Está en la página 1de 19

AKUNTANSI ASET

LAINNYA
TIM PENYUSUN:
1. Adan Rachman Hakim (2)
2. Dion Prayoga (8)
3. Ishaq (14)
4. Moh. Fahmi Firmansyah (20)
5. Reza mahardian Yulandra (26)
6. Thalisa Sabel Saragih (32)

Aset Lainnya
Aset Lainnya merupakan bagian dari neraca dalam laporan keuangan dan tergolong dalam
klasifikasi aset non-lancar yang dimiliki oleh pemerintah. Berdasarka PSAP, yang termasuk
dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo
lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang
dibatasi penggunaannya.

Format neraca yang diatur dalam PSAP 01 menunjukkan posisi serta klasifikasi aset lainnya
dalam laporan keuangan pemerintah. Aset lainnya diletakkan di bagian paling bawah dalam
urutan penyajian aset.
Dalam PMK No. 219/PMK.05/2013 dan Bultek SAP Nomor 1, aset lainnya didefinisikan
sebagai aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dana
cadangan, dan piutang jangka panjang. Berdasarkan susunan format penyajian di neraca dan
jenis-jenis aset lain yang disebutkan baik dalam PSAP, PMK, dan Bultek, maka klasifikasi
aset lainnya antara lain terdiri dari:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aset Tak Berwujud,


Tagihan Penjualan Angsuran,
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi,
Kemitraan dengan Pihak Ketiga,
Kas yang dibatasi Penggunaannya,
Aset Lain-lain.

ASET TIDAK BERWUJUD


Dalam Pembahasan Aset Tidak Berwujud ini, ada 10 topik yang akan dibahas:
1.
Landasan Hukum dan Definisi
2.
Jenis Aset Tidak Berwujud
3.
Perolehan Aset Tidak Berwujud
4.
Pengakuan Aset Tidak Berwujud
5.
Pengukuran Aset Tidak Berwujud
6.
Amortisasi Aset Tidak Berwujud
7.
Penurunan Nilai Aset Tidak Berwujud
8.
Penghentian dan Pelepasan Aset Tidak Berwujud
9.
Penyajian dan Pengungkapan Aset Tidak Berwujud
10. Perlakuan Khusus untuk Beberapa Aset Tidak Berwujud
Penjelasan atas masing-masing topik tersebut yaitu:
Landasan Hukum dan Definisi
Landasan Hukum mengenai Akuntansi atas Aset Tidak Berwujud pada sektor
pemerintahan, yaitu:
a. PP 71 tahun 2010, bagian Lampiran 1 dan 2
b. Buletin Teknis 01 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat
c. Buletin Teknis 11 tentang Aset Tidak Berwujud
d. PMK 219 tahun 2013, bagian Kebijakan Akuntansi Aset Lainnya
e. IPSAS 31 Intangible Assets
Definisi Aset Tidak Berwujud (ATB), yaitu aset non-moneter yang menjadi bagian dari
Aset Non Lancar Lainnya (Aset Lainnya), dengan kriteria sebagai berikut:
(PMK 219 Tahun 2013)

a.
b.
c.

Dapat diidentifikasi;
Dikendalian oleh entitas pemerintah; dan
Mempunyai potensi manfaat ekonomi masa depan.

Penjelasan atas masing-masing kriteria (Buletin Teknis 11):


a. Kriteria Dapat Diidentifikasi mencakup 2 hal yaitu:
a.1. Dapat dipisahkan
artinya aset ini memungkinkan untuk dipisahkan atau dibedakan secara jelas
secara jelas dari aset-aset lain pada suatu entitas.
Oleh karena aset ini dapat dipisahkan atau dibedakan dengan aset yang lain,
maka aset tidak berwujud ini dapat dijual, dipindahtangankan, diberikan
lisensi, disewakan, ditukarkan, baik secara individual maupun secara
bersama-sama.
a.2. Timbul dari kesepakatan yang mengikat,
Kesepakatan tersebut, berupa hak kontraktual atau hak hukum lainnya, tanpa
memperhatikan apakah hak tersebut dapat dipindahtangankan atau
dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lainnya
b. Kriteria Dikendalikan oleh Entitas mencakup 3 hal yaitu:
b.1. Adanya kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa depan yang
timbul dari ATB tersebut
b.2. Adanya kemampuan untuk membatasi akses pihak lain dalam memperoleh
manfaat ekonomi dari ATB tersebut
b.3. Adanya dokumen hukum yang sah dari lembaga yang berwenang, namun
demikian dokumen hukum ini bukanlah sebagai suatu prasyarat yang wajib
dipenuhi sebagaimana kedua syarat sebelumnya.
c. Kriteria Mempunyai Potensi Manfaat Ekonomi Masa Depan dapat berupa:
c.1. Peningkatan pendapatan, aliran masuk kas, setara kas, barang, atau jasa
c.2. Peningkatan efisiensi atau kualitas pelayanan publik
Jenis Aset Tidak Berwujud (ATB)
Jenis Aset Tidak Berwujud (PMK 219 Tahun 2013):
a. Software
b. Hak Paten
c. Lisensi
d. Royalti
e. Hasil Kajian atau Penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang
f. Goodwill
g. Aset Tidak Berwujud Lainnya
Pada Buletin Teknis 11, ditambahkan 2 jenis aset, yaitu:
a. Aset Tidak Berwujud yang memiliki nilai sejarah atau budaya
b. Aset Tidak Berwujud dalam Pengerjaan.
Perolehan Aset Tidak Berwujud (ATB)
Perolehan Aset Tidak Berwujud dibagi menjadi 2 kategori (Buletin Teknis 11):
a. Perolehan/Pengembangan secara Internal, meliputi:
3

b.

c.

a.1. Dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri


a.2. Dikembangkan oleh pihak ketiga (kontraktor)
Perolehan secara Eksternal, meliputi:
b.1. Pembelian
b.2. Pertukaran
b.3. Kerjasama
b.4. Donasi/Hibah
Aset Budaya atau Aset Bersejarah Tak Berwujud

Pengakuan Aset Tidak Berwujud (ATB)


Untuk dapat diakui sebagai aset tidak berwujud, maka suatu entitas harus dapat
membuktikan bahwa pengeluaran atas aktivitas/kegiatan tersebut telah memenuhi:
a. Kriteria (Definisi) Aset Tidak Berwujud (lihat kembali poin 1); dan
b. Kriteria Pengakuan, yaitu jika dan hanya jika:
b.1. Kemungkinan besar manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau
jasa potensial yang diakibatkan dari aset tidak berwujud tersebut akan
mengalir kepada/dinikmati oleh entitas tersebut; dan
b.2. Biaya perolehan atau nilai wajarnya bisa diukur dengan andal.
Kedua Kriteria tersebut berlaku untuk:
a. pengeluaran pada saat pengakuan awal, sebesar biaya perolehan untuk perolehan
aset tidak berwujud yang berasal dari transaksi pertukaran atau pengembangan dari
internal.
b. pengeluaran setelah pengakuan awal, sebesar biaya yang dikeluarkan untuk
menambah dan mengganti Aset tidak berwujud yang memenuhi kriteria pengakuan
aset tidak berwujud.
Secara spesifik, pengakuan atas Aset Tidak Berwujud bisa dibagi dari perolehannya
(Buletin Teknis 11):
a. Pengakuan ATB dari perolehan/pengembangan internal
Terdapat 2 tahap dalam perolehan/pengembangan internal:
a.1. Tahap Penelitian (Research)
a.2. Tahap Pengembangan (Development)
Jika pemerintah tidak dapat membedakan 2 tahap tersebut, maka pengeluaran atas
ATB tersebut dikategorikan sebagai pengeluaran pada tahap penelitian.
Penjelasan atas masing-masing tahap:
a.1. Dalam tahap penelitian, pemerintah tidak/belum dapat memperlihatkan
bahwa Aset Tidak Berwujud telah ada dan akan menghasilkan manfaat
ekonomi di masa datang. Oleh karena itu, pengeluaran ini diakui sebagai
beban pada saat terjadi.
a.2. Aset Tidak Berwujud dari pengembangan diakui jika dan hanya jika,
pemerintah dapat memperlihatkan seluruh kondisi di bawah ini, yaitu adanya
(Buletin Teknis 11):
- Kelayakan teknis atas penyelesaian Aset Tidak Berwujud, sehingga
dapat tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan;
4

Keinginan untuk menyelesaikan dan memanfaatkan Aset Tidak


Berwujud tersebut;
Kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan aset tidak
berwujud tersebut;
Manfaat ekonomi dan atau sosial di masa datang;
Ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup
untuk menyelesaikan pengembangan dan pemanfaatan Aset Tidak
Berwujud tersebut; dan
Kemampuan untuk mengukur secara memadai pengeluaran-pengeluaran
yang diatribusikan ke Aset Tidak Berwujud selama masa pengembangan.

Selanjutnya, kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu apakah aset tersebut dapat
dianggap mempunyai atau akan menghasilkan manfaat ekonomi atau sosial
di masa yang akan datang. Untuk menetapkan apakah suatu
kajian/pengembangan menghasilkan manfaat ekonomi dan atau sosial di
masa yang akan datang, suatu entitas harus mampu mengidentifikasi
mengenai (Buletin Teknis 11):
- Apa manfaat ekonomi dan atau sosial yang akan diperoleh dari hasil
kajian/pengembangan tersebut;
- Siapa penerima manfaat ekonomi dan atau sosial tersebut;
- Apakah aset tersebut akan digunakan oleh entitas atau pihak lain; dan
- Jangka waktu manfaat tersebut akan diperoleh
Dalam tahap pengembangan internal, apakah hasilnya akan menjadi Aset
Tidak Berwujud atau tidak, harus terlebih dahulu memenuhi kriteria di atas.
Apabila telah memenuhi kriteria di atas dan ditetapkan sebagai Aset Tidak
Berwujud, maka:
- pengeluaran yang terjadi setelah seluruh kriteria tersebut tercapai yang
dapat dikapitalisasi menjadi nilai harga perolehan
- pengeluaran yang terjadi sebelum memenuhi kriteria tersebut dianggap
sebagai beban pada saat terjadinya.
b.

Pengakuan ATB dari perolehan eksternal


Untuk Pengakuan ATB dari perolehan eksternal (pembelian, pertukaran, kerjasama,
donasi/hibah) mengacu pada 2 kriteria yang telah dijelaskan pada bagian awal poin
4 ini.

Pengukuran Aset Tidak Berwujud (ATB)


Pengukuran atas pengeluaran pada ATB, didasarkan pada (Buletin Teknis 11):
a. Pengeluaran pada saat perolehan (pengakuan awal) ATB:
a.1. Pengukuran atas Perolehan/Pengembangan ATB secara internal
a.2. Pengukuran atas Perolehan ATB secara eksternal
a.2.1. Pembelian
a.2.2. Pertukaran
a.2.3. Kerjasama
a.2.4. Donasi/Hibah
5

b.

a.3. Pengukuran atas Aset Budaya/Aset Bersejarah Tak Berwujud


Pengeluaran setelah perolehan ATB

Penjelasan atas masing-masing bagian:


a. Secara umum, Pengukuran atas pengeluaran ATB pada saat perolehan awalnya
diukur berdasarkan dengan harga perolehan
a.1. ATB yang diperoleh dari pengembangan secara internal, misalnya hasil dari
kegiatan pengembangan yang memenuhi syarat pengakuan, nilai
perolehannya diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya yang
dikeluarkan sejak ditetapkannya ATB tersebut memiliki masa manfaat di
masa yang akan datang sampai dengan ATB tersebut telah selesai
dikembangkan.
Pengeluaran atas unsur ATB yang awalnya telah diakui oleh entitas sebagai
beban tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan ATB di
kemudian hari.
a.2. ATB yang diperoleh secara eksternal, dibagi menjadi 4 kategori:
a.2.1. Pembelian
ATB yang diperoleh melalui pembelian dinilai berdasarkan biaya
perolehan.
Biaya untuk memperoleh ATB dengan pembelian terdiri dari:
- Harga beli, termasuk biaya import dan pajak-pajak, setelah
dikurangi dengan potongan harga dan rabat;
- Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam
membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut
dapat beroperasi sesuai keinginan manajemen
Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung:
- Biaya staff yang timbul secara langsung agar aset tersebut dapat
digunakan;
- Biaya professional yang timbul secara langsung agar aset tersebut
dapat digunakan;
- Biaya pengujian untuk menjamin aset tersebut dapat berfungsi
secara baik.
Sedangkan, Contoh dari biaya yang bukan merupakan bagian dari
biaya perolehan:
- Biaya untuk memperkenalkan produk atau jasa baru (termasuk
biaya advertising dan promosi);
- Biaya untuk melaksanakan operasi pada lokasi baru atau
sehubungan dengan pemakai (user) baru atas suatu jasa (misalnya
biaya pelatihan pegawai);
- Biaya administrasi dan overhead umum lainnya.
Biaya di atas merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan
dan memanfaatkan ATB, sehingga bukan merupakan bagian dari
biaya perolehan
6

a.2.2. Pertukaran
Perolehan ATB dari pertukaran aset yang dimiliki entitas dinilai
sebesar nilai wajar dari aset yang diserahkan. Apabila terdapat aset
lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini
mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai
nilai yang sama sehingga pengukuran dinilai sebesar aset yang
dipertukarkan ditambah dengan kas yang diserahkan.
a.2.3. Kerjasama
ATB dari hasil kerjasama antar 2 entitas atau lebih disajikan
berdasarkan biaya perolehannya dan dicatat pada entitas yang
menerima ATB tersebut sesuai dengan perjanjian dan atau peraturan
yang berlaku.
a.2.4. Donasi/Hibah
ATB yang diperoleh dari donasi/hibah harus dicatat sebesar nilai
wajar pada saat perolehan. Penyerahan ATB tersebut akan sangat
andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara
hukum, seperti adanya akta hibah.
a.3. ATB yang berasal dari aset bersejarah (heritage assets) tidak diharuskan
untuk disajikan di laporan posisi keuangan namun aset tersebut harus
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun apabila Aset
Tidak Berwujud bersejarah tersebut didaftarkan untuk memperoleh hak paten
maka hak patennya dicatat di laporan posisi keuangan sebesar nilai
pendaftarannya.
b.

Pengukuran atas pengeluaran ATB setelah perolehan


Apabila memang terdapat pengeluaran setelah perolehan yang dapat diatribusikan
langsung terhadap ATB tertentu, maka pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi ke
dalam nilai ATB (menambah nilai ATB) setelah kriteria pengakuan ATB terpenuhi.

Amortisasi Aset Tidak Berwujud (ATB)


Amortisasi adalah penyusutan terhadap ATB yang dialokasikan secara sistematis dan
rasional selama masa manfaatnya.
Dalam penetapan metode dan periode amortisasi, yang perlu diperhatikan yaitu Masa
Manfaat dari Aset Tidak Berwujud tersebut, apakah terbatas atau tidak terbatas.
a. ATB yang memiliki masa manfaat terbatas (seperti software, paten, hak cipta) Ada
3 hal yang perlu diperhatikan untuk ATB yang masa manfaatnya terbatas:
a.1. harus diamortisasi selama masa manfaatnya atau masa secara hukum,
tergantung mana yang lebih pendek.
a.2. Umumnya, metode amortisasi yang digunakan adalah metode garis lurus,
dengan pertimbangan bahwa metode ini lebih praktis untuk diterapkan.
a.3. nilai sisanya harus diasumsikan bernilai nihil, kecuali:
- terdapat komitmen dari pihak ketiga yang akan mengambil alih aset
tersebut pada akhir masa manfaat, atau

b.

terdapat pasar aktif atas aset tersebut, sehingga nilai sisa dapat
ditentukan dari referensi pasar tersebut dan besar kemungkinannya
bahwa pasar tersebut masih ada pada akhir masa manfaat.

ATB yang memiliki masa manfaat tidak terbatas (seperti goodwill, merek dagang,
dll) tidak boleh diamortisasi.
Masa manfaat suatu aset tidak berwujud yang tidak diamortisasi harus ditelaah
setiap periode untuk menentukan apakah kejadian atau keadaan dapat terus
mendukung masa manfaat aset tetap tak terbatas.
Jika tidak, perubahan masa manfaat yang muncul dari tak terbatas menjadi terbatas
harus dibukukan dan nilai aset tak berwujud tersebut harus disesuaikan nilainya
untuk mencerminkan perubahan tersebut.

Penurunan Nilai Aset Tidak Berwujud (ATB)


Dalam Buletin Teknis 11, suatu entitas disyaratkan untuk menguji ATB untuk
penurunan nilai dengan membandingkan jumlah terpulihkan dengan jumlah tercatatnya,
yang dapat dilakukan setiap tahun; atau kapanpun terdapat indikasi bahwa ATB
mengalami penurunan nilai.
Suatu aset memiliki indikasi adanya penurunan nilai ketika ada perubahan yang
material terkait dengan aset tersebut, misalnya, nilai pasar aset telah turun, manfaat
ekonomi yang diharapkan diperoleh tidak dapat diperoleh, perubahan teknologi yang
menyebabkan temuan yang dihasilkan menjadi tidak dapat dimanfaatkan, perubahan
kebijakan penggunaan sistem dan lain-lain. Dalam hal terjadi indikasi penurunan nilai
yang lebih cepat dari yang diperkirakan semula maka hal tersebut perlu diungkapkan
secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan.
Jika terbukti ATB tersebut tidak lagi memiliki manfaat ekonomis di masa mendatang,
maka entitas dapat mengajukan proses penghapusan aset tak berwujud.
Penghapusan aset baru dapat dilakukan jika proses penghapusan aset telah dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penghentian dan Pelepasan Aset Tidak Berwujud (ATB)
Penghentian aset tidak berwujud dilakukan saat pelepasan atau tidak lagi memiliki
manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaannya.
Pelepasan Aset tidak berwujud di lingkungan pemerintah disebut pemindahtanganan.
Apabila Aset Tidak Berwujud tidak dapat digunakan karena ketinggalan jaman, tidak
sesuai kebutuhan organisasi yang makin berkembang, rusak berat, atau masa
manfaatnya telah berakhir, maka tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa depan
sehingga penggunaanya harus dihentikan.
Penghentian tersebut, baik karena pemindahtanganan maupun karena berakhirnya masa
manfaat atau tidak lagi memiliki manfaat ekonomi, maka pencatatan aset tersebut harus
dikoreksi.
Jika Pemindahtanganan dilakukan dengan cara dijual atau dipertukarkan sehiangga
pada saat terjadinya transaksi belum seluruh nilai buku Aset tidak berwujud habis
diamortisasi, maka:
8

a.

b.
c.

selisih antara harga jual atau harga pertukarannya dengan nilai buku Aset tidak
berwujud terkait diperlakukan sebagai pendapatan/beban dari kegiatan Non
Operasional pada Laporan Operasional.
penerimaan kas akibat penjualan dibukukan sebagai pendapatan dan dilaporkan
pada Laporan Realisasi Anggaran
kas dari penjualan aset tidak berwujud sebesar nilai bukunya dikelompokkan
sebagai kas dari aktivitas investasi pada Laporan Arus Kas

Penyajian dan Pengungkapan Aset Tidak Berwujud (ATB)


Penyajian dalam Laporan Posisi Keuangan sebagai bagian dari Aset Lainnya
Pengungkapan atas Aset Tak Berwujud pada Catatan atas Laporan Keuangan:
a. masa manfaat dan metode amortisasi
b. nilai tercatat bruto, jumlah amortisasi yang telah dilakukan dan nilai buku aset
c. penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir periode,
termasuk penghentian dan pelepasan aset.
Perlakuan Khusus untuk Beberapa Aset Tidak Berwujud (ATB)
a. Software komputer
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengakuan software komputer
sebagai ATB:
a.1. Perolehan secara pengembangan internal
Untuk software yang diperoleh atau dibangun oleh internal instansi
pemerintah, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a.1.1. dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri
untuk software yang dikembangkan oleh instansi pemerintah sendiri,
tidak perlu diakui sebagai aset tidak berwujud, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
- umumnya terjadi kesulitan untuk mengidentifikasi nilai biaya
perolehannya
- umumnya software tersebut bersifat terbuka, dan
- tidak ada perlindungan hukum atas software ini hingga dapat
dipakai siapa saja
Dengan pertimbangan di atas, maka salah satu kriteria aset tidak
berwujud, yaitu pengendalian atas suatu aset terpenuhi
a.1.2. dikembangkan oleh pihak ketiga (kontraktor).
untuk software yang dikembangkan oleh pihak ketiga (kontraktor),
dapat diakui sebagai aset terwujud, karena ketiga pertimbangan diatas
bisa terpenuhi, sehingga kriteria pengendalian atas suatu aset
terpenuhi.

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam pengembangan software


komputer yang dihasilkan secara internal dapat dibagi menjadi
beberapa tahap sebagai berikut:
- Tahap awal kegiatan
Tahap awal kegiatan meliputi perumusan konsep dan evaluasi
alternatif, penentuan teknologi yang dibutuhkan, dan penentuan
pilihan akhir terhadap alternatif untuk pengembangan software
tersebut.
Semua pengeluaran yang terkait dengan aktivitas pada tahap awal
kegiatan harus menjadi beban pada saat terjadinya
- Tahap pengembangan aplikasi
Aktivitas pada tahap ini meliputi desain aplikasi, termasuk di
dalamnya konfigurasi software dan software interface, koding,
menginstall ke hardware, testing, dan konversi data yang
diperlukan untuk mengoperasionalkan software.
Semua pengeluaran pada tahap pengembangan aplikasi harus
dikapitalisasi apabila memenuhi 2 kondisi, yaitu pengeluaran
terjadi setelah tahap awal kegiatan selesai, dan pemerintah
berkuasa dan berjanji untuk membiayai, paling tidak untuk periode
berjalan.
- Tahap setelah implementasi/operasionalisasi
Aktivitas dalam tahap ini adalah pelatihan, konversi data yang
tidak diperlukan untuk operasional software dan pemeliharaan
software.
Semua pengeluaran yang terkait dengan aktivitas pada tahap
setelah implementasi/ operasionalisasi harus dianggap sebagai
beban pada saat terjadinya.
a.2. Perolehan secara Eksternal
Untuk menentukan perlakuan akuntansi, membutuhkan identifikasi jenis,
syarat dan ketentuan penggunaan terhadap software yang diperoleh secara
eksternal tersebut. Hal-hal yang perlu diidentifikasi adalah:
- Apakah harga perolehan awal dari software terdiri dari harga pembelian
software dan pembayaran untuk lisensi penggunaannya, atau hanya
pembayaran lisensi saja;
- Apakah ada batasan waktu/ijin penggunaan software;
- Berapa lama ijin penggunaan.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka perlakuan akuntansi untuk
software yang diperoleh secara pembelian dapat disimpulkan:

10

- Perolehan software yang memiliki ijin penggunaan/masa manfaat lebih


dari 12 bulan, maka nilai perolehan software dan biaya lisensinya harus
dikapitalisasi sebagai Aset Tidak Berwujud. Sedangkan perolehan
software yang memiliki ijin penggunaan/masa manfaat kurang dari atau
sampai dengan 12 bulan, maka nilai perolehan software tidak perlu
dikapitalisasi.
- Software yang diperoleh hanya dengan membayar ijin penggunaan/lisensi
dengan masa manfaat lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi sebagai Aset
Tidak Berwujud. Software yang diperoleh hanya dengan membayar ijin
penggunaan/lisensi kurang dari atau sampai dengan 12 bulan, tidak perlu
dikapitalisasi.
- Software yang tidak memiliki pembatasan ijin penggunaan dan masa
manfaatnya lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi. Software yang tidak
memiliki pembatasan ijin penggunaan dan masa manfaatnya kurang dari
atau sampai dengan 12 bulan tidak perlu dikapitalisasi.
a.3. Pengeluaran setelah perolehan aset tidak berwujud
Kapitalisasi terhadap pengeluaran setelah perolehan terhadap software
komputer harus memenuhi salah satu kriteria ini:
- Meningkatkan fungsi software;
- Meningkatkan efisiensi software.
Apabila perubahan yang dilakukan tidak memenuhi salah satu kriteria di atas
maka pengeluaran harus dianggap sebagai beban pemeliharaan pada saat
terjadinya. Misalnya, pengeluaran setelah perolehan software yang sifatnya
hanya mengembalikan ke kondisi semula (misalnya, pengeluaran untuk teknisi
software dalam rangka memperbaiki untuk dapat dioperasikan kembali), tidak
perlu dikapitalisasi.
Pengeluaran yang meningkatkan masa manfaat dari software pada praktik
umumnya tidak terjadi, yang ada adalah pengeluaran untuk perpanjangan ijin
penggunaan/lisensi dari software atau up grade dari versi yang lama menjadi
yang paling mutakhir yang lebih mendekati kepada perolehan software baru.
Berikut ini perlakuan akuntansi untuk perpanjangan lisensi:
- Pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang
kurang dari atau sampai dengan 12 bulan tidak perlu dikapitalisasi.
- Pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang
lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi.
b.

Hak Paten
11

Hak Paten adalah salah satu jenis Aset Tidak Berwujud yang kemungkinan dapat
dimiliki oleh Pemerintah yang perolehannya dapat berasal dari hasil Kajian dan
Pengembangan atas penelitian yang dilakukan pemerintah atau pendaftaran atas
suatu kekayaan/warisan budaya/ sejarah yang dimiliki.
Hak Paten yang diperoleh untuk melindungi kekayaan/warisan budaya/sejarah,
maka atas aset ini secara umum diakui pada saat dokumen hukum yang sah atas
Hak Paten tersebut telah diperoleh. Namun untuk mengantisipasi lamanya jangka
waktu terbitnya dokumen tersebut, maka entitas dapat mengakui sebagai Hak Paten
terlebih dahulu dengan nilai sebesar biaya pendaftarannya, kemudian memberikan
penjelasan yang memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Dalam praktek selama ini, terdapat beberapa perlakuan pencatatan terhadap Hak
Paten dari hasil kajian/pengembangan yang memerlukan perlakuan khusus. Untuk
Hak Paten yang dalam proses pendaftaran dan dokumen sumber belum terbit, maka
entitas dapat mengakui sebagai Hak Paten terlebih dahulu dengan nilai sebesar
biaya pendaftaran ditambah nilai Hasil Kajian/Pengembangan yang telah
dikapitalisasi sebagai Aset Tidak Berwujud, kemudian memberikan penjelasan
yang memadai dalam CaLK.
c.

ATB sedang dalam Pengerjaan


Terdapat kemungkinan pengembangan suatu Aset Tidak Berwujud yang diperoleh
secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya melebihi satu tahun anggaran
atau pelaksanaan pengembangannya melewati tanggal pelaporan. Dalam hal terjadi
seperti ini, maka atas pengeluaran yang telah terjadi dalam rangka pengembangan
tersebut sampai dengan tanggal pelaporan harus diakui sebagai Aset Tidak
Berwujud dalam pengerjaan (Intangible Asset-Work In Progress), dan setelah
pekerjaan selesai kemudian akan direklasifikasi menjadi Aset Tidak Berwujud yang
bersangkutan.

TAGIHAN PENJULAN ANGSURAN


Tagihan penjualan angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset
pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah. Contoh tagihan penjulan angsuran
antara lain penujualan kendaraan dinas dan penjualan rumah dinas.
Pengakuan dan Pengukuran
Tagihan penjualan angsuran diakui ketika terjadinya penjualan dengan didukung
dokumen penjualan kepada pihak yang membeli. Tagihan
penjualan
angsuran
dinilai
sebesar
nilai
nominal
dari kontrak/berita acara penjualan aset yang
bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke
kas negara.

Penyajian dan Pelaporan


12

Tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan atau 1 tahun setelah tanggal
pelaporan disajikan di neraca dalam kelompok aset lainnya. Tagihan penjualan angsuran yang
jatuh tempo kurang dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan direklasifikasi menjadi bagian
lancar tagihan penjualan angsuran yang dikelompokkan ke dalam aset lancar (piutang).
TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI
Tuntutan perbendaharaan merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara
dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara
sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar
hukum yang dilakukan oleh bendahara tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas
kewajibannya.
Tuntutan ganti rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri
bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang
diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam
pelaksanaan tugas kewajibannya.
Pengakuan dan Pengukuran
Kriteria PengakuanTagihan TP/TGR:

Telah ditandatanganinya Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM);


Telah diterbitkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara
(SKP2KS) kepada pihak yang dikenakan tuntutan Ganti Kerugian Negara; atau
Telah ada putusan Lembaga Peradilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde) yang menghukum suatu entitas atau seseorang untuk membayar kepada
Pemerintah.

Tuntutan perbendaharaan dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keputusan Pembebanan
setelah
dikurangi
dengan
setoran
yang
telah dilakukan oleh bendahara yang
bersangkutan ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan perbendaharaan
adalah Surat Keputusan Pembebanan dan surat tanda setoran (SSBP atau STS lainnya).
Dokumen mengenai TP dan TGR dapat diperoleh di biro/bagian keuangan yang mengelola
TP dan TGR dimaksud.
Tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keterangan Tanggungjawab
Mutlak (SKTM) setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh pegawai
yang bersangkutan ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan ganti rugi
adalah Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak dan bukti setor berupa STS atau SSBP.

Penyajian dan Pelaporan


13

TP/TGR disajikan di dalam neraca pada kelompok aset lain-lain. TP/TGR yang jatuh tempo
lebih dari 12 bulan atau 1 tahun setelah tanggal pelaporan disajikan di neraca dalam
kelompok aset lainnya sedangkan TP/TGR yang jatuh tempo kurang dari 12 bulan setelah
tanggal pelaporan direklasifikasi menjadi bagian lancar TP/TGR yang dikelompokkan ke
dalam aset lancar sebagai piutang lainnya.
ASET KERJA SAMA/KEMITRAAN DENGAN PIHAK KETIGA
Definisi dari aset kerja sama/kemitraan dengan pihak ketiga dapat kita lihat di PP 71 Tahun
2010, PSAP No. 1, dan PMK No.219 Tahun 2013. Menurut PP 71 Tahun 2010 dan PSAP No.
1, Kemitraan adalah adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai komitmen
untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan atau
hak usaha yang dimiliki. Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk membukukan
kemitraan dengan pihak ketiga adalah kontrak kerjasama dengan pihak ketiga yang
bersangkutan.
Aset Kerjasama/Kemitraan adalah aset tetap yang dibangun atau digunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan kerjasama/kemitraan. Aset Kemitraan ini, terdiri dari:
Bangun, Kelola, Serah BKS (Build, Operate, Transfer BOT) adalah pemanfaatan
tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka
waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada pengelola barang
setelah berakhirnya jangka waktu kerjasama BKS.
Bangun, Serah, Kelola BSK (Build, Transfer, Operate BTO) adalah pemanfaatan
tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada
pengelola barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama
jangka waktu tertentu yang disepakati.
Kerjasama Pemanfaatan (KSP) adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Negara
bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Masa kerjasama/kemitraan adalah jangka waktu dimana Pemerintah dan mitra kerjasama
masih terikat dengan perjanjian kerjasama/kemitraan.
Pengakuan
Aset Kerjasama/Kemitraan diakui pada saat terjadi perjanjian kerjasama/ kemitraan,
yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap menjadi aset kerjasama/kemitraan.
Aset Kerjasama/Kemitraan berupa Gedung dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dalam rangka
kerja sama BSK, diakui pada saat pengadaan/pembangunan Gedung dan/atau Sarana
berikut fasilitasnya selesai dan siap digunakan untuk digunakan/dioperasikan. Selain
itu, Dalam rangka kerja sama pola BSK/BTO, harus diakui adanya Utang Kemitraan
dengan Pihak Ketiga, yaitu sebesar nilai aset yang dibangun oleh mitra dan telah
14

diserahkan kepada Pemerintah pada saat proses pembangunan selesai. Setelah masa
perjanjian kerjasama berakhir, aset kerjasama/kemitraan harus diaudit oleh aparat pengawas
fungsional sebelum diserahkan kepada Pengelola Barang.
Penyerahan kembali objek kerjasama beserta fasilitasnya kepada Pengelola Barang
dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian dituangkan dalam berita acara serah terima
barang. Setelah masa pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan fasilitas hasil
kerjasama/ kemitraan ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang. Klasifikasi
aset hasil kerjasama/kemitraan berubah dari Aset Lainnya menjadi Aset Tetap sesuai
jenisnya setelah berakhirnya perjanjian.
Pengukuran
Aset yang diserahkan oleh Pemerintah untuk diusahakan dalam perjanjian
kerjasama/kemitraan harus dicatat sebagai aset kerjasama/kemitraan sebesar nilai bersih
yang tercatat pada saat perjanjian atau nilai wajar pada saat perjanjian, dipilih yang
paling objektif atau paling berdaya uji. Dana yang ditanamkan Pemerintah dalam
Kerjasama/Kemitraan dicatat sebagai penyertaan Kerjasama/Kemitraan. Di sisi lain, investor
mencatat dana yang diterima ini sebagai kewajiban. Aset hasil kerjasama yang telah
diserahkan kepada pemerintah setelah berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status
penggunaannya, dicatat sebesar nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada saat
aset tersebut diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
Penyajian dan Pengungkapan
Aset kerjasama/kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya. Dalam hal sebagian
dari luas aset kemitraan (tanah dan atau gedung/bangunan), sesuai perjanjian, digunakan
untuk kegiatan operasional, harus diungkapkan dalam CaLK. Aset kerjasama/kemitraan
selain tanah harus dilakukan penyusutan selama masa kerjasama. Masa penyusutan aset
kemitraan dalam rangka KSP melanjutkan masa penyusutan aset sebelum direklasifikasi
menjadi aset kemitraan. Sedangkan Masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka BSK
adalah selama masa kerjasama.
Sehubungan dengan Perjanjian Kerja sama/Kemitraan, pengungkapan berikut harus dibuat :
1)
2)
3)
4)

Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian;


Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian;
Ketentuan tentang perubahan perjanjian apabila ada;
Kententuan mengenai penyerahan aset kerjasama/kemitraan kepada pemerintah pada
saat berakhirnya masa kerjasama;
5) Ketentuan tentang kontribusi tetap yang harus dibayar/disetor mitra kerjasama ke
Rekening Kas Negara ; dan
6) Penghitungan atau penentuan hak bagi p endapatan/hasil kerjasama .
Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aset, pengungkapan berikut harus
dibuat untuk aset kerjasama/kemitraan :

Klasifikasi aset yang membentuk aset kerjasama;


Penentuan biaya perolehan aset kerjasama/kemitraan;
15

Penentuan depresiasi/penyusutan aset kerjasama/kemitraan.

Setelah aset diserahkan dan ditetapkan penggunaannya, aset hasil kerjasama disajikan dalam
neraca dalam klasifikasi aset tetap.
Bangun, Kelola, Serah BKS
Bangun, Kelola, Serah BKS (Build, Operate, Transfer BOT) adalah Bentuk kerjasama
berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak
ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya serta
mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali
bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya kepada pemerintah setelah berakhirnya
jangka waktu yang disepakati (masa konsesi). Dalam perjanjian ini pencatatannya dilakukan
terpisah oleh masing-masing pihak.
Pada akhir masa konsesi ini, penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah
sebagai pemilik aset, biasanya tidak disertai dengan pembayaran oleh pemerintah. Kalaupun
disertai pembayaran oleh pemerintah, pembayaran tersebut dalam jumlah yang sangat rendah.
Penyerahan dan pembayaran aset BKS ini harus diatur dalam perjanjian/kontrak kerjasama.
Bangun, Kelola, Serah dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan oleh pemerintah kepada
pihak ketiga/investor untuk membangun aset BKS tersebut. Aset yang berada dalam BKS ini
disajikan terpisah dari Aset Tetap.
Contoh:
Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah telah mengikat
kerjasama BKS dengan PT Abadi Jaya untuk membangun gedung olahraga. Total nilai aset
yang diserahkan pemerintah dalam kemitraan tersebut adalah sebesar RP 100.000.000.
Kemitraan dengan Pihak Ketiga - BKS
Aset Tetap

100.000.000

100.000.000

Bangun, Serah, Kelola BSK


Bangun, Serah, Kelola BSK (Build, Transfer, Operate BTO) adalah Pemanfaatan aset
pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan
bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang
dibangun tersebut kepada pemerintah untuk dikelola sesuai dengan tujuan pembangunan aset
tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah disertai dengan
kewajiban pemerintah untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga/investor.
Pembayaran oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan secara bagi hasil. BSK dicatat sebesar
nilai perolehan aset yang dibangun yaitu sebesar nilai aset yang diserahkan pemerintah
ditambah dengan jumlah aset yang dikeluarkan oleh pihak ketiga/investor untuk membangun
aset tersebut.
Contoh:
16

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah telah mengikat


kerjasama BSK dengan PT Ranggataksaka untuk membangun rumah sakit. Untuk
menyelesaikan pembangunan rumah sakit tersebut, investor telah mengeluarkan dana sebesar
Rp. 500.000.000,- sedangkan tanah yang diserahkan oleh Pemerintah untuk pembangunan
rumah sakit tersebut adalah senilai Rp. 100.000.000,- Aset BSK tersebut telah selesai
dibangun dan telah diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah telah memberikan bagi hasil
kepada investor sebesar Rp. 50.000.000,- yang mengurangi nilai utang kemitraan dengan
pihak ketiga tersebut.
Kode
Akun
XXX

Uraian

Debet

Kredit

Kemitraan dengan Pihak Ketiga BSK

XXX

Aset Tetap

600.000.00
0
-

XXX

Dana yang harus disediakan untuk Pembayaran 450.000.00


Utang
0
Utang Jangka Panjang Lainnya
-

XXX

600.000.00
0
450.000.00
0

KAS YANG DIBATASI PENGGUNAANNYA


Kas yang dibatasi penggunaannya adalah uang yang merupakan hak pemerintah, namun
dibatasi penggunaannya atau yang terikat penggunaannya untuk membiayai kegiatan tertentu
dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan sebagai akibat
ketetapan/keputusan baik dari pemerintah maupun dari pihak diluar pemerintah misalnya
pengadilan ataupun pihak luar lainnya.
Jenis Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Kas yang dibatasi penggunaannya atau kas yang terikat (restricted cash) pada suatu kegiatan
tertentu dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan dan memiliki jenis yang beragam, misalnya
Dana Abadi Umat dan Dana Abadi Pendidikan.
Pengakuan & Pengukuran
Pengakuan atas kas yang dibatasi penggunaannya diakui pada saat kas disisihkan atau
ditempatkan pada suatu rekening tertentu yang dimaksudkan untuk membiayai suatu kegiatan
yang memerlukan dana relative besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
Kas yang dibatasi penggunaannya dicatat sebesar nilai nominal kas yang disisihkan atau
ditempatkan pada suatu rekening tertentu yang dimaksudkan untuk membiayai suatu kegiatan
yang memerlukan dana relative besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
17

Penyajian dan Pengungkapan


Kas yang dibatasi penggunaannya disajikan di dalam kelompok Aset Lainnya dan
diungkapkan secara memadai di dalam CaLK. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain
adalah tujuan penyisihan dana, dasar hokum dilakukannya penyisihan, jenis kas yang dibatasi
penggunaannya, dan informasi lainnya yang relevan dan dapat membantu pembaca laporan
keuangan dalam mengintepretasi hasilnya.

ASET TETAP YANG DIHENTIKAN DARI PENGGUNAAN AKTIF


Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain. Hal ini dapat disebabkan karena rusak berat, usang,
dan/atau aset tetap yang tidak digunakan karena sedang menunggu proses pemindahtanganan
(proses penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan modal).
Pengakuan dan Pengukuran
Pengakuan aset lain-lain diakui pada saat dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dan
direklasifikasikan ke dalam aset lain-lain. Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan
dari penggunaan aktif pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain menurut nilai
tercatatnya.
Aset lain lain yang berasal dari reklasifikasi aset tetap disusutkan mengikuti kebijakan
penyusutan aset tetap.
Proses penghapusan terhadap aset lain lain dilakukan paling lama 12 bulan sejak
direklasifikasi kecuali ditentukan lain menurut ketentuan perundang-undangan
Penyajian dan Pelaporan
Aset Lain-lain disajikan di dalam kelompok Aset Lainnya dan diungkapkan secara memadai
di dalam CaLK. Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain adalah faktor-faktor yang
menyebabkan dilakukannya penghentian penggunaan, jenis aset tetap yang dihentikan
penggunaannya, dan informasi lainnya yang relevan.

18

También podría gustarte