Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
1 Latar Belakang
penduduk; jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 8,2 juta penduduk DM tipe 2 pada
tahun 2011 (PERKENI, 2011). Jumlah ini diprediksikan masih akan mengalami kenaikan
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Hal tersebut mengakibatkan
Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang tipe 2 di dunia setelah Amerika
Serikat, India, dan Cina menurut Reputrawati dalam Hans (2008). Terkait hal tersebut, perlu
dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait (Colleman AL, 2003
dan PERKENI, 2011)
Diabetes melitus diketahui menyebabkan berbagai komplikasi baik akut maupun
kronik. Komplikasi kronik umumnya digolongkan menjadi dua yaitu kerusakan
makrovaskular dan mikrovaskuler. Kerusakan makrovaskular terjadi pada pembuluh darah
besar seperti jantung, otak, ; Sementara kerusakan mikrovaskular terjadi pembuluhpembuluh darah kecil contohnya pada organ , termasuk mata. Kerusakan mikrovaskular
pada mata ini akan berdampak pada kerusakan saraf-saraf mata dan menimbulkan gangguan
pengelihatan (Vaughan, 2011).
Komplikasi pada mata akan terjadi 20 tahun kemudian setelah seseorang mengalami
diabetes melitus tipe 2. Namun waktu tersebut dapat menjadi lebih singkat oleh karena
beberapa faktor diantaranya lingkungan, ras, gangguan metabolik, konsumsi obat - obatan
dan gaya hidup (Vaughan, 2011).
Komplikasi tipe 2 pada mata termasuk.,.,
Retinopati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular pada mata yang
akan mempengaruhi autoregulasi pembuluh darah dari retina dan optik saraf. Komplikasi
gangguan mata pada diabetes ini kebanyakan terjadi terkait keadaan hiperglikemia pada
diabetes yang dapat merusak retina (retinopati diabetik) serta kejernihan lensa (Vaughan,
2011).
Hasil survei organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2004, bahwa penduduk
diseluruh dunia dilaporkan mengalami kebutaan sekitar 4,8 % yang diakibatkan oleh
retinopati diabetik (Gavin, 2009). Selain itu retinopati diabetik juga merupakan penyebab
kedua terbanyak terjadinya kebutaan yang menyerang masyarakat Amerika Serikat usia 20-64
tahun (Swetha, 2008).
Beberapa kondisi gangguan mata yang terkait dengan tipe 2 dapat berkaitan langsung
maupun dipengaruhi oleh penyakit ini. Gangguan mata yang berkaitan langsung dengan
diabetes yaitu katarak, neuropati iskemia optik anterior, diabetes papilopati serta gangguan
pergerakan mata. Sementara, risiko glaukoma (glaukoma neovaskular dan sindroma iskemia
okular) akan meningkat dengan adanya tipe 2. (Swetha, 2008). Kerusakan papil saraf pada
Glaukoma disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler. Hal ini menyebabkan penurunan
lapangan pandang seseorang; kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh glaukoma tidak
dapat kembali atau bersifat irreversibel (Sidharta, 2009).
Menurut Zulmaini tahun 2009, penyebab terbanyak glaukoma neovaskuler adalah DM.
Sekitar sepertiga dari semua kasus glaukoma neovaskuler disebabkan oleh DM dan biasanya
yang tidak terlalu signifikan pada ketajaman pengelihatan pasien diabetes tipe 2
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Olafsdottir, 2007).
Berdasarkan penjabaran diatas, peneliti tertarik untuk melakukan uji tapis pada mata
pasien diabetes melitus tipe 2 maupun pada pasien non diabetes deteksi awal kerusakan papil
saraf optik sebelum berdampak pada kebutaan dan mengetahui faktor faktor resiko yang
mempengaruhi kerusakannya. Selain itu, uji tapis ini juga bertujuan untuk melihat adakah
perbedaan Cup To Disc Ratioyang signifikan antara pasien diabetes melitus tipe 2 dan bukan
diabetes.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih dalam perbedaan Cup To Disc
Ratio pasien karena merupakan salah satu bagian dari papil saraf opti k yang sering dijadikan
tolak ukur dalam penilaian derajat kerusakan saraf dan pembuluh darah mata terkait
komplikasi mikrovaskuler pada mata yang disebabkan oleh DM. Dalam hal ini, peneliti
mengambil judul Perbedaan Cup To Disc Ratiopada pasien DM tipe 2 dan pasien bukan
diabetes di Poli Penyakit Dalam RSUP NTB.