Está en la página 1de 2

Di Indonesia, menurut Hanna

Papanek, kaum wanita bekerja di


dalam rumah maupun di luar rumah
adalah untuk meringankan tekanan
atau beban ekonomi. Namun dewasa ini, wanita bekerja di luar rumah
bukan lagi karena tuntutan ekonomi, melainkan untuk memanfaatkan
pendidikan yang telah diraihnya dan
memenuhi tanggung jawab sosial.
Tentu saja sebagai akibat bekerja di luar rumah itu adalah para
wanita itu akan menggunakan sebagian atau seluruh waktunya untuk kegiatan mencari nafkah atau
meningkatkan karier mereka. Dengan demikian, mau tak mau kaum

dalam jiwa si bayi. Demikian juga


menurut Dr. Margaret Liley dan
Beth Day, ibu yang menyusui dengan mengelus-elus, menepuk-nepuk, dan mengajak si bayi bicara
(ngliling, Jawa) dapat memberikan
rasa mulia, bahagia, tenteram, dan
damai dalam jiwa bayi.
Apalagi di Indonesia, sampai
dewasa ini, umumnya orang menganggap bahwa tugas pokok kaum
wanita adalah terutama memelihara
dan mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Maka dari itu,
dengan adanya kedudukan dan peranan wanita yang meningkat itu
timbullah masalah baru, terutama
bagi perkembangan anakanaknya. Wanita yang telah memasuki lapangan
pekerjaan dengan sendirinya akan berkurang waktunya untuk mengurus
rumah, anak-anak, bahkan suami. Memang ada
anggapan umum bahwa
anak-anak kurang mendapat perhatian apabila ibunya bekerja
di luar rumah. Apabila anak datang
dari sekolah dan mendapatkan rumah kosong, dia akan merasa kesepian. Akibatnya, anak menjadi tak
terurus dan nakal. Yang menjadi pertanyaan: Benarkah pendapat itu?
Tujuan tulisan ini adalah menjawab pertanyaan itu dan mengajukan saran sikap bagaimana yang
harus dilakukan oleh orangtua yang
bekerja terhadap anak.

PENGARUH IBU BEKERJA


TERHADAP ANAK
Oleh Muhammad Amrullah *)

Pada masa kini


utamanya setelah
munculnya gerakan
seperti kesetaraan gender,
emansipasi wanita, dan
feminisme, wanita telah
memberikan sumbangan
yang penting untuk
kesejahteraan keluarga,
sebagian dengan
pekerjaan di dalam rumah
dan yang lainnya mencari
nafkah di luar rumah.
Malahan dengan adanya
gerakan kesetaraan gender
dan emansipasi itu, kaum
wanita sekarang bisa
bekerja di luar rumah
dalam bidang apa saja,
bahkan sampai ada yang
menjadi wanita karier
yang menduduki jabatan
penting di birokrasi
maupun di perusahaan.

32

MPA 312 / September 2012

ibu harus meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil di rumah dalam beberapa jam Sehingga hubungan ibu dan anak tidak akrab lagi.
Bahkan akibat lebih lanjut dari keluarnya ibu dari rumah untuk bekerja ini adalah bahwa anak seringkali disusui dengan susu buatan
pabrik, bukan lagi ASI (Air Susu
Ibu)
Padahal, menurut ahli psikologi, menyusui termasuk jenis komunikasi antara ibu dan anak. Maka
dari itu, sikap ibu sewaktu menyusui memiliki dampak yang besar
terhadap si bayi sebagaimana bentuk komunikasi lainnya juga memiliki dampak yang besar terhadap
lawan komunikasi. Sikap ibu yang
kasar sewaktu menyusui misalnya akan menimbulkan rasa
tidak senang, sedih, dan takut pada
si bayi. Sebaliknya, sikap ibu yang
lemah-lembut, penuh kasih sayang
sewaktu menyusui menimbulkan
rasa tenteram, damai, dan bahagia

INTERAKSI IBU DAN ANAK


Ibu adalah teman pertama
anak. Bahkan menurut M.A.W.
Brouwer, corak pergaulan ibu memberi cap pada sebagian besar kehidupan anak selanjutnya. Memang,
sejatinya sekolah pertama bagi
seorang anak adalah keluarga.
Guru pertama seorang anak adalah
orangtuanya, ayah dan ibu. Ungkapan ini bukan sekedar basa-basi
atau klise semata. Sebaliknya, ungkapan ini bisa dibuktikan secara

ilmiah melalui studi perkembangan


anak manusia sejak lahir, bahkan
menurut sebagian pakar, mulai dari
dalam kandungan hingga dewasa.
Salah besar jika ada yang beranggapan bahwa mendidik anak dimulai saat anak mulai bisa membaca
atau memasuki masa sekolah. Usia
emas seorang anak adalah ketika
ia berumur 1 hingga 3 tahun.
Hubungan erat antara ibu dan
anaknya sangat penting dan juga
erat hubungannya dengan proses
identifikasi anaknya. Proses identifikasi ini juga terjadi pada masa remaja. Masa remaja juga dikenal dengan masa kritis. Maka, apabila ibu
mempunyai kegiatan di luar rumah,
tentunya hal itu akan sedikit banyak
berpengaruh pada anaknya.
Memang cukup banyak kejadian bahwa anak-anak pedagang
yang ayah-ibunya bekerja di toko
dari pagi hingga malam, kemudian
menjadi anak-anak nakal. Demikian
pula disinyalir, ada banyak anak

pejabat yang nakal karena ayah-ibunya tak kenal waktu dalam bekerja,
rapat, dan aktif dalam organisasi
atau pekerjaan. Namun tentu saja
hal ini tidak semua. Dari sepasang
suami-istri yang sibuk, tidak semua
anaknya menjadi nakal. Juga banyak pedagang yang sibuk tidak
memiliki masalah dengan pendidikan anaknya. Demikian pula tidak
semua pejabat rumah tangganya
berantakan. Melihat gejala ini, tentu
ada sebab lain dari kenakalan anak
itu di luar kesibukan orangtua, misalnya intensitas hubungan orangtua dengan anak atau kematangan
sosial anak tersebut.
PENGARUH IBU BEKERJA
TERHADAPANAK
Menurut Grinder, ada 5 hal
yang perlu diperhatikan tentang pengaruh ibu bekerja terhadap anak,
yakni : (1) Ibu yang bekerja menyebabkan si ibu dan mungkin juga
ayah menyediakan model perilaku
yang berlainan bagi anak. Konsep
diri dari remaja perempuan tentang

peran wanita sangat mungkin dipengaruhi. (2) Status emosional ibu


dipengaruhi oleh pekerjaan yang dilakukannya, dan hal ini juga tergantung pada kesempatan-kesempatan, kepuasan-kepuasan, dan tekanan-tekanan peran, serta rasa bersalah yang selanjutnya akan mempengaruhi interaksinya dengan anak.
(3) Dibandingkan dengan ibu-ibu
yang tidak bekerja, praktik sosialisasi ibu-ibu yang bekerja dipengaruhi oleh tuntutan situasi yang berbeda-beda. (4) Dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak bekerja,
ibu-ibu yang bekerja menyediakan
supervisi personal yang kurang terhadap anak-anaknya. (5) Ketidakhadiran secara teratur ibu-ibu yang
bekerja di tengah anak-anaknya
menyebabkan anak-anak kurang
mendapatkan perhatian secara
kognitif dan emosional. Ketidakhadiran ini secara simbolis ditangkap
oleh anak-anak sebagai suatu penolakan (ibu-ibu terhadap anak-anaknya).
Jadi, dari uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa ibu
yang bekerja di luar rumah mempunyai pengaruh negatif terhadap
anak. Namun, pengaruh negatif itu
dapat diperbaiki atau dinetralisir
oleh adanya intensitas atau kualitas
pertemuan atau hubungan antara
ibu dan anak. Maksudnya, meskipun pertemuan antara ibu dan anak
itu sedikit, tidak sering, namun berkualitas atau intens, maka kemungkinan si anak akan menjadi nakal
atau berperilaku menyimpang dapat
dihalangi dan dicegah. Ini berarti,
bagaimanapun sibuknya ibu dalam
kegiatan di luar rumah, kalau dia
ingin anak-anaknya tumbuh dewasa menjadi anak-anak yang saleh
atau salehah, dia harus tetap mengadakan komunikasi yang intens
dengan anak-anaknya. Sehingga dia
tergolong ibu yang sukses dalam
rumah tangga dan karier.
*) Guru MTsN Karangrejo
Tulungagung
MPA 312 / September 2012

33

También podría gustarte