Está en la página 1de 24

Referat

Fistula Gastrokolik

OLEH :
Andre Hendrajaya
H1A010051
Pembimbing : dr. H. Sigit Jatmika, Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014

Anatomi Gaster
Gaster adalah bagian yang meluas dari saluran pencernaan antara esofagus dan usus halus.
Gaster dikhususkan untuk mengumpulkan makanan yang dicerna, yang secara kimia dan
mekanis mempersiapkan untuk pencernaan dan bagian ke duodenum. Pada kebanyakan orang,
bentuk perut menyerupai huruf J; Namun, bentuk dan posisi gaster bisa sangat bervariasi pada
orang dengan jenis tubuh yang berbeda (habitus tubuh) dan bahkan pada individu yang sama
sebagai akibat dari gerakan diafragma selama respirasi, isi gaster , dan posisi orang tersebut
(berbaring atau berdiri). Gaster bertindak sebagai pengaduk makanan dan reservoir; dan fungsi
utamanya adalah pencernaan enzimatik. Jus lambung secara bertahap mengubah massa makanan
menjadi campuran semiliquid, chyme, yang melewati cukup cepat ke dalam duodenum. Gaster
kosong hanya memiliki kaliber sedikit lebih besar dari usus besar; namun, mampu berekspansi
yang cukup dan dapat menyimpan 2-3 L makanan. Gaster seorang bayi baru lahir, kira-kira
ukuran lemon, dapat meluas untuk menyimpan hingga 30 mL susu.
Bagian dari gaster :
-

Cardia : bagian sekitar orificium orificium


Fundus: bagian superior melebar yang berhubungan dengan kubah kiri diafragma dan
dibatasi secara inferior oleh bidang horizontal dari orifisium cardial. Bagian superior dari
fundus biasanya mencapai ruang interkostal ke-5 kiri. Takik cardial adalah bagian antara
esophagus dan fundus. Fundus dapat dilebarkan oleh gas, cairan, makanan, atau

kombinasi dari semuanya.


Corpus : bagian mayor dari gaster antara fundus dan antrum pilorikum.
Bagian pilorus: corong berbentuk saluran keluar dari gaster ; bagian yang luas, antrum
pilorus, mengarah ke kanal pilorus, bagian sempit. Pilorus, distal, daerah sfingter bagian
pilorus, adalah penebalan lapisan otot sirkular, yang mengontrol pengeluaran isi gaster
melalui lubang pilorus ke dalam duodenum.

Lambung juga memiliki dua kurvatura :

Kurvatura minor : membentuk bagian cekung dari lambung, insisura angular merupakan
lekukan tajam kira-kira dua pertiga jarak kurvatura minor yang menunjukkan hubungan

corpus dan bagian pilorus dari lambung


Kurvatura mayor : membentuk perbatasan cembung pada gaster.

Gaster memiliki pasokan arteri dari trunkus celiac dan cabang-cabangnya. Sebagian besar
darah dipasok oleh anastomoses terbentuk di sepanjang kurvatura minor oleh arteri gastrika
kanan dan kiri, dan di sepanjang kurvatura mayor oleh arteri gastro-omental kanan dan kiri.
Fundus dan korpus bagian atas menerima darah dari arteri gaster posterior

Vena gastrik berjalan paralel dengan arteri gaster. Vena gastrika kanan dan kiri mengalir ke
vena portal, vena gastrika dan vena gastro-omental mengalir ke vena splenica, yang bergabung
ke vena mesentrika superior untuk membentuk vena portal. Vena prepilorik berjalan naik
melewati pilorus ke vena gastrika dextra.

Pasokan saraf parasimpatis dari lambung adalah dari anterior dan posterior trunkus vagal dan
percabangannya, yang masuk abdomen melalui hiatus esofagus. Trunkus vagal anterior, terutama
berasal dari saraf vagus kiri (CN X), biasanya memasuki abdomen sebagai cabang tunggal yang
terletak pada permukaan anterior esofagus. Saraf ini berjalan melalui kurvatura minor dari
lambung dan percabangannya mempersarafi gaster anterior. Trunkus vagal posterior berasal dari
nervus vagus kiri yang memberikan percabangan saraf pada permukaan anterior dan posterior
gaster. Suplai saraf simpatis dari berasal segmen T6 sampai T9 dari korda spinalis ke pleksus
celiac melalui nervus splancnic mayor dan terdistribusi melalui pleksus sekitar gaster dan arteri
gastro-omental (Moore, KL dan Dalley, AF., 2006)

Anatomi Kolon
Secara embriologi kolon berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum
berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan embriologi, kadang terjadi gangguan rotasi
usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesentrium yang bebas. Keadaan
ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat
terjadi dengan mesentrium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.
Batas antara kolon dan rektum tampak jelas karena pada rektum ketiga tinea tidak tampak lagi.
Batas ini terletak dibawah ketinggian promontorium, kira-kira 15 cm dari anus. Pertemuan ketiga
tinea daerah sekum menunjukkan pangkal appendiks. (Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004)

Sekum, kolon asendens, dan bagian kolon kanan transversum diperdarahi oleh cabang arteri
mesentrika superior yaitu arteri iliokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Kolon
transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum diperdarahi

oleh arteri mesentrika inferior melalui arteri kolika sinistra, arteri sigmoid, dan arteri
hemoroidalis superior (Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004)

Aliran vena berasal dari vena mesentrika superior dan inferior yang berjalan bersamaan
dengan arteri. Vena mesentrika inferior merupakan cabang lain dari vena splenika, yang
bergabung dengan vena mesentrika superior untuk membentuk vena porta.

Serat presinaptik simpatis berasal dari korda spinalis T10 melalui L2 melalui nervus
splanchnic lumbal dan thorakal ke neuron postsinap di ganglia superior dan inferior
(prevertebra). Serat simpatis postsinap berjalan sepanjang arteri kolika untuk mencapai kolon.
Serat presinaps parasimpatis dari nervus vagus berjalan sepanjang arteri kolika ke sekum, kolon
asenden, dan sebagian besar kolon transversum.

Anatomi Omentum
Peritoneum adalah membran serosa terbesar dalam tubuh dengan struktur yang kompleks.
Omentum adalah ekstensi lapisan ganda dari peritoneum yang menghubungkan lambung ke
organ yang berdekatan. Peritoneum membentuk omentum mayor dan minor, dan aliran alami
cairan peritoneal menentukan rute penyebaran cairan intraperitoneal dan proses akibat penyakit
dalam rongga perut. Omentum berfungsi baik sebagai batas untuk proses penyakit dan sebagai
medium untuk penyebaran penyakit. Omentum terlibat dengan proses infeksi, inflamasi,
neoplastik, vaskular, dan traumatis (Eunhye Yoo, et al, 2007).
Omentum mayor terdiri dari peritoneum lapisan ganda yang menggantung seperti apron dari
kurvatura mayor lambung dan bagian proksimal duodenum, yang melapisi usus halus. Bagian
menurun dan menaik bergabung membentuk 4 lapisan apron bervaskular dan berlemak
(ligamentum gastrokolik), dengan jarak berdekatan dengan kantung minor. Omentum mayor
memiliki mobilitas yang cukup besar dan bergerak di sekitar rongga peritoneal. Ini berfungsi
sebagai fiksasi viseral dan berfungsi untuk membatasi kelainan dan penyebarannya. Namun, juga
merupakan lokasi umum untuk proses penyebaran infeksi dan proses neoplastik intraperitoneal
karena berada dalam cairan peritoneal. Omentum mayor terutama terdiri dari jaringan lemak,
dengan beberapa pembuluh gastroepiploika tipis (Eunhye Yoo, et al, 2007).

Fistula Gastrokolik
Definisi
Fistula gastrokolik merupakan komplikasi yang jarang dari penyakit benigna dan malignan
dari penyakit traktus gastrointestinal (Farshaw, MJ., et al., 2005). Fistula gastrokolik merupakan
komplikasi yang tidak biasa dari ulserasi gaster benigna. Fistula gastrokolik dapat merupakan
hasil neoplasia lanjut pada kolon dan gaster (Casey, J dan Lorenzo, G., 1986).
Etiologi
Fistula gastrokolik malignan diperkenalkan tahun 1755 oleh Haller. Fistula gastrokolik oleh
ulser peptik benigna diperkenalkan oleh Firth tahun 1920 (Forshaw M,J., et al., 2005). Penyakit
malignan gastrointestinal merupakan penyebab dominan saat ini; adenokarsinoma kolon di
negara barat, karsinoma gaster dominan di Jepang (Buyukberber, M., 2009). Penyebab
malignansi lainnya termasuk limpoma gaster, tumor carcinoid dari kolon, dan secara lokal tumor
malignan invasif traktus bilier, pankreas dan duodenum. Penyebab benigna dideskripsikan
termasuk ulser peptik, tuberkulosis gaster, trauma, sifilis, sarcoma retroperitoneal, penyakit
Crohn, dan pakreatitis (Barret, K ., 2011). Variasi lainnya dapat disebabkan oleh cytomegalovirus
pada infeksi gaster pada pasien dengan AIDS dan percutenous endoscopic gastrostomy (PEG)
tubes (Forshaw M,J., et al., 2005)
Epidemiologi
Insidensi keseluruhan fistula gastrokolik telah menurun sejak manejemen efektif dari
penyakit ulser gaster. Reseksi setelah operasi yang berkaitan dengan fistula dan fistula berkaitan
degan medikasi antiinflamasi non steroid merupakan penyebab umum dari fistula gastrokolik
(Barret, K ., 2011).
Di negara barat, adenokarsinoma kolon transversal merupakan penyebab umum hubungan
fistula antara gaster dan kolon dengan insidensi dilaporkan 0,3-0,4% pada kasus yang dioperasi.
Terlepas dari operasi radikal en bloc, pasien-pasien dengan fistula gastrokolik malignan memiliki
prognosis yang buruk (Forshaw M,J., et al., 2005).

Patogenesis Fistula Gastrokolon


Hubungan fistula gastrokolik biasanya muncul di antara kurvatura mayor lambung dan distal
dari kolon transversal karena kedekatan anatomi proximal yang dipisahkan oleh omentum
gastrokolik (Malliah L., 1980). Dua teori telah dikemukakan untuk perkembangan dari fistula,
tumor mungkin menginvasi langsung omentum gastrocolic dari organ asal ; atau secara alernatif,
ulserasi tumor memprovokasi reaksi inflamasi peritoneum yang menyebabkan perlekatan dan
fistulasi antara kedua organ. Kasus fistula gastrokolik malignan dicirikan dengan infiltrasi tumor
dengan reaksi inflamasi sekitar, tetapi keterlibatan limfonodus jarang terjadi (Forshaw M,J., et
al., 2005).
-

Ulkus peptikum

Patofisiologi luka pada lambung berkaitan dengan penggunaan NSAID, sebagian tergantung
pada proses inhibisi siklooksigenase dan sebagian mekanisme yang tidak bergantung pada
siklooksigenase, yang terutama berakibat lansung dari aksi lokal (Scarpignato dan Hunt, 2010).
Inhibisi siklooksigenase meningkatkan kerentanan mukosa lambung terhadap cedera akibat
NSAID dengan menekan beberapa fungsi perlindungan dari prostaglandin. Sebagai contoh,
prostaglandin mengurangi aktivasi neutrofil dan pelepasan lokal Reactive Oxygen Spesific
(ROS). Produksi prostasiklin oleh endotelium dari mikrosirkulasi mukosa juga aktif dalam
menghambat adhesi neutrofil. Oleh karena itu, NSAID dapat menggeser keseimbangan mukosa
dalam agregasi dan adhesi neutrofil pada endotel melalui penghambatan biosintesis
prostaglandin (Whittle, 2002). Setelah proses adhesi terjadi, neutrofil dapat menyumbat
mikrovaskular yang menyebabkan penurunan aliran darah lokal mukosa dan pelepasan faktor
perusak , termasuk enzim proteolitik dan leukotrien, yang meningkatkan tonus pembuluh darah,
memperburuk iskemia jaringan, merangsang produksi ROS, dan meningkatkan penghancuran
matriks, yang mengarah ke nekrosis jaringan fokal (Whittle, 2002; Jimenez et al, 2004.).
Kebanyakan NSAID merupakan asam lemah dan karakteristik ini berkontribusi pada aksi
merusak yang tidak bergantung pada siklooksigenase pada mukosa lambung. Keberadaan asam
lambung, bentuk lipofilik yang tidak terdisosiasi dari NSAID dapat merusak permukaan
hidrofobik barier dari gaster. Transformasi ini dari permukaan mukosa lambung dari yang tidak
basah ke keadaan basah tampak dikaitkan dengan kemampuan asam NSAID untuk merusak

lapisan ekstraseluler fosfolipid, khususnya fosfatidilkolin, yang ada di dalam dan di permukaan
lapisan lendir gel (Lichtenberger et al., 2007).

Gambar. Patofisiologi cedera lambung yang diinduksi oleh NSAID non-selektif. Obat antiinflamasi
mengakibatkan kerusakan mukosa lambung melalui dua mekanisme: penghambatan simultan dari COX-1
dan COX-2, dan efek topik sitotoksik langsung. Aksi perusakan tergantung pada struktur asam kimia
NSAID. Coxib tidak merugikan mukosa lambung karena kemampuannya untuk selektif menghambat
COX-2, sementara tidak mempengaruhi fungsi pelindung dari COX-1. ROS: reactive oxygen species.

Karsinoma Kolon

Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh sampai
menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di daerah rektum,
penyebaran ke arah anal jarang melebihi 2 sentimeter. Penyebaran per kontinuitatum menembus
jaringan sekitar, atau organ sekitarnya. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka,
mesentrium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebabaran peritoneal
mengakibatkan peritonitis dengan atau tanpa asites. Penyebaran intralumen dapat terjadi,
sehingga pada saat didiagnosis terdapat dua atau lebih tumor yang sama di dalam kolon dan
rektum (Sjamsuhidayat, R., 2004). Pada penyebaran perkontinuitatum yang dapat menyebabkan
penyebaran dari kolon ke omentum mayor dan ke gaster.
Diagnosis
Anamnesis Fistula Gastrokolik
Fistula gastrokolik dideskripsikan dengan trias gejala klinis yakni diare, nausea/muntah, dan
penurunan berat badan. Bagaimanapun, 3 gejala ini hanya muncul pada 30% pasien. Gejala

lainnya termasuk malnutrisi dengan kakeksia, anemia, nyeri abdominal, dan halitosis fecal yang
muncul pada lebih dari 50% pasien (Barret, K ., 2011).
Pasien mengeluhkan adanya nyeri perut yang memburuk, nausea, dan muntah fekal (Barret,
2011). Pasien juga mengeluhkan diare serta steatorrhea. Bentukan feses yang dikeluhkan cair,
berbusa, tapi tidak banyak. Pasien tidak mengeluhkan gangguan nafsu makan meskipun terdapat
adanya bau nafas fekal (Kiskadon, RM., 1945). Farshaw (2005) mendapati pasien dengan fistula
gastrokolik memiliki gejala kehilangan berat badan. Marshall (1957) mendapati pasien
mengeluhkan , diare yang cair, mengandung fragmen makanan yang masih dalam bentuk aslinya,
mengandung mukus, darah dan kondisi diare memburuk apabila pasien dalam kondisi berbaring,
kehilangan berat badan diperkirakan rata-rata mencapai 24,3 pound
Diare dapat dikarenakan iritasi feses pada lambung dan instentinal. Steatorrhea dapat
dikarenakan rendahnya absorbsinya lemak meskipun sekresi adekuat fermentasi pankreas. Sifat
diare yakni berair, berbusa, tapi tidak banyak (Kiskadon, RM., 1945). Passase isi kolon
sepanjang intestinal menjadi penyebab terjadinya diare.
Diare dapat terjadi karena postural, menjadi lebih buruk saat pasien berbaring. Feses
biasanya cair dan mengandung fragmen dari makanan dalam bentuk makanan yang diingesti.
Mucus juga biasanya didapatkan dan bisa terdapat perdarahan. Terdapat konsep pula bahwa diare
disebabkan ole feses yang berada di jejenum yang menyebabkan hipermotilitas dari usus
(Marshall, SF., 1956).
Komunikasi saluran pencernaan menyebabkan gejala muntah feses. Terganggunya fungsi
digestif dan absorptif yang terganggu dari usus halus disebabkan regurgitasi isi kolon melalui
fistula ke lambung yang menyebabkan muntah feses. Kerusakan ini terjadi akibat transitnya
material feses pada usus halus (Cody, JH., et al., 1974)
Gejala lainnya seperti kehilangan berat badan, avitaminosis, edema, dan gejala lainnya
muncul setelah diare menjadi persisten. (Kiskadon, RM., 1945).

Tabel umum persentase gejala fistula gastrokolik (Marshall, SF., 1956)


-

Anamnesis kanker kolon


Gejala karsinoma kolon kiri berbeda dengan kanan. Karsinoma kolon kiri bersifat skirotik

sehingga lebih banyak menimbulkan setenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi
padat. Pada karsinoma kolon kanan, jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak
faktor obstruksi.
Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya, gejala pertama timbul
karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran.
Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi
atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti
kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir. Tenesmus merupakan gejala yang
biasa yang didapatkan pada karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami; demikian juga
nyeri daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita dapat flatus,
perut penderita akan terasa lega.
Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asenden tidak khas. Dispepsia, kelemahan umum,
penurunan berat badan, dan anemia merupakan gejala umum. Oleh karena itu, penderita sering
datang dengan keadaan yang sudah lanjut.

Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasa nyeri berbeda
dari asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon
kiri bermula dibawah umbilikus sedangkan kolon kanan di epigastrium (Sjamsuhidayat, R.,
2004).
-

Anamnesis ulkus peptikum

Gejala khas penyakit ulkus peptikum mencakup nyeri epigatrium yang menggerogoti atau
episodik; nyeri terjadi 2-5 jam setelah makan atau saat perut kosong; dan nyeri nokturnal
membaik dengan asupan makanan, antasid, atau agen antisekresi. Riwayat nyeri epigatrium
epigastrik episodik, membaik setelah asupan makanan, dan bangun malam hari karena rasa sakit
yang membaik dengan bantuan asupan makanan adalah temuan yang paling spesifik untuk ulkus
peptikum dalam membantu diagnosis. Karakteristik yang kurang umum termasuk gangguan
pencernaan, muntah, kehilangan nafsu makan, intoleransi makanan berlemak, mulas, dan riwayat
keluarga yang memiliki penyakit serupa. Pemeriksaan fisik tidak dapat diandalkan-dalam sebuah
penelitian, ketegangan saat palpasi dalam mengurangi kemungkinan ulcer (Ramakrishnan, K.,
2007).
Pemeriksaan Fisik
-

Pemeriksaan Fisik Gastrokolik

Dalam kondisi yang lebih lanjut, pasien tampak kurus, dehidrasi, dan tampak sangat sakit.
Berbagai gejala defisiensi vitamin juga dapat ditemukan buta saat malam hari, parestesia, neuritis
perifer, keilosis, glossitis, konjungtivitis, pellagra, akimosis, dan dapat juga mengalami
penglihatan yang kabur (Kiskadon, RM., 1945)
Mayoritas pasien kurus dan menunjukkan bukti gangguan keseimbangan elektrolit. Temuan
yang paling sering adalah nyeri dan distensi; borborygmi dan spasme mungkin juga hadir. Massa
dapat teraba pada fistula gastrojejunokolik (Marshall, SF., 1956).

Pemeriksaan fisik kanker kolon

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal yang tidak spesifik (seperti fatigue, kehilangan
berat badan) atau normal di awal. Pada kasus yang lebih lanjut, dapat ditemukan kondisi yakni
abdomen yang tegang, perdarahan rektal, hepatomegali, asites (Dragovich, T., et al., 2014).
Kanker kolon cenderung tidak menghasilkan tanda-tanda sampai dalam kondisi yang lebih
lanjut. Anemia dari perdarahan gastrointestinal dapat memberikan kondisi klinis pucat. Anemia
defisiensi besi dapat menyebabkan de koilonikia dimanifestasikan oleh kuku rapuh, berkerut, dan
menyendok; glositis diwujudkan oleh lidah yang eritema dan hilangnya papila; dan cheilitis
diwujudkan dengan fisura pada bibir. Hipoalbuminemia mungkin secara klinis bermanifestasi
sebagai edema perifer, asites, atau anasarka. Bising usus yang hipoaktif atau bernada tinggi
menunjukkan obstruksi gastrointestinal. Sebuah massa abdomen yang teraba merupakan temuan
jarang yang menunjukkan kondisi penyakit lanjut. Pemeriksaan rektal, termasuk fecal occult
blodd test (FOBT), penting dalam evaluasi kemungkinan kanker kolon. Kanker rektal mungkin
teraba dengan pemeriksaan colok dubur. Temuan fisik lainnya, meskipun jarang , harus secara
sistematis dicari, termasuk limfadenopati perifer, terutama Virchows node di ruang
supraklavikula kiri; hepatomegali dari metastasis hepar; dan pengecilan otot temporalis atau
interkostalis akibat kanker kakeksia (Cappell, M.S., 2004).
-

Pemeriksaan fisik ulkus peptikum

Pada ulkus peptikum, pemeriksaan fisik yang didapat sedikit dan tidak spesifik dan meliputi
nyeri epigastrium, nyeri kuadran kanan atas mungkin menunjukkan etiologi bilier. Pemeriksaan

tes guaic yang positif dapat berasal kehilangan darah samar, melena dapat berasal dari
perdarahan gastrointestinal akut atau subakut (Anand, BS., et al., 2012)
Pemeriksaan Penunjang
Barium merupakan modalitas radiologi untuk diagnosis fistula gastrokolik, dengan spesifitas
90-100%. Investigasi endoskopik direkomendasikan untuk mengeksklusi penyakit keganasan.
Computed tomography (CT) belum dievaluasi untuk sensitivitas dan spesifitas tapi telah
dilaporkan pada satu kasus berguna untuk diagnosis dan staging (Barret, K ., 2011). Endoskopi
merupakan alat yang baik dipergunakan untuk visualisasi pembukaan fistula (khususnya pada
lambung) dan juga memberikan konfirmasi pre operatif histologis (Forshaw M,J., et al., 2005).

Gambar Barium Meal. Barium meal mendemonstrasikan hubungan fistula antara kurvatura
mayor dari lambung dengan distal kolon transversal (Forshaw M,J., et al., 2005)

Gambar CT : CT memperlihatkan hubungan abnormal antara dinding gastrik dan dinding distal
kolon transversum dengan penebalan difus. (Qisan Wang, et al. 2014)

Gambar Endoskopi. Aliran feses yang dapat terlihat dengan pemeriksaan endoskopik atas
(Zahide S, et al., 2010)

Tatalaksana
-

Tatalaksana preoperatif

Meskipun kondisi yang buruk , telah diakui selama bertahun-tahun bahwa persiapan untuk
operasi tidak boleh ditunda. Masalah gizi tidak dapat diselesaikan tanpa operasi meskipun
banyak yang dapat dilakukan untuk memperbaiki gangguan elektrolit, perubahan terutama
potasium. Dua sampai tiga hari persiapan intensif

biasanya memberikan hasil perbaikan.

Persiapan ini mencakup protein tinggi, karbohidrat tinggi dan diet rendah residu, cairan
parenteral dan larutan elektrolit dengan dosis besar vitamin B dan C, dan transfusi darah seluruh
jika diperlukan. Persiapan antibiotik usus rutin dilakukan, meskipun dari masih dipertanyakan
dengan adanya diare berat sehingga kapsul bisa lewat tanpa terserap usus. Antibiotik yang dapat

diberikan yakni neomycin dengan sulfathalidine yang diberikan secara pre operatif. Lowdon
menunjukkan tidak ada material yang dapat memperbaiki keadaan jejunitis, ditemukan bahwa
irigasi lambung (gaster lavage) lebih baik dibandingkan enema. Harus diingat bahwa kebanyakan
pasien mengalami penurunan sirkulasi darah yang beredar, yang dapat berkaitan dengan
berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga memberikan gambaran darah perifer yang normal.
Transfusi darah mungkin diperlukan pada kebanyakan kasus dan penyediaan harus dilakukan
untuk memberi mereka baik sebelum dan selama prosedur bedah (Marshall, SF., 1956).
-

Tatalaksana Definitif
o Reseksi en bloc

Reseksi en blok adalah reseksi setengah distal lambung, saluran fistula , jaringan inflamasi
yang berdekatan, dan reseksi bagian kolon transversum yang terlibat dan omentum (Lewis, MI.,
et al., 1966).

Terapi pilihan untuk fistula gastrokolik adalah dengan reseksi bedah en bloc dari traktus
fistula dengan pinggir jaringan yang terdekat. Ini akan membuat pinggiran bebas dari penyakit
malignan dan mengurangi rekurensi pada penyakit benigna, yang dilaporkan mencapai 12%.
Tingkat rekurensi lebih tinggi jika insisi sederhana dari traktus fistula yang digunakan untuk
tatalaksana awal.

Beberapa kasus fistula gastrokolik yang minimal tatalaksana invasifnya telah dideskripsikan
dimana penyakit malignansi telah dieksklusi dan/atau intervensi bedah tidak sesuai. Injeksi
endoskopi dari traktus fistula dengan fibrin tampak efektif pada beberapa kasus (Barret, K .,
2011)
Reseksi en block dibagi menjadi 2 jenis yakni :
o Teknik biltroth I
Teknik bilroth I adalah adalah menyambung kontinuitas gastrointestinal yakni dengan
gastroduodenostomi dan end-to-end anastomosis dari kolon transversum (Lewis, MI., et al.,
1966).
o Teknik bilroth II
Teknik bilroth II adalah menyambung kontinuitas gastrointestinal dengan gastrojejunostomi dan
end-to-end anastomosis dari kolon transversum (Yin-Lu Ding., et al., 2011)

Prognosis
Prognosis untuk gastro-colic fistula malignan diperkirakan cukup buruk. Antara tahun 1963
dan 1994, angka kelangsungan hidup setelah reseksi untuk fistula gastrokolik malignansi paling
lama adalah 9-10 tahun. Mortalitas post operasi telah dilaporkan sebesar 25%, hal ini dapat
dikarenakan komorbiditas dan kondisi yang menyertai dari pasien.
Ini berkaitan dengan karakteristik biologis seperti tumor dengan semakin tinggi proporsi
tumor musin dengan diferensiasi yang rendah. Sebagai akibatnya, pasien yang lebih muda datang
dengan penyakit dengan tingkat yang lebih lanjut. Pasien-pasien seperti itu memerlukan
diagnosis dini dan pendekatan radikal untuk ditatalaksana.
Satu dari 6 pasien dilaporkan meninggal karena kondisi komorbiditas. Bagaimanapun, hanya
sedikit studi dan pendalaman pada teknik bedah dan perawatan post operasi seperti optimalisasi
nutrisi yang secara empiris dalam membuat prognosis lebih baik (Barret, K ., 2011).
Komplikasi
Komplikasi pos-operatif lebih banyak terjadi di anastomosis Billroth tipe II. Prosedur
Billroth I umumnya lebih sederhana untuk dierjakan daripada metode yang lainnya. Teknik
bedah Billroth I ini dipertimbangkan lebih fisiologis dengan menjaga kontinuitas traktus digestif
dengan duodenum dan secara teoritis mempertahankan sinyal autokrin dan parakrin

dan

mekanisme umpan balik pada traktus digestivus. Oleh karena itu, Billroth anastomosis tipe I
lebih baik daripada Billroth II (Sah, BK., et al., 2009).
Komplikasi secara keseluruhan lebih tinggi pada kelompok Billroth II, khususnya komplikasi
infeksi. Infeksi intrabdominal banyak pada kelompok Billroth II yang dapat merupakan akibat
kebocoran anastomosis dan pankreatitis postoperasi. Ini mungkin tidak karena pankreatitis atau
kebocoran anastomosis, tetapi lebih karena kompleksitas operasi yang memiliki lebih banyak
risiko komplikasi termasuik komplikasi infeksi (Sah, BK., et al., 2009).

También podría gustarte