Está en la página 1de 21

Stefania Vera DoMinggu

10.2008.193
Email : vera_milan@yahoo.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester 7

Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat

Pendahuluan
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila
diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi, keracunan memiliki
gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena penanganan yang
kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami
penderita.Pesitisida sering menjadi penyebab keracunan baik tidak disengaja maupun
disengaja, dalam hal ini untuk bunuh diri. Keracunan pestisida dapat berasal dari pestisida
golongan organofosfat, organoklorin, karbamat dan yang lainnya. Pada keracunan pestisida
misalnya golongan organofosfat biasanya menunjukan gejala akibat dari asetilkolinkarena
hambatan asetilkolinesterase pada sinapsis syaraf, yaiut efek muskarinik, nikotinik dan
gangguan pada susunan saraf pusat. Dalam makalah ini akan dibahas secara menyeluruh
mengenai intoksikasi organofosfat.

Pembahasan
Basic Life Support
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya
harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha
untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan
suportif yang merupakan bentuk dasar ("ABCD") pada pengobatan keracunan.
Ada dua prinsip penting, yaitu pertama jika kita bertemu dengan orang seperti diatas, jangan
lupa untuk memanggil bantuan, karna RJP hanyalah tindakan pertolongan partama yang
selanjutnya perlu tindakan medis, yang kedua pastikan kondisinya memang sesuai dengan
kriteria RJP melalui pemeriksaan primer. Pemeriksaan Primer. Prinsip pemeriksaan primer
adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan
survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, yaitu :1,2

A airway (jalan napas)

B breathing (bantuan napas)

C circulation (bantuan sirkulasi)

Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
korban/pasien, yaitu :1,2
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan
upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh
atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta
bantuan untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang
dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi
miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat! penolong harus
membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan
secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada
posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping
tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan
sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
A (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan
tindakan :
Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan
dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan

berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. Intinya pada pemeriksaan jalan napas ini
adalah bebaskan jalan napas dari sumbatan. Apabila perlu pasang pipa endotrakeal.1,2
B.

(BREATHING) Bantuan napas

Jaga agar pasien dapat bernapas dengan baik. Apabila perlu berikan bantuan
pernapasan. Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui
mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung dengan cara memberikan hembusan napas
sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 2
detik dan sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas
dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.1
C.

(CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Tekanan darah dan nadi dipertahankan dalam batas normal. Berikan infus cairan
dengan normal salin, dekstrosa atau Ringer laktat.1

Anamnesis
Untuk membantu penegakan diagnosis maka diperlukan anamnesis yang cukup cermat.
Dalam kasus ini dilakukan aloanamnesis. Baik pada keluarga korban/pasien atau pada orang
yang menemukan korban/pasien. Serta diperlukan bukti bukti yang diperoleh ditempat
kejadian.3
Dalam anamnesis kita tanyakan: Identitas pasien : nama, usia, alamat, pekerjaan
Riwayat minum atau kontak dengan zat yang mengandung organofosfat
Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, inhalasi, penyuntikan,
penyerapan melalui kulit / anus / vagina.
Kapan dan dosis yang terminum
Apa gejala yang dialami pasien terakhir kali
Apakah ada muntah atau tidak

Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran,
tanda-tanda aspirasi. Pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun
yang dapat melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral, absorpsi kulit, dan mukosa atau
parental. Hal ini penting diketahui karena berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya
durasi (reaksi) keracunan. Racun yang melalui rute oral biasanya bisa diketaghui melalui bau
mulut atau muntahan
Derajat kesadaran4
Menilai Tingkat Kesadaran (kwanlitatif) :4
Kompos mentis

Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya


Apatis
Keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh
Somnolen
Keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri,
tetapi jatuh tidur lagi
Delirium
Keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak teriak, dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat, dan waktu
Sopor/semi koma
Keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan
rangsang nyeri.
Koma
Keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsang apapun

Pemeriksaan Penunjang
Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin hal ini digunakan untuk
membantu menegakan diagnosis. Sampel yang digunakan adalah 50 ml urin, 10 ml serum,
bahan muntahan, feses.
Laboratorium Klinik. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah.
Beberapa gangguan gas darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab keracunan.
Pemeriksaan fungsi hati, ginjal dan sedimen urin harus pula dilakukan karena untuk
mengetahui dampak keracunan. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan darah perifer
lengkap juga harus dilakukan.5
Tabel 1.
Analisis Gas Darah

Interpretasi

Asidosis Respiratorik (pH <7,3; PCO2 >5,6 kPa

Hipoventilasi, retensi CO2 mungkin


akibat antidepresan SSP

Alkalosis respiratorik (pH >7,45; PCO2 <4,7 kPa

Hiperventilasi mungkin sebagai respons


hipoksia, injuri obat (aspirin) atau injuri

SSP
Alkalosis metabolik (pH >7,45; HCO3 > 30 Jarang terjadi akibat keracunan, sebagai
mmol/l

akibat hilangnya asam atau kelebihan


alkali

Asidosis metabolik

Sering

(pH >7,45; HCO3 <24 mmol/l;defisit basa <-3),


kompensasi bila PCO2 <4,7 kPa.
Anion gap tinggi

pada

keracunan,

bila

berat

waspada keracunan etanol, metanol/


etilen glikol
Metformin, isoniazid, salisilat, sianida

Untuk pemeriksaan toksikologi perlu diambil darah, jaringan hati, limpa, paru-paru dan
lemak badan. Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasna dapat dilakukan dengan cara
tintometer (Edson) dan cara Paper-strip (Acholest). 6
Cara Edson: berdasarkan perubahan pH darah.
Ach ---------------> kolin + asam asetat
AchE
Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru diamkan beberapa saat maka
akan terjadi perubahan warna. Bandingkan warna yang timbul dengan warna standar pada
comparator disc (cakram pembanding), maka dapat ditentukan kadar AchE dalam darah. 6
Tabel 2.
% aktifitas AchE darah
75%-100% dari normal
50% 75% dari normal
25% 50% dari normal
0% 25% dari normal

Interpretasi
Tidak ada keracunan
Keracunan ringan
Keracunan
Keracunan berat

Cara Acholest:6
Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest bersamaan dengan
kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach dan indikator. Waktu

perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan warna harus sama dengan
perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu warna kuning telur.
Interpretasi : 6
Kurang dari 18 menit, tidak ada kercunan.
20-35 menit, keracunan ringan
35-150 menit, keracunan berat.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya
gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, takikarida
supraventikuler, takikardia ventrikuler, Torsade de pointes, fibrilasi ventrikular, asistol,
disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predisposisi timbulnya aritmia pada keracunan
adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan
elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik. Sangat penting
diperhatikan, pada semua kasus aritmia: oksigenasi, koreksi gangguan elektrolit dan asam
basa, hindari obat antiaritmia karena justru bisa mencetuskan timbulnya aritmia, gunakan
obat inotropik negatif kronotropik.5
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan tertama bila curiga adanya aspirasi zat racun
melalui inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung.5

Diagnosis
a. Differential Diagnosis
Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga
pestisida dikelompokkan menjadi :
-

Insektisida (pembunuh insekta)

Fungisida ( pembunuh jamur)

Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu)

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman
dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas
nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida
ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh
keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya,
maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri).
Klasifikasi Pestisida

Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut jenis


bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek
toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang
bersangkutan.
Klasifikasi
1. Insektisida

Bentuk Kimia
Botani

Carbamat

Bahan active
Nikotine

Keterangan
Tembakau

Pyrethrine

Pyrtrum

Rotenon

Carbaryl

toksik kontak

Carbofuran

toksik sistemik

Methiocorb

bekerja

pada

lambung
Organophosphat

Thiocarb

juga moluskisida

Dichlorovos

toksik kontak

Dimethoat

toksik

kontak,

sistemik
Palathion

Organochlorin

Herbisida

Malathion

toksik kontak

Diazinon

toksik kontak

Chlorpyrifos

kontak dan ingesti

DDT
Lindane

kontak, ingesti

Dieldrin

persisten

Eldrin

persisten

Endosulfan

kontak, ingesti

Aset anilid

gammaHCH
Atachlor

kontak, ingesti
Sifat residu

Amida

Propachlor

Diazinone

Bentazaone

Carbamate

Chlorprophan

Kontak

Asulam
Triazine

Athrazin
Metribuzine

Triazinone

Metamitron

Toksin kontak

Fungisida

Inorganik

Bordeaux mixture

Protektan

Copper oxychlorid

Proteoktan

Mercurous chloride
Sulfur
Benzimidazole

Thiabendazole

Protektan, sistemik

Hydrocarbon-

Tar oil

Protektan, kuratif

phenolik

1. Intoksikasi Opioid
Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800 mg untuk pecandu
narkotik. Gejala overdosis biasanya timbul beberapa saat setelah pemberian obat.7
Gejala intoksikasi akut (overdosis):7

Kesadaran menurun, sopor koma

Depresi pernafasan, frekuensi pernafasan rendah 2-4 kali semenit, dan pernafasan
mungkin

bersifat Cheyene stokes

Pupil kecil (pin poiny pupil), simetris dan reaktif

Tampak sianotik, kulit muka kemerahan secara tidak merata

Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila pernafasan
memburuk danterjadi syok

Suhu badan rendah (hipotermia) dan kulit terasa dingin

Bradikardi

Edema paru

Kejang

Berikut ini adalah Kriteria diagnostik menurut DSM-IV intoksikasi opioid tersebut di atas.7
o Pemakaian opioid yang belum lama
o Perilaku maladatif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis yang
berkembang selama atau segera setelah pemakaian opioid( misalnya eforia awal diikuti
oleh apati , disforia, agitasi, retardasi psikomotor, gangguan fungsi social dan lain nya.
o Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat ocerdosis berat) dan satu (atau
lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid:

Mengantuk atau koma


Bicara cadel
Gangguan atensi atau daya ingat
Gejala tidak karena kondisi medis umum dan gangguan mental lain.7
Gejala-gejala yang muncul pada over dosis disebabkan oleh aktivitas reseptor mu, kappa ,

dan delta yang mana kesemua reseptor ini akan beraktivasi dengan bahan-bahan endogen di
susunan saraf pusat termasuk endogen.Miosis (pin point pupil ) merupakan salah satu gejala
yang penting pada keadaan intoksiskasi opioid selain itu gejal bisa muncul di antaranya
hiposekresi dan dismotility dari saluran cerna.Reaksi toksisitas sangat beragam dari masingmasing jenis opiate tergantung cara pemberian , efek toleransi (pemakaim kronik) , lama
kerja dan masa paruh obat yang akhirnya menenetukan tingkat toksisitas.Dosis toksis selalu
akan menyebabkan kesadaran yang turunm sampai koma, pupil yang pinpoint dapat terjadi
dilatasi pupil pada keadaan anoksia (kekurangan oksigen) yang berat. Pernapasam yang
pelan, sianosis, nadi lemah hipotensi, spasme

saluran cerna, edema paru, dan

kejang,kematian terjadi karena gagal napas dapat terjadi dalam 2- 4 jam setelah pemakaian
oral maupun subkutan, sedangkan intravena lebih cepat lagi.
Penanganan intoksikasi opiate harus secepat mungkin karena keterlamabatan
penanganan akan mengancam nyawa.Umumnya kasus emergensi di sebabkan karena
penyuntikan opiat dan putau dan ditemukan bekas suntik (needle track sign) .Gejala yang
muncul berupa kesadaran menurun , depresi napas, dan pin point pupil merupaka TRIAS
intoksikasi opiate tergantung pada jumlah onat, cara penyuntikan , dan lamanya penderita
memakai opait ( berhubungan dengan jumlah reseptor yang aktif)7

2. Intoksikasi Karbamat
Insektisida karbamat diabsorpsi dengan baik di kulit dan selaput lendir,
melalui inhalasi dan konsumsi. Karbamat mengalami hidroksilasi dan konjugasi di
hati dan dinding usus, dengan 90% diekskresikan dalam urin dalam waktu 3 hari. Ada
dua karakteristik utama yang membedakan farmakokinetik karbamat dari senyawa
fosfor organik. Pertama, insektisida karbamat tidak mudah menyerang ke blokade
sistem saraf pusat (mirip dengan succinylcholine), dengan fasikulasi atau kelemahan
diikuti dengan cepat oleh kelumpuhan. Gejala dapat berlangsung dalam jangka waktu
yang bervariasi, juga berdasarkan pada agen dan keadaan paparan. Misalnya, senyawa

yang lebih lipofilik, seperti dichlofenthion, dapat menimbulkan efek kolinergik


selama beberapa hari setelah konsumsi oral.
Pada dasarnya keracunan oleh senyawa/racun karbamat ini hampir sama
dengan keracunan golongan organophospat. Tanda-tanda dan gejala-gejalanya hampir
sama, bila kita terkena racun karbamat ini. Perbedaan hanya pada tindakan
pengobatannya. Umumnya keracunan karbamat ini lebih mudah diobati daripada
keracunan oleh golongan organophospat. Dengan alasan ini pula maka pada umumnya
racun karbamat ini lebih aman daripada golongan organophospat. Hal ini
menyebabkan pemakaian karbamat untuk pemberantasan serangga perumahan
semakin meningkat. Namun demikian selalu pada labelnya terdapat peringatan dan
petunjuk penggunaanya serta bahaya yang ditimbulkannya. 8
3. Intoksikasi Organochlorin
Organokhlorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan
pertama kali disinthesis adalah Dichloro-diphenyl-trichloroethan atau disebut DDT.
Pestisida golongan organoklor bekerja mempengaruhi sistem saraf pusat. Tanda dan
gejala keracunan pestisida organofosfat dapat berupa:

Nausea, vomitus

Paresthesis pada lidah, bibir dan muka

Iritabilitas

Tremor

Convulsi

Koma

Kegagalan pernafasan

Kematian

b. Working Diagnosis

Intoksikasi Organofosfat
Intoksikasi organofosfat adalah intoksikasi akibat zat yang mengandung organofosfat.
Senyawa fosfor organik sangat baik diserap dari paru-paru, saluran pencernaan, kulit, selaput
lendir, dan konjungtiva baik inhalasi, menelan atau kontak topikal. Dapat menyebabkan kulit

rusak, dermatitis. Senyawa fosfor organik yang paling lipofilik. Konsentrasi puncak senyawa
fosfor organik diukur 6 jam setelah dikonsumsi. Senyawa fosfor organik dianggap
dimetabolisme oleh berbagai fungsi oksidase dalam hati dan mukosa usus, tetapi jalur yang
tepat belum dipahami dengan baik. Metabolit aktif dari senyawa ini diekskresikan dalam urin.

Etiologi
Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang
berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik.
Determinan Keracunan Pestisida9
a. Faktor agent
Proses terjadinya keracunan pestisida disebabkan adanya interaksi antara agent kimia,
manusia sebagai host dan faktor lingkungan yang mendukung. Agent kimia dihasilkan
oleh aktifitas manusia dan mempunyai berbagai efek pada kesehatan. Paparan oleh
faktor lingkungan akan mengenai manusia (host) yang peka atau kebal terhadap
paparan dan akan memberikan suatu perubahan fungsi atau menyebabkan perubahan
prepatologik. Menurut Achmadi (1983) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keracunan pestisida antara lain:9
Faktor Intrinsik (Penderita)9
1. Umur. Aktivitas kolinesterase berbeda antara anak-anak dan orang dewasa di atas 20
tahun, baik dalam keadaan terpapar pestisida organofosfat maupun selama bekerja
dengan organofosfat. Usia di bawah 20 tahun dapat merupakan kontraindikasi bagi
pekerja dengan organofosfat karena menurunkan aktivitas kolinesterase sehingga
memperberat keracunan yang terjadi.
2. Jenis Kelamin. Menurut Gallo dan Lawryk (1999) dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan aktivitas kolinesterase secara signifikan lebih tinggi pada pria dibandingkan
dengan wanita. Aktivitas kolinesterase pada pria dan wanita dalam butir darah merah
bervariasi (13,50%-15,60%) dan plasma darah (14,7%-26,80%) dengan menggunakan
metode manometri. Pekerja wanita yang berhubungan dengan organofosfat terutama
dalam keadaan hamil akan mempengaruhi aktivitas kolinesterase yang lebih rendah.
Beberapa penelitian menemukan hubungan pestisida sebagai pencetus timbulnya
kanker, tingkat kesuburan menurun dan gangguan dari terhadap sistem kekebalan
tubuh.
Faktor Ekstrinsik9

1. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestida


Paparan yang berlangsung terus menerus lebih berbahaya daripada paparan yang
terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu
diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar
berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik. Telah
dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat
menyebabkan kanker seperti non Hodgkins lymphoma.
2. Dosis Pestisida
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap keracunan pestisida, karena itu dalam
melakukan

pencampuran

memperhatikan

takaran.

pestisida
Dosis

atau

untuk

menyemprot

takaran

yang

petani

melebihi

hendaknya
aturan

akan

membahayakan penyemprot itu sendiri. Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau
kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau
tiap tanaman yang dilakukan satu kali aplikasi atau lebih. Dosis aplikasi umumnya
diberi dalam satu kisaran yaitu 1-1,5 liter/ha dan konsentrasinya 1,5-2 ml/liter air.9
Berdasarkan cara kerjanya, racun terbagi menjadi :
a. Racun yang bekerja lokal karena bersentuhan dengan racun yang hanya menimbulkan
kerusakan pada daerah yang dilaluinya. Racun ini dapat bersifat korosif, iritan dan
anestetik
b. Racun yang bekerja sistemik, yang akan menuju organ-organ dalam tubuh setelah
masuk ke dalam darah
c. Racun yang bekerja lokal dan sistemik
Faktor yang mempengaruhi keracunan
Berat ringannya efek yang ditimbulkan dari racun yang masuk ke dalam tubuh dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti cara pemberian, keadaan tubuh, dan sifat racun itu sendiri. Dari
cara pemberian, racun paling cepat bekerja pada tubuh secara inhalasi, diikuti dengan
intravena, intamuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat bila melalui
kulit yang sehat. Keadaan tubuh seseorang seperti umur, kesehatan, kebiasaan, dan
hipersensitivitas berpengaruh terhadap kerja dari racun tersebut. Sedangkan dari racun itu
sendiri tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, bentuk, durasi/waktu pemberian,
kombinasi adisi atau sinergisme, susunan kimia, dan antagonis.

Epidemiologi

Distribusi dan Frekuensi Keracunan Pestisida


Epidemiologi keracunan pestisida yaitu mempelajari frekuensi, distribusi keracunan
pestisida dan determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam distribusi
keracunan pestisida dapat dilihat berdasarkan 3 variabel yaitu variabel orang (Person),
variabel tempat (Place) dan variabel waktu (Time). 9
a. Menurut Orang (Person)
Keracunan akibat pestisida sudah menjadi masalah seluruh dunia, dengan estimasi
jumlah kasus per tahun sebesar 1-3 juta. Angka kematian beragam mulai dari 1%
sampai 9% kasus yang berobat, dan bergantung pada ketersediaan antidot serta
mutu layanan medis yang diberikan. Keracunan yang disengaja (terutama untuk
upaya percobaaan bunuh diri atau berhasil bunuh diri), proporsinya dalam kasus
keracunan pestisida cukup besar di Negara tertentu. Pestisida mudah didapat di
rumah tangga sehingga menjadikannya sebagai metode kesukaan/pilihan
mereka yang berniat bunuh diri. Moayoritas kasus keracunan pestisida yang tidak
disengaja terjadi di kalangan petani dan keluarga mereka. Paparan terjadi terutama
selama pencampuran atau penyemprotan pestisida, penyemprotan dengan pesawat
atau memasuki wilayah yang disemprot. Paparan okupasional akut juga dapat
terjadi selama pembuatan, formulasi, pengemasan dan pendistribusian pestisida.
Efek akutnya yang berkaitan dengan paparan okupasional terhadap pestisida
antara sensasi terbakar di mata yang terkena semprotan zat kimia, kerusakan kulit,
efek neurologis, dan efek pada hati. Paparan kronis diduga menyebabkan masalah
reproduksi dan memperbesar resiko terkena kanker, mengalami efek neurologis
dan psikologis serta efek pada fungsi imun.9
Banyak kasus keracunan pestisida yang terjadi pada anak-anak karena mereka
berhasil menjangkau pestisida yang kemasannya terbuka yang disimpan di rumah.
Kejadian keracunan massal akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi
pestisida juga pernah terjadi dan menyebabkan banyak kematian. Berdasarkan
hasil monitoring Departemen kesehatan RI, proporsi keracunan pestisida
berdasarkan kholinesterase darah tahun 1990 dengan tingkat keracunan berat
0,16%, sedang 3,32%, ringan 38,35% dan normal 58,17%. 9
b. Menurut Tempat (Place)

Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di
negara maju maupun Negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO)

dan

Program

Lingkungan

Persatuan

Bangsa-bangsa

(UNEP)

memperkirakan ada 1,5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada sektor
pertanian. Sebagian besar kasus terjadi di Negara berkembang, yang 20.000 kasus
diantaranya berakibat fatal.9
c. Menurut Waktu (Time)
Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan pestisida di Indonesia
secara akurat, sangat sulit. Karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring
secara sistematik dan periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi
pembangunan kesehatan, sistem pelaporan sama sekali tidak berjalan, sehingga
sulit mengetahi kondisi kesehatan nasional termasuk gambaran keracunan
pestisida. Namun demikian, dengan menggunakan gambaran piramida dapat
diketahui gambaran dampak penggunaan pestisida sebagai berikut: pada tahun
1976 diperoleh 105 CFR 7,6%, tahun 1983 CFR 20-50%.9

Tanda dan Gejala keracunan


Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat
bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh
stimulasi saraf pusat maupun perifer.
Manifestasi utama keracunan adalah ganguan penglihatan, kesukaran bernafas dan hiperaktif
gastrointestinal. Pada keracunan akut gejala-gejala timbul dalam 30-60 menit dan mencapai
puncaknya dalam 2-8 jam. Paca keracunan ringan tampak anoreksia, sakit kepala, pusing,
lemah, gelisah, tremor lidah dan kelopak mata, miosis, dan penglihatan kabur.
Gejala keracunan sedang adalah mual, salivasi, lakrimasi, kejang perut, muntah, banyak
keringat, nadi lambat, dan fasikulasi otot-otot. Gejala keracunan berat adalah diare, pupil
pinpoint dan tidak bereaksi, pernafasan sukar, edema paru, sianosis, kendali sfingter hilang,
kejang, koma dan blok jantung. Gejala keracunan kronik organofosfat timbul akibat
penghambatan kolinesterase dan akan menetap selama 2-6 minggu, menyerupai keracunan
akut yang ringan. Tetapi bila terpapar lagi dalam jumlah kecil dapat timbul gejala yang berat.
Untuk golongan karbamat, ikatan dengan AchE bersifat sementara dan akan terlepas kembali
dalam beberapa jam (reversibel), sehingga tidak akan timbul keracunan kronik.9
Tabel 3. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.

Efek
1. Muskarinik

Gejala
- Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)

2. Nikotinik

3. Sistem saraf pusat

Kejang perut

Nausea dan vomitus

Bradikardia

Miosis

Berkeringat
Pegal-pegal, lemah

Tremor

Paralysis

Dyspnea

Tachicardia
Bingung, gelisah, insomnia, neurosis

Sakit kepala

Emosi tidak stabil

Bicara terbata-bata

Kelemahan umum

Konvulsi

Depresi respirasi dan gangguan jantung

Koma

Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya
stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada
mata dan otot polos.9

Patofisiologi (Mekanisme toksisitas)


Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya
dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja
dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat
menyebabkan

kematian

pada

orang

dewasa.

Organofosfat

menghambat

aksi

pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal

tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.10-11

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi


enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Penatalaksanaan
Stabilisasi
Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi
kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa:5
o Pembebasan jalan napas
o Perbaikan fungsi pernapasan (ventilasi dan oksigenasi)
o Perbaikan sistem sirkulasi darah
Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan
pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Petugas, sebelum
memberikan pertolongan harus menggunakan pelindung berupa sarung tangan, masker dan
apron. Tindakan dekontaminasi tergantung pada likasi tubuh yang terkena racun yaitu:5
Dekontaminasi Pulmonal. Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan
korban dari pemaparan inhalasi za racun, monitor kemungkinan gawat napas dan
berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu beri ventilator.
Dekontaminasi Mata. Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan
mata dari racun yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang
terkena atau terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan
aquades atau NaCl 0,9 % perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang
(hindari bekas larutan pencucian mengenai wajah atau mata lainnya) selanjutnya tutup
mata dengan kassa steril segera konsul dokter mata.
Dekontaminasi Kulit (Rambut dan Kuku). Tindakan dekontaminasi paling awal
adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesori lainnya dan masukkan dalam
wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat, cuci bagain kulit yang terkena dengan
air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk
kering dan lembut.

Dekontaminasi Gastrointestinal. Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering,


sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau
mengeluarkan isi lanbung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah
lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
Tabel 4.
Jenis Tindakan

Tata Cara

Induksi Muntah

Stimulasi

Kontraindikasi
mekanis Kesadaran

pada orofaring

Perhatian Khusus

turun, Pneumopati

kejang,

apneu, inhalasi,

paparan

>4

sindrom

jam, Mallory Weis.

keracunan

zat

korosif.
Pengenceran

Air dingin atau susu Kesadaran


250 ml

gangguan
atau

turun,
menelan

napas,

nyeri

abdomen,

asam

pekat, non kaustik

Aspirasi dan kumbah lambung Posisi Tredelenberg, Kesadaran

turun Efektif paparan < 1

left

lateral tanpa

pasang jam,

dekubitus,

pasang intubasi, zat korosif, kelainan

NGT, aspirasi, bilas zat

hidrokarbon, depresi

200-300 ml sampai asam

pekat,

bersih
karbon

tambah kaustik,
aktif

kehamilan,
jantung,
SSP,

non perforasi lambung.

petrolim

50 destilat.

gram
Irigasi usus

Polietilen glikol 60 Gangguan

napas, Indikasi keracunan

gr + NaCl 1,46 g + SSP. Jantung tidak Fe, lithium, tablet


KCl 0,75 g + Na bic stabil,

kelainan lepas lambat atau

1,68 g + Na sulfat patologis usus.


5,68 g + air sampai
1 liter

tablet salut enterik.

Bedah

Bila

menelan

zat

sangat korosif (asam


kuat), asing

Source: Ilmu Penyakit Dalam FKUI5

Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang
sedang beredar dalam darah atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.
Tindakan eliminasi yang lain perlu dikonsulkan pada dokter spesialis penyakit dalam karena
tindakan spesialistik berupa cara eliminasi racun yaitu: diuresis paksa, alkalinisasi urin,
asidifikasi urin, hemodialisis/peritoneal dialisis.5
Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat
antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit
jumlahnya.
Obat Pertama: 8

Atropin parenteral secepatnya diberikan terutama bila sudah sianosis dengan


dosis 2 mg setiap 5-10 menit sampai tercapai atropinisasim yaitu: Pupil
melebar, mulut kering, rasa haus, saliva berkurang, spasme bronkus berhenti,
takikardi, muka kemerah-merahan/flushing, panas.

Seterusnya diberi dosis pemeliharaan selama 3 hari

Kadang-kadang dibutuhkan puluhan ampul sulfas atropin. Atropin merupakan


obat pilihan untuk keracunan organofosfat.

Obat Alternatif8

Pralidoxime (2-PAM, Protopam). Dosis 1-2 gr bolus IV dalam waktu 5-20


menit, dapat diulangi setiap 4-6 jam, semestinya diberikan bersama atropin.
Lebih dianjurkan pemberian secara kontiny per infus 200-400 mg/jam

Obidoksim (toxogonin). Obat ini juga diberi bersama dengan atropin, dosis 3
mg/kgBB.

Pencegahan
1.

Kontrol Lingkungan9
Adanya ventilasi sangat penting. Ventilasi ruangan harus disediakan oleh

udara segar.
Bahan harus diangkut dengan alat pembawa barang dengan mekanisme

tertutup bila memungkinkan.


Daerah dimana bahan berbahaya yang digunakan harus memiliki lantai dan
meja kerja yang tahan air untuk memungkinkan pembersihan yang memadai

dan untuk mencegah akumulasi debu dan cairan berbahaya.


Debu dan cairan yang tumpah harus dibersihkan
Threshold Limit Value (TLV) atau Maximum allowable concentrations (MAC)
sudah dibuat sesuai standar konsentrasi, biasanya pajanan masih aman dalam

2.

waktu antara 8 jam/hari selama 5 hari/minggu.


Tempat menyimpan pestisida
Tempat menyimpan pestisida biasa berupa almari atau peti khusus atau biasa
juga ruangan khusus yang tidak mudah dijangkau anak-anak atau hewan
piaraan. Bila perlu tempat penyimpanan ini dikunci kemudian letakkan tempat
penyimpanan ini jauh dari tempat bahan makanan, minuman dan sumber api.
Peletakan pestisida tidak dianjurkan di gudang bahan makanan. Usahakan
tempat pestisida mempunyai ventilasi yang cukup, tidak terkena matahari

3.

langsung dan tidak terkena air hujan agar pestisida tidak rusak.9
Bila penderita tak bernafas segera beri nafas buatan, bila racun tertelan lakukan
pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air
selama 15 menit. Bila ada berikan antidot. Pengobatan keracunan organofosfat harus
cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat
menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala
penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang
berat, pseudokholinesterase dan aktivitas erytrocyt kholinesterase harus diukur dan
bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera
timbul. Beri atropine 2 mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu:
muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140x/menit. Ulangi
pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita
selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak

timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan
4.

diberikan barbiturat atau sedativ lain.9


Upaya lain diantaranya:9
Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumer paparan, lepaskan
pakaian korban dan cuci atau mandikan korban.
Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan.
Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera,
ada waktu untuk menolong korban.
Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi
tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan
pestisida.
Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang pestisida
sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan
pertama.

Komplikasi
Gagal napas dan Blok AV.
Komplikasi jangka panjang adalah timbulnya neuropati perifer dan sekuele neuropsikiatrik.
Kematian akibat keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan.
Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan
meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti heart block dan henti jantung
lebih sedikit sebagai penyebab kematian.

Prognosis8
o
o
o
o

Komponen terbanyak menyebabkan kematian di USA.


Sekitar 4% manusia terpajan di USA pertahun
Kematian umumnya karena gagal napas
Dengan penanganan yang cepat dapat terhindar dari komplikasi.

Penutup
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa intoksikasi organofosfat merupakan
keracunan yang sering terjadi. Karena itu untuk kasus intoksikasi ini baik organofosfat,
karbamat, organoklorin perlu penanganan yang cepat dan tepat agar tidak terjadi hal yang
fatal. Ini dilihat dari mekanisme kerja dari golongan organofosfat yang menghambat enzim
asetilkolinesterase. Hal ini dapat menimbulkan respon muskarinik dan nikotinik. Sehingga
menimbulkan gejal-gejala pada tubuh pasien atau korban.

También podría gustarte