Está en la página 1de 4

BAB IV

ANALISIS KASUS
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai proteinuria (Wiknjosastro, 2014). Kriteria preeklampsia berat menurut
Cunningham (2010) adalah :

Tekanan darah 160/110 mmHg


Proteinuria 2 gram/24jam atau dipstik +2
Serum kreatinin > 1,2 mg/dL
Trombosit < 100.000 /l
Hemolisis mikroangiopatik
Peningkatan level serum transaminase ALT atau AST
Nyeri kepala menetap atau gangguan visus dan serebrl lain
Nyeri epigastrium yang menetap

Pada pasien ini didapatkan adanya preeklampsia berat. Diagnosis ini


berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria yang dibuktikan dengan :

Tekanan darah pasien mencapai 180/110 mmHg

Pemeriksaan urine kualitatif didapatkan adanya proteinuria +2


(berdasarkan pemeriksaan dan hasil lab tanggal 23 Februari 2015)
Dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, akan

tetapi edema tungkai sekarang tidak digunakan lagi, kecuali edema generalisata
(Wiknjosastro, 2014).
Faktor resiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini adalah usia pasien
yang lebih dari 35 tahun ( 44 tahun ) dan riwayat preeklampsia pada kehamilan
yang kedua.
Sindroma HELLP terdiri atas Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low
Platelet Counts. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada
penderita PEB dan eklampsia (Haryono, 2004).

Pada kasus ini telah terjadi komplikasi sindroma HELLP yang dibuktikan
dari terjadinya peningkatan kadar LDH = 592 ug/dL ( N = 140-300 ug/dL ).

Terdapat penurunan jumlah trombosit = 64.000 /L ( N = 150.000-450.000 /L ).


Kriteria diagnosis sindroma HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessese adalah
Platelet 100x109/L, AST 70 IU/L, LDH 600 IU/L (Haram, 2009).
Penentuan diagnosis sindroma HELLP membutuhkan semua komponen
mayor yaitu Hemolisis (H), Elevated Liver Enzymes (EL), dan Low Platelets
(LP). Sedangkan apabila ditemukan 1 atau 2 komponen saja (H atau EL atau LP)
maka disebut sebagai HELLP incomplete atau partial HELLP (Martin, 2006).
Pada pasien ini memenuhi kriteria partial HELLP.
Pada pasien ini didapatkan adanya anemia dan hipoalbuminemia (Hb = 9.8
g/dL ; Albumin: 2.7 g/dL berdasarkan hasil lab tanggal 23 Februari 2015). Anemia
pada pasien ini dikarenakan adanya peningkatan penghancuran sel darah merah
oleh proses hemolisis. Hal ini sesuai dengan Haram (2009) yang menyebutkan
bahwa pada sindroma HELLP terjadi peningkatan penghancuran sel darah merah
oleh proses hemolisis yang mengakibatkan meningkatnya kadar serum laktat
dehidrogenase (LDH) dan menurunnya hemoglobin. Sedangkan hipoalbuminemia
terjadi karena adanya kerusakan endotel sehingga perfusi dan filtrasi gomerulus di
ginjal berkurang, menyebabkan proteinuria.
Tatalaksana pada kehamilan pasien adalah konservatif pertahankan
kehamilan karena usia kehamilan pasien sendiri masih preterm (33 +2 minggu) dan
tidak didapatkan tanda-tanda impending eklampsia. Menurut Wiknjosastro (2014)
selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya hanya observasi dan
evaluasi, tetapi kehamilan tidak diakhiri. Pasien diberikan injeksi Dexamethasone
2 ampul rescue/12jam sampai dengan trombosit 100.000/L untuk pematangan
paru janin dan perbaikan gejala klinik dan laboratorium (double strength).
Adapun pasien mendapatkan penatalaksanaan sesuai protab PEB, yaitu:

O2 3 lpm

Infus RL 12 tpm

Injeksi MgSO4 1gr/jam selama 24 jam

Nifedipine 3x10mg jika TD160/110 mmHg

pasang DC balance cairan

awasi ku/vs/bc, impending eklampsia

Injeksi MgSO4 40% 4gr/6jam jika syarat terpenuhi

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda


preeklampsia ringan, selambat-lambatnya 24 jam. Bila tidak ada perbaikan setelah
24 jam, dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus
diterminasi kehamilannya (Wiknjosastro, 2014). Follow up pasien pada tanggal 24
Februari 2015, tekanan darah 125/90 mmHg sehingga dilanjutkan konservatif
kehamilan sampai pematangan paru selesai.
Pada tanggal 25 Februari 2015 jam 9.00 advice dari staff fetomaternal
untuk terminasi kehamilan induksi dengan Misoprostol 25g sebanyak 2x.
Apabila Bishop score >5 lanjut masukkan Oksitosin 10 IU dalam 500cc RL
dengan tetesan max 12 tetes per menit. Apabila Bishop score <5 lapor ulang. Akan
tetapi pasien mengeluh pusing, pandangan kabur, mual dan nyeri ulu hati pada
pukul 23.00 tanggal 25 Februari 2015 dengan tekanan darah pasien 165/100
mmHg sehingga segera dilakukan sectio caesaria emergency atas indikasi adanya
tanda-tanda impending eklampsia pada ibu. Selain itu juga dilakukan MOW
(Medis Operatif Wanita/Tubektomi) karena usia ibu yang sudah 44 tahun dengan
4 anak hidup. Pada tanggal 26 Februari 2015 pukul 00.30 lahir bayi perabdominal,
perempuan, Apgar score 5-7-9, BB : 2000 gram, PB : 45cm.

BAB V
SARAN

1.

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas


pada ibu dan janin diperlukan antenatal care sedini mungkin dan secara teratur
di unit pelayanan kesehatan secara teratur sesuai dengan usia kehamilan
pasien.

2.

Diperlukan edukasi kepada wanita yang


sudah ataupun belum menikah mengenai penyakit, gejala, dan komplikasi
pada saat kehamilan di puskesmas sehingga pasien akan lebih dini menyadari
penyakitnya dan segera datang ke unit pelayanan kesehatan terdekat.

Wiknjosastro Sarwono 2014


Cunningham 2010 William 23th ed
Haryono Roeshadi. 2004. Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran
Maternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal.
Haram K, Einar S, Ulrich A (2009) The HELLP syndrome: Clinical
issues and management. A Review. BMC Pregnancy and Childbirth. 9:8.
Martin JN Jr, Rose CH, Briery CM (2006) Understanding and
managing HELLP syndrome: the integral role of aggressive glucocorticoids
for mother and child. Am J Obstet Gynecol, 195:914-934.

También podría gustarte