Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
M. YUDHIKA ELRIFI
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis & Perbankan Yogyakarta
HARDO BASUKI
Universitas Gadjah Mada
Abstract
This research investigated studied the impact of competing accountability
requirement in public setor organization, especially for Non Govermental
Organization (NGO). Its provided empirical evidence on the impact factors
determined the competing accountability requirement of work performance
NGOs accountability actor in Indonesia. The objectives of research is to
identify different types of accountability requirements with quantitative data
and to determine that the competing pressures of accountability affect
NGOs perceived work performance. The results showed that work
performance NGOs accountability actor in Indonesia partly influenced by
a negative perceived work context that is workload and job tension.
Keywords: competing
accountability
requirement,
accountability, NGO, work performance
competing
Abstrak
Penelitian ini menginvestigasi pengaruh competing accountability
requirement di organisasi sektor publik, khususnya Non Govermental
Organization (NGO). Penelitian ini memberikan bukti empiris tentang
pengaruh competing accountability requirement terhadap kinerja kerja aktor
akutabilitas NGO di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi perbedaan tipe keharusan akuntabilitas dengan data
kuantitatif dan untuk menentukan apakah tekanan keharusan akuntabilitas
mempengaruhi kinerja kerja karyawan NGO. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kinerja kerja aktor akuntabilitas di NGO secara sebagian dipengaruhi
oleh konteks kerja persepsian negatif berupa beban kerja dan tekanan kerja.
Kata Kunci:
competing
accountability
requirement,
akuntabilitas, NGO, kinerja kerja
keharusan
(Brown, Moore, & Honan, 2001; Greenlee, 1998; Kanter & Summers, 1987), serta
mempengaruhi outcome kinerja (Dicke, 2002).
Tidak adanya standar efektivitas penting menyisakan pertanyaan sentral terhadap
akuntabilitas: Manakah jenis kebutuhan akuntabilitas yang harus didahulukan dari pada
yang lain? Apa yang dapat atau harus dilakukan oleh pimpinan NGO ketika dihadapkan
dengan arah yang tidak sesuai dengan mandat organisasi atau preferensi publik? (Kim
& Lee, 2009). Competing accountability requirement telah diuji secara intensif di
organisasi sektor publik (misalnya, Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek,
1999; Koppell, 2005; Radin, 2002; Romzek & Dubnick, 1987) dan secara khusus di
NGO (Christensen & Ebrahim, 2006; Ebrahim, 2003; Kearns, 1994; Rubin, 1990).
Studi-studi tersebut menyatakan bahwa tekanan akuntabilitas meninggalkan beberapa
kerapuhan akuntabilitas, yang dapat mengakibatkan kegagalan pencapaian misi
organisasi.
Pada penelitian ini competing accountability requirement didefinisikan sebagai
kualitas kerja atau kinerja tertentu yang diperlukan oleh aktor akuntabilitas untuk
mencapai ekspektasi berbagai tipe forum akuntabilitas (Kim & Lee, 2009). Dalam
konteks organisasi di sektor nirlaba, Kim & Lee (2009) mengemukakan bahwa kinerja
dapat didefinisikan sebagai pemenuhan misi organisasi.
keterampilan
dan
keahlian
yang
dikembangkan,
dll.
Cara
kerja.
Hipotesis 1b:
2.3. Akuntabilitas Legal Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan Kerja
Persepsian
Akuntabilitas legal tidak mempertimbangkan pengetahuan dan kecakapan aktor
akuntabilitas yang menyebabkan bertambahnya beban kerja persepsian karena aktor
akuntabilitas harus mencapai ekspektasi eksternal yang tidak sesuai dengan kemampuan
aktor akuntabilitas dan kebutuhan institusi (Romzek & Ingraham, 2000).
Tekanan terhadap akuntabilitas legal dapat mempengaruhi kinerja kerja persepsian
dalam dua cara. Pertama, akan meningkatkan beban kerja persepsian karena pemenuhan
kewajiban kontrak selalu menghasilkan dokumen yang cukup banyak dan persyaratan
dokumentasi yang berlebihan. Kedua, akan meningkatkan tekanan kerja karena
karyawan mungkin menganggap bahwa lembaga bergerak menjauh dari misi tradisional
mereka yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakatkepedulian altruistikdan
kepatuhan terhadap standar internal dan lebih mementingkan urusan teknis untuk
mencapai tuntutan regulasi pihak eksternal (Kim & Lee, 2009). Berdasarkan latar
belakang teoretikal dan argumen di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah:
Hipotesis 2a: Keharusan akuntabilitas legal berhubungan secara positif terhadap
tekanan kerja.
Hipotesis 2b: Keharusan akuntabilitas legal berhubungan secara positif terhadap
beban
kerja.
2.4. Akuntabilitas Profesional Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan
Kerja Persepsian
Akuntabilitas profesional terefleksikan dalam tata kelola kerja yang memberi
derajat otonomi tinggi kepada individu yang mendasari pembuatan keputusan mereka
pada norma-norma yang terinternalisasi terhadap praktik yang tepat. Berdasarkan
standar ini individu dihadapkan pada pertanyaan: apakah kinerja kerja mereka adalah
konsisten dengan norma yang diturunkan dari sosialisasi profesional, keyakinan
personal, budaya organisasi dan pengalaman kerja (Romzek, 2000). Derajat otonomi
yang menjadi dasar pembuatan keputusan pada norma internalisasi terhadap praktik
yang tepat menghantarkan mereka pada pengambilan keputusan yang tepat pula
walaupun tanpa arahan dari supervisor dan atau keharusan regulasi (Kim & Lee, 2009).
Akuntabilitas profesional juga dapat mengurangi beban kerja persepsian dan
tekanan kerja persepsian karena aktor yang bersangkutan bekerja untuk pembuatan
keputusan dengan pengakuan kepakaran oleh otoritas yang lebih tinggi (Kim & Lee,
2009). Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas, maka hipotesis yang
dikembangkan adalah:
Hipotesis 3a: Keharusan akuntabilitas profesional berhubungan secara negatif
terhadap tekanan kerja.
Hipotesis 3b: Keharusan akuntabilitas profesional berhubungan secara negatif
terhadap beban kerja.
2.5. Akuntabilitas Politikal Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan
Kerja Persepsian
Keharusan akuntabilitas politikal dapat menyebabkan bertambahnya beban kerja
karena pemenuhan ekspektasi lebih dari batas kepakaran dan arahan supervisor
(Romzek & Ingraham, 2000). Selain itu, pemenuhan kebutuhan akuntabilitas politikal
kepada konstituen juga dapat menyebabkan bertambahnya tekanan kerja karena
kebutuhan pemenuhan tanggung jawab yang merefleksikan kebutuhan legitimasi sangat
bergantung pada seberapa baik aktor mengantisipasi dan mencapai ekspektasi forum
dan apakah aktor akuntabilitas dipersepsikan sebagai rekan kerja oleh mereka (Romzek
& Ingraham, 2000). Lebih lanjut, tekanan dari kelompok advokasi dan media lokal juga
dapat mengalihkan perhatian aktor akuntabilitas terhadap pencapaian misi organisasi
dengan menghabiskan sumber daya yang besar untuk menjaga hubungan baik dengan
stakeholders. Dengan kata lain, aktor akuntabilitas dapat mengorbankan misi organisasi
yang sebenarnya untuk mencapai tujuan akuntabilitas politikalnya (Kim & Lee, 2009).
Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas, maka hipotesis yang
dikembangkan adalah:
Hipotesis 4a:
Hipotesis 4b:
kasus bahwa manajer, meskipun mereka memiliki tingkat komitmen yang tinggi untuk
memberikan layanan yang berkualitas akan frustrasi oleh dokumen-dokumen dan
persyaratan pendokumentasian, dan mereka mempersepsikan bahwa kepatuhan terhadap
kewajiban kontrak dapat membahayakan misi lembaga dalam melayani masyarakat
(Kim & Lee, 2009). Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas, maka
hipotesis yang dikembangkan adalah:
Hipotesis 5: Beban kerja tinggi karyawan berpengaruh positif terhadap tekanan
kerja.
2.7. Beban Kerja Persepsian, Tekanan Kerja Persepsian, Kinerja Kerja Persepsian
Tekanan karena keharusan akuntabilitas cenderung menyebabkan melemahnya
peran aktor akuntabilitas karena pelaksanaan fungsi administrasi yang berlebihan
sebagai akibat keharusan akuntabilitas yang menyebabkan meningkatnya persepsian
negatif konteks kerja (Kim & Lee, 2009). Sebenarnya konteks kerja dapat dipersepsikan
secara negatif maupun positif. Perbedaan ini berpengaruh terhadap outcome kerja atau
kinerja kerja pada level yang berbeda (Lusch & Serpkenci, 1990). Namun demikian,
dalam penelitian ini konteks kerja dipersepsikan negatif dalam bentuk tekanan kerja dan
beban kerja karena adanya onflik keharusan akuntabilitas (Kim & Lee, 2009).
Karyawan-karyawan NGO semakin menghabiskan sejumlah besar waktu mereka
pada kegiatan pendokumentasian dan menghasilkan pendapatan dengan mengorbankan
pemeliharaan hubungan dengan masyarakat (Kim & Lee, 2009). Tekanan pekerjaan ini
cenderung menciptakan disonansi nilai yang dapat menyakiti panggilan profesional atau
kewajiban etis mereka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka
cenderung memiliki persepsi bahwa pekerjaan mereka tidak dihargai karena mereka
dipaksa untuk mengalokasikan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melayani
masyarakat (Light, 2000; Salamon, 2002). Beban kerja persepsian yang tinggi dan
tekanan kerja secara bersamaan yang dirasakan antar karyawan dapat secara negatif
mempengaruhi persepsi mereka terhadap kinerja. Berdasarkan latar belakang teoretikal
dan argumen di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah:
Hipotesis 6a: Beban kerja berpengaruh secara negatif terhadap kinerja kerja.
Hipotesis 6b: Tekanan kerja berpengaruh secara negatif terhadap kinerja kerja.
2.8. Model Penelitian
Gambar 2.1
Model Penelitian
Akuntabilitas
Hirarkikal
H1a(+)
H1b(+)
Akuntabilitas
Legal
H2a(+)
Bebankerja
Persepsian
H6a()
H2b(+)
Akuntabilitas
Profesional
KinerjaKerja
Persepsian
H5(+)
H3a()
H3b()
TekananKerja
Persepsian
H4a(+)
Akuntabilitas
Politikal
H6b()
H4b(+)
3. Metode Penelitian
3.1. Populasi dan Sampel
Penelitian dilakukan di 5 provinsi yang meliputi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Objek penelitian yaitu pegawai
pada NGO. Metode pemilihan sampel adalah purposive sampling, yaitu sampel dipilih
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel ini,
yaitu semua pegawai yang pernah terlibat dalam proses pemenuhan akuntabilitas secara
keuangan dan program terhadap para stakeholder (lembaga donor, pemerintah,
perusahaan, individu atau kelompok dampingan, lembaga mitra, masyarakat, dll.),
sehingga responden yang dipilih diyakini telah memahami kondisi di dalam organisasi
tempat mereka bekerja.
3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel eksogen dan variabel
endogen. Variabel eksogen terdiri dari keharusan akuntabilitas hirarkikal, keharusan
akuntabilitas legal, keharusan akuntabilitas profesional dan keharusan akuntabilitas
politikal, sedangkan variabel eksogen endogen adalah beban kerja dan tekanan kerja.
Variabel endogen dalam penelitian ini adalah kinerja kerja
3.2.1.Variabel Eksogen
Competing Accountability Requirement
Definisi dari competing accountability requirement yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitas kerja atau kinerja tertentu yang diperlukan oleh aktor akuntabilitas untuk
SNA 17 Mataram, Lombok
Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
mencapai ekspektasi berbagai tipe forum akuntabilitas (Kim & Lee, 2009). Pengukuran
terhadap competing accountability requirement dalam penelitian ini menggunakan
instrumen yang dikembangkan oleh Kim & Lee (2009) dengan penyesuaian untuk
konteks NGO di Indonesia. competing accountability requirement dalam penelitian ini
adalah berdasarkan tipe-tipe akuntabilitas yang diajukan Johnston & Romzek (1999,
hal. 387), yang terdiri dari:
a. Akuntabilitas Hirarkikal
Definisi operasional dari keharusan akuntabilitas hirarkikal adalah supervisi yang
ketat dari otoritas yang lebih tinggi, yang menggunakan seperangkat standar kinerja,
peraturan dan aturan internal organisasi, dan instruksi atasan. Pola kerja yang
dibangun adalah hubungan antara supervisor-subordinat (Romzek & Ingraham,
2000) yang dalam penelitian ini adalah hubungan antara aktor akuntabilitas di NGO
dengan atasannya langsung.
b. Akuntabilitas Legal
Definisi operasional dari keharusan akuntabilitas legal adalah kinerja NGO secara
eksternal diaudit kepatuhannya, yaitu berdasarkan hubungan antara kontrol eksternal
dan aktor akuntabilitas. Akuntabilitas legal terjadi antara dua pihak yang otonom
(Romzek & Dubnick, 1987). Dalam penelitian ini akuntabilitas legal adalah bentuk
keharusan akuntabilitas terhadap penyandang dana (lembaga donor, pemerintah,
perusahaan, dll.). Instrumen akuntabilitas legal didasarkan pada instrumen yang
dikembangkan oleh Kim dan Lee (2010).
c. Akuntabilitas Profesional
Keharusan akuntabilitas profesional adalah merujuk pada adanya derajat otonomi
yang tinggi dari aktor akuntabilitas dalam pembuatan keputusan dan perbedaan
keahlian dan standar kinerja didasarkan pada norma profesional dan praktik-praktik
yang berlaku dari rekan kerja atau kelompok kerja. Aktor akuntabilitas harus
bertumpu pada kepakaran dan kecakapan untuk menghasilkan solusi yang tepat
(Romzek & Dubcick, 1987). Dengan demikian, keharusan akuntabilitas profesioanl
dalam penelitian ini adalah tekanan konflik yang berasal dari dalam diri aktor
akuntabilitas itu sendiri.
d. Akuntabilitas Politikal
Akuntabilitas politikal terkait dengan tanggungjawab terhadap konstituen utama
NGO seperti lembaga-lembaga mitra, individu dan kelompok dampingan (petani,
buruh, perempuan, orang cacat, masyarakat desa) dan masyarakat secara luas. Dalam
10
Tabel 1
Variabel-Variabel Model Penelitian
Variabel Laten
Kode
Akuntabilitas Hirarkikal AHI
Akuntabilitas Legal
ALE
Akuntabilitas Profesional APRO
Akuntabilitas Politikal
APO
Beban Kerja
BKE
Tekanan Kerja
TKE
Kinerja Kerja
KKE
Variabel Manifes*
Item
AHI1-AHI3
3
ALE1, ALE2, ALE3, ALE5
4
APRO1-APRO5
5
APO3, APO4, APO5
3
BKE1-BKE3
3
TKE1-TKE2, TKE4, TKE5
4
KKE2, KKE3, KKE5, KKE6, KKE7,
6
KKE8
* Beberapa variabel telah dihapus karena tidak memenuhi standar skor loading
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan alat analisis Partial Least Square (PLS) untuk menguji
hipotesis yang diajukan. PLS adalah teknik Structural Equation Modeling (SEM)
berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran
sekaligus pengujian model struktural (Hartono, 2011). Sebagai lawan dari metode SEM
berbasis kovarian (misalnya AMOS dan LISREL), PLS menempatkan tuntutan yang
minimal pada skala pengukuran, ukuran sampel, distribusi variabel dan distribusi
residual (Chin, Marcolin, dan Newsted, 2003). Kemudian juga menurut Hartono (2011)
PLS juga bertujuan untuk memprediksi model dalam rangka pengembangan teori yang
merupakan alat prediksi kausalitas yang digunakan sebagai pengembangan teori.
PLS sangat cocok digunakan untuk penelitian ini, karena karakteristiknya yang
mempunyai kombinasi dan model yang kompleks dan dapat memakai ukuran sampel
yang relatif kecil untuk mengantisipasi kurangnya tingkat partisipasi (respon rate) dari
sampel di NGO yang dituju. Software yang digunakan untuk mengolah data yang telah
11
terkumpul adalah SmartPLS versi 2.0 yang dikembangkan oleh Ringle, C.M/Wende,
S./Will, S dan dapat diunduh secara gratis di alamat website http://www.smartpls.de.
5. Hasil Penelitian
5.1. Pilot Study
Dalam rangka pengujian validitas dan realibilitas, kuesioner terlebih dahulu
diujicobakan (pilot study) kepada 25 responden pada 20 Oktober 2013. Responden
adalah para pegawai NGO pada Yayasan Dian Desa, Yogyakarta. Instrumen yang telah
diujicobakan kemudian dianalisis dengan menggunakan software PLS. Hasil dari pilot
study (lihat lampiran) menunjukkan bahwa nilai AVE dan Communality
masing-
masing variabel >0,5. Nilai Composite Reliability masing-masing variabel >0,6. Hasil
pilot study juga menunjukan bahwa nilai faktor loading >0,6. Berdasarkan tabel cross
loading, dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator yang ada pada satu variabel
laten (konstruk) mempunyai faktor loading tertinggi pada konstruk yang dituju
dibandingkan dengan nilai yang ada pada konstruk lainnya. Hasil tersebut menunjukan
bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini adalah valid dan reliabel, sehingga
layak untuk digunakan lebih lanjut.
5.2. Pengumpulan Data Kuantitatif
Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dengan menggunakan dua metode, yaitu
pengumpulan data kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner penelitian pada masingmasing NGO yang ada di lima Provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dari 325 responden yang dikirimi
kuesioner, 211 responden yang mengembalikan, artinya response rate-nya adalah
64,9%. Jumlah kuesioner yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah 203
responden, yang artinya usable respon rate-nya adalah 96% dan jumlah kuesioner yang
tidak dapat digunakan adalah sebanyak 122. The usable questionaires kemudian
dianalisis untuk mengetahui profil dari para responden. Tabel 2 menunjukkan profil
responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, dan masa kerja di masingmasing NGO.
12
Tabel 2
Profil Responden Penelitian
Keterangan
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Usia:
<30 tahun
30-40 tahun
40-50 tahun
>50 tahun
Jumlah
Tingkat Pendidikan:
SMA
S1
S2
Jumlah
Masa Kerja:
<5 tahun
5-15 tahun
15-25 tahun
>25 tahun
Jumlah
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
114
89
203
56,15
43,85
100
32
121
40
10
203
15,76
59,60
19,70
04,92
100
17
173
13
203
08,37
85,22
06,41
100
30
90
65
20
203
14,63
43,90
31,71
09,76
100
Tabel 3
Ringkasan Analisis Demografi
Variabel
Demografi
Jenis Kelamin
Usia
Tingkat Pendidikan
Masa Kerja
BKE
0.564
0.041
0.544
0.004
13
Sig.
TKE
0.813
0.002
0.473
0.006
KKE
0.697
0.297
0.003
0.010
Kisaran
Teoritis
3 - 15
4 - 20
5 - 25
3 - 15
3 - 15
4 - 16
6 - 30
AHI
ALE
APRO
APO
BKE
TKE
KKE
Kisaran
Aktual
3 15
4 20
5 25
3 15
4 - 15
4 16
6 30
14
tekanan kerja sebesar 0.304753, dan konstruk kinerja kerja sebesar 0.167056. Hasil nilai
tersebut berarti bahwa model penelitian yang diajukan dapat menjelaskan variabel
konstruk beban kerja sebesar 18,5%, konstruk tekanan kerja sebesar 30,4%, konstruk
kinerja kerja sebesar 16,7%, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model
yang diajukan. Semakin tinggi nilai R, maka akan semakin baik model prediksi dari
model yang diajukan.
Tabel 6
Overview Iterasi Algoritma PLS
AVE
Composite
Reliability
R
Square*
Cronbachs CommuAlpha
nality
AHI
0.616734
0.827182
0.715282
0.616734
ALE
0.692083
0.899866
0.856790
0.692084
APO
0.719854
0.885152
0.805887
0.719854
APRO
0.599068
0.880770
0.834097
0.599068
BKE
0.500935
0.749648
0.185539
0.504953
0.500934
KKE
0.562971
0.884795
0.167056
0.846184
0.562971
TKE
0.544779
0.826989
0.304753
0.726261
0.544779
15
Tabel 7
Cross Loadings
AHI
ALE
APO
APRO
BKE
KKE
TKE
APO3
APO4
APO5
AHI2
AHI3
ALE1
ALE2
ALE3
ALE5
KKE5
KKE6
KKE7
KKE8
Uji reliabilitas dapat dilihat pada skor composite reliability dengan syarat minimal >
0,6 (Hair dkk., dalam Hartono, 2009) dari tabel 6 di atas terlihat skor composite
reliability tertinggi pada konstruk akuntabilitas legal (0.899866) dan skor terendah pada
konstruk beban kerja (0.749648). Dengan demikian, konstruk penelitian dinyatakan
16
reliabel. Secara umum dapat dinyatakan bahwa instrumen penelitian adalah valid karena
telah memenuhi kriteria validitas konvergen dan diskriminan serta dapat diandalkan
(reliabel) sehingga layak digunakan untuk pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilal T-table dengan nilai Tstatistic yang dihasilkan dari proses bootstrapping dalam PLS. Hipotesis diterima
(terdukung) jika nilai T-statistics lebih tinggi daripada nilai T-table dengan tingkat
keyakinan 95% (alpha 5 persen), nilai T-table untuk uji hipotesis satu ekor (one-tailed)
adalah 1,64 (Hair et al., 2006 in Hartono, 2009).
Dari 11 hipotesis yang diuji, 6 hipotesis terdukung secara statistik karena memiliki
nilai T-statistics yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai T-table, yaitu 1.64
(alpha 5 persen). 6 hipotesis tersebut adalah 1a (AHIBKE) dengan nilai T-statistic
sebesar 2,264653, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar -0,306482; hipotesis 2a
(ALEBKE) dengan nilai T-statistic sebesar 2.019520, dan nilai koefisien jalur (1)
sebesar 0.278353; hipotesis 3a (APROBKE) dengan nilai T-statistic sebesar
1.774100, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar -0.244211; hipotesis 4b (APOTKE)
dengan nilai T-statistic sebesar 2.661294, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar
0.309035; hipotesis 5 (BKETKE) dengan nilai T-statistic sebesar 3.715839, dan nilai
koefisien jalur (1) sebesar -0.445746; dan hipotesis 6a (BKETKE) dengan nilai Tstatistic sebesar 3.145243, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar -0.484807.Selanjutnya,
5 hipotesis yang tidak terdukung secara statistik karena nilai T-statistics tidak lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai T-table, yaitu 1.64 (alpha 5 persen). 5 hipotesis
tersebut adalah 1b (AHITKE) dengan nilai T-statistic sebesar 0.128311, dan nilai
koefisien jalur (1) sebesar 0.017970; hipotesis 2b dengan nilai T-statistic sebesar
0.248222, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar -0.041542; hipotesis 3b dengan nilai Tstatistic sebesar 0.435495, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar 0.120434; hipotesis 4a
dengan nilai T-statistic sebesar 1.581846, dan nilai koefisien jalur (1) sebesar
0.205240; dan hipotesis 6b dengan nilai T-statistic sebesar 1.510057, dan nilai koefisien
jalur (1) sebesar 0.219860. Ringkasan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan
PLS dapat dilihat dalam Tabel 8 berikut:
17
Tabel 8
Koefisien Jalur (Path Cooficients; Mean, STDEV, T-Values)
Tanda
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
Standard
Error
(STERR)
T Statistics
(|O/STERR|)
-0.306482
-0.303255
0.135333
0.135333
2.264653**
0.017970
0.005596
0.140048
0.140048
0.128311
0.278353
0.272168
0.137831
0.137831
2.019520**
-0.041542
-0.036328
0.167358
0.167358
0.248222
-0.244211
-0.240505
0.137653
0.137653
1.774100**
-0.076407
-0.062100
0.175449
0.175449
0.435495
0.205240
0.190387
0.129747
0.129747
1.581846
0.309035
0.316115
0.116122
0.116122
2.661294***
0.445746
0.439252
0.119958
0.119958
3.715839***
-0.467458
-0.484807
0.148624
0.148624
3.145243***
0.219860
0.192203
0.145597
0.145597
1.510057
Catatan: *** Sangat signifikan, ** signifikan; 1,64 P<0,05; 2,33 P<0,01 (one
tailed)
6. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Implikasi Penelitian
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan analisis koefisien jalur, terlihat bahwa
kinerja kerja aktor akuntabilitas di NGO provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dipengaruhi oleh konteks kerja
dengan persepsian negatif yang berupa beban kerja, namun tidak dipengaruhi tekanan
kerja persepsian negatif. Tekanan kerja dengan persepsian negatif berdasarkan hasil
penelitian dapat meningkatkan kinerja kerja aktor akuntabilitas. Dengan kata lain, ada
hubungan positif antara kinerja aktor akuntabilitas dengan tekanan kerja yang
disebabkan persepsian negatif konflik keharusan akuntabilitas. Persepsian beban kerja
dan tekanan kerja dipengaruhi oleh competing accountability requirement NGO pada
arah dan tingkat yang berbeda-beda bergantung pada persepsian competing
accountability requirement aktor akuntabilitas mereka masing-masing.
Keharusan akuntabilitas hirarkikal, dan akuntabilitas legal menunjukkan
hubungan positif dengan beban kerja, sedangkan akuntabilitas profesional menunjukan
hubungan negatif dengan beban kerja. Lebih lanjut, akuntabilitas politikal menunjukkan
hubungan positif dengan tekanan kerja. Secara umum dapat dijelaskan bahwa konflik
keharusan akuntabilitas yang terjadi karena ketidakmampuan untuk menyeimbangkan
keharusan akuntabilitas tersebut menyebabkan makin tinggi beban kerja aktor
18
selanjutnya
dapat
mempertimbangkan
untuk
menggunakan
19
20
Daftar Pustaka
Amstrong, M. (2004). Performance management. Setiawan, T. (alih Bahasa). Tugu
Publisher. Yogyakarta.
Beehr, T.A., & Newman, J. (1978). Job stress, employee health, and organizational
effectiveness: A facet analysis, model and literatur review. Personnel
Psychology, (31), 665-669.
Brown, L. D., Moore, M. H., & Honan, J. (2001). Building strategic accountability
systems for international NGOs. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, 30(3),
569-587.
Chin, W., Mancolin, B. L., & Newsted, P. R. (2003). A partial least square latent
variabel modelling aproach for measuring interaction effects: result from amonte
carlo simulayion and voice mail emotion/adoption study information system
reseach.
Christensen, R. A., & Ebrahim, A. (2006). How does accountability affect mission? The
case of a nonprofit serving immigrants and refugees. Nonprofit Management and
Leadership, 17(2), 195-209.
Dicke, C. (2002). Ensuring accountability in human service contracting. Public
Pruductivity & Management Review, 22: 502-516.
Dixon, Rob, John Ritchie, and Juliana Siwale (2006). Microfinance: accountability from
the grassroots. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol.19, No.3.
pp.405-427.
Ebrahim, A. (2003). Making sense of accountability: Conceptual perspectives for
Northern and Southern nonprofits. Nonprofit Management and Leadership,
14(2), 191-212.
Fredericksen, P. J., & Levin, D. (2004). Accountability and the use of volunteer officers
in public safety organizations. Public Performance & Management Review,
27(4), 118-143.
Fry, R. E. (1995). Accountability in organizational life: Problem or opportunity for
nonprofits? Nonprofit Management and Leadership, 6(2), 181-195.
Gibelman, M., dan Gelman, S. R. (2001). Very public scandals: Non
Governmental Organizations in trouble. International Journal of Nonprofit
and Voluntary Sector Quarterly. 12(1), 49 66.
Greenlee, J. S. (1998). Accountability in nonprofit organizations. Nonprofit
Management and Leadership, 9(2), 205-210.
Johnston, J. M., & Romzek, B. S. (1999). Contracting and accountability in state
medical reform: Rhetoric, theories, and realities. Public Administration Review,
59(5), 383-399.
Johnson, R.B., & Onwuegbuzie, A.J. (2004). Mixed methods research: A research
paradigm whose time has come. Educational Researcher, Vol. 33, No. 7. pp. 1126.
Handoko T.H. (1996). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE.
Yogyakarta.
Hansen, J. R., & Host, V. (2012). Understanding the relationship between
decentralization organizational decesion structure, job context, and job
satisfaction-a survey of dining public managers. Review of Public Personel
Administration. 132 (2): 288-308.
Hartono, Jogiyanto dan Abdillah Willy. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least
Square) untuk Penelitian Empiris. BPFE Yogyakarta
Hartono, Jogiyanto. 2011. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modeling
Berbasiskan Varian dalam Penelitian Bisnis. STIM YKPN Yogyakarta
21
Kanter, R. M., & Summers, D. V. (1987). Doing well while doing good: Dilemmas of
performance measurement in nonprofit organizations and the need for multipleconstituency approach. In W. W. Powell (Ed.), The nonprofit sector: A research
handbook (pp. 154-166). New Haven, CT: Yale University Press.
Kearns, K. P. (1994). The strategic management of accountability in nonprofit
organizations: An analytical framework. Public Administration Review, 54(2),
185-192.
Kim, S. E. (2005). Balancing competing accountability requirements: Challenges in
performance improvement of the nonprofit human service agency. Public
Performance and Management Review, 29(2), 145-163.
Kim, S.E., & Lee (2010). Impact of competing accountability requirements on
perceived work performance. The American Review of Public Administration,
49(1), 100-118.
Koppell, J. G. S. (2005). Pathologies of accountability: ICANN and the challenges of
multiple accountabilities disorder. Public Administration Review, 65(1), 94105.
Lai, Ming-Cheng and Fan, Shih-Liang. 2008. Use of Fit Perception in Employee
Behavioral Criteria in Taiwan IT Industry. Business and Information. Volume 5,
Issue
1.
Available
also
at,
http://academicpapers.org/ocs2/session/Papers/A2/234.doc
Light, P. C. (2000). Making nonprofits work: A report on the tides of nonprofit
management reform. Washington, DC: Brookings Institution Press.
Lusch, R. F., & Serpkenci, R.R. (1990). Personal differences, job tension, job outcomes,
and store performance: A study of retail store manager. Journal of Marketing,
85-101.
Lyons, T. F. (1971). Role clarity, need for clarity, satisfaction, tension, and withdrawal.
Organizational Behavior and Human Performance, 6, 99-110.
Radin, B. A. (2002). The accountable juggler: The art of leadership in a federal agency.
Washington, DC: CQ Press.
Romzek, B. S., & Dubnick, M. J. (1987). Accountability in the public sector: Lessons
from the challenger tragedy. Public Administration Review, 47(3), 227-238.
Romzek, B. S., & Ingraham, P. W. (2000). Cross pressures of accountability: Initiative,
command, and failure in the Ron Brown Plane crash. Public Administration
Review, 60(3), 240-253.
Rubin, H. (1990). Dimensions of institutional ethics: A framework for interpreting the
ethical context of the nonprofit sector. In D. Gies, S. Ott, & J. M. Shafritz (Eds.),
The nonprofit sector: Essential readings (pp. 211-216). Pacific Grove, CA:
Brooks/Cole.
Salamon, L. M. (2002). The state of nonprofit america. Washington, D.C.: Brookings
Institution Press.
Smith, S. R., & Lipsky, M. (1993). Nonprofits for Hire: The welfare state in the age of
contracting. Cambridge, MA: Harvard University.
Spector, P. E., & Jex, S. M. (1998). Development of four self-report measures of job
stressor and strains: Interpersonal conflict at work scale, organizational
constraints scale, workload and physical symptoms inventory: Journal of
Occupational Health Pshcology. 3, 356-367.
Vinzi, V. Esposito, Chin, W.W., Henseler, J., Wang, H.2010. Handbook of Partial Least
Squares: Concepts, Methods and Applications. Springer Handbooks of
Computational Statistics
22
23