong tercepat di dunia. Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia
berjumlah 16 juta dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun
2020 atau sebesar 11,37% penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, di
bawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan
sensus BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun.
Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang
Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia. Data
statistik tersebut mengisyartatkan pentingnya keperawatan gerontik di Indonesia.
Fokus asuhan keperawatan pada lansia ditunjukan pada dua kelompok lansia,
yaitu 1.) lansia yang sehat dan produktif, dan 2.) lansia yang memiliki kerentanan
tubuh dengan ditandai kondisi fisik yang mulai melemah, sakit-sakitan dan daya pikir
menurun. Pemberian asuhan keperawatan bagi lansia bertujuan untuk memenuhi
harapan-harapan yang diinginkan oleh lansia yaitu memiliki kualitas hidup yang lebih
baik dan produktif dalam tiga dimensi yaitu : fisik, fungsional, dan kognitif.
Peningkatan kualitas hidup tersebut hendaknya sejalan dengan penerapan praktik
keperawaan yang didasarkan pada fakta. Pada lansia juga sering di temukan
gangguan-gangguan pada sistem-sistem di dalam tubuh seperti contoh pada sistem
pencernaan. Sering di temukan masalah yang muncul pada lansia di sistem
pencernaan yaitu malnutrisi, konstipasi, gastristis, diare dan sebagainya.
B. Tujuan
0
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan asuhan keperawatan
lansia dengan gangguan pencernaan dari pengkajian hingga evaluasi.
2. Tujuan Khusus
- Mahasiswa memahami proses degeneratif pada sistem pencernaan
- Mahasiswa mengetahui masalah-masalah yang sering terjadi pada lansia di
-
sistem pencernaan
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan asuhan keperawatan gerontik
pada gangguan pencernaan
C. Manfaat
Manfaat Teoritis
1. Bagi kelompok, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami
pemahaman tentang konsep asuhan keperawatan lansia dengan gangguan sistem
pencernaan.
2. Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang asuhan
keperawatan lansia dengan gangguan sistem pencernaan yang sesuai dengan
standart kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan Lansia dan dapat
dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.
Manfaat Praktis
Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada lansia
dengan gangguan sistem pencernaan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Lansia
1. Pengertian
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
1
proteksi kulit. Perubahan pada muskuloskeletal : tulang kehilangan densitas dan makin
rapuh , persendian membesar, kaku, discus intervertebralis menipis dan terdapat kifosis
(Depkes, RI, 1994).
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria, ginjal merupakan alat untuk
mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, mengalami perubahan unit terkecil
dari ginjal mengecil dan menjadi atrofi, aliran darah keginjal menurun sampai 50 %,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kemampuan mengkonsentrasikan urine berkurang
(Nugroho, 2000). Vesika urinaria, secara umum dengan bertambahnya usia kapasitas
kandung kemih menurun. Sisa urine setiap selesai berkemih cenderung meningkat dan
kontraksi otot otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering terjadi (Darmojo
dan Martono, 1999). Penurunan
ml akan
nilai
sosial
masyarakat
yang
mengarah
kepada
masyarakat
f. Dampak negatif dari proses pembangunan, polusi, dan urbanisasi dapat mengganggu
kesehatan fisik dan terjadi ketimpangan jumlah lansia di desa dan di kota.
Masalah-masalah yang dialami lansia akibat purna tugas, menurut Darmojo dan
Martono (1999;22) diantaranya :
a.
b.
c.
d.
keras.
Kelenjar
saliva
menurun
produksinya,
sehingga
Terjadi atrofi mukosa, atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan
menyebabkan sekresi asam lambung. Pepsin dan faktor intrinsik berkurang.
Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tambung
makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein menjadi pepton terganggu.
Karena seksresi asam lambung berkurang maka rangsang lapar juga berkurang.
4. Usus halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaannya
berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan selajutnya juga menurunkan proses
absorbsi. Di daerah duodenum, enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu
juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi
tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan yang seperti ini sering menyebabkan
gangguan yang disebut maldigestif atau malabsorbsi.
5. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada lansia
sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu
yang menyumbat pada ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim
pankreas oleh enzim elatase dan fosfolipase-A yang di aktifkan oleh tripsin dan
atau asam empedu.
6. Hati
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi,
sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi bilirubin dan lain sebagainya. Dengan
meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat
atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dalam berbagai aspek yang telah disebut tadi.
Hal ini harus diingat terutama dalam pemberian obat-obatan.
7. Usus besar dan rektum
Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas
kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorbsi air dan
elektrolit meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorbsi makanan), feses
menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air merupakan keluhan yang
sering didapat pada lansia. Konstipasi juga disebabkan oleh peristaltik kolon yang
melemah gagal mengosongkan rektum. Proses defekasi yang seharusnya dibantu
oleh kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding
abdomen sudah melemah. Walaupun demikian harus dicatat, konstipasi tidak
5
selalu merupakan keadaan fisiologik, dan assesment yang teliti harus dilaksanakan
sebelum menentukan penyebab konstipasi dan terapinya.
8. Imunitas Gastro-intestinal pada usia lanjut
Sistem imun mukosal pada traktus gastro intestinal merupakan alat pertahanan
primer tubuh manusia terhadap faktor lingkungan yang masuk melalui mulut.
Setiap saat, epitel saluran makanan harus mengatasi antigen yang dapat
menggangu fungsi tubuh. Seolah-olah menjadi suatu pagar yang sangat selektif
yang harus mampu memilih substansi patogen dan antigen asing untuk segera
ditolak, tetapi tetap menyerap bahan nutrisi yang diperlukan. Sistem imunitas ini
berbeda dengan sistem imunitas sistemik. Faktor terpenting yang sangat
berpengaruh terhadap infeksi terhadap orang tua adalah nutrisi. Walaupun masih
memerlukan penelitian yang luas, pada umumnya disepakati bahwa nutrisi yang
kurang baik akan menyebabkan penderita menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Kontroversi yang smapai sekarang masih terjadi adalah tetang mekanisme
terjadinya imunosenesens (Aranz dan Ferguson, 1992). Imunosenesens adalah
perubahan gradual pada sistem imun yang terjadi pada individu yang telah
mencapai kematangan seksual. Perubahan ini berhubungan erat dengan proses
involusi dan atrofi kelenjar timus (Busby dan Caranasos, 1985)
D. Gangguan dan Penyakit Pada Saluran Cerna
Adapun gangguan dan penyakit pada saluran cerna antara lain :
1. Esofagus (Vander Cammen, 1990 dan Reuben, 1996)
Berbagai penyakit esogagus pada usia lanjut serupa dengan terjadinya pada usia
muda. Sebagian tambahan kelainan akibat proses degeneratif yang berhubungan
dengan lanjutnya usia dapat mempengaruhi motilitas esofagus. Disamping ini
keganasan di daerah ini juga lebih banyak terdapat pada lansia dibanding pada
dewasa muda (Reuben et al, 1996). Dengan alasan tersebut maka pada keluhan
esofagus yang baru timbul pada lansia harus dikurangi sejauh mungkin terapi
coba-coba. Pemeriksaan endoskopi perlu untuk segera dikerjakan.
2. Gangguan motilitas
Seperti telah dikemukakan, dengan proses menua dapat terjadi ganggua motilitas
otot polos esofagus. Penderita lansia dengan keluhan disfagia (kesulitan menelan
atau nyeri waktu menelan) harus dievaluasi akan adanya penyakit esofagus.
Apabila mungkin, evaluasi dengan sineradiografi merupakan peneltian pertama,
yang kemudian bisa dilengkapi dengan pemeriksaan endoskopi dan pemeriksaan
otolaringeal.
6
dan
beberapa
penyakit
jaringan
ikat.
Pada
kelainan
ini
diagnosisnya
tidak
sama.
Penyebabnya
antara
lain
adanya
memperberat GERD (Reuben et al, 1996). Gejala dan tanda komplikasi GERD
pada populasi lansia seperti yang terdapat pada populasi lain. Rasa panas di ulu
hati, regurgitasi asam, disfagia dan nyari dada merupakan gejala yang paling
sering dikeluhkan . refluks ke saluran nafas menyebabkan batuk dan spasme
bronkus. Komplikasi utama berupa striktur esofagus distal. Terapi seperti pada
Hernia hiatus (Vander Cammen, 1991)
3. Hernia Hiatus
Hernia hiatus meningkat prevalensinya dengan meningkatnya usia menjadi sekitar
60-90% pada usia 70 tahun (Vander Cammen,1991). Walaupun asimtomatik,
seringkali menimbulkan gejala-gejala refluks, disfagia, hemorhagia akibat ulserasi
peptik pada esofagus dan volvulus lambung (pada penderita dimana seluruh
lambung hernia ke rongga toraks). Diagnosis bisa ditegakan dengan foto barium
dan esofaguskopi. Penatalaksanaan bisa digunakan dengan cara non farmakologi,
antara lain tidur dengan kepala tinggi, mengurangi membungkuk, mengurangi
jumlah makanan, menurunkan berat badan pada mereka yang gemuk dan berhenti
merokok. Terapi farmakologi bisa ditambahkan diantaranya obat prokinetik
(misalnya metoklopramid) dan pengehambat H2 (simetidin dan ranitidin) yang
mungkin diperlukan dalam jangka waktu antara 4-8 minggu.
4. Divertikula
Divertikula yang paling sering didapati di dapati di esofagus biasanya terletak
diatas sfingter esofagus atas (Divertikula Zenker), dibagian tengah esofagus
(divertikula karena tarikan),
tersebut seringkali berbeda. Hal ini karena adanya perubahan fisilogik dan
berbagai penyakit ko-morbid yang sering terdapat pada lansia. Tampilan penyakit
dan gangguan lambung pada lansia temasuk penyakit peptik-sering tidak khas.
6. Gangguan motilitas gastro intestinal primer
Gangguan motilitas gasrto-intestinal primer adalah gangguan yang tidak
berhubungan dengan penyakit tertentu. Tampilan klinik, patofisiologi dan
pengobatannya bervariasi. Gastro-paresis idiopatik dan dispepsia fungsional bisa
terjadi pada lansia.
7. Gangguan motilitas GI sekunder (vander Cammen, 1991)
Berbagai penyebab yang sering terdapat pada populasi lansia, antara lain
gangguan neuro-muskuler, gangguan vaskuler kolagen, dan obat-obatn dapat
menyebabkan gangguan motilitas GI. Disamping itu, gastro-paresis juga bisa
diakibatkan tindakan bedah disaluran cerna yang merubah anatomi dan
mempengaruhi mekanisme yang mengontrol motilitas.
Neuropati diabetik merupakan kelainan yang umum yang mempengaruhi
inervasi saluran cerna dan mempengaruhi motilitas. Kelainan degeneratif susunan
syaraf otonom pada lansia, misalnya sindroma Shy-drager dan hipotensi ortostatik
idiopatik bisa mengakibatkan komplikasi gastroparesis.
Berbagai kelainan SSP, antara lain trauma medula spinalis, kelainan SSP
paroksismal (vertigo, migren) dan lesi intrakranial juga dilaporkan disertai dengan
gangguan pengosongan lambung.
Hipertiroidisme dapat menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan
laluan di intestinum. Sebaliknya, hipotiroidisme menyebabkan perlambatan
pengosongan lambung dan pseudo-obstruksi intestinal. Beberapa obat antara lain :
agonis adrenergik, agonis dopaminergik, antagonis kolinergik dan obat
penghambat aktivitas kontraktil dan melambatkan pengosongan lambung. Agonis
kolinergik dan serotonin akan meningkatkan motilitas lambung.
Dalam hal pemeriksaan tes pengosongan lambung dengan radio sintigrafi
dapat mengukur pengosongan lambung secara kwantitatif, sedangkan manometrik
gaster dapat mengukur kontraktilitas lambung dan intestinum tenue dengan
mengukur tekanan intraluminernya. Penatalaksanaan pada gangguan motilitas bisa
berupa modifikasi diet atau dengan obat-obatan. Gejala penderita dengan gastroparesis bisa dikurangi dengan pemberian makanan sedikit demi sedikit atau
dengan merubah komposisi (misalnya dengan meningkatkan cairan) sehingga
meningkatkan pengosongan lambung. Retensi lambung persisten merupakan
indikasi penggunaan obat pro-motilitas (betanekol, metoklopramid, sisaprid)
9
10
12
13
tripsin.
Penatalaksanaan penderita dengan diare dan mal absorbsi memerlukan terapi
dengan ekstrak pankreas.
c. Karsinoma Pankreas (Morris dan Dew, 1985, Nelson dan Castell, 1990,
Vander Cammen, 1991)
Penyakit ini mempenyai insidensi puncak pada usia 80 tahun ke atas
dengan gambaran klinis berupa ikterus obstruktif tanpa nyeri, anoreksia,
penurunan berat badan, pembesaran hati, melena dan trombosis vena dalam.
Tindakan diagnosis pilihan adalah USG dan ERCP. Penatalaksanaan pada
penderita hanya berupa terapi paliatif untuk mengurangi ikterus karena
biasanya penderita datang pada stadium lanjut.
12. Penyakit Usus Kecil dan Usus Besar (Brocklehurst dan Allen, 1987, Vander
Cammen, 1991, Reuben 1996)
a. Malabsorbsi
Berbagai keadaan bisa menyebabkan malabsorbsi pada lansia. Pada
lansia terdapat gejala berupa kelemahan umum , nyeri otot, memburuknya
kesehatan secara umum, penurunan berat badan dan konfusio. Gejala diare
atau steatore jarang terjadi. Berbagai penyebab Malabsorbs menurut Vander
Cammen, 1991:
Penyakit coeliac
Penyakit divertikula pada usus kesil
Sindroma pasca gasterktomi
Amilodosis
Limfoma
Sirosis bilier primer
Beberapa penyakit kulit.
Tata cara diagnosis memerlukan beberapa tindakan :
15
16
eksisi usus. Juga bisa dilakukan tindakan by pass untuk memperbaiki aliran darah
pada iskemia kronis.
15. Penyakit Crohn (Vander Cammen, 1991 dan Matteson, 1988)
Penyakit Corhn mempunyai insidensi 2 kali lipat pada usia 70 tahun keatas.
Bagian usus yang terkena adalah ileum dengan atau tanpa penyebaran ke kolon
kanan. Prognosis tergantung pada daerah yang terkena. Bila mengenai ileum,
gejala obstruksi dan komplikasi lain sering dilakukan bedah.
Gejala klinis berupa diare, nyeri perut dan anus, serta simtom sistemik yang
tidak jelas, konfusio. Terapi yang diberikan berupa sulfasalin dengan atau tanpa
kortikosteroid. Penambahan Metronidasol memberikan penyembuhan yang lebih
baik, terutama bila lesi mengenai kolon perianal. Pemberian asatiprin memberikan
penyembuhan yang lebih baik bila terjadi fistula perianal. Tindakan beda
diperlukan bila terjadi komplikasi fistula, abses dan peritonitis. Mengistirahatkan
usus dan memberikan nutrisi secara adekuat, koreksi anemia, gangguan elektrolit
dan cairan mempercepat penyembuhan.
16. Karsinoma Kolon dan Rektum (Morris dan Dew, 1985, Vander Cammen,
1991, reuben 1996)
Keganasan yang terjadi pada lansia dengan insidensi cukup sering. Keadaan
prekondisi terjadinya keganasan akibat kolitis ulserativa, polip kolon, atau
adenoma. Ditandai dengan diare, inkotinensia fecal, konstipasi dan perdarahan
perektal dengan atau tanpa anemia. Terba massa di kolon. Diagnosis ditegakan
dengan
pemeriksaan
radoilogik
dengan
kontras
barium.
Pemeriksaan
17
lansia tidak melebihi dari 1700 kal, sebaiknya disesuaikan dengan macam kegiatan.
Kebutuhan protein normal pada lansia adalah 1 grm/kgBB/hari.
Makanan yang mengandung lemak hawani harus dikurangi, misalnya daging
sapi, daging kerbau, kuning telur, otak dan lai-lain. Lansia disarankan untuk
mengkonsumsi makanan tambahan yang banyak mengandung kalsium (Ca) atau zat
kapur. Kebutuhan kalsium pada lansia adalah 14,1 mg/kgBB/hari. Zat besi perlu
diberikan untuk memperlancar pembentukan darah. Pemberian garam natrium harus
dikurangi untk mengurangi kemungkinan adanya tekanan darah tinggi. Para lansia
perlu mendapatkan asupan buah-buahan untuk mendapatkan vitamin. Untuk
menghindari konstipasi (sembelit), klien lansia harus diberi makanan yang cukup
mengandung serat, misalnya beras tumbuk, akar-akar hijau, kacang-kacangan, buahbuahan, serta banyak minum (1500-2000 cc) yang sekaligus berguna untuk membantu
kerja ginjal.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gizi pada lansia adalah :
1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat kerusakan gigi/ompong)
2. Berkurangnya cita rasa
3. Berkurangmya koordinasi otot
4. Keadaan fisik yang kurang baik
5. Faktor ekonomi dan sosial
6. Faktor penyerapan makanan
A. Masalah Gizi Pada Lansia
Terdapat beberapa masalah gizi yang sering dialami lansia, antara lain :
1. Gizi berlebih
Gizi berlebihan disebabkan oleh kebiasaan makan yang berlebihan diusia muda
sehingga menimbulkan obesitas. Apalagi pada lansia, penggunaan kalori yang
berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan ini sulit untuk
dirubah walaupun klien telah menyadari untuk mengurangi makan. Kegemukan
merupakan salah satu pencetus terjadinya berbagai penyakit, misalnya penyakit
jantung, diabetes melitus, penyempitan pembuluh darah, dan hipertensi.
2. Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah sosial ekonomi dan juga karena
gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan, hal
tersebut menyebabkan berat badan berkurang. Apabila kondisi ini disertai dengan
kekurangan protein, kerusakan sel terjadi yang tidak dapat diperbaiki. Akibatnya
rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi
pada organ tubuh yang vital
Adapun faktor penyebab malnutrisi pada lansia adalah :
a. Penyebab akut dan kronis
b. Keterbatasan sumber penghasilan
c. Faktor psikologis
18
d. Hhilangnya gigi
e. Kesalahan dalam pola makan
f. Kurangnya energi untuk mempersiapkan makanan
g. Kurangnya pengetahuan tentang nutrisi yang tepat.
3. Kekurangan Vitamin
Bila lansia kurang mengkonsumsi buah dan sayur, ditambah kekurangan protein
dalam makanan, hal tersebut mengakibatkan nafsu makan berkurang, pengelihatan
mundur, kulit kering, nafsu, lemah lunglai dan tidak semangat.
B. Pengkajian Status Gizi
Perawata harus melakukan pengkajian status gizi, yaitu dengan cara :
Pertama, pengukuran antropometrik yaitu mengukur tinggi badan (TB) dan berat
badan (BB), kemudian menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT pada perempuan
normalnya 17-23, sedangkan untuk lakilaki adalah 18-25.
IMT = KgBB / (TB)
Para lansia mengalamai penurunan tinggi badan dikarenakan oleh :
1. Komponen cairan tubuh yang berkurang sehingga diskus invertebralis relatif
kurang mengandung air sehingga menjadi lebih pipih.
2. Semakin tua cendrung semakin kifosis
3. Osteoporosis yang sering kali terjadi pada wanita lanjut usia akan mudah
mengakibatkan fraktur vertebra sehingga tinggi badan berkurang
4. Penurunan tinggi badan akan mempengaruhi hasil pengukuran IMT
Oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan ukuran tinggi lutut (knee height) untuk
menentukan dengan pasti tinggi badan seseorang. Tinggi lutut tidak akan berkurang
kecuali terdapat fraktur tungkai bawah.
Dari tinggi lutut dapat diukur tinggi badan sesungguhnya, yaitu :
TB pria = 59.01 + (0,28 x TL)
TB wanita = 75,00 + (1,91 x TL) (0,17 x U)
Catatan : TL = tinggi lutut, U = usia
Selain itu dapat digunakan parameter laboratorium yaitu dengan mengukur nilai
haemoglobin dan albumin serum. Perlu diketahui paruh waktu albumin serum adalah
21 hari maka pemantauan status gizi dapat pula menggunakan transferin (waktu paruh
8 hari) atau kadar pre-albumin (waktu paruh 2 hari)
C. Pemberian Makanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan :
1. Apakan makanan yang disajikan memenuhi kebutuhan gizi.
2. Sajikan makanan tersebut pada waktunya secara teratur dan dalam porsi yang
kecil saja.
3. Jangan menunjukan rasa bosan dalam melayani klien lansia, tunjukan ekspresi
gembira.
19
4. Beri makanan secara bertahap dan bervariasi, terutama bila nafsu makan
berkurang
5. Perhatikan makanan apa yang tidak disukai atau yang disukai, agar dapat
menentukan jenis makanan sesuai seleranya.
6. Jika mendapat diet tertentu, perhatikan apakah diet tersebut sesuai dengan
petunjuk dokter misalnya untuk DM dan Hipertensi.
7. Beri makanan yang lunak serta menghindari konstipasi serta memudahkan
mengunyah, terutama bagi klien lansia yang sudah ompong, misalnya dalam
bentuk nasi tim atau bubur.
Cara pemberian makan pada klien lansia :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
makan.
D. Perencanaan Makan untuk Lanjut Usia
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pemberian makanan untuk
klien lansia :
1. Porsi makan yang perlu diperhatikan, jangan terlalu kenyang.
2. Banyak minum dan kurangi garam. Banyak minum dapat melancarkan
pengeluaran sisa makanan. Pengurangan garam akan mengurangi kerja ginjal dan
mencegah terjadinya Hipertensi.
3. Membatasi penggunaan kalori hingga berat badan dalam batas normal, terutama
makanan yang manis atau gula dan makanan yang berlemak. Kebutuhan kalorii
usia 60 tahun 1700 kal sedangkan pada usia 70 tahun adalah 1500 kal.
4. Bagi lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan :
a. Mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna
b. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan gorengan.
c. Jika terjadi kerusakan gigi atau menggunakan gigi palsu, sajikan makanan
yang lunak dan mudah dicerna.
d. Makanan dalam porsi kecil tapi sering
e. Makanan kudapan, susu, buah dan sari buah sebaiknya diberikan.
5. Batasi minum kopi dan teh. Minuman tersebut boleh diberikan tetapi perlu
diencerkan untuk membantu merangsang gerakan usus dan menambah nafsu
makan.
E. Menu Seimbang untuk Lanjut Usia
20
Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan untuk disajikan pada waktu makan.
Menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan yang mengandung cukup
unsur gizi yang dibutuhkan
Syarat menu seimbang untuk lansia :
1. Mengandung gizi yang beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat
tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia adalah 50% dari hidrat arang
yang merupakan hidrat kompleks (sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian)
3. Jumlah lemak harus dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori
4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi 8-10 dari total kalori
5. Dianjurkan makanan yang tinggi serat (selulose) yang bersumber pada buah, sayur
dan macam-macam pati yang dikonsumsi secara bertahap.
6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-fat, yogurt
dan ikan.
7. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacang-kacangan, hati, daging,
bayam atau sayuran hijau.
8. Membatasi penggunaan garam
9. Bahan makanan dari sumber zat gizi dan mudah dicerna
10. Hindari bahan makanan yang tinggi alkohol
11. Pilih makanan yang mudah dikunyah.
Syarat menu untuk lansia dengan berat badan yang kurang :
1. Jika lansia mengalami kekurangan berat badan, makanan yang diberikan adalah
yang mengandung tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP)
2. Diet TKTP terdiri dari TKTP 1 dan TKTP 2
a. TKTP 1 2100 kalori, protein 85 gr (12-15% dari total kalori)
b. TKTP 2 2500 kalori, protein 100 g.
3. Bahan makanan yang baik diberikan adalah :
a. Sumber protein hewani : ayam, tekur, hati, susu, keju, ikan.
b. Sumber protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncom.
c. Bahan makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang manis, dodol,
cake.
4. Cara pemberian makanan dengan berat badan rendah adalah makanan yang bisa
diberi makanan tambahan.
Contoh :
Komposisi 2100 kal, protein 85 gr, karbohidrat 325, dan lemak 40 gr
Pagi
Sarapan
1 gelas susu (2 sendok makan susu bubuk full cream) + gula
Roti isi telur
1 potong buah
Pukul 10.00
Siang
10 sdm nasi (200 gr)
1 potong besar ikan/daging/ayam (100 gr)
1 mangkuk sayur (100 gr)
1 potong buah (100 gr)
Pukul 16.00
1 gelas bubur kacang hijau ( 50 gr kacang hijau + santan secukupnya)
Malam
Menjelang tidur
1 gelas susu (2 sdm full cream)
5. Syarat menu untuk lansia dengan kelebihan berat badan (kegemukan)
a. Jika berat badan lebih, konsumsi energi harus dikurangi sampai mencapai
berat badan normal.
b. Diet rendah kalori untuk lansia harus memnuhi syarat sbb :
1) Kalori dikurangi 500 sampai dengan 100 kalori dari kebutuhan normal.
2) Pengurangan kalori sebaiknya dilakukan dari pengurangan karbohidrat
dan lemak.
3) Protein diberikan dalam jumlah normal, dapat juga diatas kebutuhan
normal, yaitu 1-5 gr/kgBB
4) Serat dibutuhkan cukup tinggi
5) Vitamin dan mineral diberikan dalam jumlah seperti biasa
6) Diet rendah kalori terdiri atas :
Rendah kalori 1 (1200 kal)
Rendah kalori 2 (1500 kal)
Rendah kalori 3 (1700 kal)
Yang sering digunakan adalah diet rendah kalori 1500 atau
1700 kalori
Contoh menu :
Komposisi kurangi kalori sebesar 500 1000 kalori (misal 1700 kal). Dengan
protein 75 gr, lemak 45 gr, dan karbohidrat 249 gr
Pagi
Sarapan
22
Pukul 10.00
Siang
Pukul 16.00
Malam
c. Keluhan utama saat ini, misal : disfagia, dispepsia, anoreksia, mual, vomitus,
sariawan, nyeri lambung, konstipasi, diare.
d. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menilai kesehatnnya secara tepat. Seperti
biasa, pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
Pemeriksaan fisik dibagi 2, yaitu :
1) Pemeriksaan fisik umum meliputi : status mental, kesadaran, kondisi
kulit, kondisi kelenjar getah bening, tanda-tanda vital.
2) Pemeriksaan fisik khusus meliputi semua sistem tubuh : respirasi,
kardiovaskuler, GI, muskuloskletal, neurologis, genitourinaria, dan
psikologis.
e. Pemeriksaan diagnostik dan labaratorium dibutuhkan untuk menegakan
diagnosa dan menentukan tindakan yang akan dibutuhkan
f. Penatalaksanaan
2. Status Gizi
Pada lansia perlu mewaspadai status gizi yang menurun, mengingat prevalensi
malnutrisi yang tinggi di kalangan mereka yang berasal dari multifaktor (faktor
fisik, sosial dan ekonomi), kemungkinan gangguan suasana hati mempengaruhi
selera makan, konsumsi alkohol juga dapat mempengaruhi nafsu makan). Status
gizi juga bisa menimbulkan masalah lain seperti obesitas yang dapat memicu
penyakit-penyakit degeneratif (hipertensi, diabetes mellitus, Gout, sirosis, batu
empedu)
3. Kapasitas fungsional, mengkaji kemampuan mandiri klien dalam melakukan
aktivitas harian mereka, seperti : makan, mandi, berpakaian/berdandan, ke toilet,
melakukan pekerjaan rumah tangga, mampu menggunakan transportasi dan
telpon, berpindah tempat.
4. Status psikososial, mengkaji status psikolsosial dilakukan melalui observasi,
wawancara, dan pemeriksaan status mental (menurut Folstein). Pengkajian status
psikososial meliputi pengkajian fungsi kognitif, psikomotor, pandangan dan
penalaran, serta kontak dengan realita (Black, 1990). Pengkajian status psikososial
dilakukan dengan Mini Mental State Examination (MMSE)
5. Masalah khusus yang dihadapi secara individual.
B. Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa masalah yang sering muncul pada sistem pencernaan pada lansia, yaitu:
1. Perubahan asupan nutrisi kebutuhan tubuh berhubungan dengan kondisi rongga
mulut yang kurang nyaman untuk makan.
2. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan maldigestif/malabsorbsi,
diare.
3. Gangguan eliminasi fecal berhubungan dengan konstipasi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
24
mpuan mastikasi me
Rongga
mulut
pe
sensasi
rasa di lidah
esofagus
lambung
ah periodontal (ompong)
pe produksi
saliva pengecap di lidah
Pekelenjar
jumlah pentol
Malas makan
Cepat kenyang
Refluks makanan
malnutrisi
Kurang rasa nyaman saat makan
Resiko aspirasi/tersedak
Resti terjadi infeksi
25
Gg nutrisi < kebutuhan tubuh
LANJUTAN!
usia
kolon
Usus halus
pankreas
Hati
Motilitas kolon me
Pe sel
prod enzim tripsin, amilase, lipase
Atrofi sebagian besar
Atrofi mukosa , luas permukaan ber <, jumlah vili ber <, pe sekresi laktase
anemia
Penumpukan cadangan makanan
Maldigestif/malabsorbsi
kelemahan
Konstipasi
nausea
Diare
Intoleransi aktivitas
Gg eliminasi fecal
pe nafsu makan
Resti defisit volume cairan
26
BB berkurang
Diagnosa Keperawatan
Ds :
Perubahan
Os
Tujuan
hasil
asupan Setelah
makan
makanan
dengan
perawatan selama 3 x
klien
2. monitoring hasil lab
3. anjurkan klien untuk
24
jam
Gigi
os
mulutnya tidak
pahit dan
2. Sekitar mulut os
kering
3. Mulut
dan
membatasi
makan
makanan
4. os mengatakan
selera makannya
bibir
terlihat
(makan habis 1
kering
Os terlihat senang
porsi)
5. hasil lab dalam
batas normal
(albumin : 3,5-5
makanan
g/dl, Hb pada :
L 13-18gr/dl
P 12 16 gr/dl
yang
hanya
habis porsi
Data antropometri.
BB, TB.
Hasil lab : Hb,
mengatasi kekeringan
pada mulut
7. Berikan
makanan
dengan
dokter
dalam
gigi
pemeliharaan
kesehatan gigi
Albumin
Ds :
mulut
5. anjurkan klien untuk
makanan yang manis.
6. Anjurkan klien untuk
meningkat
disajikan
bersih
yang manis
Makanan
untuk
sisa
dari
makanan.
Lidah os tampak
lunak
tampak
yang
menghindari
tampak
kurang bersih
Os tampak lambat
dengan
kebersihan
tampak
os
menjaga
dalam mengunyah
terpenuhi,
lembab/tidak
ompong
diharapkan
nutrisi
Do :
konsistensi keras.
dan
Resiko
tinggi
defisit Setelah
27
dilakukan
os
mengatakan volume
berhubungan
malas minum
Do :
turgor
kulit
os
tampak kering/aus
Bibir os tampak
kering
Kelopak mata os
nampak cekung
Intake output os
Hasil lab : Ht
menurun
TTV
dengan 24
malabsorbsi, diare.
jam
diharapkan
kebutuhan
cairan
terpenuhi
dengan
kriteria hasil :
1. Os mengatakan
hari ini banyak
minum
2. Kulit os tampak
agak lembab
3. Kelopak mata
os tampak lebih
segar
4. Balance cairan
5. Hasil lab : Ht
normal
L (45%-52%)
P (37%-48%)
6. TTV
dalam
Ds :
Gangguan
Os
mengatakan fecal
24
3 hari.
Os bilang sudah
jam
diharapkan
obat
pencahar
Os
mengatakan
tidak kembung
3. Tidak
ada
minum
batas normal
eliminasi Setelah
dilakukan
berjongkok
distensi
Do :
Perut os tampak
kembung
Distensi abdomen
Os
tampak
abdomen
4. Os bisa BAB
tanpa bantuan
output klien
2. Monitoring
tanda-
tanda vital
3. Monitoring hasil lab :
Ht (hematokrit)
4. Anjurkan klien untuk
banyak minum (1500
2000 cc/hari)
5. Jaga
kebersihan
makanan klien.
6. Batasi konsumsi susu
dengan
konsistensi
kental.
7. Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
pemberian
obat
antipulgite.
1. Monitoring eliminasi
fecal
(frekuensi,
konsistensi)
2. Anjurkan klien untuk
banyak minum.
3. Berikan
klien
makanan
yang
mengandung
serat
kepada
untuk
tidak
menggunakan
obat-
obatan pencahar
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan
mendapat bantuan
aktivitas.
6. Anjurkan
pada
ingin BAB
Os
tampak
keluarga
kesulitan
untuk
untuk
menyediakan fasilitas
untuk
berjongkok
kebutuhan
eliminasi
yang
terjadi,
kolaborasikan dengan
dokter untuk tindakan
Ds :
Intoleransi
Os
aktivitas Setelah
mengatakan berhubungan
sering merasa lelah kelemahan
Os
mengatakan
berkunang
waktu
dilakukan
jam
diharapkan
berdiri
Do :
Os tampak pucat
Os tampak lemah
dan lesu
Os tampak dibantu
dalam
berkurang
sudah
aktivitas
Konjungtiva
tampak anemis
Hasil lab : Hb <,
SDM
TTV
dan
terasa
lebih segar
2. Os tampak lebih
melakukan
segar
3. Os
os
mengkonsumsi
makanan kaya zat besi
(Fe)
seperti
bayam
pusing
enema.
1. Monitoring TTV
2. Monitoring hasil lab
3. Anjurkan
klien
mampu
melakukan
cukup istirahat
5. Berikan
latihan/exercise
ringan.
6. Kolaborasi
dokter
pemberian
aktivitas secara
klien
dengan
untuk
suplemen
Fe.
mandiri
4. Konjungtiva os
ananemis
5. Hasil
TTV
dalam
batas
normal
6. Hasil lab dlm
Ds :
mengatakan infeksi
perut bagian kiri
batas normal.
dilakukan
29
24
terasa nyeri
dengan malnutrisi
Os
mengatakan
jam
sedang sariawan
Os
mengatakan
infeksi
diharapkan
tidak
terjadi
Do :
nyeri berkurang
2. Os mengatakan
Terjadi Pe suhu
sariawan sudah
tubuh, Nd me
Ekspresi
wajah
sembuh.
3. Ekspresi wajah
os mulai tenang
4. Skala
nyeri
menahan nyeri
Skala nyeri
Hasil lab :
Hematokrit me
Limposit me
Leukosit
berkurang
5. Hasil lab dalam
batas normal
Leukosit 430010800/l
Limp T
500-
2400/l
6. Ttv dalam batas
normal.
yang
menunjukan
indikasi
adanya
infeksi
(leukosit,
limposit)
3. Monitoring status gizi
klien.
4. Anjurkan
klien
membatasi aktifitas
5. Ajarkan klien teknik
relaksasi
untuk
mengurangi nyeri :
mendengarkan musik,
distraksi, imagery.
6. Jaga kebersihan mulut
klien
7. Berikan
kompres
untuk
pemberian analgetik
10. Kolaborasikan untuk
Ds :
Resiko
Os
aspirasi Setelah
mengatakan berhubungan
dengan
kesulitan menelan
refluks makanan karena
Os bilang sering
melambatnya gerakan
merasa mual saat
menutup sfingter
makan
dilakukan
perawatan 1 x 24 jam
diharapkan
aspirasi
tidak
dengan
terjadi
kriteria hasil :
1. Os mengatakan
Do :
mual berkurang
Os tampak ompong
Sekitar mulut os
saat makan.
2. Mulut
tampak kering
Os
terlihat
tampak bersih
3. Os
makan
dengan
air
30
makan klien
2. Bantu klien makan,
jika
klien
mampu
os
tenang
tidak
makan
sendiri.
3. Anjurkan klien untuk
melakukan
menggunakan
pemberian antibiotik
1. Monitoring kegiatan
oral
hygiene.
4. Berikan posisi yang
nyaman saat makan :
duduk tegak.
5. Suapi pasien dengan
untuk
membantu
dan
menelan makanan
dalam
posisi
yang
benar
suapan
yang
tidak
makan
untuk
menghindari mual.
D. Implementasi dan Evaluasi
DX
Implementasi
Perubahan asupan Nutrisi
1. Memonitoring
kebutuhan
berhubungan
tubuh
dengan
nyaman
untuk
Evaluasi
status S :
Os
gizi klien
2. Memonitoring hasil lab
3. Menganjurkan
klien
untuk
menjaga
mengatakan
nafsu
makannya kembali
Os bilang lebih enak makan
karena mulutnya bersih
kebersihan
mulut O :
dengan sikat gigi min. 2
x/hari
4. Menggunakan
sikat
cukup
untuk
mengatasi
hangat
dengan
bersih.
Os bisa mengahabiskan
porsi makanan tanpa rasa
mual.
Os
tampak
mengurangi
klien
membatasi
dengan
31
dokter
gigi
dalam
pemeliharaan kesehatan
gigi
Resiko
tinggi
volume
berhubungan
defisit
1. Memonitoring
cairan
dengan
intake S :
tanda vital
3. Memonitoring
malabsorbsi, diare.
dengan
1. Memonitoring
eliminasi
fecal
(frekuensi, konsistensi)
2. Menganjurkan
klien
untuk banyak minum.
3. Memberikan
klien
makanan
yang
mengandung
serat
klien
tidak
menggunakan
untuk
obat-obatan pencahar
5. Menganjurkan
klien
untuk
Klien
mengatakan
sudah
hasil O :
lab : Ht (hematokrit)
4. Menganjurkan
klien
kental.
6. Berkolaborasi
meningkatkan
aktivitas.
32
Klien
minum sebanyak
6. Menganjurkan
pada
keluarga
untuk
menyediakan
untuk
fasilitas
kebutuhan
terjadi,
Berkolaborasikan
dengan dokter untuk
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
tindakan enema.
1. Memonitoring TTV
2. Memonitoring hasil lab
3. Menganjurkan
klien
mengkonsumsi
makanan kaya zat besi
(Fe) seperti bayam dan
sayuran hijau.
4. Menganjurkan
klien
berhubungan
dengan malnutrisi
suplemen Fe.
1. Memonitoring
TTV
menunjukan
klien
membatasi aktifitas
5. Mengajarkan
klien
teknik relaksasi untuk
33
mengurangi
nyeri
mendengarkan
musik,
distraksi, imagery.
6. Menjaga
kebersihan
mulut klien
7. Memberikan
kompres
suasana
yang
tenang
9. Berkolaborasikan
dengan dokter untuk
pemberian analgetik
10. Berkolaborasikan untuk
Resiko
aspirasi
berhubungan
dengan
gerakan
pemberian antibiotik
1. Memonitoring kegiatan
makan klien
2. Membantu
klien
posisi
nyaman
saat
suapan
yang
tidak
penuh
pada
sendok.
6. Membatasi
asupan
cairan
makan
untuk
saat
menghindari
mual.
BAB III
PENUTUP
34
A. KESIMPULAN
Keperawatan gerontik fokus pemberian asuhan keperawatan pada lansia
ditunjukan pada dua kelompok lansia, yaitu 1.) lansia yang sehat dan produktif, dan
2.) lansia yang memiliki kerentanan tubuh dengan ditandai kondisi fisik yang mulai
melemah, sakit-sakitan dan daya pikir menurun. Yang bertujuan untuk memenuhi
harapan-harapan yang diinginkan oleh lansia yaitu memiliki kualitas hidup yang lebih
baik dan produktif. Proses menua pada saluran cerna di karenakan penurunan fungsi
dari rongga mulut hingga penurunan Imunitas Gastro-intestinal pada usia lanjut.
Adapun beberapa gangguan yang terjadi akibat proses penuaan pada saluran cerna
antara lain, Gangguan motilitas, hernia hiatus, penyakit pada gangguan lambung,
gastritis dan lain-lain. Dari beberapa gagguan tersebut di sinilah peran perawat
gerontik untuk memberikan asuhan keperawatan dari pengkajian intervensi hingga
evaluasi untuk mempertahan kan kondisi fisik lansia dan memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tamher, S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
35
36