Está en la página 1de 30

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK KARDIOLOGI

SESAK NAFAS JANTUNG

Oleh :
KELOMPOK B-4
Ketua : Sarah Tri Wahyuni

1102013264

Sekretaris : Nurhalimah

1102010212

Anggota : MutiaKhaerani

1102013188

Muhammad Rayhan

1102013183

RizkyCaranggono

1102013257

RobyanaOktaviaHaryati

1102013258

RufaidaMudrika

1102013259

Salsabila Rahma

1102013260

SaniaDysa H

1102013261

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2014/2015

Page 1

SKENARIO 3
SESAK NAFAS JANTUNG

Seorang laki laki berusia 28 tahun, sudah menderita penyakit jantung rematik sejak berusia
6 tahun. Dua minggu terakhir pasien mengalami sesak nafas berat sehingga sulit melakukan
aktivitas. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kardiomegali, gallop dan murmur sistolik
derajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalar ke aksila.

Page 2

KATA KATA SULIT :


1. Penyakit jantung rematik : kelainan jantung akibat demam rematik / kelainan karditis
rematik
2. Kardiomegali : pembesaran jantung dimana kondisi ini bisa terjadi pada atrium dan
ventrikel
3. Sesak nafas : gangguan fungsi pernafasan yang diakibatkan mengecil / tersumbatnya
saluran pernafasan.
4. Gallop : kelainan bunyi jantung yang terjadi ketika pengisisan darah ventrikel selama
diastolik terhambat.
5. Katup mitral : katup yang berada di sebelah kiri jantung yang membuka dari atrium
sinistra ke ventrikel sinistra.

IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
3.
4.

Mengapa pasien mengalami kardiomegali ?


Apa yang menyebabkan pasien sesak nafas ?
Mengapa terjadi gallop dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area katup mitral ?
Apa penyebab dari penyakit jantung rematik ?
Page 3

5.
6.
7.
8.

Adakah faktor resiko dari penyakit jantung rematik ? jika ada sebutkan ?
Apa yang dimaksud dengan demam rematik ?
Pencegahan dari penyakit jantung rematik ?
Mengapa gejala timbul ketika 28 tahun sedangkan menderita penyakit jantung rematik
sejak 6 tahun ?
9. Penyakit jantung rematik di derita pada usia berapa?
10. Bagaimana tatalaksana pada penyakit jantung rematik ?
11. Pemeriksaan penunjang apa saja untuk menegakkan diagnosis ?
12. Komplikasi pada penyakit jantung rematik ?
13. Diagnosis banding pada penyakit jantung rematik ?
14. Manifestasi klinik pada penyakit jantung rematik ?
15. Apakah penyakit jantung rematik terdapat di indonesia ?

JAWABAN
1. Karena terjadi kerusakan pada katup jantung sehingga jantung berkerja memompa
darah
2. Karena tekanan pulmonalis meningkat, sebagai kompensasi kerusakan katup mitral
3. Karena kerusakan katupnya belom parah
4. Bakteri streptococcus hemolyticus group A
5. Faktor genetik, jenis kelamin, usia, etnik dan ras, reaksi autoimun, faktor lingkungan (
keadaan sosial yang buruk ), iklim , geografis dan cuaca.
6. Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses
Page 4

rematik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh
terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat.
7. Jaga kesehatan , hindari faktor resiko, pengobatan dini dan profilkasis.
8. Karena perjalanan penyakit berlangsung lama.
9. 5 15 tahun
10. Obat antiinflamasi ( aspirin, prednison ), penisilin, protokol profilaksis
11. Ekg, ekokardiogram, LED, Usap tenggorok , ASTO
12. Gagal jantung, infark, emboli
13. Reumatic arthritis, anemia
14. Karditis, eritema marginatum, khorea sydenham, nodul subkutan
15. Tidak, terdapat di negara berkembang

HIPOTESA
Infeksi streptococcus menimbulkan reaksi silang yang menyerang antigen bakteri, setelah itu,
terjadi autoimun yang bisa menyerang sendi, kuliat, jantung, yang menyebabkan gejala sesak
nafas. Dan pada pemeriksaan fisik di temukan kardiomegali dan bunyi jantung tambahan
seperti gallop dan murmur. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang seperti usap
tenggorok untuk melihat bakteri. Dan di berikan terapi tatalaksana berupa anti inflamasi.
Antibiotik dan protokol profilaksis.

Page 5

SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami & Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.9.
1.10.
1.11.

Definisi
Etiologi
Epidemiologi
Patofisiologi
Patogenesis
Manifestasi klinik
Diagnosis & diagnosis banding
Tatalaksana
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis

Page 6

LI.1. Memahami & Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik


1.1.

Definisi

Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen
darikatup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Penyakit jantung reumatik
(PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Katup-katup
jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan
infeksitenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus hemoliticus grup A
(contoh:Streptococcus pyogenes), yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang lebih 39
% pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai
dariinsufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Dengan penyakit
jantungreumatik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup dengan derajat
regurgitasiyang berbeda-beda, dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel. Penyakit
jantungreumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup
padaorang dewasa di Amerika Serikat.

Page 7

Penyakit Jantung Rematik merupakan penyakit jantung sebagai akibat adanya sisa
(sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan cacatnya katup jantung. Terjadi
kerusakan pada katup jantung berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
sebagai akibat adaya gejala sisa dari demam rematik.
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut
atau kronik, suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
1.2.

Etiologi

Penyebab penyakit jantung rematik adalah bakteri Streptococcus hemolitic grup A


(Streptococcus pyogenes). Apabila sudah terinfeksi Streptococcus hemolitic grup A maka
harus dilakukan pengobatan serta kepatuhan menggunakan antibiotik yang benar.
Faktor Risiko Penyakit Jantung Rematik
Faktor-faktor pada individu
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak lakilaki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit
jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 35 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak
usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus
adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi
Page 8

yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
1.3.

Epidemiologi

Insidensi demam rematik maupun penyakit jantung rematik telah menurun di Amerika
Serikat dan negara maju lainnya. Prevalensi penyakit jantung rematik di Amerika Serikat
kurang dari 0,05 per 1.000 populasi. Penurunan insidensi dipengaruhi oleh penemuan
penisilin atau perubahan virulensi dari kuman Streptococcus.
Sebaliknya dengan negara-negara maju, insidensi demam rematik dan penyakit jantung
rematikbelum menurun di negara berkembang. Perkiraan di seluruh dunia sekitar 5-30
juta anak-anak dan dewasa muda mengalami penyakit jantung rematik dan 90.000 pasien
meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya.
Morbiditas dan mortalitas : penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama
morbiditas dari demam rematik dan insufisiensi/stenosis mitral di Amerika Serikat dan
dunia. Beratnya gangguan katup dipengaruhi oleh jumlah serangan demam rematik,
jangka waktu permulaan penyakit dan pemulaan terapi, dan jenis kelamin (wanita lebih
sering dari pria).
Jenis kelamin : pria sama dengan wanita namun prognosis lebih buruk pada wanita
daripada pria.
Usia : usia anak-anak, rata-rata usia 10 tahun, bisa juga terjadi pada orang dewasa (20%).
1.4.

Patofisiologi

Page 9

Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar


reaksi antigen antibody terhadap antigen Streptokokus. Salah satu antigen tersebut adalah
protein M- Streptokokus. Protein M Streptococcus memiliki mimikri molekular yang
menyerupai sistem imun tubuh, termasuk hyaluronate dalam kapsul bakteri dan polisakarida
dinding sel bakteri (mirip dengan glikoprotein di katup jantung). Antibodi antimiosin
mengenali laminin (protein matriks ekstraselular alfa helix) yaitu bagian dasar dari struktur
membran katup.
Sel T yang responsif terhadap protein M Streptococcus menyerang endotel katup,
kemudian memicu reaksi autoimun melepaskan sitokin inflamasi (termasuk TNF-alpha dan
IFN-gamma). Karena beberapa sel yang memproduksi IL-4 hadir dalam jaringan katup, maka
peradangan berlanjut, menyebabkan lesi katup.
Penyakit jantung rematik akut sering menghasilkan pancarditis ditandai dengan
endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis diwujudkan sebagai insufisiensi
katup. Katup mitral yang paling sering dan parah terkena (65-70 % pasien), dan katup aorta
frekuensinya lebih sedikit (25 %). Katup trikuspid hanya terkena pada 10 % pasien dan bila
terjadi hampir selalu dikaitkan dengan lesi mitral dan aorta, katup pulmonal jarang terkena.
Insufisiensi katup yang berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif
dan bahkan kematian (1 % dari pasien).
Manifestasi kronis akibat kerusakan progresif pada katup terjadi pada 9-39 % orang
dewasa dengan penyakit jantung rematik sebelumnya. Stenosis atau kombinasi dari stenosis
dan insufisiensi berkembang 2-10 tahun setelah episode demam rematik akut, dan episode
berulang dapat menyebabkan kerusakan progresif pada katup. Kerusakan terjadi pada tingkat
tepi katup, pada katup itu sendiri, chorda tendineae, atau kombinasi dari semuanya. Karena
kerusakan katup mitral kronis dapat terjadi fibrilasi atrium atau pembentukan trombus atrium
kiri dan pembesaran atrium.
Page 10

Yang terjadi di Jantung


Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat
ringan berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang
dapat berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbulah badan-badan Aschoff yang kelak dapat
meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan
viseral maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat
bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan
parietal. Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup
jantung. Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling
sering menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula
terjadi edema dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae.
Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi
ini masa hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang
dapat menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi
fibrinoid sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi
oleh sel-sel jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil.
Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainankelainan pada susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan
tersebut dapat ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi
sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan
pembuluh darah dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang
menunjukkan pembengkakan dan proliferasi endotel.
Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma
1.5.

Patogenesis

Infeksi terjadi apabila organisme melekat pada permukaan endokardium selama episode
bakteremia. Pada beberapa kasus, penyebab infeksi hematogen jelas, seperti pada kasus
pemakaina obat terlarang IV yang menyuntikan bahan tercemar secara langsung ke dalam
aliran darah.
Infeksi di tempat lain atau tindakan gigi, bedah, atau intervensi lainnya. Juga dapat
menyebarkan kuman ke aliran darah.Kondisi yang meningkatkan resiko endokarditis
adalah:
a) Adanya kelainan jantung
Page 11

b) Katup jantung prostetik


c) Penyalahgunaan obat IV
Kecuali jika terluka, endothelium normal resisten terhadap infeksi oleh kebanyakan
bakteri dan terhadap pembentukan trombus. Kerusakan endothelial (pada tempat
pengaruh velositas tinggi atau pada sisi dengan tekanan rendah dari lesi struktural
jantung) menyebabkan aliran yang tidak semestinya dan akan membuat infeksi langsung
oleh mikroorganisme virulent atau perkembangan dari platelet fibrin-trombus tak
terinfeksi -sebuah kondisi yang dinamakan nonbacterial thrombotic endocarditis (NBTE).
Trombus selanjutnya akan menjadi temppat bakteri menempel selama bakteremia
transient.
Lesi jantung seringkali yang dihasilkan pada NBTE adalah regurgitasi mitral, stenosis
aorta, regurgitasi aorta, defek septum ventrikel, dan penyakit jantung kongenital
kompleks. Lesi ini dihasilkan dari penyakit jantung rheumatik (terutama didunia
berkembang, dimana demam rematik tetap merupakan prevalensinya), prolap katup
mitral, penyakit jantung degeneratif, malformasi kongenital. NBTE juga meningkay
sebagai hasil dari keadaan hiperkoagulasi; fenomena ini meningkatkan entitas klinik
marantic endocarditis (vegetasi tak terinfeksi yang terlihat pada pasien dengan malignansi
dan penyakit kronis) dan untuk vegetasi dengan komplikasi systemic lupus erythematosus
dan antiphospholipid antibody syndrome.
Organisme yang menyebabkan endokarditis secara umum memasuki aliran darah dari
permukaan mukosa, kulit atau tempat fokal infeksi. Kecuali untuk bakteri yang lebih
virulent (S. aureus) yang bisa melekat secara langsung ke endothelium yang intact atau
jaringan subendothelial yang terpapar, mikroorganisme didalam darah melekat ke trombi.
Jika resisten terhadap aktivitas bakterisidal serum dan peptida mikrobicidal yang
dilepaskan oleh platelet, organisme berproliferasi dan memasuki keadaan prokoagulan
pada tempat oleh faktor jaringan dari monosit yang melekat atau, pada kasus ini S.
aureus, dari monosit dan endothelium yang intact. Deposisi fibrin, dihasilkan dari faktor
jaringan dari kaskade koagulasi, dberkombinasi dengan aggregasi platelet, distimulasi
oleh faktor jaringan dan secara independen oleh mikroorganisme berproliferasi, dan
menjadi vegetasi terinfeksi.

Page 12

Konsekuensi patofisiologis dan manifestasi klinis dari endokarditis-lain dari gejala


konstitusional, diamana merupakan hasil dari produksi sitokin- meningkat dari kerusakan
ke struktur intracardial; embolisasi fragment vegetasi, mengakibatkan infeksi atau infark
dari jaringan lain; infeksi hematogen dari tempat tersebut selama bakteremia; dan
kerusakan jaringan akibat deposisi sirkulasi kompleks imun atau respon imun terhadap
deposisi antigen bakterial.
1.6.

Manifestasi klinik

Jones membagi gejala atas 2 macam manifestasi yaitu manifestasi mayor (gejala yg
patognomonik) dan manifestasi minor (gejala yang tidak patognomonik tetapi perlu untuk
menegakkan diagnosis).
KRITERIA MAJOR
1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita
pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit
jantung rematik.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah
satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis, dan gagal jantung kongesti .
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul
pertama kali, sementara anda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat . Bising pada karditis rematik
Page 13

dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasimitral), bising awal diastol
di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising CareyCoombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri
2. Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, ke- merahan, teraba panas,
dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik
paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya
berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah,
sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi
pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi
yang lain mulai terlibat.
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat
dijadikan sebagai suatu kriterium Mayor.Selain itu, agar dapat digunakan sebagai
suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurang nya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh
adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan
yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan
otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia
3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.
Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukan kriteria yang lain.
Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga
tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai
timbul.
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik
dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa
gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara
sentrifugal.
Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama
timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah
ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap,
berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan
oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini
hanya ditemukan pada kasus yang berat

Page 14

5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat
di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini
berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya,
dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada
umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

KRITERIA MINOR
1.

Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada
kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat
secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis .

2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot
atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim
terjadi pada anak-anak normal.
Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah
dipakai sebagai kriteria mayor.
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu
demam derajat ringan selama beberapa minggu Demam merupakan pertanda infeksi
yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpa pada begitu banyak penyakit lain,
kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein
C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau
infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam
rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang
ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal
jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi
mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar
protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C
reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat
dipertanyakan.

Page 15

5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal


sistem konduksi pada nodusatrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain
itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai
akan adanya karditis rematik.

Menurut kriteria jones, Penyakit jantung rematik bisa di diagnosa apabila ada minimal
ada 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor
1.7.

Diagnosis & diagnosis banding

Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui
kondisi umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang
parah seperti insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan
mungkin juga terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah
yang masuk ke aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada
penyakit jantung rematik dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga
merupakan suatu pertanda penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan
maupun didapat. Sebagian besar penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan
tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. inspeksi

Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada

Page 16

Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping


hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di
permukaan kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada
adanya gejala dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi
merupakan salah satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk
mendiagnosis penyakit jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi
karena beberapa sebab, mungkin terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau
anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi

Meraba denyut jantung

Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh demam
rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan
membesar apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut
dari penyakit jantung rematik.
4. Perkusi

Mengetahui batas-batas jantung

Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada
penderita kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. auskultasi

Mendengarkan bunyi-bunyi jantung

Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung.
Pada penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan
akibat dari insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan
oleh insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan
suara jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan
dari katup-katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta
yang disebabkan oleh insufisiensi dari katup mitral

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus hemolitic grup A biasanya
negatif dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul.
Upaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi
antibiotik untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.
Page 17

b. Rapid antigen detection test


Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik.
Karena tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi
sensitivitas hanya 60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam
hubungannya dengan tes ini.
c. Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi
antistreptococcal berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi
antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan Streptococcus hemolitic
grup A. Tingkat tinggi dari antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada
pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik.
Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan menguji
beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada interval 2 minggu untuk
mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA.
Tes antibodi untuk komponen seluler Streptococcus hemolitic grup A termasuk
polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi
anti-M.
Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam
rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas
yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau
glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien
demam rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan naik lebih
awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer O antistreptolysin selama
demam rematik.
d. Fase akut reaktan
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk
memantau resolusi peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi
aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
e. Antibodi reaktif jantung
Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
f. Uji deteksi cepat untuk D8/17
Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17
positif pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Roentgenografi dada
Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung
dapat terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan

Page 18

pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat


pneumonia rematik.

b. Dopplerechocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi
dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga
parah memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis),
disfungsi miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung
pada demam rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu
untuk intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal,
dengan fusi komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral
dapat menandakan kalsifikasi.

Page 19

Gambar3.Sistolik Insufisiensi Mitral


http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan
pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang dari
ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding lateral
dan posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV : ventrikel
kanan).

Gambar 4. Diastolik Insufisiensi


Aortahttp://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta memiliki
pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran merah
membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV: ventrikel kiri, LA: atrium kiri, Ao:
aorta, RV: ventrikel kanan).
The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi
individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik
akut. Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi dan warna Doppler,
pasien dibagi menjadi 3 kategori: penyakit jantung rematik yang pasti, penyakit
jantung rematik, dan normal. Untuk pasien anak-anak (didefinisikan pada usia<20
tahun).

c. Jantung kateterisasi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada
penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit
katup mitral dan aorta.
Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi
arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk
insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan
oklusi pembuluh darah.
d. EKG
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik
akut. Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Page 20

Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati


pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin
terkait dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis
yang melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang
spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit
jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit
jantung rematik kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan
perkembangan ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan
demam rematik, bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST
dapat hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.
3. Pemeriksaan histology
Badan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh
limfosit, sel plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah
perivaskular miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran
granulomatous dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan
parut. Sel-sel makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff.
Dalam perikardium, eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan
"roti dan mentega" perikarditis.

Gambar 5. Badan Aschoff


http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6
Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis
rematik, yang merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan kolagen
nekrotik, di daerah fibrosis interstitial

Page 21

Gambar 6. Sel Anitschkow


http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6
Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak
spesifik untuk demam rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff
nodul, sel-sel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang sama
dapat terjadi pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.

Diagnosis banding
1. Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid,
biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris, tidak bermigrasi, kurang
berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit
bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+)
diagnosis ke arah artritis reumatoid.

2. Sickel cell Anemia/ leukemia


Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang significant (< 7 g/dL).
Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan metakarpal.
Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada
sumsum tulang.

3. Artritis karena infeksi


Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.

4. Karditis karena virus

Page 22

Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis


dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali bising sistolik
(MI). Tidak terdapat murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena
pada virus disertai dengan valvulitis.

5. Keadaan mirip chorea


Multiple tics = merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
Cerbral palsy = gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa: kelumpuhan motorik
yang sudah dapat terlihat semenjak awal bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis = perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang bermacam-macam. Gejala
klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan
bicara, kejang, dll.

6.

Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel septum defect) dan
ASD (atrium septum defect). Gambaran klinis yang mendasari:
a. Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising pansistolik
murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IV parasternal kiri.
b. Adanya keluhan sesak napas = akibat gagal jantung
Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang khas untuk demam
reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang mungkin memberi gejala
yang sama atau hampir sama dengan demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Yang perlu
diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase
akut. Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer ASTO akibat infeksi Streptococcus
sebelumnya (yang sebenarnya tidak menyebabkan demam reumatik), maka seolah-olah
kriteria Jones sudah terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta
pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan dengan cermat agar tidak
terjadi diagnosis berlebihan3.
Reumatoid artritis serta lupus eritrmatosus sistemik juga dapat memberi gejala yang mirip
dengan demam reumatik (Tabel 2). Diagnosis banding lainnya ialah purpura HenochSchoenlein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis pasca infeksi, artritis
septik, leukimia dan endokarditis bakterialis sub akut3.
1.8.

Tatalaksana

Penatalaksanaan demam rematik meliputi:


1. tirah baring di rumah sakit
2. eradikasi kuman streptokokus
3. pemberian obat-obat antiinflamasi
4. pengobatan korea
5. Penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli
6. pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin

Page 23

Tirah Baring.
Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat
ringannya penyakit.
Tabel 2. : Tirah baring dan mobilisasi penderita demam reumatik (Taranta &
Markowitz, 1989)
Status Jantung

Penatalaksanaan

Tanpa Karditis

Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2 minggu

Karditis tanpa
Kardiomegali

Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4 minggu

Karditis dengan
Kardiomegali

Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6 minggu

Karditis dengan
gagal jantung

Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi bertahap
selama 3 bulan

Eradikasi kuman streptokokus dengan Antibiotika :


a) Penisilin Benzatin 600.000 - 900.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari
30 kg dan l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali.
Efek Samping : Ruam kulit termasuk letusan makulopapular dan dermatitis
eksfoliatif, urtikaria, Reaksi Serum-sicknesslike (misalnya, menggigil, demam,
edema, arthralgia) Reaksi Jarisch-Herxheimer melaporkan ketika merawat sifilis,
kolitis pseudomembran.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas, reaksi yang serius dan kadang-kadang fatal
Perhatian
: Tidak untuk penggunaan IV. Jangan menyuntikkan IV atau
mempercampurkan dengan solusi IV lainnya. Laporan administrasi IV sengaja terkait
dengan penangkapan kardiorespirasi dan kematian.
Kehamilan
: Diekskresikan lewat ASI, harus hati-hati
Absorption
: IM, lambat
Metabolism : ~30% in liver
Ekskresi
: Urine (60-90%)
b) Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan
kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.
Efek Samping : Diare, mual, kandidiasis oral, muntah, anemia, nefritis interstisial,
hipersensitivitas, anafilaksis, Reaksi Coombs positif.
Kontra Indikasi: Alergi terhadap penisilin, sefalosporin, atau imipenem.
Perhatian
: Perhatian pada kerusakan dan gangguan ginjal. Penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan superinfeksi
Kehamilan
: Diekskresikan di ASI, melewati placenta
Distribusi
: Ikatan protein 80%
Metabolisme : Hati
Ekskresi
: Urin

Page 24

c) Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg
BB/hari selama 10 hari.
Efek Samping : Abdominal pain (8%), Headache (8%), Nausea (8%), Diarrhea (7%),
Rash (3%), Vomiting (3%), Dyspepsia (2%), Flatulence (2%), Pain (2%), Pruritus
(1%), Pseudomembranous colitis, Hypertrophic pyloric stenosis, Fever, Urticaria,
Skin eruptions, Tinnitus <1%, Cholestatic hepatitis, Confusion, Hearing loss,
Hypotension, Ventricular tachycardia, Vertigo, Interstitial nephritis.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas, kerusakan hati, Sejarah hepatitis yang disebabkan
oleh macrolide, hepatitis kolestatik, Pemberian bersama terfenadine (dihentikan),
astemizol (dihentikan), cisapride, atau pimozide
Perhatian
: Risiko kematian mendadak karena penyebab jantung dengan
penggunaan seiring eritromisin oral dengan obat yang menghambat CYP3A4.
Kehamilan
: Melewati plasenta; memasuki ASI
Ekskresi
: Terutama feses, urine (narkoba 2-15% sebagai tidak berubah)
d) Obat-obat lain tidak dianjurkan.
Analgesik dan anti-inflamasi
Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun
adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena itu obat anti
radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan .
Pedoman pemberian analgetik dan anti-inflamasi
Manifestasi Klinik

Pengobatan

Artralgia

Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari

Artritis saja,
karditis
kardiomegali

dan/atau
Salisilat saja 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu dilanjutkan
tanpa
dengan 75 mg/kg BB selama 4-6 minggu.

Karditis
dengan Prednison 2 mg/kg/ BB/hari selama 2 minggu,dikurangi bertahap
kardiomegali atau gagal selama 2 minggu ditambah salisilat 75 mg/kg BB selama 6
jantung
minggu.
a) Aspirin
- Efek Samping: angioedema, bronkospasme, perubahan CNS, masalah
Dermatologic, Nyeri GI, ulserasi, perdarahan, hepatotoksisitas, Gangguan
pendengaran, mual, Penghambatan agregasi trombosit, hemolisis prematur, Edema
paru (salisilat-diinduksi, noncardiogenic), ruam, kerusakan ginjal, tinnitus,
urtikaria, muntah.
- Perhatian : Anemia, GI malabsorpsi, riwayat tukak lambung, asam urat, penyakit
hati, hypochlorhydria, hypoprothrombinemia, gangguan ginjal, tirotoksikosis,
defisiensi vitamin K, batu ginjal, penggunaan etanol (dapat meningkatkan
perdarahan). Menghentikan terapi jika tinnitus berkembang. Tidak diindikasikan
untuk anak-anak dengan penyakit virus, penggunaan salisilat pada pasien anak
dengan varicella atau penyakit seperti flu dikaitkan dengan peningkatan kejadian
sindrom Reye.
Page 25

Kehamilan : Kehamilan kategori di trimester ke-3 adalah sangat penting bahwa


pasien tidak menggunakan aspirin selama 3 bulan terakhir kehamilan kecuali
diperintahkan untuk melakukannya oleh dokter, karena dapat menyebabkan
masalah pada anak yang belum lahir atau komplikasi selama persalinan.
Laktasi
: Obat memasuki ASI, keputusan harus dibuat mengenai apakah akan
menghentikan
menyusui
atau
untuk
menghentikan
obat,
dengan
mempertimbangkan pentingnya obat untuk ibu.
Metabolisme: Dimetabolisme oleh hati melalui sistem enzim microsomal
Ekskresi : Urin (80-100%), keringat, air liur, tinja

b) Prednisone
- Dapat menurunkan peradangan dengan membalikkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan menekan aktivitas PMN. Jika sedang sampai parah karditis ditandai
dengan kardiomegali, gagal jantung kongestif, atau blok jantung, 2 mg/kg/hari PO
harus digunakan sebagai tambahan, atau sebagai pengganti, dari terapi salisilat
atau aspirin. Prednison harus dilanjutkan selama 2-4 minggu, tergantung pada
beratnya karditis, dan dosisnya semakin sedikit selama minggu terakhir terapi.
Efek samping dapat diminimalkan dengan penghentian terapi prednisone setelah 2
minggu dan menambahkan atau mempertahankan salisilat untuk tambahan 2-4
minggu.
- Efek Samping
: angioedema, anafilaksis, bradikardi
- Laktasi
: Obat memasuki ASI, hindari penggunaan
- Metabolisme
: Dimetabolisme oleh hati
- Ekskresi
: Urin
Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama
beberapa minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam,
fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat,
halopenidol sebaiknya tidak diberikan
pada anak di bawah umur 12 tahun.
Penanganan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada
umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian
kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator .
Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya .
Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas
jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia , di samping batas keamanannya yang sempit
NONFARMAKOLOGI
a. Diet
Diet harus bergizi dan tanpa pembatasan kecuali pada pasien dengan gagal jantung
kongestif. Pada pasien ini, asupan cairan dan natrium harus dibatasi. Suplemen kalium
mungkin diperlukan jika steroid atau diuretik yang digunakan.
b. Aktivitas

Page 26

Awalnya, pasien harus bed rest diikuti dengan periode aktivitas dalam ruangan
sebelum diizinkan untuk kembali ke sekolah. Aktivitas penuh seharusnya tidak
diperbolehkan sampai reaktan fase akut telah kembali ke tingkat normal.
c. Perawatan Bedah
Ketika gagal jantung menetap atau memburuk setelah terapi medis yang agresif untuk
penyakit jantung rematik akut, operasi dapat dilakukan untuk menurunkan insufisiensi
katup.
40 % pasien dengan penyakit jantung rematik akut kemudian mengalami stenosis
mitral. Pada pasien dengan stenosis kritis, valvulotomy mitral, balon perkutan
valvuloplasty, atau penggantian katup mitral dapat diindikasikan.
Karena tingginya tingkat gejala berulang setelah annuloplasty atau prosedur perbaikan
lainnya, penggantian katup tampaknya menjadi pilihan bedah yang lebih disukai
1.9.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi berupa:


Mitral stenosis
Mitral regurgitasi
Stenosisaorta dan regurgitasi aorta
Congestive heart failure(CHF)

Rekurensi paling sering terjadi pada


tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh
(Parillo, 2010; Meador 2009).

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya
adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung),
pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup
jantung, dan infark (kematian sel jantung).Endokarditis infeksiosa adalah inflamasi
pada endokardium yang biasanya melibatkan katup dan jaringan sekitarnya yang
terkait dengan agen penyebab infeksi.
1.10.

Pencegahan

1. Pencegahan Primordial
Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yangsehat supaya
tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit jantung. Untuk
mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara kesehatan dankekuatan, maka
diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat mempergunakantubuh dan jiwa dengan
baik untuk melangsungkan hidupnya sehari-hari.Cara tersebut adalah dengan menganut
suatu cara hidup sehat yang mencakup,memakan makanan dan minuman yang
menyehatkan, gerak badan sesuai dengan pekerjaan sehari-hari dan berolahraga, usaha
menghindari dan mencegah terjadinyastres, dan memelihara lingkungan hidup yang sehat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ini ditujukan pada penderita DR. Terjadinya DR seringkalidisertai
pula dengan adanya PJR akut sekaligus. Maka usaha pencegahan primer terhadap PJR
akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang menderita penyakit radang
oleh streptococcus beta hemolitycus grup A pada pemeriksaan THT(telinga, hidung,
tenggorokan), di antaranya dengan melakukan pemeriksaan radang pada anak-anak yang
menderita radang THT, yang biasanya menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai
panas badan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang menyebabkan
Page 27

radang pada THT tersebut. Selain itu, dapat juga diberikan obat antiinfeksi,
termasuk golongan sulfa untuk mencegah berlanjutnya radang dan untuk
mengurangikemungkinan terjadinya DR. Pengobatan antistreptokokus dan antirematik
perludilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap terjadinya PJR akut.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus
beta hemolitycus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebutdilakukan dengan
cara, di antaranya:
a) Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup APemusnahan kuman
Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosisditegakkan, yakni dengan
pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10hari. Pada penderita yang
alergi terhadap penisilin, dapat diganti dengan eritromisindengan dosis maksimum
250 mg yang diberikan selama 10 hari.Hal ini harus tetap dilakukan meskipun biakan
usap tenggorok negatif, karenakuman masih ada dalam jumlah sedikit di dalam
jaringan faring dan tonsil.
b) Obat anti radangPengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi
radang akutdemam reumatik, seperti salisilat dan steroid. Kedua obat tersebut efektif
untuk mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus
lagi,salisilat digunakan untuk demam rematik tanpa karditis dan steroid digunakan
untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju
endapan darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit.
c) DietBentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Padasebagian
besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup.Selain itu
diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan seratuntuk
menghindari konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melaluimakanan
dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.
d) Tirah baringSemua pasien demam rematik akut harus tirah baring di rumah sakit.
Pasienharus diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung.
Karditishampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan,
sehingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.
4. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita akan
mengalami klasifikasi dari PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensimitral, stenosis aorta,
dan insufisiensi aorta.
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan
adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah
bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman
Streptokokus beta hemolyticus). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang
terserang kuman tersebut, diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang
jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan
determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai
peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptokokus beta hemolyticus dan mengalami
demam rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini
Page 28

menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit


jantung rematik.
1.11.

Prognosis

Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis
sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik. Selama
5 tahun pertama perjalanan penyakit demam reumatik dan penyakit jantung reumatik tidak
membaik bila bising organik katup tidak menghilang, (Feinstein AR dkk, 1964). Prognosis
memburuk bila gejala karditisnya lebih berat dan ternyata demam reumatik akut dengan
payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data
penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara
baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya
karditis, sehingga kerusakkan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi
angka kematian demam reumatik ini. (Irvington House Group & U.K and U.S 1965).
Penelitian selama 10 tahun yang mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama
kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang
berat tanpa diketahui adanya kekambuhan demam reumatik atau infeksi streptokokus.
(Stresser, 1978).
Adanya atau tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis jantung
reumatik. Perkembangan dari penyakit jantung residual dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
a) Keadaan jantung pada awal terapi. Semakin berat keterlibatan jantung pada saat
pertama kali pasien diperiksa, semakin besar resiko timbulnya kelainan jantung
residual.
b) Kekambuhan demam reumatik. Semakin berat keterlibatan katup, maka angka
kekambuhannya semakin tinggi.
c) Regresi dari gangguan jantung. Bukti adanya keterlibatan jantung pada serangan awal
mungkin tidak terlihat pada 10 25 % pasien, dan baru nampak kurang lebih 10 tahun
setelah serangan awal.
Prognosis demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur,
ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa
kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20%
penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Page 29

Sudoyo AW, dkk (2006). Demam rematik dan penyakit jantung rematik. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III edisi IV. Pusat penerbitan departemen Ilmu penyakit dalam, FKUI,
Jakarta, hal 1560- 1565
Burke, Allen Patrick (Unggah : 9 September 2013. Unduh : 18 Desember 2013) Pathology of
Rheumatic Heart Disease. http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#a1
Chin, Thomas K (Unggah : 30 May 2012. Unduh : 18 Desember 2013) Pediatric Rheumatic
Heart Disease. http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#a0104
Teddy Ontoseno, Soebijanto Poerwodibroto, Mahrus A.
Rahmanhttp://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-vksh247.htm)
Abdullah Afif Siregar, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Fakultas
Kedokteran USU, Medan

Page 30

También podría gustarte