Está en la página 1de 38

P DAN ASKEP TUMOR MEDULA

SPINALIS
LABEL: ASKEP SYARAF

TUMOR MEDULA SPINALIS


I.

DEFINISI
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan
biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price
sylvia anderson, 1995)

II.

KLASIFIKASI
a. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
Tumor Ekstramedular

Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan
neurofibroma atau meningioma jinak
-

Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
b. Tumor Ekstradural
Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paruparu, ginjal, dan lambung
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan
ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma
metastase.
III.

MANIFESTASI KLINIK
Tumor ekstradural
- Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang
menjalar menurut pola dermatom
- Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan
istirahat baring
- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible
- Gangguan buang air besar dan buang air kecil
Tumor intradural

Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.


- Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi
- Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal
- Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari
( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang
belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
- Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif
IV.

ETIOLOGI
Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan
pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu
(Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh
genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.

V.

PATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi,
pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal.
Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa
terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau
tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang
belakang
Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat
subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan
dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah
penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan
sensori dibawah lesi/tumor
Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada
sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan
pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral
yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan
motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi
sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C,
Barbara, 1996)

VI.

PENATALAKSANAAN
Stabilisasi : fusi spinal
Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.
Tumor Ekstradural
- Laminektomie

- Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan


Tumor Intradural
-

Pengangkatan dengan pembedahan


VII.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :


Pemeriksaan sinar X
CT. Scan
MRI
Analisa Gas Darah
Elektrolit
Tumor Ekstradural
-

Radiogram tulang belakang

Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel
Myelogram

Memastikan lokalisasi tumor


Pemeriksaan LCS
Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal
Tumor Intradural
- Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang
berdekatan
- Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat

ASUHAN KEPERAWATAN
I.

Pengkajian
a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan
b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada
keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan
gejala mulai timbul
c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola
istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam
hobi dan dan latihan

d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan
darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas,
mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f.

Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.

g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda :
muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal
pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai
koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon
dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i.

Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
istirahat / tidur.

j.

Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.

k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.


l.

Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan

m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari
berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga,
dukungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )
II.

III.

Masalah keperawatan
Kelumpuhan

Gangguan sensibilitas
Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi

Gangguan sistem cerna


Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil

Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung


Diagnosa keperawatan

1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri
oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong
keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah
menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi
kekambuhan atau nyeri

Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri,
diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap
sentuhan
f.

Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif saya sembuh atau saya suka hidup ini

g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi


h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang

b. d gangguan neurofisiologis.

Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi,
kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif
dan psif dilakukan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan kateter setiap hari
d. Lakukan higiene oral setiap hari
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f.

Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola
karet.

g.

Lakukan perawatan kulit : gosok punggung

h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi


i.

Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan

j.

Jelaskan pentingnya perawatan diri.

3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma
atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang,
inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu,
konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui
perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan
gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran
terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara
fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk
bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop,
meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku
yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu
pemanggil
c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan
lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )

e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f.

Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu

g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam


h. Monitor tanda-tanda vital
i.

Konsultasikan dengan ahli fisioterapi

5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan
tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat
tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Auskultasi bunyi pernafasan
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 15 detik, catat karakter warna,
kekentalan dan kekeruhan sekret
i.

Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif

j.

Berikan O2 sesuai indikasi

k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi

SUMBER PUSTAKA
Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002
Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta

Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed.
4, EGC, Jakarta

Case tumor medula spinalis


PENDAHULUAN
Dalam keadaan normal, medula spinalis dilindungi oleh kolumna spinalis
yang memiliki struktur seperti tulang, tetapi penyakit tertentu dapat menekan
medula spinalis dan mengganggu fungsi normalnya.
Jika penekannya sangat hebat, maka sinyal saraf ke atas dan ke bawah
medula spinalis akan terhambat total. Penekanan yang tidak terlalu hebat hanya
akan mengganggu beberapa sinyal. Jika penekanan telah ditemukan dan diobati
sebelum terjadinya kerusakan saraf, maka biasanya fungsi medula spinalis akan
kembali seperti semula. Insiden dari semua tumor primer medula spinalis sekitar
10% sampai 19% dari semua tumor primer susunan saraf pusat. (SSP), dan seperti
semua tumor pada aksis saraf, insidennya meningkat seiring dengan umur.
Prevalensi pada jenis kelamin tertentu hampir semuanya sama, kecuali pada
meningioma yang pada umumnya terdapat pada wanita, serta ependymoma yang
lebih sering pada laki-laki. Sekitar 70% dari tumor intradural merupakan
ekstramedular dan 30% merupakan intramedular.
Untuk itulah dibuat presentasi kasus tumor medula spinalis agar dapat
dijadikan pembelajaran dan pembahasan yang bermanfaat.
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT KEPOLISIAN PUSAT RADEN SAID SUKANTO
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 36 tahun
Agama : Islam
Alamat : JLN Kelapa dua wetan no.17

Status sosial : Baik


Pekerjaan : TKW
Status Ekonomi : Menengah ke bawah
Cekat tangan : Kanan
Tanggal masuk : 06/05/11
Tanggal pemeriksaan : 09/05/11
ANAMNESIS
(autoanamnesis)
KELUHAN UTAMA:
Kedua kaki tidak dapat digerakkan
KELUHAN TAMBAHAN:
Kaki terasa baal, Batuk dan sesak
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1 bulan SMRS pasien datang ke UGD Rumkitpuspol Raden Said Sukanto
dengan kedua tungkai lemas dan tidak dapat berjalan. Nyeri masih dirasakan di
punggung bawah pasien. Pasien tidak mengalami demam dan tidak keluar pasir
atau batu dari saluran kemih, BAB dan BAK pasien terkontrol. Pada hari itu juga
pasien rawat inap di ruang Nuri Rumkitpuspol Raden Said Sukanto. Selama
menjalani rawat inap pasien merasa semakin lama kaki tidak dapat digerakkan dan
baal. Pasien juga mengeluh sesak dan batuk .
8 bulan sebelum masuk RS Bhayangkara Tk 1, pasien selama bekerja di Saudi
sering mengeluh kedua tungkainya lemah sehingga pasien sering jatuh + 20 kali
saat melakukan aktivitas ringan seperti membawa air minum untuk tamu, dan pada
akhirnya saat jatuh yang terakhir bulan februari pasien tidak bisa kembali
berjalan.Pasien juga mengeluh kedua kakinya kesemutan dan baal. Pasien tidak bisa
merasakan udara dingin atau panas saat ada di Saudi. Pasien juga mengatakan
tidak pernah mengalami trauma yang hebat pada pinggang bawah, panggul dan
kaki. Pasien sempat dirawat di RS Saudi selama 1 bulan. Namun, tidak ada
perbaikan dan pihak Rumah Sakit Saudi menganjurkan untuk operasi.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien tidak pernah mengalami trauma yang hebat pada pinggang, panggul
maupun kaki. Pasien juga tidak menderita kencing manis.
RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada riwayat diabetes, kolestrol, dan tekanan darah tinggi dalam
keluarga pasien.
RIWAYAT KEBIASAAN / POLA HIDUP
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan tertentu.
Pasien tidak merokok dan meminum alcohol
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kesadaran : Compos mentis.
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg.
Nadi : 90 x / menit.
Pernapasan : 28x / menit.
Suhu : 36,40 C
Kepala : normosefali tanpa tanda trauma.
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-. Pupil : 2mm / 2mm. Isokor reaksi
cahaya langsung dan tidak langsung ++/++
Telinga : Bentuk normal, tidak ada luka, perdarahan, ataupun cairan.
Hidung : Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada luka dan perdarahan.
Mulut: Tidak terdapat deviasi bibir ke kanan. Mukosa rongga mulut merah tanpa
massa, lekuoplakia atau lesi lain. Hygiene baik. Lidah simetris kiri dan
kanan, tidak ditemukan adanya deviasi ke satu sisi.
Leher: Tidak ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks:
o Inspeksi : terlihat normal.
o Palpasi normal.
o Perkusi : redup sampai pekak di paru kanan
o Auskultasi:
Jantung: S1 dan S2 normal. Tidak terdengar murmur atau gesekan (rub).
Tidak ada bunyi Gallop.
Paru: SD vesikuler melemah di paru kanan dan ronki (+/-). tidak ada
wheezing
Abdomen: Hepar : 2 jari bawah arcus costae, tepi tumpul
Lien : shuffner 1
Bising usus : 5 x / menit
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada tahanan, tidak teraba massa.
Punggung: Tidak terdapat luka dekubitus
Ekstremitas atas
- Bentuk : Normal

- Terdapat hematom bekas pemasangan infus pada kedua ekstremitas atas


- Aksial : normal, tak ada benjolan
Ekstremitas bawah :
- Bentuk : Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
- Terdapat luka dekubitus pada kedua tumit
STATUS NEUROLOGIS
GCS: E4M6V5 = 15

TANDA RANGSANG MENINGEAL: negatif

Kaku kuduk : negatif


Lasegue : negatif
Kernigue : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
SARAF KRANIALIS

N. I: normal, pasien masih dapat mencium bau makanan, jeruk


N. II:
Visus dan lapang pandang normal.
Pupil bulat, isokor, ukuran 2mm / 2mm.
Refleks cahaya langsung dan tak langsung ++/++.
N. III, N. IV, dan N. VI:
Pergerakan bola mata normal tidak ada yang tertinggal.
Tidak ada nistagmus.
Tidak terdapat ptosis.
N. V:
Sensorik: normal pada ketiga area.
Motorik:
inspeksi: tidak terlihat hipotrofi
palpasi: saat menggigit keras, kontraksi otot kiri dan kanan sama
keras.

N. VII:

Inspeksi : Wajah pasien kiri dan kanan simetris.


Celah palpebra kiri dan kanan normal.
Plica nasolabialis kiri dan kanan simetris.

Pasien dapat memejamkan mata dengan kuat ketika pemeriksa


berusaha mengangkat kedua kelopak mata pasien.
Pada saat pasien mengangkat alisnya, kerutan di dahi tampak
normal.
Pada saat menyeringai, tidak ada sisi yang tertinggal
Pasien dapat menggembungkan pipinya.
N. VIII:
Fungsi pendengaran: suara gesekan terdengar.
Fungsi keseimbangan: tidak dilakukan. Pasien tidak dapat berdiri
karena paraplegi.
N. IX dan N.X:
Tidak ada disfoni dan disfagi.
Arkus faring terlihat simetris.
Uvula berada di tengah.
N. XI
Pasien dapat menoleh ke kanan dan ke kiri.
N. XII
Di dalam mulut lidah terlihat normal, tidak ada deviasi, atrofi, dan
fasikulasi.
Saat menjulurkan lidah, tidak terlihat deviasi
MOTORIK

Inspeksi: ekstremitas bawah tampak atrofi dan terdapat fasikulasi


Tonus : Ekstremitas atas : normotonus / normotonus
Ekstremitas bawah: hipotonus / hipotonus
Kekuatan: Kanan Kiri

- Lengan atas 5 5
- Lengan bawah 5 5
- Tangan 5 5
- Jari tangan 5 5
- Tungkai atas 4 2
- Tungkai bawah 4 2
- Kaki 3 3
- Jari kaki 3 3
Refleks fisiologis: Kanan Kiri

- Biseps 2+ 2+
- Triseps 2+ 2+
- Patella 1+ 1+
- Achilles 1+ 1+
Refleks patologis: Kanan Kiri

- Hoffman-Trommer - - Babinski - - Oppenheim - - Gordon - -

- Schaefer - - Chaddock - Reflek superfisialis dinding perut : tidak dapat diperiksa karena pasien gemuk
SENSORIK Kanan Kiri
Rangsang nyeri
Ekstremitas atas normoalgesia normoalgesia
Ekstremitas bawah analgesia analgesia
Rangsang raba
Ekstremitas atas normoestesia normoestesia
Ekstremitas bawah anestesia anestesia
(Sensorik pada kedua ekstremitas bawah negatif sampai pertengahan prosesus
xiphoideus dengan pusat)
Rangsang Suhu
Ekstremitas atas tidak diperiksa tidak diperiksa
Ekstremitas bawah tidak diperiksa tidak diperiksa
Rangsang getar
Ekstremitas atas tidak diperiksa tidak diperiksa
Ekstremitas bawah tidak diperiksa tidak diperiksa
OTONOM
BAB : tidak terkontrol
BAK : tidak terkontrol (menggunakan kateter)
Keringat : normal
FUNGSI LUHUR: MMSE tidak dilakukan.

RESUME
Pasien wanita, 36 tahun dengan paraplegi sejak 1 bulan yang lalu yang
berlangsung progresif. Keluhan diawali dengan nyeri pada punggung bawah yang
menjalar ke kedua tungkai tanpa disertai kesemutan sejak 8bulan yang lalu. Pasien
telah mendapatkan pengobatan dan rawat inap di RS Saudi namun tidak
menghasilkan kemajuan. BAB dan BAK pasien tidak terkontrol dan terpasang
kateter. Pasien pernah mengeluh kedua kakinya lemas dan sering
terjatuh sebelumnya namun bisa kembali berjalan. Pasien juga mengatakan tidak
pernah mengalami trauma yang hebat pada pinggang bawah, panggul dan
kaki. Pemeriksaan fisik umum tampak sesak kesadaran CM, Nadi 90x/menit,
RR:28x/menit terpasang canule oksigen. Pemeriksaan thorak perkusi redup sampai
pekak di paru kanan, auskultasi SD vesikuler melemah di paru kanan dan ronki
(+/-). Pemeriksaan neurologi Rangsang meningeal negative, saraf cranial tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan ekstremitas atas tidak ditemukan kelainan.
Ekstrimitas bawah tampak fasikulasi, atrofi, hipotonus, flaksid, reflek fisiologis
menurun dan reflek patologis negatif. Sensorik pada kedua ekstremitas bawah
negatif sampai pertengahan prosesus xiphoideus dengan pusat. Fungsi otonom
terganggu ditandai dengan BAK dan BAB yang terkontrol.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 09/05/11
Hemoglobin : 8,6 g/dl
Leukosit : 16.600 /uL
Hematokrit : 27 vol%
Trombosit : 302.000 /uL
Kimia Klinik
Protein total : 5,7
Albumin : 2,6
Globulin : 3,1
Bilirubin total : 1,16
Bilirubin Direct : 0,34

SGOT : 9,8
SGPT : 39,8
Cholesterol total : 112
Trigliserid : 99
Ureum : 36
Creatinin : 0,7
Asam urat : 6,5
Glukosa darah sewaktu: 53
Rontgen Thoracolumbal (9/5/11)
Kesan: tidak tampak kelainan
Thorax AP (11/5/21)
kesan: kardiomegali, efusi pleura kanan, edema pulmo
Cairan Pleura (13/5/11)
Makroskopis: warna putih kecoklatan, keruh.
Mikroskopis jumlah sel (-),PMN (-), MN (-).
Kimia : Protein 522, glukosa 16, rivalta +
BTA (13/05/11)
Negative
PEMERIKSAAN ANJURAN
- MRI Thoracal setinggi Th IV V
DIAGNOSIS
KLINIS : Paraparese, anesthesia extremitas bawah dan Efusi pleura dextra.

TOPIS : Vertebrae thoracal VI - VIII


ETIOLOGI : Suspect Space Occupying Lesion
TATALAKSANA

Non Farmakologis
- IVFD D5 : RL 2 : 1 (20tpm)
- O2 2L Pasien sesak (k/p)
- Bed rest total
- Pasang kateter
- Konsul bagian paru pasang WSD atau aspirasi cairan pleura berulang untuk
mengatasi sesak akibat timbunan cairan di rongga pleura
Medikamentosa
1. Analgesik Tramadol (Ultracet) tablet 2 x 1
2. Neurobion 5000 tablet 2 x 1
3. Sangobion 2 x 1
Fisioterapi
Terapi gerakan pasif dan dapat dilanjutkan dengan gerakan aktif jika terdapat
kemajuan
Menggunakan korset untuk menstabilkan posisi tubuh
Pembedahan
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Pembahasan Kasus
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 36 tahun
1. Daftar masalah
Kedua kaki tidak dapat digerakkan, baal lesi pada medulla spinalis
Tekanan pada medula spinalis bisa berasal dari:
Tulang belakang yang patah atau tulang lainnya di dalam kolumna spinalis
Ruptur pada satu atau beberapa diskus yang terletak diantara tulang belakang
Infeksi (abses medula spinalis).
Tumor medula atau kolumna spinalis.
Umur pasien 36tahun menyingkirkan proses degenerative (minimal)
Pasien tidak mengalami demam menyingkirkan kecurigaan infeksi lebih kecil ?
Tidak ada riwayat trauma yang hebat menyingkirkan kecurigaan akibat trauma
Sejak 8 bulan yang lalu pasien sering terjatuh saat melakukan aktivitas ringan dan
bisa kembali berjalan karena kedua kakinya terasa lemas dan pasien sering
mengeluh kesemutan curiga akibat SOL.
Dari pemeriksaan fisik
Kekuatan motorik

- Tungkai atas 4 2
- Tungkai bawah 4 2
- Kaki 3 3
- Jari kaki 3 3

(Sensorik pada kedua ekstremitas bawah negatif sampai pertengahan prosesus


xiphoideus dengan pusat) untuk menentukan dermatom Vertebrae thoracal VI
VIII
BAB dan BAK pasien terkontrol kemungkinan SOL pada Thorak
PEMERIKSAAN ANJURAN
- MRI Thoracal setinggi Th Vi Vii seseuai dermatom, naik 1-2 tangga dari (Th
VIII)

Tinjauan Pustaka
Diagnosa
Penekanan medula spinalis yang berjalan paling lambat biasanya merupakan
akibat dari kelainan pada tulang yang disebabkan oleh artrits degenerativa atau
tumor yang pertumbuhannya sangat lambat.Penderita tidak merasakan nyeri atau
nyeri bersifat ringan, perubahan rasa (misalnya kesemutan) dan kelemahan
berkembang dalam beberapa bulan.
Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor Tumor daerah thorakal, Penderita lesi
daerah thorakal seringkali datang dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan
pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parastesia. Pasien dapat
mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang
mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat intrathorakal dan intraabdominal. Pada
lesi thorakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda beevor dapat
menghilang.
Kompresi segmen lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun
menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi
panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan
refleks pergelangan kaki dan tanda babynski bilateral. Nyeri umunya dialihkan ke
selangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen
sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis
dan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan
kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah
sakral bagian bawah
Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis semua
tipe tumor medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang

dan kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat
dengan pemeriksaan yang lain.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla
spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat
mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada
hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk
tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya,
aman dan merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5
bulan, mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat
beraktifitas kembali.
PROGNOSIS
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis
yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasuskasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat
terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat
bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring
meningkatnya umur (>60 tahun).
2. Daftar masalah
Sesak dan batuk
Pemeriksaan Thoraks:
o Inspeksi : terlihat normal.
o Palpasi normal.
o Perkusi : redup sampai pekak di paru kanan
o Auskultasi:
Jantung: S1 dan S2 normal. Tidak terdengar murmur atau gesekan (rub).
Tidak ada bunyi Gallop.
Paru: SD vesikuler melemah di paru kanan dan ronki (+/-). tidak ada
wheezing

Thorax AP (11/5/21)
kesan: kardiomegali, efusi pleura kanan, edema pulmo
Efusi pleura konsul bagian paru untuk dilakukan efusi pleura.

Cairan Pleura (13/5/11)


Makroskopis: warna putih kecoklatan, keruh.
Mikroskopis jumlah sel (-),PMN (-), MN (-).
Kimia : Protein 522, glukosa 16, rivalta +
BTA (13/05/11)
Negative
Daftar Pustaka

1.
Sidharta, Priguna (2008). Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian
Rakyat.
2.
Ginsberg, Lionel (2008). Sensasi . Hal 51 Jakarta : Erlangga.
3.
Sidharta, Priguna & Mardjono, Mahar. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian
Rakyat.
4.
Ginsberg, Lionel (2008). Medula spinalis. Hal 134 Jakarta : Erlangga.
5.
Price SA,Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. vol.2. ed.6.
cet.1. Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180
6.
Sjamsuhidajat, R, Wim deJong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 1997.

Trauma Medula Spinalis (case report)


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis
Anatomi
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi dan
dilindungi oleh kolumna vertebralis. Medula spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis yang
fleksibel, yang dibentuk oleh 7 vertebrae servikal, 12 vertebrae torakal, 5 vertebrae lumbal, dan 5

vertebrae sakral. Pada sisi kolumna terdapat celah yang disebut foramen intervertebralis. Medula
spinalis sendiri berawal dari foramen magnum dan berakhir di vertebrae lumbal 1 dan 2.
Medula spinalis terdiri dari 31 segmen : 8 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5
sakral, dan 1 koksigeal. Saraf-saraf spinal terdiri dari berkas saraf sensorik dan motorik, yang
memasuki dan keluar dari medula spinalis setinggi vertebrae masing-masing. Saraf-saraf spinal
dinamai dan diberi nomor sesuai dengan tempat keluar dari kanalis vertebralis. Saraf spinalis C1C7 keluar diatas vertebraenya, C8 keluar diantara vertebrae servikal 7 dan torakal 1. Saraf- saraf
lainnya keluar di bawah vertebrae masing-masing.
Susunan medula spinalis dari luar ke dalam adalah dinding kanalis vertebralis (terdiri
atas vertebrae dan ligamen), lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang mengandung anyaman
pembuluh darah vena, duramater, arachnoid, ruangan subarachnoid, yang berisi cairan
serebrospinal, piamater, yang kaya dengan pembuluh darah dan langsung melapisi permukaan
luar medula spinalis

1.
2.

3.
4.

5.

Gambar 1. Penampang Medula Spinalis


Pada permukaan medula spinalis dapat dijumpai sejumlah cekungan-cekungan
memanjang sebagai berikut:
Fissura mediana ventralis, merupakan cekungan yang dalam mencapai daerah komisura grisea
pada permukaan ventromedial medula spinalis
Sulkus medianus dorsalis, merupakan cekungan yang dangkal pada permukaan dorsomedial
medula spinalis. Dari dasar cekungan ini terbentang septum medianum dorsal ke arah permukaan
dorsal komisura grisea
Sulkus dorsolateralis, merupakan cekungan pada permukaan dorsolateral medula spinalis,
tempat masuknya serat-serat radiks dorsal saraf spinalis
Sulkus intermedius dorsalis, hanya terdapat pada segmen servikal bagian kranial, terletak di
antara sulkus medianus dorsalis dan sulkus dorsolateralis. Dari sulkus ini keluar septum yang
memisahkan fasciculus gracilis dan fasciculus cuneatus di daerah servikalis
Sulkus ventrolateralis, berupa cekungan yang tidak begitu jelas, tempat keluarnya radiks ventral
saraf spinalis. Radiks ini tidak keluar pada permukaan ventrolateral medula spinalis seperti
radiks dorsalis
Pada potongan melintang medula spinalis, hampir pada setiap segmen mempunyai
kemiripan. Pada bagian sentral terdapat substansia grisea yang berwarna abu-abu berbentuk
seperti kupu-kupu atau seperti huruf H. substansia grisea mengandung badan sel yang banyak
beserta percabangan dendritnya, dimana banyak serat-serat saraf terutama yang tidak bermielin.
Selain itu substansia grisea kaya akan pembuluh darah kapiler. Banyaknya kapiler dan sedikitnya
serat yang bermielin menyebabkan bagian ini menjadi lebih gelap (abu-abu)..Substansia grisea
terbagi atas cornu posterior, daerah intermediat dengan cornu lateral, dan cornu anterior.
Potongan melintang substansia grisea terdiri dari sejumlah lamina . Substansia alba mengandung
sedikit serat-serat saraf yang bermielin dan tidak bermielin, dengan arah paralel dengan sumbu

panjang medula spinalis. Pada substansia alba tidak terdapat badan sel. Terdapatnya serat
bermielin berwarna putih menyebabkan substansia alba berwarna putih.
Di setiap bagian tengah medula

spinalis, substansia alba tersusun atas tiga funikuli (kolumna): funiculus posterior, terletak antara
septum medianus posterior dan cornu posterior; funiculus lateral, terletak antara cornu posterior
dan cornu anterior; dan funiculus anterior, terletak antara cornu anterior dan fissura mediana
anterior. Pada segmen servikal dan torakal atas funikulus posterior terbagi menjadi bagian
medial, fasikulus grasilis, dan bagian lateral, fasikulus kuneatus.

Gambar 2. Potongan melintang medula spinalis


Saraf-Saraf Spinalis
Hampir seluruh serat akar saraf spinalis keluar dari sulkus posterolateral, dan sisanya
keluar dari sulkus anterolateral medula spinalis. Semua berkas ini kemudian berkumpul
membentuk radiks spinalis, dan akhirnya menjadi 31 pasang saraf spinalis. Saraf spinalis
melewati foramen intervertebralis dan terdistribusi sesuai segmen tubuh yang dipersarafi, kecuali
segmen servikal pertama, yang keluar melewati antara os occipital dan vertebrae servikal I. Saraf
spinal servikal berjumlah 8 pasang, thorakal 12 pasang, lumbal 5 pasang, sakral 5 pasang, dan
koksigis 1 pasang.3 Tujuh pasang pertama saraf spinalis servikal dinamai berdasarkan tulang
dibawah tempat keluar saraf tersebut, sedangkan saraf spinalis servikal 8 keluar melewati
foramen intervertebralis antara os servikal 7 dan thorakal 1. Masing-masing saraf spinalis
lainnya dinamai sesuai dengan vertebrae diatas tempat keluar saraf. Karena saraf spinalis lebih
pendek daripada kolumna vertebralis, beberapa tingkatan daerah yang dipersarafi pada
permukaan (dermatom) biasanya akan berbeda dengan tingkat keluar saraf spinalis dari kolumna
vertebralis. Sebagai contoh, radiks saraf servikal I keluar dari medula spinalis pada tingkat
vertebrae servikal pertama; radiks saraf thorakal I keluar pada tingkat vertebrae servikal VII;
radiks saraf lumbal keluar pada tingkat vertebrae thorakal XII; dan seluruh radiks saraf sakral
keluar dari tingkat vertebrae lumbal I.

Masing-masing saraf spinalis memiliki radiks dorsal dan ventral. Radiks dorsal terdiri
atas serat-serat aferen atau sensorik yang dibentuk dari ganglion spinalis yang terletak di dalam
foramen intervertebralis. Ganglion spinalis ini terdiri dari badan sel dari neuron-neuron sensorik.
Radiks ventral terdiri dari serat-serat eferen atau motorik, dimana badan selnya terdapat di dalam
substansia grisea medula spinalis.

Gambar 3. Dermatom

a.

b.
c.

d.

Perdarahan medula spinalis


Arteri
Arteri Spinalis Anterior
Arteri ini dibentuk dari penggabungan sepasang cabang dari arteri vertebralis . Arteri ini berjalan
turun sepanjang permukaan ventral medula spinalis servikal dan sedikit menyempit dekat T4.
Arteri Spinalis Medialis Anterior
Arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri spinalis anterior di bawah T4
Arteri Spinalis Posterolateralis
Arteri ini berasal dari arteri vertebralis dan berjalan turun ke segmen servikal bawah dan torakal
atas.
Arteri Radikularis
Beberapa (tetapi tidak semua) arteri interkostalis dari aorta memberikan cabang segmental
(radikular) ke medula spinalis dari T1 sampai L1; cabang yang terbesar, arteri radikularis

ventralis magna atau arteri Adamkiewicz, memasuki medula spinalis di antara segmen T8 dan
L4. Arteri ini biasanya timbul di sisi kiri, dan pada kebanyakan orang, memberikan sebagian
besar suplai darah arteri untuk setengah dari bagian bawah medula spinalis. Walaupun oklusi
pada arteri ini terjadi, oklusi ini menyebabkan defisit neurologi yang besar (misalnya, paraplegia,
hilangnya rasa pada tungkai, inkontinensia urin).
e Arteri Spinalis Posterior
Sepasang arteri ini jauh lebih kecil daripada arteri spinalis anterior besar yang tunggal; arteri ini
bercabang-cabang pada berbagai tingkat untuk membentuk pleksus arterialis posterolateralis.
Arteri spinalis posterior menyuplai kolumna putih dorsalis dan bagian posterior dari kolumna
kelabu dorsalis.
f Arteri Sulkalis
Pada setiap segmen, cabang-cabang dari arteri radikular yang memasuki foramen intervertebralis
menyertai akar saraf dorsalis dan ventralis. Cabang-cabang ini menyatu langsung dengan arteri
spinalis anterior dan posterior untuk membentuk cincin arteri yang tidak beraturan (suatu korona
arterialis) dengan hubungan-hubungan vertikal. Arteri sulkalis anterior muncul di berbagai
tingkat sepanjang medula spinalis servikal dan torakal di dalam sulkus ventralis; arteri ini
menyuplai kolumna ventralis dan lateralis di kedua sisi medula spinalis.

Gambar 4. Potongan melintang dari medula spinalis servikal.


Arteri spinalis anterior berjalan sepanjang medula spinalis dan terdapat di sulkus
ventralis anterior medula spinalis. Ujung cranial arteri spinalis anterior naik dari bagian keempat
dari arteri vertebrae dan turun diatas permukaan ventral medula menuju garis tengah untuk
bergabung dengan arteri spinalis anterior dari sisi berlawanan. Kedua pembuluh ini biasanya
berukuran kecil tapi memiliki kapasitas untuk hipertrofi dan merupakan sumber potensial
kolateral ke medula dan medula spinalis. Arteri spinalis anterior dibantu oleh 3 anastomase arteri

anterior pada daerah servikal. Pembuluh-pembuluh ini berasal dari arteri vertebrae, arteri
servikalis profunda, dan arteri costoservikal atau arteri servikal pada asenden dan biasanya
bergabung dengan arteri spinalis anterior pada pada tingkat C3, C6,dan C8.
Pembuluh ini mendapat darah dari aorta melalui arteri intercostal atau lumbal. Dalam
perjalanannya melewati cauda ekuina, arteri anterior bergabung dengan cabang dari arteri
lumbal, illiolumbal, arteri sakral medial, dan lateral.
Arteri spinalis anterior bukan merupakan pembuluh darah yang berkelanjutan. Bahkan
bisa dikatakan arteri ini sebagai sistem anastomase serial yang didarahi oleh arteri-arteri
anastomase seperti juga arteri Adamkiewicz.
Vena
Pleksus venosus eksternus yang tidak beraturan terletak di dalam ruang epidural dan
berhubungan dengan vena-vena segmental, vena vertebralis dari kolumna vertebralis, pleksus
basilaris di kepala, dan melalui vena pedikularis, pleksus venosus internus yang lebih kecil yang
terletak di dalam ruang subaraknoid. Seluruh drainase darah vena berakhir ke dalam vena kava.
Drainase vena medula spinalis
Drainase intrinsik medula spinalis terjadi melalui sistem vena sentral dan sekelompok
vena radial.
Vena sentralis medula spinalis menuju ke fissura median anterior dan memasuki vena
spinal median anterior. Vena radial melewati permukaan medula spinalis dimana terbentuk
plexus. Plexus ini drainasenya adalah ke vena spinalis median anterior.
Sepertiga posterior medula spinalis didrainase oleh satu serial vena radial ke plexus
posterior. Darah dari vena spinalis medial anterior dan dari vena plexus posterior memasuki
sekelompok vena anastomose, yang menembus dura dan memasuki plexus vertebralis internal
dan external. Sistem ini meluas sepanjang canalis spinalis dan beranastomase dengan vena cava,
sistem azigos dan hemiazigos. Pengaturan seperti ini memungkinkan darah dialirkan ke plexus
pelvic vena dan masuk ke sinus dural dan vena serebral melalui foramen magnum.
Fisiologi Motorik
Medula spinalis tidak hanya merupakan penyalur untuk sinyal sensorik ke otak atau
untuk sinyal motorik dari otak kembali ke perifer. Kenyataannya, tanpa lingkaran neuronal
khusus pada medula, bahkan sistem pengatur motorik yang paling kompleks sekalipun dalam
otak tidak dapat menghasilkan gerakan otot dengan tujuan-tujuan tertentu. Sebagai contoh, tidak
ada lingkaran neuronal di mana pun dalam otak yang menghasilkan gerakan spesifik kaki ke
depan dan ke belakang yang diperlukan pada waktu berjalan. Malah lingkaran untuk pergerakan
ini ada di dalam medula, dan otak secara sederhana mengirimkan sinyal perintah untuk
merangkai proses gerakan berjalan
Setiap segmen medula spinalis antara satu saraf spinal dan saraf berikutnya mempunyai
beberapa juta neuron dalam substansia griseanya. Neuron-neuron ini terdapat dalam dua tipe,
yakni neuron motorik anterior dan interneuron.
Fisiologi Sensorik

Perasaan tubuh dapat dibagi dalam tiga golongan; perasaan kulit atau perasaan
permukaan, perasaan sendi otot dan tendon termasuk perasaan dalam, perasaan visera dan
perasaan alat-alat dalam. Perasaan kulit misalnya; perasaan nyeri, raba dan suhu.
Perasaan sendi, otot, tendon, perasaan dalam, menyebabkan kita dapat mengetahui
bahwa bagian tubuh sedang bergerak, arah bergeraknya dan sikapnya.
Fisiologi Otonom
Saraf otonom ialah saraf yang menginervasi alat-alat dalam tubuh seperti kelenjarkelenjar, pembuluh darah, paru-paru, lambung, usus, ginjal dan lain-lain. Alat-alat ini mendapat
dua jenis persarafan otonom yang fungsinya bertentangan. Bila yang satu merangsang, yang
lainnya menghambat, dan sebaliknya. Kedua jenis susunan saraf otonom ini, yang satu berupa
susunan saraf simpatis (ortosimpatis ) dan yang lainnya disebut parasimpatis
Pusat bagian perifer susunan saraf simpatis terletak di kornu lateralis medula spinalis
mulai dari segmen servikal VIII hingga lumbal I. Pusat perifer susunan saraf parasimpatis
sebagian terletak di dalam kornu lateralis medula spinalis segmen sakral II hingga IV.
1.2 Definisi
Trauma medula spinalis adalah trauma yang terjadi pada jaringan medula spinalis yang
dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan
jaringan medula spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medula spinalis
sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Paraplegi adalah kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi bilateral atau transversal di
medula spinalis dibawah tingkat servikal.
Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya keadaan patah
atau diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan atau tindihan, jadi
fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu takanan atau
tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.
Fraktur kompresi adalah suatu keretakan pada tulang yang disebabkan oleh tekanan,
tindakan menekan yang terjadi bersamaan. Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi
akibat osteoporosis. Biasanya terjadi tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang menjadi lebih
pendek.
1.3 Etiologi
Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menajdi dua yaitu akibat trauma dan non
trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis disebabkan oleh trauma (contoh: jatuh,
kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat pada punggung) dan sisanya merupakan akibat
patologi atraumatis seperti karsinoma, mielitis, iskemia, dan multipel sklerosis.
1.4 Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak
langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang

adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi
dibawah segmen servikal dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan
berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang disarafi dengan manifestasi
kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua
anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang
terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen
yang cedera tersebut.

Grade
A
B
C
D
E

Klasifikasi tingkat keparahannya. Berdasarkan Impairment Scale


Tipe
Gangguan medula spinalis ASIA
Komplit
Inkomplit
Inkomplit
Inkomplit
Normal

Tidak ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5


Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggusampai segmen
sakral S4-S5
Fungsi motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik
utama masih punya kekuatan < 3
Fungsi motorik terganggu dibawah level , otot-otot motorik utama
punya kekuatan > 3
Fungsi motorik dan sensorik normal

Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet:


Karakteristik
Lesi komplit
Lesi inkomplit
Motorik
Protopatik (nyeri, suhu)
Proprioseptif (vibrasi, joint position)
Sacral sparing
Rontgen vertebra
MRI

Menghilang dibawah lesi


Menghilang dibawah lesi
Menghilang dibawah lesi
(-)
Sering dengan fraktur,
luksasi, dan listhesis
Hemoragi
(54%),
kompresi (25%), kontusi
(11%)

Sering (+)
Sering (+)
Sering (+)
(+)
Sering normal
Edema (62%), kontusi
(26%), normal (15%)

1.5 Manifestasi Klinis


a) Gangguan Motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-sel saraf
pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arkus reflek dan flaksid paralisis dari otot-otot
yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis yang cedera. Pada awal kejadian

akan mengalamisyok spinal yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari
bahkan sampai enam minggu. Syok spinal ini ditandai dengan hilangnya refleks dan flaksid.
Apabila lesi terjadi di mid torakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di
lumbal beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flaksid paralisis. Masa spinal
shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu kemudian akan berangsur-angsur
pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medula spinalis pada level atas bisa pula flakid karena
disertai kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya sel-sel saraf.
b) Gangguan Sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana nyeri
tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di saraf
pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level kerusakan akan mengalami anaestesi,
karena terputusnya serabut-serabut saraf sensoris.
c) Gangguan bladder dan bowel
Efek gangguan fungsi bladder tergantung level cedera medula spinalis, derajat kerusakan
medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya cedera. Paralisis bladder terjadi pada hari-hari
pertama setelah cedera selama periode syok spinal. Seluruh reflek bladder dan aktivitas ototototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan inkontinensia pasif.
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos
sigmoid dan rektum serta relaksasi otot sfingter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan
rektum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada
di dalam dinding sigmoid dan rektum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rektum
dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rektum.
Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah
sampai tiba di rektum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rektum
kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara
volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan
intra abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia
maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan.
1.6 Diagnosis
Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma
akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah
servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya
kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.

Pungsi Lumbal

Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor
serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya
derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan
dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah
terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma
pada daerah vertebra servikalis tersebut.

Mielografi
Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab
sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.

1.7 Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan simptomatik.
Manajemen yang paling utama adalah untuk mempertahankan fungsi medula spinalis yang masih
ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis yang mengalami
trauma.
Prinsip tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :
Stabilisasi, imobilisasi medula spinalis dan penatalaksanaan hemodinamik dan atau gangguan
otonom yang kritis pada cedera dalam fase akut, ketika penatalaksanaan gastrointestinal (contoh,
ileus, konstipasi, ulkus), genitourinaria (contoh, infeksi traktus urinarius, hidronefrosis) dan
sistem muskuloskletal (contoh, osteoporosis, fraktur).

Jika merupakan suspek trauma, stabilisasi kepala dan leher secara manual atau dengan collar.
Pindahkan pasien secara hati-hati.

Terapi radiasi mungkin dibutuhkan pada penyakit dengan metastasis. Untuk tumor spinal yang
menyebabkan efek massa gunakan deksametason dosis tinggi yaitu 10-100 mg intra vena dengan
6-10 mg intravena per 6 jam selama 24 jam. Dosis diturunkan dengan pemberian intravena atau
oral setiap 1 sampai 3 minggu.

Trauma medula spinalis segmen servikal dapat menyebabkan paralisis otot-otot interkostal. Oleh
karena itu dapat terjadi gangguan pernapasan bahkan kadangkala apnea. Bila perlu dilakukan
intubasi nasotrakeal bila pemberian oksigen saja tidak efektif membantu penderita. Pada trauma
servikal, hilangnya kontrol vasomotor menyebabkan pengumpulan darah di pembuluh darah
abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang mengalami dilatasi, menyebabkan imbulnya
hipotensi.

Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah distensi abdomen akibat dilatasi gaster akut. Bila
tidak dilakukan dapat berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan memperberat pernapasan.

Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi gastrointestinal, diperlukan pemberian enema.
Kemudian bila peristaltik timbul kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila traktus
gastrointestinal menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan supositoria.

Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon). Untuk menghilangkan nyeri akibatspastisitas
dapat diberikan baklofen atau diazepam

Operasi
Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu.
Indikasi untuk dilakukan operasi :
1.
2.
3.

4.
5.
6.

Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal, bilamana
traksi dan manipulasi gagal.
Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang tetap
menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang adekuat.
Trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen
tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus intervertebralis.
Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan tomografi untuk
membuktikannya.
Fragmen yang menekan lengkung saraf.
Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.
Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya dengan
cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki berumur 47 tahun masuk bangsal IGD RSUP. Dr. M.Djamil
Padang pada tanggal 27 Oktober 2013 dengan :
Keluhan Utama :

an Umum
aran
an Darah

Badan
Badan

h bening

Lumpuh pada kedua tungkai


Riwayat Penyakit Sekarang :
Lumpuh pada kedua tungkai sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai sepeda motor. Pasien terjatuh dan
punggung pasien terbentur ke aspal. Sejak kejadian tersebut pasien tidak dapat menggerakkan
dan merasakan kakinya sama sekali mulai dari pusat hingga ke ujung kaki.
Pasien sadar pada saat kejadian dan tidak ada muntah
Keluhan disertai dengan tidak adanya rasa ingin BAK dan BAB. BAB dan BAK keluar tanpa
disadari.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi maupun diabetes melitus tidak ada.
Riwayat kelemahan pada anggota gerak sebelumnya tidak ada.
Riwayat demam sebelumnya tidak ada.
Riwayat batuk batuk lama tidak ada.
Riwayat keganasan tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada riwayat keganasan dalam keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan stroke.

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi:


Pasien adalah seorang buruh.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Sedang
Komposmentis Kooperatif
130 / 80 mmHg
88 x / menit
20x/menit
37 oC
60 kg
170 cm
20,76
Status Internus :
tidak ada kelainan
tidak teraba pembesaran KGB
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
konjungtiva tidak anemis - / -

t
- Paru

italia

sklera tidak ikterik - / Pupil isokor, Refleks cahaya + / +, diameter 3mm / 3mm,
Refleks kornea + /+
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: JVP 5-2 cmH2O
: Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi
: fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi
: sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi - / - , wheezing - / - Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi
: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-), gallop (-)
Abdomen
: Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
: Inspeksi : deformitas (-) gibbus (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (+)
Perkusi
: Nyeri ketok (+)
: tidak diperiksa

NI
:
N II
:
N III, IV, VI
NV

Status Neurologis :
1.
GCS : E4 M6 V5 : 15
2.
Tanda rangsangan meningeal : - Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
3.
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : - muntah proyektil (-)
sakit kepala progresif (-)
4.
Pemeriksaan Nervi Cranialis :
tidak ada gangguan penciuman
tajam penglihatan, lapangan penglihatan, melihat warna tidak ada gangguan
: pupil isokor kanan dan kiri, bulat, diameter 3 mm/3 mm, ptosis (-), refleks cahaya +/+, gerakan
bola mata bebas ke segala arah
bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan kekanan, mengunyah (+).

N.VII

N VIII
N IX, X
N XI
N XII

:
:
:
:

raba
nyeri
suhu
ptif

wajah
simetris,
menggerakkan
dahi
(+),
menutup
memperlihatkan gigi (+), mengangkat alis : simetris
fungsi pendengaran baik
arkus faring simetris, uvula di tengah, refleks muntah (+),refleks menelan (+).
bisa mengangkat bahu dan bisa melihat ke kiri dan kanan
lidah bisa dikeluarkan, deviasi (-), tremor (-)

5. Pemeriksaan Motorik
:
Ekstremitas atas
: eutrofi, eutonus
Ekstremitas bawah : eutrofi, hipertonus
Kekuatan
: 5 / 5 /5 5 / 5 / 5

0/0/0 0/0/0
6. Sistem reflek
Reflek fisiologis

Reflek patologis

7.
:
:
:
:

:
: Dinding perut +
Bisep ++ / ++, Trisep ++ / ++
KPR +++ / +++, APR +++ / +++
Bulbokavernosus -, Cremaster -, Sfingter : Refleks Hoffman Trommer - / Refleks Babinsky Group + / +

Pemeriksaan Sensorik
(-) pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki
(-) pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki
(-) pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki
(-) pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki
Diskriminasi 2 titik : (-) pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki
8. Fungsi Otonom
BAK
: inkontinensia urin
BAB
: inkontinensia alvi
Berkeringat :
normal
9. Pemeriksaan Fungsi Luhur
Memori
: dalam batas normal
Kognitif : dalam batas normal
Bahasa
: dalam batas normal
10. Pemeriksaan Koordinasi
Tes supinasi-pronasi : dalam batas normal
Tes tunjuk hidung
: dalam batas normal
DIAGNOSA :

mata (+),

a Klinis
: Paraplegia Inferior tipe UMN
a Topik
: Segmen Medula Spinalis setinggi vertebrae T 7-8
a Etiologi : Trauma

Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaaan darah rutin : Hb, Ht, leukosit, trombosit
Foto Rontgen torako-lumbal AP-L
MRI torako-lumbal

Terapi
Umum

Bed rest
Diet MB RG II
Konsultasi ahli bedah syaraf
Konsultasi ahli bedah orthopedi
Khusus : Metilprednisolon 4 x 125 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg(iv)
tablet (po)

BAB III
DISKUSI

Natrium diklofenat 2 x 1
Neurodex 3 x 1 tab (po)

Telah dirawat seorang pasien laki-laki 47 tahun di bangsal Neurologi RS. M. Djamil
Padang dengan diagnosis klinis paraplegia inferior tipe UMN, diagnosis topik segmen medula
spinalis setinggi Vertebrae T 7-8, diagnosis etiologi trauma. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami lumpuh pada kedua tungkai sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai sepeda motor. Pasien terjatuh dan punggung pasien terbentur ke aspal. Sejak
kejadian tersebut pasien tidak dapat menggerakkan dan merasakan kakinya sama sekali mulai
dari pusat hingga ke ujung kaki. Keluhan disertai dengan tidak adanya rasa ingin BAK dan BAB.
BAB dan BAK keluar tanpa disadari.
Dari hasil pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan pada saraf kranial, namun
pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan pada kedua tungkai adalah 0 0 0 disertai
hilangnya sensoris serta propioseptif pada kedua tungkai mulai dari pusat hingga ujung jari kaki.
Ditemukan refleks fisiologis meningkat pada kedua tungkai dan refleks patologis pada kedua
tungkai. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan maka pada pasien ini mengarah
kepada diagnosis paraplegia inferior tipe UMN akibat trauma medula spinalis. Sehingga
dianjurkan pemeriksaaan darah rutin, foto rontgen torako-lumbal, dan MRI torako-lumbal
Pada pasien dilakukan bedrest, diet MB RG II, konsultasi ahli bedah syaraf, dan
konsultasi ahli bedah ortopedi. Pengobatan khusus yang diberikan adalah metilprednisolon 4 x
125 mg, ranitidine 2 x 50 mg, natrium diklofenat 2 x 1 tab, dan neurodex 3x1 tab.

1.
2.
3.
4.

DAFTAR PUSTAKA
Basjiruddin A. Gangguan Medula Spinalis
www.emedicine.traumamedulaspinalis.html
Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 1993
Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000

También podría gustarte