Está en la página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai
di seluruh dunia, baik pada individu yang sehat maupun dengan daya tahan
tubuh menurun. Sekitar 10-20% populasi mengalami infeksi jamur
superfisialis. Meskipun penyakit ini tidak fatal, namun sering bersifat kronis
dan kumat-kumatan, serta dapat menyebabkan gangguan kenyamanan.1
Dermatofitosis merupakan infeksi pada jaringan yang mengandung
keratin yang disebakan oleh jamur dermatofita. Dermatofitosis terjadi karena
inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab
dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya. Ciri khas pada infeksi jamur
yaitu adanya central healing, dimana bagian tengah tampak tenang,
sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif. Beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan dari lingkungan sekitar,
obesitas, penyakit sistemik, penggunaan antibiotika dan obat steroid. Higiene
juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.1,2
Infeksi dermatofitosis dikenal dengan nama tinea, dan diklasifikasikan
sesuai lokasi anatomik, salah satunya yaitu tinea korporis. Tinea korporis
menyerang daerah kulit yang tidak berambut, misalnya pada wajah, leher,
badan, lengan, tungkai dan gluteal.1,2
Infeksi tinea corporis terdapat di seluruh dunia terutama daerah tropis
yang mempunyai kelembapan tinggi seperti Negara Indonesia. Penyakit ini
menyerang pria maupun wanita dan terjadi pada semua umur terutama
dewasa. Penyebab tersering penyakit ini adalah Tricophyton rubrum dengan
prevalensi 47% dari semua kasus tinea corporis.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi

Tinea korporis disebut juga tinea sirsinata, dan tinea glabrosa. Tinea korporis
merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut, yang disebabkan
jamur dermatofita. Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang
mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang mengakibtakan
kelembaban kulit menjadi lebih tinggi. Predileksi tinia korporis terdapat
dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.4
2.2

Epidemiologi
Seperti halnya infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab membantu
penyebaran infeksi tinea korporis. Sehingga daerah tropis dan subtropis
memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. Tinea korporis juga bisa
didapatkan pada pekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan. Selain itu
usia, jenis kelamin, dan ras juga merupakan faktor epidemiologi yang penting,
di mana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari
wanita. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh kebersihan perorangan.
Faktor lingkungan yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi juga
berpengaruh dalam penyebaran infeksinya. Perpindahan manusia dapat dengan
cepat memengaruhi penyebaran endemik dari jamur.4-6

2.3

Etiopatogenesis
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita terbagi
menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan
Epidermophyton spp. Meskipun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea
korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum,
Trichophyton Mentagrophytes, dan M. Audouinii.3-5
Jamur penyebab tinea corporis ini bersifat antropofilik, geofilik, dan
zoofilik. Jamur yang bersifat antropofilik hanya mentransmisikan penyakit
antar manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak
ditemukan pada orang afrika, Tricophyton rubrum, Tricophyton schoeleinii,
Tricophyton

magninii,

Tricophyton

soudanense,

Tricophyton

youndei,

Microsporum audouinii, dan Microsporum ferrugineum. Jamur geofilik


merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan radang yang
moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain Microsporum gypseum
dan Microsporum fulvum. Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada

hewan, namun dapat mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik


yang dapat menyebabkan tinea corporis adalah Microsporum canis yang
berasal dari kucing. Dari tiga sifat jamur penyebab tinea corporis tersebut,
dermatofit yang antropofilik adalah sifat yang paling sering ditemukan sebagai
sumber infeksi tinea korporis.3-5
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama yaitu perlekatan pada
keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon
pejamu. Pada stratum korneum,
perlekatan artrokonidia

pada

fase pertama invasi dermatofit

keratinosit. Secara

in

vitro,

berupa

proses

ini

memerlukan waktu sekitar 2 jam sejak terjadi kontak. Jamur superfisial harus
melewati berbagai rintangan untuk bisa

melekat pada jaringan keratin di

antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, dan
asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea yang bersifat fungistatik. 4-5
langkah kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel. Setelah terjadi
perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat dari pada proses deskuamasi. Kira-kira diperlukan
waktu sekitar 4-6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum.
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan
keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik kemudian berdifusi
kedalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit. Penetrasi juga dibantu
oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan
nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke
jaringan. Jamur harus mampu bertahan di dalam lingkungan pejamu dan
dapat menyesuaikan diri dengan suhu serta keadaan biokimia pejamu
untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau
radang. Dari berbagai kemampuan tersebut, kemampuan jamur untuk
menyesuaikan diri didalam lingkungan pejamu dan kemampuan mengatasi
pertahanan

seluler

merupakan

dua

mekanisme

terpenting

dalam

patogenesis penyakit jamur. Selain itu, faktor lain seperti ketahanan


pejamu mempunyai peranan penting dalam menghambat kemampuan jamur
dermatofit melakukan penetrasi pada lapisan stratum korneum yang lebih
dalam. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam
epidermis.4-5

Langkah terakhir perkembangan respon host. Derajat inflamasi dipengaruhi


oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas
tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatofita. Infeksi menghasilkan sedikit
eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.4-5
2.4

Gejala Klinis
Gambaran klinis berupa rasa gatal pada lesi terutama saat berkeringat. Keluhan
gatal tersebut memacu pasien untuk menggaruk lesi yang pada akhirnya
menyebabkan perluasan lesi terutama di daerah yang lembab. Bentuk yang
terlihat dapat berupa makula eritematosa yang bulat maupun lonjong dan
berbatas tegas. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa
melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau
sinsiner. Pada daerah tepi terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif
(tanda peradangan), sedangkan pada daerah tengah lebih tenang (central
healing). Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Bila tinea
korporis ini menahun tanda-tanda aktif (tanda peradangan) akan menghilang
dan selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi.4,6

2.5

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis tinea korporis langkah yang harus dilakukan
adalah anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi dan
palpasi, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis Pasien mengalami gatalgatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar. Dan rasa gatal bertambah berat
ketika berkeringat. Biasanya terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan
yang sama. Lesi semakin lama semakin meluas. Infeksi dapat terjadi setelah
kontak dengan orang terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru
terinfeksi.2,4,6
Pemeriksaan fisik Kelainan yang terlihat pada lesi berupa makula
eritematosa yang berbentuk bulat atau lonjong dan berbatas tegas. Pada daerah
tepi terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif, sedangkan pada
daerah tengah lebih tenang (central healing). Lesi yang berdekatan dapat
membentuk pola gyrate atau polisiklik. Tempatpredileksi dari tinea corporis
yaitu pada bagian tubuh yang tidak berambut dan lembab seperti thorax,
abdomen, glutea, dan ekstremitas

2,4

Pemeriksaan penunjang menggunakan sediaan dari bahan kerokan (kulit,


rambut dan kuku) dengan larutan KOH 10-30%. Dengan pemeriksaan
mikroskopis akan terlihat elemen jamur dalam bentuk hifa panjang, spora dan
artospora (spora berderet). Pemeriksaan lainnya dapat dengan biakan jamur.
Biakan

jamur

bertujuan

untuk

mengetahui

spesies

jamur.

Dengan

menggunakan bahan kerokan yang ditanam dalam agar Sabouroud Dekstrose.


Koloni yang tumbuh diperhatikan warna, bentuk, permukaan dan ada atau
tidaknya hifa. Biakan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih
sulit dikerjakan, biayanya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih
lama kurang lebih 1 3 minggu. Selai itu terdapat pula pemeriksaan dengan
lampu wood yang mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 . Ketika
lampu wood didekatkan dengan lesi maka akan timbul warna kehijauan.4,6,7
2.6

Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding untuk tinea korporis yang terdiri dari
dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada
dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat
terlihat pada tempat-tempat predileksinya, misalnya di kulit kepala (scalp),
lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan
sebagainya. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran
klinis yang khas dari dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak
dan kekuningan.4,8
Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada
bagian pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada psoriasis
terdapat tanda-tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis,
fenomena tetes lilin, dan fenomena auspitz. Tempat predileksi psoriasis, yaitu
daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung.4
Pitiriasis rosea, memiliki gambaran kelainan kulitnya yang khas yaitu
simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar
dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan
penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya
tidak begitu berat seperti pada tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah
yang dapat memastikan diagnosisnya.4

2.7

Pengobatan

Terapi pada penyakit tinea korporis dibagi menjadi dua bagian yaitu terapi
umum dan khusus. Pada terapi umum bertujuan untuk menghilangkan faktor
predisposisi seperti memakai baju yang menyerap keringat supaya lingkungan
kulit tidak lembab dan tidak menjadi tempat proliferasi jamur. Kemudian terapi
khusus tinea corporis berupa medikamentosa yang terdiri dari obat topikal dan
sistemik.4,6
Terapi topikal direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit
yang hidup pada jaringan kulit. obat yang sering digunakan yaitu golongan
imidazol, allilamin, siklopirosolamin, dan kortikosteroid. Pada golongan
imidazol terdiri dari ketokonazol, mikonazol, klotrimazol, dan hanya
ketokonazol yang paling banyak digunakan. Ketokonazol merupakan turunan
imidazol sintetik yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada pH asam.
Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofita, pitiriasis versikolor,
kutaneus kandidiasis, dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat 14-dimetilase pada pembentukan
ergosterol membrane jamur. Ketokonazol 2% cream digunakan untuk infeksi
jamur di kulit tak berambut seperti dermatofita, dengan dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4
minggu dan dioleskan 1-2 kali sehari.4,6
Terapi sistemik yang paling banyak digunakan yaitu

griseofulvin,

ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, dan amfoterisin B. Griseofulvin


merupakan obat yang bersifat fungistatik. Obat ini bekerja dengan cara masuk
ke dalam sel jamur. Griseofulvin berinteraksi dengan mikrotubulus dalam
jamur yang merusak serat mitotik dan menghambat mitosis. Obat ini
berakumulasi di daerah yang terinfeksi, disintesis kembali dalam jaringan yang
mengandung keratin sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur terganggu.
Terapi harus dilanjutkan sampai jaringan normal, menggantikan jaringan yang
terinfeksi dan biasanya membutuhkan beberapa minggu sampai bulan. Obat ini
digunakan untuk pengobatan infeksi tinea yang berat yang tidak respons
terhadap obat-obat anti fungi lainnya.4,6
2.8

Prognosis
Adapun beberapa yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia,
sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Umumnya penyakit
ini dapat dihilangkan dengan sempurna melalui pengobatan yang adekuat,
6

menjaga kelembaban dan kebersiahn kulit. dan memiliki prognosis yang baik.
6,8

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

3.2

Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Suku
Bangsa
Agama
Status Perkawinan
Pekerjaan
Tanggal Pemeriksaan

: IDGJN
: 27 Tahun
: Laki-laki
: Kendran Tegalalang Gianyar
: Bali
: Indonesia
: Hindu
: Belum menikah
: Pegawai swasta
: 24 Mei 2014

Anamnesis
Keluhan utama : Bercak merah
Pasien merupakan pasien rawat inap sejak 1 minggu yang lalu di ruang
sahadewa karena menderita post stroke non hemorrhage et causa emboli.
Kemudian pasien dikonsulkan kebagian kulit karena muncul bercak pada
punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Pada awalnya hanya
terdapat bercak kemerahan kecil dan sedikit pada perut bawah pasien sejak 1
tahun yang lalu. Kemudian meluas dan melebar ke punggung, dada, dan perut
sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan penyerta :
Selain bercak merah pasien juga mengeluh gatal pada bercak tersebut. Gatal
dirasakan semakin keras 1 minggu belakangan ini. Rasa gatal tersebut
dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien dan sensasi gatal yang dirasakan
pasien sangatlah gatal sehingga ingin untuk menggaruknya. Rasa gatal akan
berkurang bila pasien menggaruknya dan semakin memberat saat pasien
berkeringat saat beraktivitas.
Riwayat penyakit terdahulu :
Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan yang sama 1 tahun yang lalu.
Tapi bercak merah hanya di bawah perut. Gatal yang dirasakan hilang timbul
dan masih bisa di tahan oleh pasien. Keluhan tersebut tidak begitu mengganggu
7

dan dianggap gatal biasa oleh pasien sehingga pasien tidak berobat. pasien
tidak memiliki riwayat asma, dan pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan
maupun obat. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis.
Riwayat penyakit keluarga :
Dikeluarga pasien terdapat anggota keluarga yang memiliki keluhan sama
seperti pasien (adik pasien). Adik pasien tinggal satu kamar dengan pasien.
Riwayat sosial :
Pasien merupakan seorang pemuda yang sedang menderita penyakit stoke non
hemorrhage et causa emboli. Saat ini pasien sulit untuk berkomunikasi dan
setengah tubuh pasien menjadi kaku. Sebelum menderita penyakit ini pasien
merupakan seorang pemuda yang tinggal di Jakarta. Pasien tinggal di Jakarta
untuk melanjutkan studi sekolah menengah atas kejurusan. kemudian kembali
ke Denpasar dan bekerja menjadi pegawai swasta. Pasien biasa mandi di kamar
mandi dengan menggunakan sabun lifeboy. Akan tetapi ketika di rawat di
ruang sahadewa pasien hanya di lap menggunakan handuk kecil. Pakainnya
biasa dicuci dengan detergen dan disetrika. Makan dan minum dikatakan cukup
oleh pasien, pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Hubungan dengan lingkungan rumah dikatakan baik oleh keluarga pasien.
3.3

Pemeriksaan Fisik
Status present : dalam batas normal
Status general : dalam batas normal
Status dermatologi :
Pada regio punggung, dada kanan, dan perut kanan tampak pacth eritema
dengan batas tegas, ukuran lebih besar dari plakat, hampir menutupi seluruh
punngung, dan dada sebelah kanan, dengan tepi tampak aktif terdapat papul,
vesikel, dan dibagia tengah tampak tenang (central healing), pada
permukaan terdapat skuama putih halus, krusta hitam, dan eksoriasi.

3.4

Diagnosis Banding
Tinea korporis
Tinea kruris

3.5

Resume
Laki-laki umur 27 tahun mengeluh muncul bercak pada punggung, dada, dan
perut sejak 1 minggu yang lalu. Selain bercak merah pasien juga mengeluh
gatal pada bercak tersebut. Gatal dirasakan semakin keras 1 minggu

belakangan ini. Rasa gatal tersebut dirasakan sangat mengganggu aktivitas


pasien dan sensasi gatal yang dirasakan pasien sangatlah gatal sehingga ingin
untuk menggaruknya. Rasa gatal akan berkurang bila pasien menggaruknya
dan semakin memberat saat pasien berkeringat saat beraktivitas. Riwayat
pengobatan (-), riwayat keluarga (+) adik, riwayat penyakit kronis (-), riwayat
atopi(-), riwayat alergi obat (-).
Status present : dalam batas normal
Status general : dalam batas normal
Status dermatologi :
Pada regio punggung, dada kanan, dan perut kanan tampak pacth eritema
dengan batas tegas, ukuran lebih besar dari plakat, hampir menutupi seluruh
punngung, dan dada sebelah kanan, dengan tepi tampak aktif terdapat papul,
vesikel, dan dibagia tengah tampak tenang ( central healing), pada permukaan
terdapat skuama putih halus, krusta hitam, dan eksoriasi.
3.6

Diagnosis Kerja
Tinea korporis

3.7

Penatalaksanaan
Griseovulpin tab 1 x 500 mg
Myconazole cream 2 x 1 pemakaian luar

3.8

Prognosis
Dubia

BAB IV
PEMBAHASAN
Seperti yang dijelaskan sebelumnya pasien merupakan pasien rawat inap sejak 1
minggu yang lalu di ruang sahadewa karena menderita post stroke non hemorrhage et
causa emboli. Kemudian pasien dikonsulkan kebagian kulit karena muncul bercak
pada punggung, dada, dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Pada awalnya hanya
terdapat bercak kemerahan kecil dan sedikit pada perut bawah pasien sejak 1 tahun
yang lalu. Kemudian meluas dan melebar ke punggung, dada, dan perut sejak 1
minggu yang lalu. Rasa gatal tersebut dirasakan sangat mengganggu aktivitas pasien
dan sensasi gatal yang dirasakan pasien sangatlah gatal sehingga ingin untuk
menggaruknya. Rasa gatal akan berkurang bila pasien menggaruknya dan semakin
memberat saat pasien berkeringat saat beraktivitas. Riwayat pengobatan (-), riwayat
keluarga (+) adik, riwayat penyakit kronis (-), riwayat atopi (-), riwayat alergi obat
(-). Pada pemeriksaan fisik tampak Pada regio punggung, dada kanan, dan perut
kanan tampak pacth eritema dengan batas tegas, ukuran lebih besar dari plakat,
hampir menutupi seluruh punngung, dan dada sebelah kanan, dengan tepi tampak
aktif terdapat papul, vesikel, dan dibagia tengah tampak tenang (central healing),
pada permukaan terdapat skuama putih halus, krusta hitam, dan eksoriasi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, disimpulkan bahwa
kemungkinan diagnosanya adalah tinea korporis dan tinea kruris.
Hal ini dikarenakan gambaran tinea korporis dan tinea kruris yang serupa yaitu
tampak macula eritema dengan skuama pada permukaannya dan tepi tampak papul,
vesikel, dan tengah tampak tenang (central healing). Namun yang membedakannya
adalah tempat munculnya lesi. Pada tinea korporis lesi muncu di kulit yang tidak
berambut (dada, perut, abdomen, ekstrimitas, dan gutea). Sedangkan untuk tinea

10

kruris tempat munculnya lesi yaitu di selangkangan, perineum, dan sekitar anus.
Sehingga diagnose lebih mengarah kepada tinea korporis, namun tidak dilakukan
pemeriksaan KOH untuk melihat apakah ditemukan hipa atau tidak.
Berdasarkan cerita pasien, pada awalnya lesi dan gatal muncul sejak 1 tahun yang
lalu di area perut bawah pasien. Akan tetapi pasien menaggap keluhan tersebut tidak
menggangu aktifitas sehingga pasien tidak berobat dan akhirnya pasien di rawat di
rumah sakit karena post stroke non hemorrhage et causa emboli. Setelah 1 minggu
pasien dirawat inap di ruang sahadeawa pasien mengeluhkan muncul bercak yang
sangat lebar pada punggung, dan dada. Selain itu terdapat bercak-bercak merak pada
perut. Selama pasien di rawat di rumah sakit pasien mandi hanya menggunakan air
dan handuk kecil. Selaian itu suasana ruang sahadewa sangatlah pengap sehingga
pasien menjadi sering berkeringat dan kulit menjadi lembab. Rasa gatal yang muncul
semaki bertambah hebat ketika berkeringat. Suasana tersebut mempermudah jamur
untuk hidup dan semakin aktif. Hal tersebutlah yang mungkin mencetuskan
munculnya penyakit tinea corporis.
Penatalaksanaan pada pasien ini hanya diberikan obat sistemik dan topikal. Obat
sistemik di berikan griseovulpin 1 x 500 mg dan terapi topical diberikan myconazol
cream di oleskan pada lesi 2 x dalam sehari. Setelah 3 hari pengobatan, respon
pengobobatan baik. Kemerahan pada kulit pasien sudah mulai menghilang, rasa gatal
sudah mulai menghilang, tepi dari lesi pada tepi (papul, vesikel) sudah mulai
menghilang. Temuan ini lebih menyakinkan pasien menderita tinea korporis.
Prognosis dari pasien adalah dubia, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa tinea korporis memiliki prognosis yang baik apabila teratur
minum obat, dan higenitas tetap terjaga.

11

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
4.1

Simpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulakan bahwa pasien menderita tinea korporis,
hal ini sesui dengan kepustakaan yang menyebutkna bahwa penderita tinea
korporis mengeluh muncul bercak kemerahan dan disertai gatal. Gatal semakin
memberat ketika berkeringat. Selain itu dari pemeriksaan fisik ditemukan
macula eritema dengan skuama pada permukaannya dan tepi tampak papul,
vesikel, dan tengah tampak tenang (central healing). Namum pada pasien ini
tidak dilakukannya pemeriksaan KOH yang merupakan kelemahan dalam
penegakan diagnosis tinea korporis.

4.2

Saran
Berdasarkan simpulan diatas maka dapat disarankan bahwa untuk penegakan
pasti dari diagnosis tinea korporis harus dilakukan pemeriksaan KOH. Selain
itu pasien haus di edukasi dengan baik agar pasien mengerti tentang
penyakitnya dan dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan
timbulnya tinea korporis.

12

13

14

También podría gustarte