Está en la página 1de 12

A.

Konsep Dasar Masalah Keperawatan


1. Pengertian
Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika
seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada
status pernafasan sehubungandengan ketidak mampuan untuk batuk secara efektif
(Lynda Juall, Carpenito 2006).
Bersihan Jalan nafas tidak efektif merupakan ketidak mampuan dalam
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga
bersihan jalan nafas (Nanda 2005-2006).
2. Anatomi dan Fisiologi system pernafasan
1) Anatomi sistem pernafasan
Terdiri atas saluran pernafasan bagian atas, bagian bawah dan paru.
a. Saluran Pernafasan Bagian Atas
Saluran pernafasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan
melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernafasan ini terdiri atas :
1. Hidung. Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang
hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang
kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi
oleh selaput lemdir yang mengandung pembuluh darah. Proses
oksigenasi diawali dengan penyarinngan udara yang masuk melalui

hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung),
kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari
dasar tengkorak sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring
(di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang
laring (laringofaring).
3. Laring (Tenggorokan). Laring merupakan saluran pernafasan setelah
faring yang terdiri atas bagian tulang rawan yang diikat bersama
ligamen dan membran terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis
tengah.
4. Epiglotis. Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas
membantu menutup laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernafasan Bagian Bawah
Saluran pernafasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas :
1. Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki
panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring
sampai kira-kira ketinggian vetebra torakalis kelima. Trakea tersusun
atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa
cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang
dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2. Bronkus. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan
lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus
atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari
bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.

3. Bronkiolus. Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah


bronkus.
c. Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Paru
terletak dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan
diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura
parietalis dan pleura vaseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang
berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernafasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu
paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucuk, dengan bagian puncak
disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta
berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
3. Fisiologi sistem pernafasan
Bernafas atau pernafasan merupakan proses pertukaran udara diantara individu
dengan lingkarannya dimana oksigen yang dihirup (inspirasi) dan karbondioksida
yang dibuang (ekspirasi).

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian yaitu :


a. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam


aluveoli keatmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adanya
perbedaan torakdan paru pada alveoli dalam melakukan ekspansi atau kembangkempis adanya jalan nafas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri
atas beberapa otot polos yang kerjaannya dipengaruhi oleh system saraf otonom,
reflek batuk dan mentah dan adanya peran mukus silraris sebagai barrier atau
penangkal benda asing yang mengandung interperon dan dapat mengikat virus.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru
dan karbondioksida kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu luas permukaan paru, tebal membrane respirasi atau
preamilitas yang terdiri atas epitel, alveoli interstitial perbedaan tekanan dan
konsentrasi oksigen.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh
CO2 jaringan tubuh kapiler. Pada proses transportasi O2 akan berikat dengan Hb,
membentuk oksihemoglobin dan larut dalam plasma dan sebagian menjadi HCO3
yang berada dalam darah.

4. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen antara lain :

1.

Saraf otonomik ( rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis )

2.

Peningkatan produksi sputum

3.

Alergi pada saluran nafas

4.

Faktor fisiologis
1.

Menurunnya kemampuan mengikat O2

2.

Menurunnya konsentrasi O2

3.

Hipovolemia

4.

Meningkatnya metabolism

5.

Kondisi yang mempengaruhi pegerakan dinding dada

6.

Faktor perkembangan
a) Bayi premature
b) Bayi toddler
c) Anak usia sekolah dan remaja
d) Dewasa muda dan pertengahan
e) Dewasa tua

7.

Faktor perilaku
a)
b)
c)
d)
e)

8.

Merokok
Aktivitas
Kecemasan
Substance abuse atau penggunaan narkotika
Status nutrisi
Faktor lingkungan

a) Tempat kerja atau polusi


b) Suhu lingkungan
c) Ketinggian tempat dari permukaan laut

5. Proses terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal
akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang
kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi. Statis sekresi batuk
yang tidak efektif karena penyakit persyarafan seperti cierebronvaskular accident
(CVA). Hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir
sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama udara akan mudah menempel
di dinding saluran pernafasan. Hal ini lama-lama akan mengakibatkan terjadi
sumbatan sehingga ada udara yang menjebak di bagian distal saluran nafas, maka
individu akan berusaha lebih keras untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah
sehingga pada fase ekspirasi yang panjang akan muncul bunyi-bunyi yang
abnormal seperti mengi, dan ronchi
D. Manifestasi Klinis
1.

Batuk tidak efektif

2.

Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi dalam nafas

3.

Bunyi nafas normal

4.

Frekuensi, irama, kedalaman pernafasan normal

5.

Terdapat suara nafas tambahan yang menunjukkan adanya


sumbatan ronchi.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1.

Rongen dada

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan misalnya untuk melihat lesi paru pada
penyakit TB, adanya tumor, benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung
dan untuk melihat struktur abnormal.
2. Flouroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme kardiopulmonum,
misalnya kerja jantung, diafragma, dan kontraksi paru.
3. Bronkografi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus sampai dengan
cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus.
F. Pelaksaan medis dan keperawatan
1. Penatalaksanaan medis
-

Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

2. Penatalaksanaan keperawatan
-

Latihan nafas

Latihan nafas merupakan cara bernafas untuk memperbaiki ventilasi


alveoli atau memelihara pertukaran gas meningkatkan efisiensi, batuk dan
mengurangi stress.
-

Latihan batuk efektif

Merupakan cara untuk melihat pasien yang tdak memiliki kemampuan


batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan
bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan nafas.

Pemberian oksigen

Pemberian oksigen pada pasien merupakan tindakan keperawatan dengan


cara memberikan oksigen kedalam paru, melalui saluran pernafasan
dengan menggunakan alat bantu oksigen.
-

Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan


cara postural drinase, clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan
system pernafasan.
B. Konsep Teoritis Asma
1. Pengertian
Asma adalahsuatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara
(NANDA, 2013). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara
hieraktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne C, 2004)
2. Etiologi
Etiologi asma dapat dibagi atas :
1) Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh elergen yang diketahui masanya sudah
terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk
sari, bulu halus, binatang dan debu.
2) Asma intrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi
adanya faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau
emosi sering memicu serangan asma. Asma ini sering

muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi


sinus/cabang trakeobronchial.
3) Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan
intrinsik.
3. Macam-macam Faktor Pencetus
1) Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagai penderita
dengan asma, disamping itu heperaktivitas saluran nafas juga
merupakan faktor yang penting bila tingkat hiperaktivitas bronkus
tinggi diperlukan jumlah aslergen sedikit dan sebaliknya untuk
menimbulkan serangan asma.
2) Infeksi
Biasanya virus penyebabnya respiratory synchycal virus (RSV)
dan virus para influenza.
3) Iritasi
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan
polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4) ISPA
5) Reflek gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat
penyakit asma.
6) Psikologis
4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Ostruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari kontraksi otot-otot yang
mengelilingi bronkhi, yang menyempitkan jalan nafas, atau
pembengkakan membran yang melapisi bronkhi, atau pengisian
bronkhi dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkhian dan
kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan

dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam


jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum
diketahui, tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sistem otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan
mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial
diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma
idiopatik atau non-alenergik, ketika ujung saraf pada jalan nafas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi
dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriks juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas.
Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan - adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor - adrenergik dirangsang terjadi

bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor - dirangsang.


Keseimbangan antara reseptor - dan - adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor
alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergik mengakibatkan
peningkatan tingkap cAMP, yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah
bahwa penyekatan - adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentang terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.
5. Gambaran Klinis
a. Dispnea yang bermakna.
b. Batuk, terutama di malam hari.
c. Pernafasan yang dangkal dan cepat.
d. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya
mengi terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien
parah.
e. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada,
disertai perburukan kondisi, napas cuping hidung.
f. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mendapat udara yang cukup.
g. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama
terlihat selama ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat
dengan memanjangnya waktu ekspirasi.
h. Diantara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan
tetapi, dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat

bahkan di antara serangan pada pasien yang memiliki asma


persisten. (Corwin, 2009)

6. PATHWAY

También podría gustarte