Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
Abstrak
Efektifitas penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga bergantung dari
kemampuan peralatan pembangkit uap untuk mengakomodasi sisa pembakaran tak aktif
yang umumnya disebut ash (abu). Kuantitas dan karakteristik dari ash tidak dapat
dipisahkan dari bahan bakar yang merupakan perhatian utama dari desain dan operasi dari
peralatan pembangkit listrik. PT. Semen Tonasa saat ini telah menggunakan batubara mutu
tinggi dan campuran batubara mutu tinggi dan rendah, namun karena cadangan batu bara
kualitas tinggi semakin berkurang maka perlu dilakukan pengkajian tentang karakteristik
kualitas batubara campuran sebagai bahan bakar pembangkit tenaga dan bagaimana efek
dari ash (abu) yang dihasilkan terhadap potensi timbulnya slagging & fouling dari
pembakaran batubara campuran tersebut. Metode yang dilakukan adalah Menganalisa
karakteristik batubara campuran melalui analisis proksimasi (kadar air, zat terbang &
kadar abu), pengujian nilai kalor, ketergerusan (HGI), titik leleh abu, dan analisis ultimasi
(C, H, S, N, Cl dan O), serta analisis komposisi ash batubara (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO,
MgO, K2O, Na2O, TiO2, MnO2 & LOI), pengujian ini menggunakan peralatan Gas
Chromatography Mass Spectrophotometer (GCMS), kemudian mengklasifikasikan jenis ash
untuk menentukan indeks slagging dan fouling, kemudian menganalisa performa boiler
dengan menggunakan Btu-Method. Dari analisis kualitas batu bara, setelah dilakukan coal
blending (pencampuran) maka kualitas batu bara campuran menjadi sub bituminous dengan
hasil analisis proksimasi : nilai kalor (11,160 Btu/lb), kandungan zat terbang (44.61%),
karbon padat (31.16%), kadar air (19.23%), kandungan ash (5.0%) serta hasil analisis
ultimasi : Sulfur (0.7%), Karbon (49.38%), Nitrogen (1.40%), Hidrogen (5.12%) dan
Oksigen (19.17%). Dari analisis komposis ash dan Ash Fusion Temperature (AFT), terlihat
bahwa batu bara Tonasa diklasifikasikan sebagai ash lignit dengan potensi slagging yang
sedang (Rs* = 2735.6) dan potensi fouling yang rendah - sedang (Rf = 0.25). Berdasarkan
perhitungan performa furnace, fraksi absorbsi sesudah dilakukan pembersihan
(sootblowing) mengalami peningkatan dari 46.4 % menjadi 49.1 %. Hal ini menunjukkan
bahwa potensi munculnya slagging terbukti terjadi pada daerah furnace. Berdasarkan
perhitungan efisiensi dengan Btu method, absorbsi panas pada tiap komponen mengalami
kenaikan setelah dilakukan sootblowing, sehingga efisiensinya menjadi semakin meningkat
dari 80.68 % menjadi 83.46 %.
Kata Kunci: Batubara, Mutu rendah, Boiler
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Efektifitas penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga bergantung dari kemampuan peralatan
pembangkit uap untuk mengakomodasi sisa pembakaran tak aktif yang umumnya disebut ash (abu). Kuantitas
dan karakteristik dari ash tidak dapat dipisahkan dari bahan bakar yang merupakan perhatian utama dari desain
dan operasi dari peralatan pembangkit listrik.
Pada umumnya bahan bakar komersial mengandung sejumlah ash yang menjadi pertimbangan dalam desain
dan operasi yang spesifik. Ash akan menurunkan nilai kalor bahan bakar dan membuat fuel storage menjadi
berat, maka diperlukan peralatan yang besar untuk mengumpulkan, memindahkan dan membuang ash.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Peralatan tersebut mengindikasikan biaya yang juga dibutuhkan dan secara langsung berhubungan dengan ash
dalam batubara.
Dalam boiler pembakaran batu bara pulverized, umumnya ash batubara terbawa ke furnace oleh produk gas
hasil pembakaran (flue gas). Partikel gas yang terbawa dalam aliran gas dapat menimbulkan masalah erosi dan
korosi pada permukaan yang dilalui panas konveksi. Namun, masalah utama dari ash adalah endapannya.
Selama proses pembakaran, material mineral yang membentuk ash dilepaskan dari batubara pada temperatur
3000oF (1649oC).
Ash dapat dilepaskan dalam bentuk leburan atau dalam keadaan plastis. Akibatnya akan berpengaruh pada
dinding furnace dan permukaan panas lainnya. Walaupun dalam porsi kecil, namun dapat menjadi besar
pengaruhnya terhadap kerja boiler. Akumulasi dari endapan ash pada dinding furnace akan mempengaruhi
perpindahan panas, menurunkan absorbsi panas, menunda pendinginan flue gas dan meningkatkan temperatur
keluar furnace.
Yurismono dkk. (1999) meneliti potensi slagging & fouling dari beberapa jenis batubara di Indonesia dengan
menggunakan LSDE Boiler simulator. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk batubara dengan tipe ash lignit,
hanya nilai indeks slagging yang mendekati hasil dari simulator, sedangkan untuk batubara dengan tipe ash
bituminous, indeks slagging maupun fouling mendekati hasil dari simulator.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana komposisi Batubara Mutu rendah yang ada di Indonesia
2. Bagaimana pengaruh ash yang terkandung dalam batubara terhadap potensi timbulnya slagging & fouling
pada boiler.
3. Bagaimana pengaruh slagging & fouling terhadap performa furnace
Batasan Masalah
1. Penelitian ini dibatasi pada campuran batubara mutu tinggi dan rendah yang digunakan pada boiler.
2. Penelitian ini difokuskan pada operasi yang berhubungan dengan boiler pembakaran batubara pulverized.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kualitas batubara yang dapat digunakan pada boiler melalui analisis proksimasi yang terdiri atas
: kandungan zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed Carbon), kadar air (moisture), kandungan abu
(ash analysis) dan nilai kalor (calorific value) & analisisi ultimasi yang terdiri atas : Sulfur (S), Karbon (C),
Nitrogen (N2), Hidrogen (H2) dan Oksigen (O2).
2. Mengetahui pengaruh ash dari batubara campuran terhadap potensi timbulnya slagging & fouling pada
boiler.
3. Menghitung Performa Boiler saat timbul slagging dan setelah slagging dibersihkan melalui proses
sootblowing
4. Menghitung kesetimbangan kalor batubara campuran untuk digunakan pada boiler dengan sistem BtuMethod.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan kontribusi yang berarti dalam pengetahuan tentang potensi terbentuknya slagging & fouling
pada boiler, sehingga selanjutnya dapat digunakan untuk pemilihan jenis batubara yang tepat pada
pembangkit tenaga.
2. Mendukung program pemerintah yang saat ini sedang menggalakkan penggunaan batubara untuk keperluan
operasi PLTU Percepatan di beberapa daerah.
3. Memanfaatkan sumber daya batubara yang cadangannya masih banyak di Indonesia.
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 20 11
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
METODE PENELITIAN
Analisis Kualitas Batubara
a.
b.
Karakterisasi batubara campura diperoleh melalui analisis proksimasi (kadar air, zat terbang &
kadar abu), pengujian nilai kalor, ketergerusan (HGI), titik leleh abu, dan analisis ultimasi (C, H, S,
N, Cl dan O), serta analisis komposisi ash batubara (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O,
TiO2, MnO2 & LOI), pengujian ini menggunakan peralatan Gas Chromatography Mass
Spectrophotometer (GCMS).
Metode pengukuran temperatur fusibilitas ash (AFT) untuk memprediksi ash pada temperatur
elevasi menggunakan prosedur ASTM standar D1857 Fusibility of Coal & Coke Ash dimana
elemen yang muncul dalam ash diukur secara kuantitatif menggunakan kombinasi dari
Spektroskopi emisi & Photometri nyala dan dinyatakan dalam persen berat dari oksidasinya,
prosedurnya adalah sebagai berikut :
Sampel ash disiapkan dalam cetakan untuk membentuk piramid segitiga (cone) 0,75 inci tingginya
dengan 0,25 inci segitiga dasarnya.
Segitiga ini dipanaskan pada furnace dengan mengoksidasi atmosfir pada temperatur 1.290 -1.370 oF
(699 743 oC) pada laju yang dikontrol untuk menyediakan peningkatan temperatur 15 o setiap
menit.
Lingkungan dari furnace diatur agar dapat berada pada kondisi oksidasi dan reduksi.
Saat sampel dipanaskan, temperatur pada segitiga berubah menjadi bentuk tertentu seperti gambar 1
di bawah ini :
Gambar 1. Bentuk tertentu berupa fusi ash yang berubah seiring temperature
~
~
~
~
Initial Deformation Temperature (IT atau ID) : temperatur awal pembentukan dimana puncak dari piramid
mulai terbentuk atau menunjukkan tanda pembentukan.
Softening Temperature (ST) : temperatur dimana sampel telah terbentuk menjadi membulat dimana tinggi
puncak sama dengan lebarnya (H = W). Softening Temperature biasanya mengarah pada Temperature
Fusion.
Hemispherical Temperature (HT) : temperatur dimana segitiga telah terbentuk menjadi gumpalan
hemispherical dan tingginya sama dengan setengah dari lebarnya (H = W).
Fluid Temperature (FT) : temperatur dimana segitiga ash telah mencair sampai rata dengan batas
maksimum 0,0625 inci.
Klasifikasi Ash
Karena karakteristik dari ash bituminous dan lignit bervariasi secara signifikan, langkah pertama dalam
menghitung indikasi slagging & fouling adalah menentukan jenis ash. Ash diklasifikasikan sebagai bituminous
jika :
Fe2O3 > CaO + MgO
(1)
(2)
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Indeks Slagging
Ash Bituminous
Perhitungan Slagging Indeks (Rs) untuk Ash Bituminous dibawa ke perhitungan base untuk rasio asam dan
persen berat pada dry basis dari sulfur dalam batu bara. Kandungan sulfur mengindikasikan jumlah besi yang
muncul dalam bentuk pyrite. Perhitungannya sebagai berikut :
Rs
B
xS
A
(3)
dimana :
B = CaO + MgO + Fe2O3 + Na2O + KO2 = senyawa asam, %
A = SiO2 + Al2O3 + TiO2 = senyawa basa, %
S = % berat sulfur pada dry basis batu bara
Klasifikasi potensi slagging dengan menggunakan Rs adalah :
Rs < 0,6
0,6 < Rs < 2,0
2,0 < Rs < 2,6
2,6 < Rs
=
=
=
=
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi sekali
Ash Lignit
Indeks slagging untuk ash lignit berdasarkan temperatur pembentukan Ash ASTM, seperti dijelaskan
sebelumnya bahwa temperatur fusibilitas mengindikasikan range dimana temperatur saat plastis slag mulai
muncul. Indeks ini adalah rata-rata dari temperatur Hemispherical Maximum (HT) dan temperatur minimum
awal pembentukan (IT) :
Rs *
(4)
dimana :
Max HT = Temperatur maksimum dari resuksi atau oksidasi Hemispherical Softening (oF).
Min IT = Temperatur pembentukan (Initial Deformation) awal dari
reduksi atau oksidasi yang terendah (oF).
Klasifikasi potensi slagging dengan Rs* adalah :
2.450 < Rs*
= Rendah
2.250 < Rs* < 2.450
= Sedang
2.100 < Rs*< 2.250
= Tinggi
Rs* < 2.100
= Tinggi Sekali
Indeks Fouling
Ash bituminous (Rf)
Indeks fouling untuk ash bituminous didapatkan dari karakteristik kekuatan sintering menggunakan kandungan
sodium dari ash batubara dan rasio dasar dari asam:
Rf
B
x Na2O
A
( 5)
dimana :
B = CaO + MgO + Fe2O3 + Na2O + KO2
A = SiO2 + Al2O3 + TiO2
Na2O = % berat alkali dari analisis ash batu bara
Klasifikasi potensi fouling menggunakan Rf adalah :
Rf < 0,2
=
Rendah
0,2 < Rf < 0,5
=
Sedang
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 20 11
Arsitektur
Elektro
=
=
Geologi
Mesin
Tinggi
Tinggi Sekali
Ash Lignit
Klasifikasi fouling untuk ash batubara lignit adalah berdasarkan kandungan sodium dalam ash sebagai berikut:
15,01
46,85
30,94
7,20
12.000
29,40
37,00
30,90
2,70
7.821
Data analisis proksimasi & Ultimasi Batubara, setelah mengalami pencampuran (Coal blending) dimana pada
penerapan dilapangan, proses pencampuran batubara dilakukan di coal yard dengan menggunakan excavator,
hasil analisis kualitas batubara setelah dicampur adalah sebagai berikut :
Batubara campuran
BATU BARA CAMPURAN
ULTIMATE (%)
Carbon (C)
Sulfur (S)
Hydrogen (H2)
Water (H2O)
Nitrogen (N2)
Ash
Oxygen (O2)
49,38
0,70
5,12
19,23
1,40
5,00
19,17
PROXIMATE (%)
Moisture
Volatile matter, dry
Fixed Carbon, dry
Ash, dry
Higher Heating value, Btu/lb
19,23
44,61
31,16
5,00
11160
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mesin
Persentase dalam
Batubara
2,27 %
48,96 %
29,26 %
6,83 %
6,08 %
1,13 %
4,17 %
0,25 %
Dimana :
Max HT = Temperatur Hemispherical Softening maksimum dari
reduksi atau oksidasi
= 1.370 oC = 2.498 oF
Min IT = Temperatur pembentukan awal (Initial Deformation) dari
reduksi atau oksidasi yang terendah
= 1.285 oC = 2.345 oF
= 2375,6 oF
Sehingga :
Jadi, karena 2.250 < Rs* < 2.450, maka potensi slagging untuk batubara campuran dikategorikan Sedang.
Jika dibawa dalam perhitungan berdasarkan base untuk rasio asam dan persen berat pada dry basis dari sulfur
dalam batu bara, maka Indeks slagging (Rs*) dihitung dengan :
Rs
*
B
xS
A
dimana :
B = CaO + MgO + Fe2O3 + Na2O + KO2
= 6,08 + 1,13 + 6,83 + 0,25 + 0 = 14,29
A = SiO2 + Al2O3 + TiO2
= 48,96 + 29,26 + 2,27 = 80,49
S = % berat sulfur pada dry basis batu bara = 0,70
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 20 11
Arsitektur
Rs
*
Elektro
Geologi
Mesin
14.29
x 0.70 = 0,13
80.49
Karena nilai Rs* yang didapatkan berada dalam range 0,6 < Rs* < 2,0, maka potensi slaggingnya dikategorikan
sedang.
Sedangkan untuk perhitungan tiap komponen untuk kondisi sebelum dan sesudah sootblowing, hasilnya
diringkaskan pada tabel berikut :
ECONOMIZER :
Temperatur gas keluar
Economizer
* Perbedaan temperatur ratarata logaritmik (LMTD)
* Flux massa gas (Gg)
* Koefisien perpindahan panas Total (U)
* Laju perpindahan panas total
*
AIR HEATER :
Temperatur gas keluar Air
Heater
* Perbedaan temperatur ratarata logaritmik (LMTD)
* Flux massa gas (Gg)
* Flux massa udara (Ga)
* Koefisien Perpindahan panas Total (U)
* Laju perpindahan panas total
*
Btu/h
Btu/h
o
F
Btu/h
Btu/h
Sebelum
Sootblowing
117,8 x106
146,0 x106
1265,3
21,0 x103
59,0 x106
Sesudah
Sootblowing
122,0 x106
146,2 x106
1105,0
20,0 x103
68,8 x106
Btu/h
17,8 x106
18,8 x106
Satuan
1171
1025,6
1210
975
lb/h.ft2
lb/h.ft2
Btu/h.ft2.oF
Btu/h
46,660
62,2
2,02
27,5 x106
49,133
62,8
2,54
27,9 x106
887,0
769,0
689
549
115,82
3,08
31,3 x106
116,95
5,99
32,0 x106
500,0
360,0
286
127
1288,0
546
1,43
26,7 x106
1288,0
546
0,78
32,6 x106
F
2
lb/h.ft
Btu/h.ft2.oF
Btu/h
F
2
lb/h.ft
lb/h.ft2
Btu/h.ft2.oF
Btu/h
Indeks Fouling
Klasifikasi fouling untuk ash batubara lignit adalah berdasarkan kandungan sodium dalam ash sebagai berikut :
CaO + MgO + Fe2O3 < 20 %
6,08 % + 1,13 % + 6,83 % 14,04 % < 20 %
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
Jika CaO + MgO + Fe2O3 < 20 % berat ash batubara, maka untuk Na2O = 0.25 % berarti Na2O < 1.2 maka
potensi fouling untuk batubara campuran adalah rendah sedang.
Pengaruh ash batubara terhadap potensi timbulnya slagging & fouling
Berdasarkan analisis kandungan ash dan ash fusion temperature, klasifikasi ash batubara campuran adalah ash
lignit dengan potensi slagging yang dapat dikategorikan sedang berdasarkan temperatur pembentukan ash
ASTM, diperoleh Rs* = 2375,6 oF dimana 2250 < Rs* < 2450. Sedangkan indeks foulingnya adalah 0,25 dengan
potensi timbulnya fouling rendah-sedang. Juga kontribusi dari Alkali khususnya Na2O juga menunjukkan ada
potensi munculnya fouling. Karena bentuk cair dari elemen alkali ini akan menguap dalam burner pada saat
temperatur pembakaran dan juga dapat bereaksi dengan sulfur dan elemen ash lainnya membentuk suatu ikatan
yang memberikan kontribusi untuk terjadinya fouling di daerah konveksi.
Tabel 1. Indeks dan Potensi Slagging Batubara Tonasa
Klasifikasi Indeks
Nilai
Potensi
2400 < Rs*
Rendah
2250 < Rs* < 2450
Sedang
2100 < Rs* < 2250
Tinggi
Rs* < 2100
Tinggi Sekali
Nilai
0,25
-
0.59
0.57
0.55
0.53
0.51
0.49
0.47
0.45
800
900
1000
1100
1200
1300
Gambar 2. Temperatur gas keluar furnace (FEGT) sebagai fungsi dari Fraksi absorbsi (fab)
ISBN : 978-979-127255-0-6
PROSIDING 20 11
Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
Dari gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi temperatur gas keluar furnace (FEGT) maka fraksi absorbsi akan
semakin kecil. Tingginya FEGT disebabkan oleh adanya slagging yang menempel pada furnace sehingga
menghambat penyerapan panas pada pipa-pipa di dalam furnace. Pada kondisi sebelum sootblowing, dimana
diindikasikan terjadi slagging FEGT-nya lebih besar dibandingkan sesudah sootblowing. Sedangkan fraksi
absorbsi akan mengalami peningkatan sesudah dilakukan sootblowing, karena slag yang menghambat proses
absorbsi panas telah dibersihkan.
Batubara Campuran dengan indeks slagging yang berpotensi sedang untuk menimbulkan slag terlihat dari
adanya peningkatan temperatur gas keluar furnace (FEGT). Dan setelah dilakukan sootblowing, untuk
membersihkan slag, terlihat adanya penurunan FEGT dan peningkatan fraksi absorbsi. Hal ini menunjukkan
peningkatan beban yang dapat dicapai oleh boiler sesudah dilakukan proses sootblowing.
0.58
0.56
0.54
0.52
0.50
0.48
0.46
0.44
14.5
15
15.5
16
16.5
17
Gambar 3. Beban yang dapat dicapai boiler (MW) sebagai fungsi dari fraksi absorbsi (fab)
sebelum dan sesudah sootblowing
Dari gambar 3 di atas memperlihatkan hubungan antara fraksi absorbsi dengan beban yang dihasilkan boiler
untuk kondisi sebelum dan sesudah sootblowing. Pada kondisi sebelum sootblowing, akibat adanya slagging
yang menurunkan fraksi absorbsi sehingga boiler hanya dapat mencapai beban antara 14.9 MW - 16.4 MW.
Setelah melalui proses sootblowing, dimana slag yang menempel telah dibersihkan, fraksi absorbsi akan
meningkat dan beban yang dicapai juga mengalami peningkatan antara 16.2 MW sampai 16.7 MW.
SIMPULAN
1.
2.
3.
4.
Dari analisis kualitas batu bara, setelah dilakukan coal blending (pencampuran) maka kualitas batu bara
campuran menjadi sub bituminous dengan hasil analisis proksimasi : nilai kalor (11160 Btu/lb), kandungan
zat terbang (44,61%), karbon padat (31,16%), kadar air (19,23%), kandungan ash (5,0%) serta hasil analisis
ultimasi : Sulfur (0,7%), Karbon (49,38%), Nitrogen (1,40%), Hidrogen (5,12%) dan Oksigen (19,17%).
Dari analisis komposis ash dan Ash Fusion Temperature (AFT), terlihat bahwa batu bara campuran
diklasifikasikan sebagai ash lignit dengan potensi slagging yang sedang (Rs* = 2735,6) dan potensi fouling
yang rendah - sedang (Rf = 0,25)
Berdasarkan perhitungan btu-method, nilai heat release rate mengalami peningkatan yaitu dari 20,0 x 103
Bt/hr ft2 menjadi 30,7 x 103 Btu/hr ft2 sesudah proses sootbowing. Hal ini menunjukkan bahwa potensi
munculnya slagging terbukti terjadi pada daerah furnace.
Berdasarkan perhitungan efisiensi dengan Btu method, absorbsi panas pada tiap komponen mengalami
kenaikan setelah dilakukan sootblowing, sehingga efisiensinya menjadi semakin meningkat dari 80,68 %
menjadi 83,46 %.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Geologi
Mesin
DAFTAR PUSTAKA
Culp Archie W, Prinsip Prinsip Konversi Energi, Erlangga, Jakarta, 1991.
Folsom, B. A., M. P. Heap dan J. H. Pohl, Effects of Coal Quality on Power Plant Performance
and Costs, Volume 1. research Project 2256-1. 1986. California
Hatt, Rod, 1990. Influence of Coal Quality and Boiler Operating Conditions on Slagging of
Utility Boilers. Coal Combustion Inc.
Holman, J.P., Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta, 1993.
Kasim, Hasni, Studi Titik Leleh Abu Batubara untuk Tiga Komponen Oksida. Master thesis
Teknik Pertambangan ITB, 2000
Muin Syamsir, A., Pesawat Pesawat Konversi Energi I (Ketel Uap), Rajawali Press, Jakarta, 1988.
P.K. Nag. 1998. Power Plant Engineering. Second edition. McGraw Hill.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara @
www.tekmira.esdm.go.id. Online, diakses 20 Agustus 2007.
RWE npower plc Windmill Hill Business Park Whitehill Way Swindon Wiltshire
SN5 6PB, Reducing Slagging and Fouling Constraints, Imperial College of Science,
Technology and Medicine, 2005
Schulz, Kent.W. Analyzing the Use of Chemical Technology for Controlling and Influencing
Opacity, Fouling and Slagging in Coal-Fired Boilers. Online. Diakses 15 Desember 2007.
Sorensen Harry, A., Energy Conversion System, John Wiley & Sons, 1983.
Spliethoff,H. Characterization of Slagging and Fouling in Biomass Combustion (Bioslag). Energy
Technology TU Delft.
Stultz Steven C, Kitto John B,. Steam Its Generation and Use. Ed. 40th. Babcock & Wilcox
Company. Ohio, United State of America, 1992.
Sven Unterberger, Jrg Maier, Klaus R.G. Hein, Overcoming Technical Barriers Related to
Biomass Co-combustion in Large-Scale Power Plants, Institute of Process Engineering and Power Plant
Technology Universitaet Stuttgart, Germany, 2003.
The coal resource, 2004.
Wakil, EL, M, Instalasi Pembangkit Daya, Jilid 1, Erlangga, Jakarta,1992.
Wood Bernard D, Penerapan Termodinamika , Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1998.
Yurismono,H, Cahyadi, Panaka, Petrus, Slagging & Fouling Potential of Indonesian Coal Tested at
LSDE Boiler Simulator, Proceedings International Conference on Clean & Efficient Coal
Technology in Power Generation, 1999.
ISBN : 978-979-127255-0-6