Está en la página 1de 13

ANALISIS PENGARUH OTONOMI KHUSUS ACEH TERHADAP

KONFLIK ACEH DITINJAU DARI PERSPEKTIF WAWASAN


NUSANTARA DAN KETAHANAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara yang membentang dari 6 o08 LU
hingga 11o15 LS, dan dari 94o45 BT hingga 141o05 BT. Dengan beragamnya
bahasa, agama dan budaya yang ada di seluruh wilayah, menjadikan Indonesia
mempunya karakteristik khas tersendiri.
Kedaulatan Indonesia pertama kali diakui secara de facto oleh sejumlah
negara pada masa revolusi fisik 1945-1949. Pada tahun 1946, Mesir dan
Amerika mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto kemudian diberi
pengakuan de jure oleh Mesir, Syiria, Lebanon, Saudi Arabia, Yordania, dan
Yaman pada tahun yang sama.1 Sehingga pada akhirnya Indonesia dapat
menyatakan dirinya sebagai negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan
makmur.2 Tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
untuk melindungi wilayah dan warga Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.3
Kemerdekaan Indonesia tentunya menjadi pemacu semangat bangsa Indonesia
dalam upaya pembangunan di segala bidang demi mewujudkan tujuan
tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengelola potensi bangsa
Indonesia yang terdiri dari beragam daerah serta sumber daya adalah melalui
1 Anthony R. Mauna, Skripsi, Pembukaan Hubungan Diplomatik
Indonesia-Mesir tahun 1947. Latar Belakang dan Prospek, Universitas
Nasional, FISIP, 1997, p.95.
2 Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
paragraf kedua.
3 Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
paragraf keempat.

pelaksanaan otonomi daerah. Melalui pelaksanaan otonomi daerah ini


diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah.4 Di samping itu, terdapat pula otonomi khusus.
Otonomi khusus merupakan kewenangan khusus yang diberikan kepada
daerah tertentu karena adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan daerah
tersebut memperolehnya. Salah satu daerah tertentu yang diberikan otonomi
khusus adalah Aceh.
II. LANDASAN TEORI
2.1.
Otonomi Khusus Aceh
Ketentuan mengenai otonomi khusus Aceh diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Menurut UU tersebut,
disebutkan bahwa Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.5 Sedangkan pengertian
Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan
kewenangan masing-masing.6
4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, bagian Penjelasan.
5 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
pasal 1 ayat 2
6 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
pasal 1 ayat 4

2.2.

Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara merupakan penerapan dari strategi geopolitik.
Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel (18441904)
sebagai ilmu bumi politik (Political Geography). Istilah ini kemudian
dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik Swedia, Rudolph
Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964) dari Jerman
menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari
dua istilah di atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya, pada
bidang geografi atau politik. Ilmu bumi politik (Political Geography)
mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik
mempelajari

fenomena

memaparkan

dasar

politik

dari

pertimbangan

aspek
dalam

geografi.
menentukan

Geopolitik
alternatif

kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip


dalam geopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional.
Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (Bahasa Yunani)
yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan, politik dari
kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau
negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan
umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 195).7
Pandangan geopolitik dari bangsa Indonesia yang didasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang luhur dengan jelas tertuang
di dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia menolak
segala bentuk penjajahan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan
dan peri keadilan.8
7 Santoso, Djoko. Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran
serta Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan KewarganegaraanKurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi. Ditjen PT. 2012.
Jakarta.
8 Ibid.

Sedangkan, latar belakang muculnya konsep wawasan nusantara


adalah karakteristik wilayah nusantara sebagai suatu wilayah negara yang
berasaskan negara kepulauan. Konsep negara kepulauan pada awalnya
dianggap asing oleh kebanyakan negara di dunia ini, namun melalui
usaha yang gigih dan konsisten, pada akhirnya konsepsi negara kepulauan
diakui oleh banyak negara dalam Konvensi Hukum Laut Internasional
diakui sebagai bagian ciri khas tersendiri dari yurisdiksi suatu negara,
meliputi laut teritorial, perairan pedalaman, ZEE dan landas kontinen.
Selain itu pemikiran wawasan nusantara juga didapat dari aspek sejarah
perjuangan bangsa, aspek filosofis dari Pancasila sebagai ideologi negara
serta jati diri bangsa Indonesia.
Istilah wawasan berasal dari kata wawas yang berarti pandangan,
tinjauan, atau penglihatan indrawi. Akar kata ini membentuk kata
mawas yang berarti memandang, meninjau atau melihat. Sedangkan,
istilah nusantara berasal dari kata nusa yang berarti diapit diantara dua
hal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah
perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara
Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia, serta diantara Benua Asia dan
Benua Australia. Secara umum, wawasan nasional berarti cara pandang
suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar
falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi
negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan,
wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang
diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai
kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.
Wawasan nusantara dapat dikategorisasikan ke dalam tiga unsur
penting wawasan nusantara, yaitu unsur wadah, unsur isi dan tata laku.
Wawasan nusantara sebagai wadah meliputi wujud wilayah, tata inti
organisasi, dan tata kelengkapan organisasi.9
9 Ibid

Sedangkan, isi wawasan nusantara tercermin dalam perspektif


kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita
bangsa dan asas manunggal yang terpadu.
Terakhir, tata laku wawasan nusantara yang mencakup dua segi,
yaitu batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah berdasarkan falsafah bangsa
yang membentuk sikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin. Tata
laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan
kata dan karya, keterpaduan pembicaraan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengadilan.
2.3.

Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional diartikan sebagai kondisi dinamis suatu
bangsa, yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang
terintegrasi. Istilah khas Indonesia Ketahanan Nasional mulai muncul
pada tahun 1960-an. Dalam bahasa Inggris, disebut sebagai national
resillence. Sejarah munculnya konsepsi ini berawal dari saat meluasnya
pengaruh komunisme dari Uni Soviet dan Cina di awal tahun 1960-an
yang pada masa teresebut menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia.
Berdasarkan rumusan konsep ketahanan nasional dalam Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) tahun 1998, disebutkan Ketahanan Nasional
meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial budaya dan ketahanan pertahanan keamanan.
- Ketahanan ideologi berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi
-

Pancasila;
Ketahanan politik berlandaskan demokrasi politik berdasarkan

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;


Ketahanan ekonomi berlandaskan demokrasi

berdasarkan Pancasila;
Ketahanan sosial budaya dijiwai kepribadian nasional berdasarkan

Pancasila;
Ketahanan pertahanan keamanan dilandasi dengan kesadaran bela
negara seluruh rakyat.

ekonomi

yang

Gatra10 Ketahanan Nasional Indonesia disebut Asta Gatra (delapan gatra),


yang terdiri atas Tri Gatra (tiga gatra) dan Panca Gatra (lima gatra). Tri
Gatra meliputi gatra letak dan kedudukan geografi, gatra keadaan dan
kekayaan alam, dan gatra keadaan dan kemampuan penduduk. Sedangkan
Panca Gatra meliputi gatra ideologi, gatra politik, gatra ekonomi, gatra
sosial budaya (sosbud), serta gatra pertahanan dan keamanan (hankam).
III.PEMBAHASAN
3.1.
Analisis Permasalahan yang Terjadi
Aceh adalah wilayah yang paling bersemangat untuk berdiri dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun 1947, rakyat
Aceh menyumbangkan dua pesawat komersial kepada pemerintah pusat.
Selain itu, mereka juga menyumbang sejumlah dana operasional bagi
negara muda, serta pemberian izin pada pemerintah pusat untuk
menggunakan tanah Aceh sebagai air base penerbangan diplomasi
Indonesia ke luar negeri guna mencari dukungan dunia internasional
bagi kemerdekaan Indonesia.11
Namun mulai terjadi gejolak politik di Aceh pada masa pasca
kemerdekaan, yaitu sebagai berikut:
1. Tuntutan Aceh untuk menjadi wilayah provinsi yang berdiri sendiri.
Aceh merupakan salah satu wilayah karesidenan dalam Provinsi
Sumatera di awal masa kemerdekaan. Kemudian berganti menjadi
wilayah Provinsi Aceh yang berdiri sendiri yang dinyatakan melalui
Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No.
8/Des/WKPM/1949. Namun pada tahun 1950, Aceh dinyatakan
kembali menjadi salah satu karesidenan dari Provinsi Sumatera
Utara.
10 Gatra artinya sejumlah unsur atau faktor.
11 Agustina Magdalena Djuliati Suroyo, Integrasi Nasional dalam
Perspektif Sejarah Indonesia: Sebuah Proses yang Belum Selesai
(Pidato Pengukuhan: Disajikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru
Besar dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Diponegoro
di Semarang, 9 Pebruari 2002)

2. Perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat pada masa Orde


Baru.
Adanya kecenderungan pemusatan kekuasaan oleh Pemerintah
Pusat menyebabkan munculnya beberapa penyimpangan yang
memicu kemarahan rakyat Aceh. Penyimpangan yang terjadi antara
lain batasan menjalankan syariat Islam dan adat Aceh serta
eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Aksi rakyat Aceh
terhadap penyimpangan tersebut ditandai dengan adanya perlawanan
melalui GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang menimbulkan reaksi
oleh pemerintah pusat berupa operasi militer dan perundingan.
3. Banyaknya dukungan kepada GAM.
Sejak munculnya GAM, pemerintah Indonesia berusaha untuk
membuat kebijakan demi mengatasi gerakan separatis tersebut.
Namun, ternyata kebijakan pemerintah Indonesia malah cenderung
ekstra-represif dan telah menguras kekayaan Aceh ke Jakarta.
Sehingga menyebabkan dukungan kepada GAM terus tumbuh,
bahkan ada yang berasal dari kalangan militer.
Menanggapi gejolak yang ada, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya untuk menyelesaikannya antara lain kebijakan Jeda
Kemanusiaan,

kebijakan

Damai

Melalui

Dialog,

dan

penyelenggaraan Dialog Jenewa pada era Presiden Wahid hingga


MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM. 12 Hasilnya bagi
Aceh adalah parpol lokal dimungkinkan bermain peran di tingkat
politik lokal, pemberian rehabilitasi penuh sebagai warga negara
Indonesia untuk mantan pejuang GAM, serta pemberian hak yang
sama dengan warga lainnya.
Dalam perjalanannya, Aceh memperoleh dua kali atribut otonomi
khusus. Pertama, melalui UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi

Khusus bagi Provinsi NAD hingga menemukan titik ideal dalam UU


No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.13
UU No. 11 Tahun 2006 merupakan undang-undang yang menjadi
dasar hukum bagi penyelenggaraan otonomi khusus di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Tidak bisa dipungkiri bahwa undangundang tersebut dibuat sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman
(Memorandum of Understanding) antara Pemerintah RI dengan
GAM pada 15 Agustus 2005. Satu tahun kemudian, yaitu pada
tanggal 1 Agustus 2006, akhirnya UU No. 11 Tahun 2006 tersebut
diundangkan.

3.2.

Analisis Pengaruh Otonomi Khusus Aceh dikaitkan dengan


Wawasan Nusantara
Secara umum gerakan separatis di Aceh dilatarbelakangi oleh beberapa
alasan, antara lain:
1. Akar historis;
2. Adanya aspirasi dan kebudayaan lokal;
3. Ketidakadilan yang berkepanjangan terkait pengelolaan sumber daya
alam Aceh oleh pemerintah pusat;
4. Hubungan yang tidak seimbang antara pusat dan daerah.
Maraknya aspirasi separatis yang terjadi di Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) yaitu GAM, apabila tidak segera ditanggulangi secara jelas, tepat
dan tegas tidak mustahil gerakan serupa akan memunculkan aspirasi
separatis di daerah lainnya. Separatisme dan penanganannya telah
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan fisik, baik berupa sarana
pendidikan dan pemerintahan serta infrastruktur lainnya dalam jumlah

12 MoU ini berisikan kesepatakan bahwa Aceh akan melaksanakan


kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan
bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali
kewenanganPemerintah Pusat.

13
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/03/04083978/Menakar.Otono
mi.Khusus.Aceh.dan.Papua

yang cukup besar. Kondisi tersebut lambat laun pastinya akan memecah
belah bangsa Indonesia sendiri. Dampaknya pun akan semakin meluas
dan berpengaruh terhadap kestabilan visi bangsa Indonesia dalam
membangun sistem kehidupan nasional Indonesia. Perlawanan rakyat
Aceh terhadap pemerintah bangsanya sendiri tentunya bertentangan
dengan

wawasan

nusantara

karena

wawasan

nusantara

sendiri

menghendaki adanya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah nasional.


Padahal Aceh tidak dapat melepaskan diri dari pandangan wawasan
nusantara karena Aceh merupakan bagian dari negara kepulauan
Indonesia dalam kerangka NKRI. Terlebih lagi karena kegigihan dan
semangat kepahlawanan rakyat Aceh dalam perjuangan melawan
penjajah, yaitu Belanda.
Setelah adanya otonomi khusus, dinyatakan bahwa Aceh adalah daerah
provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat
istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh
seorang Gubernur.14 Berdasarkan kewenangan tersebut, Aceh diberikan
kesempatan

yang

sebesar-besarnya

untuk

mengembangkan

dan

mensejahterakan masyarakat Aceh dalam berbagai aspek. Hal itu


tentunya tidak lepas dari mengingat sejarah konflik Aceh yang berharga
serta peranannya yang cukup penting dalam membangun masyarakat
Aceh saat ini dan akan datang dalam rangka pembangunan nasional.
Dana otsus yang diberikan kepada Aceh telah digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan, antara lain kemajuan dalam sistem
kesehatan nasional dan membantu ribuan anak korban juga pelajar Aceh

14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

untuk mendapatkan pendidikan gratis melalui beasiswa dalam dan luar


negeri.15
Pembangunan di daerah Aceh yang disesuaikan dengan prioritas dan
potensi daerah merupakan satu kesatuan pembangunan nasional sebagai
perwujudan Wawasan Nusantara. Hal ini berarti bahwa cita-cita dan
harapan dalam pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
dan mutu kehidupan rakyat Indonesia yang ada di daerah, khususnya
Aceh, mempunyai tujuan yang sama. Tujuannya adalah memperkokoh
terwujudnya Indonesia sebagai satu kesatuan ekonomi, politik, sosial
budaya, pertahanan, dan keamanan.
3.3.

Analisis Pengaruh Otonomi Khusus Aceh dikaitkan dengan


Ketahanan Nasional
Konflik yang terjadi di Aceh berpengaruh terhadap ketahanan nasional
karena konflik tersebut telah memicu rasa

ketidakpuasan dan

menimbulkan konflik perpecahan dalam bangsa Indonesia. Konflik Aceh


merupakan salah satu contoh ancaman dari dalam negeri sendiri.
Gerakan separatisme atau keinginan memisahkan diri dari negara
kesatuan Republik Indonesia yang ada dapat membuat keutuhan negara
Republik Indonesia terancam. Setelah adanya otonomi khusus, kondisi
Aceh telah mengarah pada pencapaian kesejahteraan. Dimana hal
tersebut juga berpengaruh terhadap membaiknya ketahanan nasional
yang dapat ditinjau dari beberapa aspek gatra, antara lain:
1. Ditinjau dari gatra politik
Adanya otonomi khusus bagi Aceh telah dapat mengatasi adanya
gerakan separatisme (GAM). Hasilnya adalah transformasi kekuatan
GAM ke dalam struktur pemerintahan modern dalam NKRI sehingga
terjadilah proses yang baik dari masyarakat konflik ke masyarakat
demokratis.16
2. Ditinjau dari gatra ideologis
15
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/03/04083978/Menakar.Otono
mi.Khusus.Aceh.dan.Papua

Ketentuan mengenai otonomi khusus Aceh yang tercantum dalam


Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
dapat dijadikan acuan sehingga nantinya tidak timbul perbedaan
persepsi yang berujung pada pro-kontra antara kepentingan
pemerintah pusat dengan pemerintah Provinsi Aceh.
3. Ditinjau dari gatra ekonomi17
Pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan
yang ada menjadi solusi dalam upaya pengaturan perimbangan
keuangan pusat dan daerah. Upaya itu berupa kerja sama
pengelolaan sumber daya alam di wilayah Aceh diikuti dengan
pengelolaan sumber keuangan secara transparan dan akuntabel dalam
rangka perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Selanjutnya,
dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh,
dilakukan pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja,
pengentasan kemiskinan, hingga memajukan kualitas pendidikan
dengan memanfaatkan dana otonomi khusus. Salah satu contoh
pemanfaatan dana otsus yang diberikan kepada Aceh yaitu
penggunaan dana otsus untuk meningkatkan kesejahteraan, antara
lain kemajuan dalam sistem kesehatan nasional dan membantu
ribuan anak korban juga pelajar Aceh untuk mendapatkan pendidikan
gratis melalui beasiswa dalam dan luar negeri. Pertumbuhan
ekonomi masyarakat Aceh merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pertumbuhan ekonomi nasional.
4. Ditinjau dari gatra pertahanan dan keamanan
Ancaman disintegrasi bangsa yang tercermin melalui melalui
gerakan politik dan bersenjata Aceh yang mengancam keutuhan

16
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/03/04083978/Menakar.Otono
mi.Khusus.Aceh.dan.Papua
17 Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia: Pembelajaran dari Kasus
Aceh, Papua, Jakarta, dan Yogyakarta. 2008. Jakarta: Kemitraan.

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai


meredam sejak dikeluarkannya otonomi khusus Aceh.
5. Ditinjau dari gatra keadaan dan kekayaan alam
Aceh merupakan wilayah yang mempunyai kekayaan alam
berlimpah,

baik dari

pertanian, perikanan, peternakan,

dan

pertambangan minyak dan gas bumi. UUPA menentukan bahwa


Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan
bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di
darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh. 18 Pengelolaan dan
pengembangan sumber kekayaan alam merupakan salah satu
indikator ketahanan nasional.
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pengaruh otonomi khusus
Aceh terhadap konflik Aceh dikaitkan dengan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional, maka dapat disimpulkan bahwa otonomi khusus
ditetapkan oleh pemerintah untuk menanggulangi konflik Aceh. Secara
umum otsus Aceh telah mengarah kepada penciptaan kesejahteraan.
Dengan mekanisme pengawasan yang lebih tertata dan keseriusan
mengelola asimetrisme lewat regulasi yang lebih teknis, Aceh telah dapat
bersaing dengan provinsi lain di Indonesia dalam

rangka menjaga

keutuhan NKRI dan mencapai tujuan pembangunan nasional.


4.2. Saran
Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan otsus Aceh diharapkan
dapat dilaksanakan dengan lebih baik agar kewenangan dan fasilitas
yang diberikan kepada Aceh melalui UUPA dapat teroptimalisasi. Hal ini
dikarenakan masih ditemukan kinerja yang kurang maksimal, misalnya
pengelolaan dana otsus Aceh masih dibarengi dengan lemahnya
18 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pasal
160 ayat 1 Pemerintah dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan
bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan
laut di wilayah kewenangan Aceh.

kapasitas memerintah pemerintah Aceh. Ini terlihat dari tingginya


anggaran yang tak dipakai: sekitar Rp 1 triliun per tahun akibat buruknya
relasi provinsi-kabupaten/ kota dalam pengelolaan dana otsus.19 Kedua,
tinjauan kembali terhadap UUPA perlu dilakukan untuk penyesuaian
dengan dinamika yang terjadi.

19
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/03/04083978/Menakar.Otono
mi.Khusus.Aceh.dan.Papua

También podría gustarte