Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
NYERI SENTRAL
OTAK: CIDERA ISKEMIK
Deskripsi Masalah
Kebanyakan nyeri pasca stroke sentral (CPSP) terjadi setelah stroke talamik,
tapi cidera di daerah otak lainnya dapat menimbulkan nyeri kronis termasuk
miotom.
CPSP seringnya bersifat ireversibel dan pilihan terapi efektifnya maish
terbatas.
Tidak ada kualitas nyeri yang patognomonik untuk nyeri sentral, tapi rasa
terbakar dan sakit yang konstan merupakan deskripsi umum yang bercampur
dengan sensasi tajam/menusuk yang akut dan berulang (lihat Tabel 34-1).
Intensitas nyeri biasanya tidak ekstrim tapi lumayan menjengkelkan dan
mengganggu.
Patofisiologi Nyeri
Sebagian besar peneliti setuju bahwa CPSP sentral disebabkan oleh gangguan
sistem somatosensoris.
Nyeri sentral tidak bebas dari kelainan di fungsi otot, koordinasi, pandangan,
Bagian tubuh yang terlibat dalam nyeri yang sedang berlangsung nantinya
secara virtual selalu menampilkan kelainan sensoris termal seringnya dengan
Patofisiologi Nyeri
o Nyeri sentral nontrigeminal dan durasi nyeri yang lebih dari 6 bulan dan
tidak ada penyebab lain yang diketahui atau yang diduga menjadi
penyebab nyeri
o Dikombinasikan dengan kriteria diagnostik untuk sklerosis multipel
seperti pemerikasaan radiologi yang menunjukkan adanya lesi dan
medulla spinalis
Nyeri sentral sklerosis multipel diduga merupakan dampak dari gangguan
MEDULLA SPINALIS
CIDERA ISKEMIK TRAUMATIK
Deskripsi Masalah
Sensasi nyeri merupakan sekuel paraplegi dan kuadriplegi akibat dari cidera
cidera di bawah cidera medula spinalis dan akibat dari perubahan patologi
ditangani.
Sindrom nyeri disestetik didefinisikan sebagai timbulnya nyeri kaudal dari
tempat cidera selama periode berapa pun setidaknya 4 minggu pasca cidera
dengan presentasi nyeri awal yang muncul pada tahun pertama. Prevalensi
nyeri disestetik paling besar pada pasien dngan kuadriplegi inkomplit, dengan
sensasi nyeri yang umumnya dirasakan di ekstremitas bawah dan trunk
Patofisiologi Nyeri
terhadap terapi tertentu, tapi banyak lainnya yang resisten (lihat Tabel 34-1)
LESI MEDULA SPINALIS/SYRINGOMYELIA
Deskripsi Masalah
Syringomyelia adalah salah satu dari beberapa lesi medula spinalis yang
sering menimbulkan nyeri sentral
menjadi 59%.
Kelainan ini bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun
untuk berkembang dan demikian adalah komplikasi lambat yang khas pada
cidera spinal.
Pasien dengan masalah ini biasanya mengeluhkan sakit dan nyeri terbakar
Patofisiologi Nyeri
begitu dipahami.
Penemuan teknik MRI sangat memfasilitasi penegakan diagnosis penyakit ini.
Nyeri yang timbul diduga berhubungan dengan gangguan aparatus
somatosensoris spinal dan seluruh gangguan neurofisiologi juga terlibat di
dalamnya.
yang serupa.
Nantinya pasien akan semakin memerlukan dosis obat yang lebih tinggi dari
ketiga.
Sayangnya, tidak ada studi kontrol pada banyaknya penggunaan obat ini
setelah cidera medula spinalis dan pada sinfrom nyeri sentral lainnya, tapi
buktinya kuat bahwa nyeri cidera saraf responsif terhadap terapi ini.
Tidak ada rasional yang jelas untuk memilih antara satu obat dan yang
lainnya sebagai terapi awal, tapi gabapenting telah menjadi antikonvulsan
pilihan lini depan dalam banyak praktek kedokteran di seluruh dunia.
OBAT-OBAT ANTIDEPRESAN
OBAT-OBAT ANTIARITMIA
Agen antiaritmia anestesi oral telah terbukti efektif dalam mengatasi lesi
nyeri neuropati dalam berbagai studi kontrol, tapi obat-obat ini, misal
mexiletine, tidak ditoleransi dengan begitu bagus dan dapat bersifat
pilihan
ketiga
atau
keempat
dalam
sklerosis multipel.
Opioid memiliki beberapa tempat analgesik potensial di medula spinalis dan
Penting untuk diingat bahwa pasien dengan sindrom nyeri sentral cenderung
menunjukkan resistensi yang lebih besar terhadap terapi analgesik jika
STIMULASI LISTRIK
Stimulasi Saraf Listrik Transkutan (TENS)
Terapi stimulasi saraf telah lama dipelajari untuk pasien dengan nyeri akibat
Infus obat-obatan intratekal secara terus menerus digunakan dalam kasuskasus tertentu, khususnya nyeri sentral akibat cidera medula spinalis yang
Klonidin yang paling bermanfaat ketika spasme yang dibarengi dengan gejala
yant timbul nyeri.
Blokade reseptor dan sistem secondary messenger ini dapat mencegah dan
Terapi operasi untuk lesi medula spinalis telah banyak digunakan selama
bertahun-tahun.
Teknik Dorsal Root Entry Zone (DREZ) lesioning adalah yang paling sering
Hingga saat ini, prosedur ini masih belum terbukti efektif dan sebaiknya tidak
dipertimbangkan hingga pendekatan lainnya telah digunakan.
Sejumlah terapi alternatif telah dipelajari untuk pasien seperti ini seperti
akupuntur, masase, relaksasi dan teknik chiropractic.
Karena terapi tradisional belum terbukti efektif untuk sebagian besar pasien
dengan gangguan nyeri sentral yang berat, sejumlah signifikan pasien
Pada tahun 1864, Dr. Silas Mitchell dan rekannya mendiskripsikan sindrom
nyeri kronis dengan nyeri seperti terbakar yang berat dan karena cidera pada
saraf perifer akibat luka tembak yang didapat ketika Perang Sipil.
Mitchell menjelaskan apa yang sekarang kita ketahui sebagai chronic
regional pain syndrome (CRPS) Tipe II, causalgia atau nyeri terbakar.
Rene Leriche, seorang dokter bedah Prancis, kemudian menghubungkan
sistem saraf simaptetik pada causalgia setelah mengetahui bahwa
spesifik.
Namun, Reflex sympathetic dystrophy (RSD) merupakan istilah yang
kurang pas karena RSD merupakan mekanisme refleks yang berhubungan
dengan sistem saraf simpatetik (SNS) yang hiperaktif dan percobaan pada
binatang menunjukkan bahwa neuromodulasi yang berubah, hipereksitabilitas
saraf dan sensitisasi sentral juga bisa berkontribusi pada CRPS. Untuk
mendapatkan bukti patofisiologi yang baru dan membuat terminologi dan
kriteria diagnostik yang seragam, International Association for the Study of
Pain (IASP) mengusulkan taksonomi yang mengelompokkkan gangguan
dalam istilah complex regional pasin syndrome. CRPS Tipe 1 sesuai dengan
RSD dan terjadi tanpa ada lesi saraf yang dapat diidentifikasi. Tipe II
EPIDEMIOLOGI
dibanding pria.
Tidak ada hubungan antara keparahan cidera dan nyeri yang ditimbulkan oleh
sindrom ini.
Pasien dengan neoplasma tertentu di paru, payudara, SSP dan ovarium serta
pasien yang menderita stroke atau infark miokard bisa timbul tanda dan gejala
CRPS.
Bahkan stresor psikologi dan kemampuan coping yang lemah dapat
mempengaruhi riwayat alami dan keparahan CRPS.
MEKANISME PATOFISIOLOGI
ganglion.
Pada beberapa model cidera saraf, allodynia mekanik dan hiperalgesia termal
CRPS.
Peneliti berpostulat bahwa perubahan sentral yang terjadi bersama-sama di
dorsal horn medula spinalis nantinya akan berkontribusi dalam menjaga
kondisi hipereksitabel CRPS. Generasi sensitisasi sentral dan aktivasi
lanjutan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dapat mempertahankan
hipereksitabilitas neuronal ini setelah terjadi cidera saraf. Terlebih lagi,
antagonis NMDA dapat melemahkan kaskade neurokimia yang berujung pada
sensitisasi sentral. Hiperalgesia yang dipicu NMDA dan hilangnya kontrol
inhibisi spinal dapat menjelaskan fenomena pada nyeri neuropati.
MANIFESTASI KLINIS
nyeri.
Istilah nyeri lainnya seperti aching, shooting, squeezing dan throbbing.
Pasien-pasien tertentu bahkan melindungi bagian yang terkena dari stimulasi
kutaneus ataupun termal dengan mengenakan sarung tangan atau kaos kaki
warna kulit.
Pasien kadang mengeluhkan bahwa ektremitasnya terasa hangat dan tampak
atau halus.
Disfungsi motoris bisa bermanifestasi sebagai distonia, spasme otot, tremor
atau lemah otot. Pada beberapa kasus yang parah, atau CRPS, dapat
menyebabkan atrofi otot dan kontraktur. Kadang-kadang, pasien melaporkan
adanya gerakan mioklonik atau mengelukan nyeri miofasial di daerah yang
terkena. Gangguan pertumbuhan di tungkai yang terkena bisa muncul sebagai
negatif palsu.
Telah dibuat trias stage (akut, distrofi dan trofi) berdasarkan progresifitas
tanda dan gejala dalam CRPS, namun sebuah studi prospektif pada lebih dari
800 pasien dengan diagnosis RSD/causalgia tidak menampakkan progresi
sindrom. Dalam sebuah studi pada 113 pasien, cluster analysis menunjukkan
bahwa tiga subgrup berdasarkan homogenitas tanda, gejala dan durasi CRPS.
Yang menarik adalah, tiga subgrup tidak memiliki durasi CRPS yang berbeda,
yang bertentangan dengan progresi kronologi penyakit. Misal, subgrup
dengan CRPS berat (stage III) memiliki durasi penyakit terpendek dari tiga
kelompok.
Kebanyakan peneliti percaya bahwa perubahan emosi dan perilaku sering
menyertai CRPS. Banyak pasien yang mengalami depresi, gelisah dan
ketakutan. Tidak ada studi yang cukup bagus yang menghubungkan gejalagejala psikologi ini pada penyebab atau hasil sindrom, distres psikologi CRPS
umumnya diakibatkan oleh nyeri yang terus menerus dan kecacatan yang
diderita.
DIAGNOSIS
Kriteria IASP untuk diagnosis CRPS tidak menyertakan jumlah tanda dan
gejala yang diperlukan utuk membuat diagnosis. Penelitian validitas internal
dan eksternal kriteria IASP berujung pada pembuatan kriteria yang lebih baik
sehingga pasien setidaknya mengalami satu gejala sensoris (hiperestesi),
vasomotor (perubahan warna kulit atau temperatur), sudomotor/edema
(berkeringat atau adema asimetri di tungkai yang terkena), atau gejala
motoris/trofi (perubahan trofi atau disfungsi motoris) dan setidaknya satu
gejala obyektif dalam dua atau lebih kategori berikut ini: sensoris
(hiperalgesia atau allodynia), sudomotor/edema (edema atau muncul
keringat), atau motoris/trofi (kelemahan, tremor, distonia; peruahan rambut,
kuku, kulit).
Diagnosis CRPS masih klinis, meski pemeriksaan dapat membantu
menambahkan infromasi.
Pasien dengan CRPS dapat mengalami berbagai macam disfungsi termasuk
rematik.
Pemeriksaan lain dapat memperkuat diagnosis CRPS dengan mendeteksi
kelainan aktivitas simpatetik atau aliran darah pada tungkai yang terkena.
Perhaitkan bahwa hasil penelitian masih belum mendukung nilai prognostik
atau terapetik dari pemeriksaan-pemeriksaan ini. Pemeriksaan yang umum
dijelaskan seperti berikut ini.
TERMOGRAFI
FOTO POLOS
film polos.
Pemeriksaan ini dibagi jadi tiga fase (pencitraan angiografi, regional blood
PEMERIKSAAN SUDOMOTOR
Resting sweat output test mengukur output keringat dari kulit yang tidak
distimulasi pada kedua tungkai baik yang sakit maupun yang tidak.
Quantitative sudomootr axon reflex test mengukur otuput keringat yang
diprovokasi melalui arus listrik kemudian melalui pengolesan metakolin atau
asetilkolin di kulit.
Pada pasien CRPS, latensi setelah stimulasi arus listrik dan keringat yang
berkepanjangan akan lebih pendek pada ekstremitas yang terkena.
BLOK SIMPATETIK
meredakan nyeri.
Namun respon positif (penurunan nyeri) tidak diperlukan untuk mendiagnosis
CRPS,
Pasien dengan CRPS dan SMP yang mengalami perbaikan simtomatik setelah
pemberian blok simpatetik dengan anestesi lokal, nantinya akan mendapat
manfaat dengan menjalani serangkaian blok yang diterapkan pada regimen
Fentolamin
merupakan
antagonis
reseptor
-adrenergik
TERAPI FISIK
Terapi fisik merupakan bagian penting terapi CRPS. Namun, masih belum
AGEN FARMAKOTERAPI
Namun, beberapa obat telah diteliti dalam controlled trials untuk terapi nyeri
yang berhubungan dengan neuralgia pascaherpetik dan neuropati diabetik.
KORTIKOSTEROID
menggunakan kortikosteroid.
Steroid dapat menekan muatan neural ektopik yang dipicu oleh CRPS dan
ANTIDEPRESAN TRISIKLIK
neuropati.
Antidepresan trisiklik dapat menimbulkan gangguan konduksi, efek samping
antikolinergi, hipotensi ortostatik dan sedasi.
ANTIKONVULSAN
pascaherpetik.
Penelitian telah menemukan bahwa gabapentin efektif dalam mengangani
nyeri akibat neuralgia pascaherpetik dan nyeri neuropati diabetik.
Hanya serial kasus dan observasi klinis yang menebutkan bahwa gabapentin
bisa untuk terapi CRPS.
OPIOID
Nyeri neuropati kurang seberapa berespon terhadap terapi opioid; oleh kaerna
itu, opioid hanya ditambahkan ketika nyeri terkait CRPS kurang berespon
AGEN TOPIKAL
BLOK SIMPATETIK
awal.
Terlepas dari temuan ini, pasien yang mengalami penurunan nyeri dari
diagnostic sympathetic block (SMP) akan mendapatkan serangkaian blok
dan rehabilitasi.
Jika timbul relaps atau jika blok berulang hanya menimbulkan penurunan
nyeri sementara, surgical sympathectomy, radiofrequency lesioning, atau
Injeksi anestesi lokal di daerah lumbal, brachial atau epidural juga akan
secara intermiten.
Harus diperhatikan dengan baik supaya ROM-nya sesuai ketika terapi fisik
karena tungkai yang terkena sedang dianestesi selama anestesi regional atau
neuraxial.
NEUROMODULASI
Mekanisme spinal cord stimulation (SCS) masih belum begitu dipahami tapi
mungkin melibatkan inhibisi fungsi simpatetik dan perubahan dalam
KESIMPULAN
Sebagian besar ahli setuju bahwa hanya sebagian teka-teki CRPS yang
berhasil dipecahkan.
Banyak penulis bertanya-tanya apakah binatang percobaan untuk SMP dapat
secara akurat menggambarkan kompleksitas nyeri yang bermanifestasi pada
manusia.
Kriteria klinis CRPS harus dibenahi untuk memperbaiki sensitifitas dan
spesifitas diagnosis.
Terapi CRPS bermacam-macam, tapi tidak ada terapi tunggal yang efektif.
Direkomendasikan pendekatan multidisiplin untuk meringankan nyeri dan
restorasi fungsi yang meliputi satu modalitas atau lebih seperti obat-obatan,
blokade simpatetik/somatis, terapi fisik, intervensi psikologi, neuromodulasi
dan analgesi neuraxial.