Está en la página 1de 47

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Acquired Immune Defeciency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodefeciency Virus (HIV). Virus
HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan
vagina, air susu ibu, virus tersebut merupakan sistem kekebalan tubuh manusia
dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terjangkit penyakit infeksi.
Pada dasarnya pemahaman tentang epidemi HIV/AIDS di indonesia dapat diikuti
secara lebih mendalam melalui hasil pengamatan maupun surveilens HIV/AIDS
yang telah dilakukan pada kelompok penduduk dengan resiko tertular yang
berbeda seperti pada pekerja seks, pengguna narkotika suntikan, narapidana,
donor darah, ibu hamil, dan sebagainya.
B. TUJUAN
1. Tujuan
Mengetahui gambaran umum tentang Asuhan Keperawatan dengan infeksi
apportunistik (TB paru dengan HIV/AIDS).
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan dengan Infeksi
Apportunistik (TB Paru + HIV/AIDS).
b. Dapat menetapkan Diagnosa Keperawatan dengan Infeksi Apportunistik
(TB Paru + HIV/AIDS).
c. Dapat menetapkan rencana Asuhan Keperawatan dengan Infeksi
Apportunistik (TB Paru + HIV/AIDS).
d. Dapat melakukan tindakan Keperawatan dengan Infeksi Apportunistik
(TB Paru + HIV/AIDS).

C. MANFAAT
1. Penulis
Menambah pengetahuan, khususnya mengenai penyakit-penyakit infeksi
seperti Febris.
2. Institusi
Dapat menjadi bahan bacaan Ilmiah, kerangka perbandingan untuk
mengembangkan ilmu keperawatan, serta menjadi informasi ataupun
pedoman bagi mereka yang akan melaksanakan karya tulis ilmiah
selanjutnya.
3. Keluarga dan klien
Agar keluarga dan klien mengetahui dan memahami lebih jauh tentang
penyakit yang dialaminya dalam hal ini Febris, dan juga dapat mengetahui
langkah-langkah keperawatan yang benar untuk menangani masalah tersebut.

BAB II
TINJAUN TEORI
HUMAN IMUNODEFECIENCY VIRUS (HIV)
I. KONSEP TEORI
A. Pengertian HIV/AIDS Dan Tuberkulosis
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defesiensi tersebut seperti keganasan, obat-obatan supresi, imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya. (Brunner Dan Suddarth,
2000)
Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya
termasuk meningen ginjal dan tulang. (Brunner Dan Suddarth, 2000)
Tuberkulosis

paru

adalah

infeksi

disebabkan

oleh

mikobakterium

tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Arif Mansjoer, 2000)


B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah golongan virus retro yang disebut Human
Imunodefesiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. pada tahun 1986 di afrika ditemukan
lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibanding dengan HIV-1. maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari 5 fase yaitu :
1. Periode jendela, lamanya 2 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut, lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes
illness
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-1,5 tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi immun simtomatik, diatas 3 tahun dengan gejala ddemam,


keringat malam hari, Hb menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut, batuk-batuk neburun.
5. AIDS lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan, didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologis.
AIDS dapat menyerang semua golongan, umur termasuk bayi pria
maupun wanita, yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks
b. Orang yang ketagihan obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi)
e. Bayi dari ibu/bapak yang terinfeksi.
(Brunner & Suddarth, 2002)
C. Patofisiologi
HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai retro virus yang
menunjukkan bahwa virus tersebut materi genetiknya dalam asam
ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksirebonukleat (DNA). Virion
HIV (partikel virus yang lengkap yang dibungkus oleh selubung pelindung)
mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dimana p24
merupakan komponen struktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjol
dinding virus yang terdiri atas protein gp120 yangterkait pada protein
gp41.Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-positif
(CD4+) adalah gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4+ mencakup monosit makrofag dan limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV) limfosit T4
helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transeriptase, HIV
akan melakukan pemograman ulang materi

genetik dari sel T4 yang

terinfeksi untuk membuat double stranded DNA (DNA utas ganda ). DNA

ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan
kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan.Aktifitasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh anti gen,
mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produkgen virus seperti
sitomegalovirus (CMV; Cytomegalovirus ), virus Epstein-Barr, herpes
simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi
diaktifkan.replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4
akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas kedalam
plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secra persistem dan
tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi
reservoir bagi sistem imun yang terangkut keseluruh tubuh lewat sistem ini
untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagaian besar jaringan tubuh.
Sebagian jaringan ini dapat mengandung molekul CD4+ memiliki
kemampuan untuk memproduksinya.Sejumlah penelitian memperlihatkan
sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan
terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang
perjalanan infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoit. Ketika
sistem imun terstimulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut akan
menyebar dalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada
sel-sel CD4+ yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa
sistem imun pada infeksi HIV lebih aktif daripada ynag diperkirakan
sebelumnya sebagaimana oleh produksi sebanyak 2 milyar limfosit CD4+
perhari.Keseluruhan ovulasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami pergantian
(turn over) setiap 15 hari sekali ( Brunner and Suddarth, 2002).
D. Penularan
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B, pada
hemoseksual

pria

anal

intercourse

atau

anal

manipulation

akan

meningkatkan kemungkinan trauma rektum dan selanjutnya memperbesar

peluang untuk terkena virus lewat sekret tubuh. Peningkatan frekuensi


praktik dan hubungan seksual ini dengan patner yang bergantian juga turut
menyebarkan penyakit ini hubungan heteroseksual

dengan orang yang

infeksi HIV juga merupakan bentuk penularan terus tumbuh secar bermakna.
Penularan melalui pemakaian obat bius intravena terjadi lewat kontak
langsung darah dengan jarang sempit yang terkontaminasi.Meskipun jumlah
darah dalam semprit,efek kumulatif pemakaian bersama peralatan suntik
yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan resiko penularan.
Darah dan produk darah,yang mencakup transfusi yang diberikan yang
diberikan pada penerita hemofilia,dapat menularkan HIV pada resipen.
Namun demikian , resiko yang berkaitan dengan transfusi kini sudah banyak
berkurang sebagai hasil dari pemeriksaan serologi yang secara sukarela
diminta

sendiri,pemrosesan

konsentrat

faktor

pembekuan

dengan

pemanasan,dan cara-cara inaktifasi penyakit AIDS pada petugas kesehatan


yang terpajan HIV lewat cedera tertusuk jarum suntik diperkirakan kurang
dari 1% penelitian berskala besar terhadap para petugas kesehatan yang
terpajan sedang dilaksanakan oleh CDC. Virus HIV dapat pula dikeluarkan in
utero dari ibu kepada bayinya dan kemudian melalui air susu ibu. (Brunner &
Suddarth, 2002)
Individu yang berisiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah :
a. Mereka yang kontak dengan seseorang yang TB aktif
b. Individu yang immunosupressif
c. Penggunaan obat-obat IV dan alkohol
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
e. Setiap individu dengan gangguan medis yang ada sebelumnya.
f. Petugas kesehatan. (Arif Mansjoer, 2000)
E. Gejala-gejala
Gejala-gejala yang muncul pada penyakit AIDS yaitu :
1. Gejala Mayor
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan


c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia / HIV ensefalopati
2. Gejala Minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zooster multi segmental dan herpes zooster berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progressif
f. Limfadenopati, generalisata.
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus sitomegalu.
(Arif Mansjoer, 2000)
F. Perjalanan klinis
Infeksi opportunistik yang sering terjadi pada penderita AIDS adalah :
1. Tuberkulosis
Sebagian besar pasien dengan TB paru menunjukkan demam tigkat
rendah, keletihan anoreksia, penurunan BB, berkeringat pada malam hari,
nyeri dada, dan batuk menetap.
2. Pneumonia
3. Jamur berulang dikulit, mulut dan tenggorokan.
4. Infeksi gastrointestinal
5. Diare kronis dengan penurunan berat badan
6. infeksi neurologis atau meningitis sub akut
7. Demam tanpa sebab yang jelas
8. Kelainan neurologis
(Arif Mansjoer, 2000)

G. Pemeriksaan neurologis
1. Tes untuk diagnosa ineksi HIV :
a. ELISA
b. Wasten blot
c. DZG antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem immun :
a. Hematokrit
b. LET
c. CD4 atau CD Limfosit
d. Serum mikroglobulin
e. Hemoglobulin.
(Arif Mansjoer, 2000)
H. Penatalaksanaan umum
Pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam :
1. Pencegahan penularan
Sebelum ditemukan vaksin yang efektif,pencegahan penularan HIV
dengan cara menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko
merupakan tindakan sangat penting. Upaya pencegahan primer meleui
pendidikan yang efektif amat penting untuk pengendalian dan
pencegahan penyakit AIDS tidak ditularkan lewat kontak secara
kebetulan. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa peyakit hanya
ditularkan melalui hubungan seks yang intim.Pajanan parenteral dengan
darah atau produk darah dan penularan perinatal dari ibu kepada bayi
yang dikandungnya. Penelitian terhadap kontak nonseksual pasien AIDS
dalam rumah tangga, kontak nonseksual antar individu yang umumnya
terjadi ditempat kerja tidak memperlihatkan resiko penularan AIDS.
Membran mukosa dan kulit yang tidak utuh dari petugas kesehatan
terhadap

mikrioorganisme

patogen

dri

semua

penderita

tanpa

mempedulikan status HIV tersebut. Meskipun HIV pernah diisolasi dari

semua tipe cairan tubuh namun resiko penularan pada petugas kesehatan
dari feses sekret hidung, sputum, keringat, air susu ibu, air mata, urine
dan muntah lebih kecil, kecuali jika cairan tubuh ini mengandung darah
yang nyata. CDC menganjurkan agar tindakan kewaspadaan universal
diterapkan pada darah : cairan serebrospinal, sinofial, pleural, peritoneal,
perikardial, amnion dan vaginal. Sistem ini menawarkan strategi
pengisolasian yang lebih luas untuk mengurangi resiko penularan kepada
petugas kesehatan tidak perlu mengenali jenis cairan tubuh.Unsur-unsur
pada pengisolasion substansi tubuh tercantum dalam pedoman 50-2.
M. Tubercolusis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi diantara
para pemakai obat bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi
tubercolusis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda dengan infeksi
oportunis lainnya, penyakit tubercolusis (TB) cenderung terjadi secara
dini didalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului
mendiagnosis AIDS. Terjadi tubercolosis secara dini ini akan disertai
pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kasiasi) sehingga
timbul kecurigaan kearah diagnosis TB. Pada stadium ini penyakit TB
akan bereaksi dengan baik terhadap terapi anti tubercolosis. Penyakit TB
yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV ditandai dengan
tidak terdapatnya respon tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan
yang sudah terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap anti gen TB.
Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut, penyakit TB yang disertai
penyebaran ketempat-tempat ekstra pulmoner seperti sistem saraf pusat,
tulang, perikardium, lambung, peritonium, dan skrotum.Strain multipel
basil TB yang resisten obat kini bermunculan dan kerap kali berkaitan
dengan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan anti
tubercolosis. Hindari kontak dengan seorang yang mempunyai TB Aktif,
hindari penggunaan alat-alat seseorang yang mengalami riwayat TB,
seperti piring, sendok pakaian dan sebagainya. (Brunner & Suddart,
2002)

2. Pengobatan supportif
Tujuan pengobatan supportif adala untuk meningkatkan keadaan umum
penderita. Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai, obat
sistematik, serta vitamin. Disamping itu perlu di upayakan dukungan
psikososial agar penderita dapat melakukan aktifitas semula. Pengobatan
supportif ini penting dan pada umumnya dapat dilaksanakan di rumah
dan layanan kesehatan yang sederhana.
3. Pengobatan infeksi opportunistik
Pengobatan opportunistik terjadi karena kekebalan tubuh yang amat
menurun. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroba yang semula bersifat
komersial (misalnya kandidiasis), reaktivasi kuman atau parasit yang
telah ada dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). (misalnya :
TBC, toksoplasma dan sitomegalo atau infeksi baru).
Terapinya :
a. Kandidiasis esofaguf yaitu flunazol
b. Tuberkulosis

yaitu

ripamfisin,

INH,

etambutol,

piramizid,

strptomosin.
c. MAC

(Micobacterium

Avium

Kompleks)

yaitu

klaritomisin,

etambutol, rifabutin, siprofloksasin.


d. Toksoplasmosis

yaitu

pirimetamin,

sulfadiazin,

asam

folat,

klindamisin.
4. Pengobatan anti retroviral
Obat ART bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini
akibat infeksi HIV. ODHA menjadi lebih sehat dan dapat bekerja normal
dan produktif.
Teknik yang canggih dan bisa dipercaya untuk menghitung HIV
di dalam darah saat ini sudah didapatkan yaitu penghitung viral load
dengan teknik PCR (Polymerase Chalin Reaction), cara ini memudahkan
dalam memantau efektifitas obat ART. (Arif Mansjoer,2000)

5. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV


Infeksi umum trimetoprim-sullfamettoksazol , yang disebut pula TMPSMZ (Bactrim, septra ), merupakan preparat anti bakteri untuk mengatasi
berbagai mikro organisme yang menyebabkan tidak memberikan
keuntungan apapun penderita. Penderita AIDS yang diobati dengan TMPSMZ dapat mengalami efek yang merugikan dengan insiden tinggi yang
terjadi lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia, trombsitopenia,
dan gangguan fungsi renal. Akhir-akhir ini telah dilakukan terapi
desentisisasi dengan hasil yang baik.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, dan memulihkan kesehatan.
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi

pengkajian

keperawatan,

identifikasi/analisa

masalah

(diagnosa

keperawatan), perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Doenges, E. Marylyn


(1998) yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan
keterampilan yang profesional bagi tenaga keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu upaya pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga

masalah kesehatan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual
dapat ditentukan. Tahapan ini mencakup 3 kegiatan yaitu pengumpulan data,
analisa data dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan Zaidin Ali,
(2001).

1. Riwayat tes HIV ( + ), riwayat prilaku beresiko tingi, menggunakan obatobat, seksual.
2. Penampilan umum, pucat, kelaparan.
3. 3.gejala subjektif : demam kronik, dengan tampa menggil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah,anoreksia, BB menurun, nyeri,
sulit tidur.
4. Psikososial, kehilangan pekerjaan, dan penghasilan, perubahan pola
hidup, ungkapan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri apatis, with
draw!, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan proses pikir,
hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinansi dan delusi.
6. HEENT : nyeri pada orbital, fotophobia, sakit kepala, udema muka,
tinitus, ulsiker pada bibir/mulut, mulut kering suara berubah, epistaksis.
7. Neurologis

gangguan,

refleks

pupil,

nystagmus,

vertigo

ketidakseimbangan, kaku kuduk, kejam, paraplegia.


8. Muskloskeletal : lemah tidak mampu melakukan ADL
9. Kardiovaskuler: takikardi, sianosis, hipotensi, udema periver.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot bantu
pernapasan, batuk produktip atau non produktip
11. GI : intake makanan dan minuman menurun, mual, muntah, berat badan
menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatomegali.
12. GU : lesi atau eksudat pada genitalia
13. Intagumen: kering,gatal,turgor kulit jelek (+)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai sesorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesahatan atau proses
kehidupan yang actual atau potensial (NANDA 1990). diagnosa keperawatan
memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat
perawat. Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa

keperawatan

digunakan

dalam

proses

pemecahan

masalah.

Untuk

memudahkan dalam mendokumentasikan diagnosa keperawatan harus


diketahui beberapa tipe diagnosa keperawatan yaitu : diagnosa tipe
keperawatan actual, risiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera serta sindrom.
Hidayat Alimul. A. A, (2002).
1. Resiko tinggi infeksi berhungan dengan immunosupressif, malnutrisi pola
hidup yang berisiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi IV,
adanya infeksi non opportunistik yang dapat ditransmisikan
3. Intolerancy aktivity berhubungan dengan kelemahan, pertukaran O2 , mall
nutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang meningkatnya kebutuhan metabolik dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi gastrointestinal
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan orang yang dicintai.
7. Kurang kebersihan jalan nafas.
8. Resiko infeksi / penularan berhubungan dengan TBC
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan terdapatnya refleks lutut.
10. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah,
dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah klien. Hidayat
Alimul. A. A, (2002)

Adapun intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul


dalam tnjauan kasus sebagai berikut :
1. NDX I : Kebersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum
Tujuan : setelah pemberian asuhan keperawatan dalam 3 x 24 jam
kebersihan jalan nafas efektif dengan kriteria :
a. Batuk berdahak (-)
b. Sesak nafas (-)
c. Ronchi (-)
d. RR : 18-24 x/mnt.
e. Vokal premitus kuat
f. Irama pernafasan reguler
INTERVENSI :
a. Kaji tingkat fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan dan irama.
R/ penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan ateletaksis. Ronkhi,
mengi, menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot
asesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
b. Beri posisi semi fowler atau fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk
dan latihan nafas dalam.
R/ mencegah obstruksi atau aspirasi. Pengisapan dapat diperlukan
bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
c. Pertahankan masukan cairan kurang lebih 2500 ml/hr kecuali
kontraindikasi
R/ pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.
d. Beri HE pentingnya cara batuk secara efektif dan efesien.
R/ meningkatakan pemahaman klien tentang penyakitnya
e. Kolaborasi tim medis dalam pemberian obat antibiotik dan antitusif.

R/ menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk


memudahkan pembersihan.
2. NDX II : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan defisit sistem immun
sekunder terhadap HIV/AIDS.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 hari, kebutuhan nutrisi
adekuat dengan kriteria :
a. Nafsu makan meningkat
b. Porsi makan dihabiskan
c. Sakit menelan (-)
d. Stomatitis (-)
INTERVENSI :
a. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan.
R/ intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan
mukut
b. Monitor BB, Intake dan output
R/ menentukan alat dasar
c. Rencanakan diit dengan pasien dan orang penting lainnya.
R/ menyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien.
d. Kolaborasi dengan tim gizi oleh diit ML TKTP
R/ memudahkan absorbsi nutrisi dan sumber energi
e. Kolaborasi pemberian cairan infus.
R/ memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.
3. NDX IV : Gangguan pola tidur berhubungan dengan terdapatnya refleks
batuk.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan (Tindakan)
Tindakan keperawatan adalah tindakan yang diberikan oleh perawat
kepada klien dengan tujuan mengatasi masalah yang terjadi pada manusia

dengan berdasar kepada perencanaan yang telah dibuat pada catatan


intervensi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan. Untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut
pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga perawat untuk
memberikan pelayanan perawatan yang baik dan bermutu yang telah
ditentukan dan direncanakan.
a. Melaksanakan rencana keperawatan.
Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan merupakan
dasar atau pedoman dalam intervensi perawatan.
b. Mengidentifikasikan reaksi / tanggapan klien
Dalam mengidentifikasi reaksi / tanggapan klien dituntut upaya yang
tidak tergesa-gesa, cermat dan teliti, agar menemukan reaksi klien
sebagai akibat tindakan keperawatan yang diberikan. Dengan melihat
akan sangat membantu perawat dalam mengidentifikasikan rekasi klien
yang mungkin menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan.
c. Mengevakuasi tanggapan / reaksi klien.
Dengan cara membandingkan terhadap syarat-syarat dengan hasil yang
diharapkan. Langkah ini merupakan langkah yang pertama yang
dipenuhi bila perawat telah mencapai tujuan. Syarat yang kedua adalah
intevensi dapat diterima oleh klien.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan yang bertujuan


untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status
pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi membeerikan informasi
sehingga memungkinkan revisi perawatan. Hidayat Alimul. A. A, (2002)
Disamping

evaluasi merupakan proses yang kontinue untuk

menjamin kualitas dan ketepatan perawat yang diberikan, dilakukan dengan


meninjau respon pasien untuk menentukan kefektifan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan pasien. Yang perlu dievaluasi adalah sebagai
berikut :
a. Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
b. Apakah masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum.
c. Apakah perlu pengkajian kembali.
F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes untuk diagnosa ineksi HIV :
a. ELISA
b. Wasten blot
c. DZG antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem immun :
a. Hematokrit
b. LET
c. CD4 atau CD Limfosit
d. Serum mikroglobulin
e. Hemoglobulin. (Arif Mansjoer, 2000)

G. Penyimpangan KDM

HIV

Invasi kedalam tubuh


Invasi kedalam RNA

Masuk DNA

Bau mulut tdk sedap

Mengenai sel T4

Anoreksi

Fungsi sel T4 menurun

Ggn. Kebut. Nutrisi

Defesiensi immun
Akumulasi sekret pd jln nafas
Terpajan micobacterium TBC
Ventilasi terganggu
Invasi sal. Pernafasan bawah
Luas permukaan paru

Ggn bersihan jln nafas


Destruksi jar. paru

Penurunan fungsi alveolus


Rx. Inplamasi

Stimulasi RAS

Proses difusi terganggu


Peningkatan produksi mukus

REM

Sesak
Stimulasi pusat batuk

Klien terjaga

Batuk

Ggn. Pola tidur

Ggn. Pola nafas

Terjadi terus menerus

TBC

DAPTAR PUSTAKA
Doengoes E. Marilynn. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosia
Keperawatan. Edisi 2, Cetakan I, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta.
Hidayat Alimul Azis. A. 2002. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan,
Penerbit buku kedokteran, Cetakan 1, Penerbit buku kedokteran, EGC,
Jakarta.
Brunner and suddarth (2001); Buku ajar keperawatan medikal bedah, Volume 2,
edisi 8, EGC, Jakarta.
Arif Mansjoer. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta.

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. O DENGAN INFEKSI
OPPORTUNISTIK (TB PARU) DIRUANG NUSA INDAH
RSUP SANGLAH DENPASAR BALI
A. PENGKAJIAN
I. Identitas klien
Nama

Tn. O

Umur

33 Tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Agama

Kristen katolik

Pendidikan

SLTA

Alamat

Jln. PB. Sudirman Salmet Riyadi 11 No.


25 Denpasar.

Tanggal Masuk

08 Mei 2006

Tanggal Pengkajian

09 Mei 2006

Diagnosa Medik

Infeksi Opportunistik (TB paru).

No. Rekam Medik

04 74 41

II. Identitas penanggung jawab


Nama

: Ny. A

Umur

: 58 Thn

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: IRT (Ibu Rumah Tangga)

Agama

: Kristen katolik

Alamat

: Jln. PB. Sudirman Salmet Riyadi 11 No.


25 Denpasar.

Hubungan dengan pasien

: Ibu kandung.

B. RIWAYAT KESEHATAN
I.

Keluhan utama
Sesak nafas.

II.

Riwayat keluhan utama


Klien masuk rumah sakit pada tanggal 08 mei 2006 dengan keluhan sesak,
keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit yaitu
pada tanggal 06 Mei 2006, keluhan klien dirasakan hilang timbul, terutama
pada malam hari kadang disertai batuk, pusing, dan lemah, nafsu makan
yang kurang, saat batuk klien klien merasakan nyeri pada daerah dada yang
disertai dengan sesak, Keadaan ini bertambah berat jika klien beraktifitas
dan berkurang jika klien beristirahat.

III.

Riwayat kesehatan sekarang


Saat ini klien dalam keadaan tebaring (bedrest) dengan keadaan umum
lemah, disertai sesak dan batuk,klien mengeluh sakit pada saat menelan,
klien terpasang infus RL 24 tetes/menit pada lengan kanan, klien nampak
gelisah dengan TTV ; TD : 110/70 mmHg, N : 86 x/mnt, P : 30 x/mnt, S :
37,5 0C, ibu klien juga mengatakan kalau anaknya malas makan, dan susah
tidur pada malam hari, porsi makan klien tidak dihabiskan ( porsi yang
disediakan).

IV.

Riwayat kesehatan masa lalu


a. Klien pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
b. Klien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, namun pernah
mendapat perawatan pada dokter spesialis paru dengan diagnosa TB (+).
Dan diberikan obat paru-paru (klien lupa nama obat), maag, antibiotik,
dan panadol.
c. Klien belum pernah mengalami tindakan operasi.
d. Orang tua klien mengatakan klien tidak ada riwayat alergi.
e. Ayah klien meninggal dengan riwayat penyakit kardiovasikuler.

V.

Riwayat kesehatan keluarga


a. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama pada
klien kecuali ayah klien yang meniggal karena riwayat penyakit
kardiovasikuler.
b. Genogram 3 generasi

6
0

50

5
8

40

3
6

KETERANGAN :
33

: Klien
: Perempuan
: Laki-laki
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Meninggal dunia

: Umur yang tidak diketahui

33

VI.

Riwayat psikososial
a. Pola konsep diri
1.

Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit yang dilaminya
dan ingin segera pulang

2.

Identitas diri
Klien adalah anak ketiga dari 3 orang bersaudara alias anak bungsu,
saat ini klien bekerja sebagai wiraswasta.

3.

Harga diri
Klien merasa tidak enak karena selalu tergantung pada istri dan
ibunya dikarenakan kondisi saat ini. Namun keluarga klien
memaklumi semua itu.

4.

Peran diri
Dalam keluarga klien berperan sebagai orang tua yang bisa bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari namun beberapa
bulan terakhir ini klien tidak bisa bekerja karena sering sakitsakitan.

5.

Gambaran diri
Keluarga klien dan klien mengatakan bahwa penyakit yang
dialaminya adalah cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa, klien hanya
bisa bersabar dan tabah dalam menghadapinya.

b. Pola kognitif.
Klien dan keluarga klien mengatakan tidak terlalu tahu tentang penyakit
yang dialami oleh klien, klien hanya bisa bersabar dan tabah serta
memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa agar cepat sembuh dari
penyakitnya.
c. Pola koping
Saat ini klien hanya bisa bersabar dan tabah dalam menghadapi
penyakit yang dialaminya serta mengikuti segala intruksi dari perawat
maupun dokter dan tim medis lainnya untuk proses penyembuhan
penyakitnya.

d. Pola interaksi
Klien mampu berinteraksi dengan baik, baik itu kepada perawat, dokter,
maupun tim medis lainnya, klien sangat akrab dengan perawat dan
sesama pasien.
VII.

Riwayat spiritual
Sebelum sakit klien taat dalam menjalankan ibadah dan keluarga klien
selalu memotivasi klien agar tabah dan sabar serta selalu mau mengikuti
tindakan keperawatan dan terapi medis serta selalu berdoa memohon
kesembuhan.

VIII.

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Saat ini klien dalam keadaan terbaring (bedrest) dengan kesadaran
penuh dengan terpasang O2 4 liter/mnt, klien mampu melaksanakan
aktifitas meskipun sering dibantu oleh keluarga, klien mengatakan
nafsu makannya menurun, klien juga mengeluh sakit pada saat
menelan, merasa mual dan susah tidur pada malam hari, klien nampak
sesak dengan frekwensi 30 x/mnt.
b. TTV :
TD : 100/70 mmHg,
N : 88 x/mnt,
P : 30 x/mnt,
S : 37,5 0C.
c. Sistem pernafasan
1. Lubang hidung simetris kiri dan kanan, nampak secret pada lubang
hidung, disertai dengan pernafasan cuping hidung, dan sesak, tidak
terdapat polip, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa.
2. Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada tumor,
tidak ada tanda peradangan pada bagian leher.
3. Bentuk dada pigeon chest, pernafasan 30 x/mnt, pergerakan otototot assesori, dada tidak simetris kiri dan kanan, terdapat nyeri

tekan pada dada terutama pada saat batuk dan sesak, bunyi nafas
ronchi, terpasang O2 4 liter/mnt.
d. Sistem kardiovasikuler
1. Konjungtiva tidak pucat, bibir sedikit kering, tidak tampak vena
jugularis (tempat teraba arteri karotis), arteri karotis teraba kuat.
2. Batas atas jantung ICS 2-3 batas bawah jantung ICS 5, tidak
terdapat pembesaran jantung.
3. Bunyi jantung I : lub (murni) dan bunyi jantung II dup (murni)
e. Sistem neurologis (saraf)
1. Fungsi serebral
a)

Status mental :
-

Orientasi waktu : klien mampu membedakan waktu pagi,


siang sore dan malam

Orientasi tempat : klien tahu dimana dia berada, dimana


dia dirawat dan tempat tinggalnya

Orientasi orang : klien mampu mengenal orang lain,


keluarga, perawat, dokter dan tim medis lainnya.

b)

Daya ingat klien baik

Klien mampu berbicara dengan baik.

Kesadaran
GCS Normal (omposmentis)
-

Eye (membuka mata secara spontan) : 4

Motorik (ikut perintah)

:6

Verbal

:5
GCS 15

2. Saraf cranial
-

N 1 (Olfactori) Klien mampu membedakan bau-bauan.

N 2 (Optikus) Ketajaman penglihatan klien normal (Visus) 6/6

N 3 (Okulomotorius) klien mampu menggerakkan bola mata

N 4 (Toklearis) Klien mampu mengikuti 8 arah mata angin.

N 5 (Trigeminus) Klien mampu merasakan sentuhan pada


wajah

N 6 (Abdusen) Klien mampu menggerakkan matanya lateral


dan medial

N 7 (Fasial) Klien mampu mengangkat alis dan tersenyum

N 8 (Vestibulokoklearis) klien tidak mengalami gangguan


pendengaran, maupun keseimbangan.

N 9 (Glosofaringeal) Klien mampu membedakan sensi rasa

N 10 ( Vagus) Refleks menelan klien baik, namun mengeluh


sakit pada saat menelan.

N 11 (Aksesoris) Klien bisa menahan


sternokleomakteodius,

namun

pada

saat

tahanan

pada

sesak

klien

menggunakan otot-otot pernafasan assesori.


-

N 12 (Hipoglosal) Klien mampu menjulurkan lidahnya

3. Fungsi motorik : kekuatan otot klien normal berada pada skala 4


4

4. Fungsi sensorik : klien mampu mengenal rangsangan baik rasa


maupun suhu.
5. Fungsi serebellum baik, keseimbangan dan koordinasi klien tidak
baik.
6. Iritasi meningen tidak terdapat kaki kuduk.
f. Sistem integumen
Rambut

: rambut klien berwarna hitam, tidak mudah tercabut,


kulit kepala terlihat bersih.

Kulit

: warna sawo matang, turgor kulit baik.

g. Sistem muskuloskletal.
1.

Kepala : bentuk kepala mesochepal, klien bisa menggerakkan


kepalanya.

2.

Lutut : tidak ada pembengkakan pada lutut, tidak terdapat nyeri,


pergerakan bagus.

3.

Kaki : tidak bengkak, tidak ada bekas luka, pergerakan kaki normal.

4. Tangan : tidak bengkak, klien bisa menggerakkan tangannya dan


terpasang infus RL 24 tts/mnt pada tangan sebelah kanan
h. Sistem indera
1.

Mata
Tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva tidak
pucat, tidak terdapat nyeri tekan, ketajaman mata baik (normal).

2.

Lapang Pandang : normal 1800

3.

Hidung
Simetris kiri dan kanan, penciuman baik mampu membedakan rasa,
tidak terdapat polip atau pembengkakan pada hidung, terdapat
sekret pada jalan nafas, tidak terdapat nyeri tekan, terpasang O 2 4
liter/mnt.

4.

Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak terdapat serumen pada canalis
auditoris eksterna, tidak terdapat nyeri tekan, keadaan daun telinga
baik, fungsi pendengaran baik.

i.

Sistem perkemihan
Klien mengatakan sedikit nyeri pada saat berkemih, klien juga
mengatakan beberapa bulan yang lalu sering mengunjungi tempat
hiburan malam.

j.

Sistem gastrointestinal
Skelra tidak ikterus, bibir sedikit kering, tidak terdapat adanya
stomatitis, klien mengeluh sakit pada saat menelan, lidah klien sedikit
kotor, peristaltik usus normal 15 x/mnt, abdomen datar, dan mengikuti
gerakan nafas

k. Sistem endokrin
a) Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
b) Tidak ada bekas air seni dikelilingi semut.

IX.

Pola aktifitas sehari-hari


a. Nutrisi
KEBIASAAN
1. Makanan

SEBELUM SAKIT
Nasi, lauk, dan sayur

SELAMA SAKIT
Nasi, lauk, sayur dan buah

Baik

erkurang

3 x sehari

3 x sehari

Baik

Kurang (1/2 porsi makan)

KEBIASAAN
1. Minuman

SEBELUM SAKIT
Air putih

SELAMA SAKIT
Air putih & susu

2. Frekuensi minum

7 8 gelas sehari

5 - 6 gelas sehari

Teh

The & Susu

SEBELUM SAKIT
2 kali sehari

SELAMA SAKIT
2 kali sehari dengan

2. Pola makan
3. Frekuensi makan
4. Nafsu makan
b. Cairan

3. Minuman yang disukai


c. Personal hygiene
KEBIASAAN
1. Mandi

menggunakan lap basah.


2. Sikat gigi

3 kali sehari

2 kali sehari

3. Keramas

2 - 3 kali seminggu

Sekali seminggu

Sekali seminggu

Belum pernah

SEBELUM SAKIT

SELAMA SAKIT

4 5 kali sehari

2 - 3 kali sehari.

Kuning

Kuning

3. Bau

Amoniak

Amoniak

4. jumlah

1500 cc

1000 cc

Sekali sehari

Sekali sehari

Kuning kecoklatan

Kuning kecoklatan

Lunak / Padat

Lunak / Padat

4. Potong kuku
d. Eleminasi
KEBIASAAN
BAK
1. Frekuensi
2. Warna

BAB
1. Frekuensi
2. Warna
3. Konsistensi

e. Istirahat/tidur
KEBIASAAN
1. Tidur siang
2. Tidur malam

SEBELUM SAKIT
14.00 16.30

SELAMA SAKIT
14.00 14.45

21.00 06.00

23.45 04.45

f. Olahraga dan aktivitas


1) Sebelum sakit klien rajin berolahraga
2) Selama sakit klien tidak pernah berolahraga
3) Klien mengatakan dapat melakukan aktifitas tanpa bantuan orang
lain.
X.

Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium

10 Mei 2006
Normal

CD4

: 32

Pemeriksaan laboratorium

410 1590 cell/uL


08 mei 2006
Normal

PH

: 7,51

CO2

: 33 mmHg

35 45

PO2

: 92 mmHg

80 100

Glukosa

: 289 mg/dl

70 100

BUN

: 8 mg/dl

5 23

Creatinin : 0,9

0,5 1,2

AST

: 35 iu/L

14 50

AIT

: 48

11 64

WBC

: 9,2 10-3/uL

Ly #

: 0,9 L 10-3/uL

HGB

: 12,6 g/dL

Foto Thorax
COR

: t . a. a

XI.

Pulmo

: Infiltrat (+), pada kedua paru.

Kesan

: TB Millier

Therapi
Cefotaxin

: 3 x 1 gr IV

Eritromicyn

: 4 x 500 mg

Bronhexin

: 3xc1

Flukonasol

: 1 x 200

Centrimoksasol

: 2 x 11

Eupilin

: R2x1

OAT

: kat 1

Infus RL

: 24 tetes/mnt

O2

: 4 liter.

DATA FOKUS

Nama Klien

: Tn. O

Dx. Medik

: TB Paru

Umur

: 33 Thn

Ruangan

: Nusa Indah

Tanggal

: 09 Mei 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki


DATA SUBJEKTIF
- Klien mengeluh sesak nafas

- Klien mengeluh nafsu makan berkurang.

DATA OBYEKTIF
Klien nampak sesak dengan
frekwensi nafas 30 x/mnt

- Klien mengatakan selalu mual.

Nampak terpasang O2 4 liter/mnt.

- Klien mengeluh sakit daerah dada pada

Klien nampak sedikit lemah dan

saat batuk.
- Klien mengatakan susah tidur pada malam

gelisah
-

hari, dan gelisah.


- Klien mengeluh sakit pada saat menelan.

Terdengar bunyi nafas tambahan


ronchi.

Porsi makan klien hanya porsi


dari yang disajikan.

Terpasang infus RL 24 tts/mnt.

Bibir kering, lidah kotor.

Frekuensi tidur klien berkurang


khususnya pada malam hari.

TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 86 x/mnt
P : 30 x/mnt
S : 37,5 0C

ANALISA DATA
Nama Klien

: Tn. O

Dx. Medik

: TB Paru

Umur

: 33 Thn

Ruangan

: Nusa Indah

Tanggal

: 09 Mei 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki


No.

DATA

ETIOLOGI

MASALAH

1
1

3
Bakteri tuberkulosis

4
Pola nafas

Pola

nafas

tidak

efektif

berhubungan dengan destruksi


jaringan

paru

(pembentukan

jaringan tuberkel paru)

Tidak efektif
invasi kedalam sal. Nafas
bagian bawah

Data Subyektif :
- Klien mengeluh sesak nafas

destruksi jar. paru

- Klien mengeluh sakit daerah


dada pada saat batuk.

luas permukaan paru

Data Obyektif :
-

Klien nampak sesak dengan

fungsi alveolus

frekwensi nafas 30 x/mnt


-

Nampak terpasang O2 4

proses difusi terganggua

liter/mnt.
-

Terdengar

bunyi

nafas

sesak

tambahan ronchi.
-

TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 86 x/mnt
P : 30 x/mnt
S : 37,5 0C

Gangguan pola nafas

Gangguan

pemenuhan

Reaksi inflamasi

kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan
intake yang tidak adekaut

pemenuhan
Peningkatan produksi mukus
pada jalan nafs

Data Subyektif :
-

Klien mengeluh nafsu makan


Klien

mengatakan

Bau mulut yang tidak sedap

selalu

mual.
-

Merangsang saraf vagus

Klien mengeluh sakit pada saat


menelan.
Peningkatan HCL

Data Objektif:
-

Klien nampak sedikit lemah


Mual muntah

dan gelisah.
-

Porsi makan klien hanya


Anoreksi

porsi dari yang disajikan.


-

Terpasang

infus

tts/mnt.
-

TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 86 x/mnt
P : 30 x/mnt
S : 37,5 0C

nutrisi
kurang dari
kebutuhan

berkurang.
-

Gangguan

RL

24
Ggn. Kebutuhan nutrisi

3.

Gangguan
berhubungan

pola
dengan

tidur

Peningkatan produksi mukus

refleks

batuk

istirahat
Stimulasi silia untuk batuk

Data subjektif :
- Klien mengeluh sakit daerah
Terjadi terus-menerus disertai
sesak

dada pada saat batuk.


- Klien mengatakan susah tidur
pada malam hari, dan gelisah.
Data objektif :
-

Gelisah

Klien nampak sedikit lemah


dan gelisah

Frekuensi

tidur

klien

Mengaktifasi RAS

berkurang khususnya pada


malam hari.
-

Stimulasi REM

TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 86 x/mnt

Gangguan

Klien terjaga

P : 30 x/mnt
S : 37,5 0C
Susah tidur

Ggn. Istirahat tidur

tidur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Klien

: Tn. O

Dx. Medik

: TB Paru

Umur

: 33 Thn

Ruangan

: Nusa Indah

Tanggal

: 09 Mei 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki


DIAGNOSA
KEPERAWATAN

No.
1.

Pola

nafas

tidak

efektif

TANGGAL
DITEMUKAN

TANGGAL
TERATASI

9 Mei 2006

9 Mei 2006

9 Mei 2006

berhubungan dengan destruksi


jaringan

paru

(pembentukan

jaringan tuberkel paru)


2.

Gangguan

pemenuhan

kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan
intake yang tidak adekaut
3.

Gangguan
berhubungan
batuk

pola
dengan

tidur
refleks

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien

: Tn. O

Dx. Medik

: TB Paru

Umur

: 33 Thn

Ruangan

: Nusa Indah

Tanggal

: 09 Mei 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki


No
1.

Hari/
Tanggal
Selasa

Diagnosa Keperawatan
Pola

nafas

9 Mei 2006 berhubungan


jaringan

tidak
dengan

paru

Tujuan
efektif Setelah melakukan

destruksi Asuhan

(pembentukan Keperawatan

Rencana Keperawatan
Intervensi
Rasional
1. Kaji
tingkat
fungsi 1. penurunan bunyi nafas dapat
pernafsan, bunyi pernafasan

menunjukkan atelektasis ronchi

dan kecepatan.

menunjukkan akumulasi sekret.

jaringan tuberkel paru)

kepada

klien

Data Subyektif :

dengan 2 x 24 jam,

2. berikan posisi semi fowler 2.

- Klien mengeluh sesak nafas

pola nafas efektif

atau fowler tinggi, bantu

ekspansi paru dan menurunkan

pasien untuk nafas dalam

upaya pernafsan.

- Klien mengeluh sakit daerah dengan kriteria :


dada pada saat batuk.

Data Obyektif :
-

Klien nampak sesak dengan

frekwensi nafas 30 x/mnt

sesak

Nampak

terpasang

Terdengar

O2

Nafas

3. Beri HE pentingnya batuk 3.

tambahan ronchi.

tidak

pemahaman

klien tentang pentingnya latihan


batuk secara efektif dan efesien.

batas

nafas normal
-

secara efektif dan efesien.

meningkatkan

Pernafasan

dalam
bunyi

memaksimalkan

tidak

berdahak

liter/mnt.
-

Batuk

Membantu

Tidak terpasang

4. Kolaborasi tim medis dalam 4.

Menurunkan

pemberian obat antibiotik

perlengketan

dan OAT

memudahkan

kekentalan
sekret

dan
untuk

pembersihan

TTV :
TD : 100/70 mmHg

O2

jalan nafas, serta mencegah


kompliksi dari TBC.

N : 86 x/mnt
P : 30 x/mnt
S : 37,5 0C

2.

Selasa

Gangguan pemenuhan kebutuhan Setelah melakukan 1. Kaji kemampuan mengunyah 1. Intake menurun dihubungkan

9 Mei 2006 nutrisi

kurang

dari

kebutuhan Asuhan

dan menelan.

dengan nyeri tenggorokan dan

berhubungan dengan intake yang Keperawatan

mulut

tidak adekaut

kepada

Data Subyektif :

dengan 2 x 24 jam, 2. Rencanakan diit dengan pasien 2.

Klien mengeluh nafsu makan kebutuhan nutrisi


berkurang.

terpenuhi

Klien mengatakan selalu mual.

kriteria :

Klien mengeluh sakit pada saat

Data Objektif:

dan orang penting lainnya.

makanan

sesuai

dengan keinginan pasien.

dengan
3.

Nafsu

makan

kolaborasi dengan tim gizi 3. Memudahkan absorbsi nutrisi dan


untuk diit melalui TKTP

Porsi

sumber energi.

4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Memenuhi kebutuhan cairan dan

Klien nampak sedikit lemah

makan

dalam pemberian cairan ifnus

dan gelisah.

dihabiskan.

dextrose 5%

Porsi makan klien hanya

menyajikan

menignkat

menelan.
-

klien

elektrolit.

Tidak

porsi dari yang disajikan.

sakit pada saat

Terpasang infus RL 24 tts/mnt.

menelan

TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 86 x/mnt
P : 30 x/mnt

Selasa

S : 37,5 0C
Gangguan pola tidur berhubungan Setelah melakukan 1. Kaji pola tidur pasien

1. Mengetahui pemenuhan pola

9 Mei 2006 dengan refleks batuk


Data subjektif :

Asuhan

tidur pasien

Keperawatan

- Klien mengeluh sakit daerah kepada klien 2 x 2. Ciptakan lingkungan yang 2. Lingkungan yang tenang dapat
dada pada saat batuk.

24 jam, klien tidak

tenang

- Klien mengatakan susah tidur mengalami


pada malam hari, dan gelisah.
Data objektif :
-

pola
dengan 3. Batasi pengunjung

3. Membuat klien untuk dapat

Klien nampak sedikit lemah kriteria :

beristirahat dengan tenang, atau

dan gelisah

mengurangi waktu klien untuk

- Jam tidur klien

Frekuensi tidur klien berkurang


khususnya pada malam hari.

tidur

gangguan
tidur

memudahkan klien untuk mudah

bertambah
klien

tidak

TTV :

terjaga

pada

TD : 100/70 mmHg

malam hari

N : 86 x/mnt
P : 30 x/mnt
S : 37,5 0C

berinteraksi

terhadap

sesuatu

yang kurang penting

4. Berikan HE kepada klien 4. Meningkatkan pengetahuan klien


tentang pentingnya tidur

tentang pentingnya pola tidur


bagi klien.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien

: Tn. O

Dx. Medik

: TB Paru

Umur

: 33 Thn

Ruangan

: Nusa Indah

Tanggal

: 09 Mei 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki

NO
1
1

HARI/TGL
2
Selasa

NDX
3
I

JAM
4
13.10

9 Mei 2006

IMPLEMENTASI
5
1. Observasi TTV
Hasil :
TD : 110/70 mmHg, N : 86 x/mnt,
P : 30 x/mnt, S : 37,5 0 C

13.20

2. Membantu klien melakukan posisi


fowler atau semifowler.
Hasil : Klien masih tampak sesak.

13.40

3. Melatih klien untuk batuk efektif


dan latihan nafas dalam
Hasil : klien mampu melakukan
dengan sendiri

II

14.00

1. Mengkaji kemampuan mengunyah


dan menelan klien
Hasil : Klien masih sulit menelan

14.20

2. Menimbang BB klien
Hasil : klien mampu melakukannya.

III

14.30

1. Mengkaji pola tidur klien


Hasil : kleie tidak dapat tidur
nyenyak (5 jam dalam 24 jam)

14.30

2. Menciptakan lingkungan yang


tenang
Hasil : klien dapat beristirahat
dengan baik

16.00

3. Berdiskusi dengan klien tentang


pentingnya pola tidur
Hasil : klien banyak bertanya.

18.45

4. penatalaksanaan pemberian obat


hasil :
paracetamol 500 mg 3 x 1
B Complex 3 x 1
Eritromicyn 4 x 500 mg
Fluconazole 1 x 200 mg
Cotrimoxasole 2 x II
Bronhexin 3 x C I
Eupilin R 2 x 1
OAT kat I

NO
1
2.

HARI/TGL
2
Rabu

NDX
3
I

JAM
4
10.00

10 Mei 2006

IMPLEMENTASI
5
1. Observasi TTV
Hasil :
TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/mnt,
P : 28 x/mnt, S : 37 0 C

11.00

2.

Membantu klien melakukan


posisi fowler atau semifowler.

Hasil : Klienmasih tampak sesak.


I

11.00

3. Melatih klien untuk batuk efektif


dan latihan nafas dalam
Hasil : klien dapat mengikuti
dengan baik.

III

12.00

1. Mengkaji pola tidur klien


Hasil : Klien masih sulit tidur
nyenyak

II

14.20

2. Mengkaji kemampuan klien untuk


menelan
Hasil : klien masih sulit menelan
BB : 75 Kg

III

14.30

1. Membatasi pengunjung
Hasil : klien dapat beistirahat
2. Menciptakan lingkungan yang
tenang
Hasil : klien dapat beristirahat
dengan baik
3. Berdiskusi dengan klien tentang
pentingnya pola tidur
Hasil : klien banyak bertanya.

4. penatalaksanaan pemberian obat


hasil :
paracetamol 500 mg 3 x 1
B Complex 3 x 1
Eritromicyn 4 x 500 mg
Fluconazole 1 x 200 mg
Cotrimoxasole 2 x II
Bronhexin 3 x C I

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien

: Tn. O

Dx. Medik

: TB Paru

Umur

: 33 Thn

Ruangan

: Nusa Indah

Tanggal

: 09 Mei 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki


NO
1

HARI/TGL
2
Selasa,

NDX
3
I

JAM
4
16.00

09 Mei 2006

EVALUASI/SOAP
5
S : klien mengatakan masih sesak
O:

klien tampak sesak RR : 30 x/mnt

nampak terpasang O2 4 Ltr/mnt

ada bunyi nafas tambahan, dan cuping


hidung.

A : Masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4.
1. Kaji tingkat fungsi pernafsan, bunyi pernafasan
dan kecepatan.
2. berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi,
bantu pasien untuk nafas dalam
3. Beri HE pentingnya batuk secara efektif dan
efesien.
4. Kolaborasi tim medis dalam pemberian obat
antibiotik dan OAT
II

16.10

S:

klien mengluh nyeri menelan

klien mengatakan kurang nafsu makan dan


mual

O:

porsi makan dari porsi yang disediakan

bibir nampak kering

lidah kotor

A : Masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
1. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan.
2. Rencanakan diit dengan pasien dan orang
penting lainnya.
3. kolaborasi dengan tim gizi untuk diit melalui
TKTP
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
cairan ifnus dextrose 5%
III

16.20

S : klien mengatakan susah tidur dan sering


terbangun
O:

klien nampak gelisah

frekuensi tidur klien 5 jam / 24 jam

A : masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4.
1. Kaji pola tidur pasien
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
3. Batasi pengunjung
4. Berikan HE kepada klien tentang pentingnya
tidur

NO
1

HARI/TGL
2
Rabu,

NDX
3
I

JAM
4
13.00

10 Mei 2006

EVALUASI/SOAP
5
S : klien mengatakan sesaknya berkurang
O:

Sesak klien tampak menurun RR 28 x/mnt

nampak terpasang O2 4 Ltr/mnt

ada bunyi nafas tambahan, dan cuping


hidung.

A : Masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4.
1. Kaji tingkat fungsi pernafsan, bunyi pernafasan
dan kecepatan.
2. berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi,
bantu pasien untuk nafas dalam
3. Beri HE pentingnya batuk secara efektif dan
efesien.
4. Kolaborasi tim medis dalam pemberian obat
antibiotik dan OAT
II

13.20

S:

klien mengatakan kurang nafsu makan dan


mual

O:

porsi makan dari porsi yang disediakan

bibir nampak kering

lidah sedikit kotor

A : Masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
1. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan.

2. Rencanakan diit dengan pasien dan orang


penting lainnya.
3. kolaborasi dengan tim gizi untuk diit melalui
TKTP
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
cairan ifnus dextrose 5%
III

14.20

S : klien mengatakan masih susah tidur dan sering


terbangun
O:

klien nampak lemah dan lesu

frekuensi tidur klien 5 jam / 24 jam

A : masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4.
1. Kaji pola tidur pasien
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
3. Batasi pengunjung
4. Berikan HE kepada klien tentang pentingnya
tidur

También podría gustarte