Está en la página 1de 23

PRESENTASI KASUS

Congestive Heart Failure


(CHF)

Disusun oleh :
Andika Pratiwi

G4A014049

Pembimbing :
dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2015

LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
Congestive Heart Failure

Pada tanggal,

2015

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :

Andika Pratiwi

G4A014049

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. T

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Usia

: 60 tahun

Alamat

: Karanggude Kulon RT 6 RW 3 Karang Lewas

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 18 Januari 2015

Tanggal pemeriksaan

: 20 Januari 2015

Nomor CM

: 009257

B. ANAMNESIS
Diambil dari anamnesis tanggal 20 Januari 2015
1. Keluhan Utama
: Sesak nafas
2. Keluhan tambahan : kaki bengkak, batuk, cepat lelah
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak napas
dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk RS dan semakin memberat.
Pasien mengeluhkan sesak nafas bertambah berat jika berada dalam posisi
telantang dan sesak nafas berkurang apabila pasien duduk atau tiduran
menggunakan bantal tinggi, bantal yang digunakan sebanyak 3 bantal.
Setiap malam pasien hampir selalu terbangun tidur dikarenakan sesak
napas. Keluhan sesak napas tidak disertai bunyi ngik-ngik. Satu hari
sebelum masuk RS pasien merasakan sesak semakin bertambah parah,
sesak napas membuat pasien tidak dapat tidur. Sesak napas dirasakan terus
menerus walaupun sedang istirahat.
Keluhan ini disertai dengan kaki yang membengkak. Kaki bengkak
dirasakan sejak tiga hari yang lalu. Keluhan kaki bengkak sudah pernah
dirasakan sebelumnya. Kaki membengkak membuat pasien sulit
beraktivitas. Keluhan kaki membengkan tidak kunjung membaik dalam
dua hari terakhir, kaki akan semakin bengkak apabila pasien duduk dalam
waktu lama.

Selain

sesak

nafas

dan

kaki

membengkak.

pasien

juga

mengeluhkan batuk kering, batuk terus menerus tidak disertai dahak dan
darah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit sama
Penyakit jantung
Penyakit gula
Penyakit darah tinggi
Penyakit asma
Penyakit kuning
Penyakit jangka lama
Riwayat Alergi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit sama

:
: diakui
: diakui
: disangkal
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
:
: disangkal

Penyakit jantung
: disangkal
Penyakit gula
: disangkal
Penyakit darah tinggi
: disangkal
Penyakit asma
: disangkal
Penyakit kuning
: disangkal
Penyakit jangka lama
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan
yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat baik. Sebelum sakit, pasien aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan.

b. Home
Pasien tinggal bersama 1 istri dan 2 anaknya . Rumah pasien terdiri
dari 3 kamar dengan ukuran sedang. Rumah pasien berdinding tembok,
ventilasi jarang sekali dibuka, lantai terbuat dari keramik.
c. Occupational
Pasien adalah seorang pensiunan guru, kegiatan sehari- hari hanya
membersihkan kebun miliknya sendiri
d. Personal habit
Pasien mengaku makan sehari 3 kali dengan lauk seadanya. Pasien
mengaku jarang berolahraga dan mempunyai riwayat kebiasaan
minum kopi setiap hari.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaaan umum

: Tampak sesak, sedang

Kesadaran

: compos mentis

Keadaan gizi

: baik

Vital Sign

: TD

: 150/100 mmHg

Nadi

: 110 x/menit

RR

: 22 x/menit

Suhu : 36,3 C
Status Generalis
Kepala

: normochepal, rambut hitam, distribusi merata

Mata

: konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

: bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut

: mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Leher

: deviasi trakhea -, JVP 5 + 4 cmH2O

Status Lokalis
Paru
inspeksi

: hemithorax sinistra lebih cembung dari dextra


ketinggalan gerak

palpasi

: Apex vocal fremitus dextra = sinistra


Basal vocal fremitus dextra = sinistra

perkusi

: sonor, batas paru hepar di SIC V LMCD

auskultasi

: apex sinistra SD ves +


basal dextra SD ves +
basal sinistra SD ves +, rbh basal dextra SD ves +, rbh rbk parahilier -/wh parahilier -/-

Jantung
inspeksi

: ictus cordis terlihat di SIC VI 2 jari lateral LMCS


pulsasi parasternal - , pulsasi epigastrium -

palpasi

: ictus cordis teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS

kuat angkat (+)


perkusi

: batas jantung
kanan atas di SIC II LPSD
kiri atas di SIC II LPSS
kanan bawah di SIC IV LPSS
kiri bawah di SIC VI 2 jari lateral LMCS

auskultasi

: S1 > S2, murmur (-) gallop (-)

Abdomen
inspeksi

: datar

auskultasi

: bising usus + normal

palpasi

: supel, nyeri tekan -, undulasi

perkusi

: timpani, pekak sisi -, pekak alih -

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Ekstremitas

Edema
Sianosis
Akraldingin

Ekstremitas
superior
Dextra Sinistra
-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium tanggal 18 Januari 2015
Darah Lengkap
Hemoglobin : 12,9 g/dl (L)
Leukosit

: 6640 /uL

Hematokrit

: 33 % (L)

Eritrosit

: 3,9 x 106 (L)

Trombosit

: 217.000 / uL

MCV

: 83,9 fL

MCH

: 33,0 pg (H)

MCHC

: 39,3 % (H)

RDW

: 15,4 % (H)

Ekstremitas
inferior
Dextra
Sinistra
+
+
-

MPV

: 10,7 fL

Hitung Jenis
Basofil

: 0,4 %

Eosinofil

: 1,3 % (L)

Batang

: 0,6 % (L)

Segmen

: 76,8 % (H)

Limfosit

: 15,9 % (L)

Monosit

: 5,0 %

Kimia Klinik
Ureum

: 40,0 mg/dl (H)

Kreatinin

: 0,85 mg/dl

GDS

: 108 mg/dl

Natrium

: 134 mmol/l (L)

Kalium

: 4,6 mmol/l

Klorida

: 99 mmol/l

Hasil EKG 18 Januari 2015

Hasil pemeriksaan X-Foto thorax AP

Intepretasi
- Kardiomegali (LV)
- Kalsifikasi arcus aorta
- Gambaran edema pulmonum, masih mungkin disertai infiltrate
8

Efusi pleura kiri

E. DIAGNOSIS KERJA
CHF
F.

PENATALAKSANAAN
1. Non farmakologis
Bed rest
2. Farmakologis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

G.

O2 4 LPM NK
IVFD RL 20 tpm
Inj. Furosemid 3x1 amp IV
PO ISDN 1x1
PO Valsartan 1x1
PO Digoxin 2x tab
PO Spironolacton 1x1 25 mg

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: bonam
: malam

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular menjadi masalah kesehatan yang utama dalam
masyarakat pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti
Indonesia.

Gagal

jantung

kongestif

merupakan

satu-satunya

penyakit

kardiovaskular yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Setengah dari


pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih mempunyai harapan untuk hidup
selama 5 tahun. Namun sekitar 250,000 pasien meninggal oleh sebab gagal
jantung baik langsung maupun tidak

langsung setiap tahunnya, dan angka

tersebut telah meningkat 6 kali dalam 40 tahun terakhir. Risiko kematian dari

penyakit gagal jantung setiap tahunnya sebesar 5-10%,pada pasien dengan gejala
ringan akan meningkat hingga 3040% hingga berlanjutnya penyakit (Ghanie,
2009)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung
kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan
(Mansjoer, 2001)
Menurut National Heart Lung and Blood Institute insidensi penyakit gagal
jantung semakin meningkat setiap tahun dan rata-rata 5 juta penduduk United
States menderita gagal jantung. Penyakit gagal jantung adalah puncak
hospitalisasi yang utama dikalangan pasien U.S yang berumur lebih daripada 65
tahun dan menyebabkan lebih kurang 300,000 kematian dalam setahun .Walaupun
perbaikan dalam terapi, angka kematian pada pasien dengan gagal jantung tetap
sangat tinggi. Pembaruan 2010 dari American Heart Association (AHA)
memperkirakan bahwa terdapat 5,8 juta orang dengan gagal jantung di Amerika
Serikat pada tahun 2006 dan juga terdapat 23 juta orang dengan gagal jantung
diseluruh dunia (Greenberg, 2007).
Di Indonesia, data-data mengenai gagal jantung secara nasional masih
belum ada. Namun, Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan
bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian
terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia .

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks yang timbul
disebabkan kelainan sekunder dari abnormalitas struktur jantung dan atau
fungsi (yang diwariskan atau didapat) yang merusak kemampuan ventrikel
kiri untuk mengisi atau mengeluarkan darah (Braunwald, 2007)
Gagal jantung adalah keadaan dimana darah yang dipompakan dari
jantung tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Secara singkat, gagal jantung
merupakan gangguan kemampuan jantung untuk memompakan darah dari
vena menuju arteri. Gagal jantung juga dapat dikatakan sebagai gangguan
proses biokimia dan biofisika jantung yang mengakibatkan rusaknya
kontraktibilitas dan relaksasi miokard. Hal ini mengakibatkan percepatan
kematian sel otot jantung sehingga meyebabkan kecacatan dan kematian dini.
11

B. Epidemiologi
Gagal jantung adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama. Gagal
jantung menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama pada
lansia. Studi Framingham memberikan gambaran yang cukup jelas tentang
gagal jantung. Pada studi ini disebutkan bahwa kejadian gagal jantung per
tahun pada orang berusia>45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang lakilaki dan 4,7 kasus setiap 1000orang perempuan, dimana prevalensi gagal
jantung adalah 24 setiap 1000 orang laki-laki dan 25 setiap orang perempuan.
Gagal jantung ditandai dengan mortalitas yang tinggi dengan frekuensi
rawat inap di rumah sakit yang sering dan penurunan kualitas hidup.
Meskipun penatalaksanaan gagal jantung telah mengalami kemajuan, hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar kasus kematian terjadi pada bulan
pertama rawat inap.

C. Etiologi
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi
gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung
dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas,
afterload.
Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot
jantung.
Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriol.

12

D. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. New
York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas:
1. kelas 1
Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
2. kelas 2
Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
3. kelas 3
Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4. kelas 4
Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring
American

College

of

Cardiology/American

Heart

Association

(ACC/AHA) Klasifikasi ini menekankan pada evolusi dan perkembangan


gagal jantungkronik. Klasifikasi ini melengkapi klasifikasi NYHA dan memb
antu penerapan pengobatan awal, yaitu:
1. Stage A : Pasien mempunyai resiko tinggi mengalami gagal jantung karena
menderita penyakit yang merupakan penyebab terjadinya gagal jantung.
Pasien seperti ini tidak mempunyai abnormalitas struktur jantung maupun
fungsi perikardia, miokard, atau katup jantung dan tidak pernah
memperlihatkan gejala gagal jantung.
2. Stage B : Pasien dengan penyakit jantung dengan abnormalitas struktur
yang merupakan penyebab terjadinya gagal jantung namun tidak pernah
menunjukkan gejala gagal jantung
3. Stage C : Pasien yang pernah atau sedang mengalami gejala gagal jantung
akibat adanya abnormalitas struktur jantung.
4. Stage D : Pasien dengan abnormalitas struktur jantung yang parah dan
menunjukkan gejala gagal jantung pada saat beristirahat meskipun
diberikan terapi medik secara maksimal sehingga memerlukan penanganan
yang khusus.
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di

13

mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume). (Panggabean,
2010).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload; (2)
Kontraktilitas; (3) Afterload. Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami
beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika
volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas
atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung
lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat
masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi
pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu,
takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu

14

terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya


dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus,
yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensinaldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri
sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat
ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik
atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini
terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

15

F. Penegakan Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan
penilaian klinis, didukung oleh : .
1. Diagnosis gagal jantung berdasarkan criteria ini harus mendapatkan/mene
mukan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor. Kriteria ini disebut kriteria FarmingHam:
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dispnea

Kriteria minor
Edema ektremitas

Distensi vena-vena leher


Peningkatan vena jugularis
Ronki
Kardiomegali

Batuk malam
Sesak pada aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura

16

Edema paru akut

Kapasitas vital berkurang 1/3 darin

ormal
Gallop bunyi jantung ke 3
Takikardia (>120 denyut per menit)
Refluks hepatojugular positif
Penurunan berat badan >4,5
kgdalam 5 hari terapi
2.

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Darah
Pasien dengan gagal jantung onset baru dan yang sudah kronis dan
juga dekompensasi akut harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit, ureum,kreatinin, fungsi hati, dan juga urinalisis. Pada
beberapa pasien juga harus dilakukan pemeriksaan penyaring diabetes
mellitus (kadar gula darah puasa dan 2 jam PP),dislipidemia (profil
b.

lipid), dan kelainan tiroid (kadar TSH)


Elektrokardiogram
EKG rutin 12 lead direkomendasikan untuk semua pasien gagal
jantung. Adapun peranan EKG disini adalh untuk menilai irama
jantung, melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, melihat riwayat
infark miokard sebelumnya (ada atau tidaknya gelombang Q
patologis), dan juga menilai lebar QRS sebagai kandidat terapi
resinkronisasi. EKG yang normal pada umumnya mengeksklusikan

c.

disfungsi sistolik
Radiologi
1) Foto thoraks
Foto thoraks memberi informasi tentang bentuk dan ukuran
jantung,gambaran

vaskularisasi

pulmonal,

dan

juga

dapat

mengidentifikasi penyebab non-kardial dari gejala-gejala pasien.


Meskipun pasien dengan gagal jantung akut mempunyai bukti
adanya hipertensi pulmonal, edema interstisial, dan/atau edema
pulmonal, mayoritas pasien dengan gagal jantung kronis tidak.
Tidak adanya temuan-temuan ini pada pasien dengan gagal jantung
kronis menggambarkan peningkatan kapasitas drainage dari sistem
limfatik untuk membuang cairan interstisail dan pulmonal
2) Echocardiografi
Pencitraan jantung noninvasif adalah penting untuk diagnosis,
evaluasi, dan penatalaksanaan dari gagal jantung. Test yang paling

17

berguna adalah echocardiogram 2-D/ Doppler, yang dapat memberi


gambaran semikuantitatif dari ukuran dan fungsi ventrikel kiri
begitu juga ada tidaknya abnormalitas katup dan/atau gerakan
dinding regional (indikatif untuk MI sebelumnya). Indeks penting
untuk menilai fungsi dari ventrikel kiri adalah ejection fraction
(perbandingan stroke volume terhadap end-diastolic volume). Oleh
karena

EF

mudah

untuk

dinilai

dengan

menggunakan

testnoninvasive, hal ini telah diterima luas di kalangan klinisi.


Namun EF juga memiliki beberapa keterbatasan sebagai ukuran
kontraktilitas, karena juga dipengaruhi oleh perubahan pada
afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LVEF akan meningkat
pada regurgitasi mitral oleh karena ejeksi darah ke dalam atrium
kiri yang tekanannya rendah. Meskipun demikian, dengan
pengecualian kasus di atas, ketika EF normal (50%), fungsi
sistolik

biasanya

adekuat,

dan

jika

EF

menurun

(<30-

40%),kontraktilitas biasanya juga menurun


3) Biomarker
Kadar natriuretic peptides di sirkulasi berguna sebagai pemeriksaan
tambahan untuk mendiagnosis pasien dengan gagal jantung. Baik
B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP, yang
dilepas pada saat kegagalan jantung terjadi,adalah marker yang
sensitif adanya gagal jantung dengan EF yang menurun; marker ini
juga meningkat pada pasien dengan EF yang normal, meskipun
kadarnya lebih rendah
G. Penatalaksanaan
Berdasarkan guideline ACC/AHA 2005 yang direvisi tahun 2009
memberikan rekomendasi penatalaksanaan yang berbeda pada setiap stadium
dari gagal jantung yaitu:

18

Non Farmakalogi :
1) Penyuluhan tentang gagal jantung kepada pasien dan keluarganya.
2) Mengontrol berat badan
3) Pengaturan diet dan kebiasaan sehari-hari
Diet rendah garam (<2 gr/hari)
Pembatasan intake cairan (1,5-2L/hr)
Hindari konsumsi alkohol
Berhenti merokok
4) Pembatasan dan penyesuaian aktivitas fisik
5) Obat-obatan yang perlu mendapat perhatian khusus
Farmakologi .(Hauser, 2005) :
1. Diuretik
Kebanyakan pasien dengan

gagal

jantung

membutuhkan

paling

sedikitdiuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena


jugularisnormal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan
loop diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik
dapatdinaikkan, berikan diuretik intravena atau kombinasi loop diuretik

19

dantiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50


mg/haridapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
sedangsampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung
sistolik.
2. ACE Inhibitor
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal dan
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri
3. Penyekat Beta
Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberianmulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu
dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila
keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III.
4. Angiotensin II antagonis reseptor
Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila adakontraindikasi
penggunaan penghambat ACE dan diuretik
5. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat
memberikan hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan
penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
6. Digoksin
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik

dengan

gagal

jantungdisfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi


atrial,digunakan bersama-sama diuretik, penghambat ACE, penyekat beta.
7. Antikoagulan dan antiplatelet.
Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita
dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
8. Anti aritmia
Aritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang tidak menetap.
9. Antagonis kalsium dihindari
H. Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui.
Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi
yaitu: (2)
1. Kelas NYHA I
2. Kelas NYHA II
3. Kelas NYHA III
4. Kelas NYHA IV

: mortalitas 5 tahun 10-20%


: mortalitas 5 tahun 10-20%
: mortalitas 5 tahun 50-70%
: mortalitas 5 tahun 70-90%

20

KESIMPULAN
1. Diagnosis pasien ini adalah gagal jantung kongestif (NHYA III) Didasarkan
oleh anamnesis, yaitu sesak napas, kaki bengkak, batuk, cepat lelah.
Pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema inferior, peningkatan JVP.
2. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien ini ekokardiogram untuk
menentukan kemungkinan kelainan katub yang menyebabkan. Selain itu, perlu
dilakukan pemeriksaan tambahan lainnya meliputi fungsi hati, ginjal, dan
elektrolit untuk menilai keberhasilan pengobatan dan efek samping.

21

DAFTAR PUSTAKA
1) Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi
5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
2) Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica
Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
3) Greenberg, Barry H. Congestive Heart Failure, Philadephia, USA:
Lipincott Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168
4) Braunwald, E., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In:Kasper, D.L. et
all, ed.17 th Edition Harrisons Principles of Internal Medicine.New York:
McGraw-Hill, 2152-2180
5) Panggabean, Marulam M. 2010. Dalam Gagal jantung. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam.
hal: 1583.

22

6) Hauser K, Longo B, Jameson F. 2005. Harrisons principle of internal


medicine. ed XVI

23

También podría gustarte