Está en la página 1de 38

ASKEP TUMOR MEDIASTINUM

ASKEP TUMOR MEDIASTINUM

disusun oleh: Kelompok 4 kelas B15

Fakultas Keperawatan Universitas AirlanggaSurabaya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma mediastinum merupakan suatu kondisi timbulnya hiperplasia sel-sel


jaringan pada area mediastinum secara progresif dalam bentuk jaringan yang
menimbulkan manifestasi tumor pada mediastinum. Pertumbuhan sel-sel karsinoma
dapat terjadi di dalam rongga mediastinum. Dengan semakin meningkatnya volume
massa sel-sel yang berploriferasi secara mekanis akan menimbulkan desakan pada
jaringan sekitarnya dan pelepasan berbagai substantia pada jaringan normal seperti
prostaglandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan. Sebagai
akibat lanjutan, timbulnya karsinoma dapat meningkatkan daya merusak sel kanker
terhadap jaringan sekitarnya terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif
lemah (Mutaqin, 2007).

Adanya pertumbuhan sel-sel progresif mediastinum secara mekanis juga dapat


menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang menimbulkan penyakit infeksi
pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri saat inspirasi, peningkatan produksi
sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala
telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah (Price&Wilson, 2002).

Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder sehingga


kadang kala manifestasi klinis yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran
pernafasan seperti pneumonia dan TB paru. Namun mungkin secara klinis pada
kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol (Mutaqin, 2007).

Untuk mencegah terjadinya tumor mediastinum, sebaiknya hindari paparan zat-zat


yang bersifat initiation yang dapat memicu terjadinya perubahan sel abnormal dan
mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan (Yogasmara&Lestari, 2010)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor mediastinum.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui anatomi mediastinum

Mengetahui pengertian tumor mediastinum.

Mengetahui etiologi tumor mediastinum.

Mengetahui klasifikasi tumor medistinum

Mengetahui patofisiologi tumor mediastinum.

Mengetahui manifestasi klinik tumor mediastinum.

Mengetahui pemeriksaan diagnostik tumor mediastinum.

Mengetahui penatalaksanaan tumor mediastinum.

Mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada tumor mediastinum.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Tumor Mediastinum

2.1.1 Anatomi mediastinum

Menurut Moffat&Faiz (2002) Mediastinum adalah rongga yang terletak diantara dua
kantung pleura.mediastinum dibagi menjadi regio superior dan inferior oleh garis
yang ditarik ke arah horizontal belakang dari angulus ludovici (sendi
manubriosternal) ke kolumna vertebralis (diskus intervertebralis T4/5). Mediastinum
dibagi menjadi dua bagian yaitu:

Mediastinum superior berhubungan dengan radiks leher melalui pintu atas thorak.
Pintu ini dibatasi oleh manubrium di anterior, vertebra T1 di posterior, dan kosta ke
1 lateral. Mediastinum superior mengandung timus, trakea atas, esofagus dan arkus
aorta serta cabangnya.

Mediastinum inferior kemudian dibagi menjadi:

Mediastinum anterior : daerah didepan perikardium berisi aspek inferior timus


maupun jaringan adiposa, limfatik dan areola.

Mediastinum media : mencakup jantung, perikardium, nervus frenikus,


bifurkasio trskea dan bronkiprinsipalis maupun nodi limfatisi trakealis dan broakialis

Mediastinum posterior: terletak esofagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis,


duktus torasikus, aorta desenden, sistem azigos dan hemiazigos serta kelenjar limfe
paravertebralis maupun jaringan arteola

Adapun organ-organ penting yang terdapat didalamnya antara lain: jantung dan
pembuluh darah besar (v. Brokiosefalika dibentuk dari gabungan v. Subklavia dan v.
Jugularis interna dibelakang sendi sternoklavikular, v.brakiosefalika sinistra terletak
diagonal di belakang manubrium dan bergabung dengan v brakiosefalika dekstra di
belakang kartilago kosta 1 sehingga membentuk vena kava superior), kelenjar dan
saluran getah bening, esofagus, trakea dan bronkus besar, ganglion dan saraf
otonom

2.1.2 Definisi

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal
dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut.

. Mengingat rongga mediastinum yang tertutup dan relatif sempit ini, dapat
dimengerti bahwa setiap tumor dalam rongga dada dapat mengancam jiwa
penderita, oleh karena ada kecenderungan baik tumor jinak maupun ganas untuk
tumbuh menjadi besar dan menekan organ-organ sekitarnya ditambah dengan
tendensi tumor menjadi ganas. Kurang lebih 30-50% tumor mediastinummengalami
degenerasi maligna, maka dalam penanganannya berlaku anjuran untuk melakukan
pembedahan sedini mungkin (Alsagaff&Mukty, 2002).

2.1.3 Epidemiologi

Menurut Syahruddin, Hudoy, Jusuf (diakses 20/10/2012).

Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur penderita.
Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi di
mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa
lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau
timoma. Dari data RS Persahabatan tahun 1970-1990 telah dilakukan operasi tumor
mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis teratoma 44 kasus (32,1%),
timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%). Dari 103 penderita tumor
mediastinum, timoma ditemukan pada 57,1% kasus, tumor sel germinal 30%,
limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masing-masing 4,2%. (Bacha dkk), dari
Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien tumor mediastinum dan
terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16
limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation induced sarcoma dan 1
kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai
dengan 1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum
ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis
terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%,
neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%. Berdasarkan gender ditemukan perbedaan
yang bermakna, 94% tumor sel germinal adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis
kelamin perempuan, sedangkan jenis tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki.
Berdasarkan umur, penderita limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur
dekade ke-5, tumor saraf pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan
pada umur dekade kedua sampai keempat.Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124
pasien tumor mediastinum didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien
yang datang dengan keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan
jenis terbanyak timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%),
limfoma 24/124 (19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari
91 kasus mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplit atau respons
terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan. Marshal menganalisis
24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan tahun 2000 2001,
mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (70,8% dan 29,2%)
dengan jenis terbanyak adalah timoma, 50% dari 24 penderita.Timoma merupakan
kasus terbanyak di mediastinum anterior, sedangkan limfoma dan tumor saraf
biasanya pada mediastinum medial dan posterior.

2.1.4 Etiologi

Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang
lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initial agen
biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi
langsung dan merubah struktur dasar dari kompenen genetik (DNA). Keadaan
selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini berlangsung lama, minggu
sampai tahunan.

Selain itu Tumor mediastinum sebagian besar adalah akibat metastasis dari tempat
lain (yang paling sering karsinoma bronkogenik). Kemudian limfoma, sebagian kecil
lagi tumor neurogenik, teratoma, timoma dan lipoma. Tumor neurogen adalah
tumor primer mediastinum yang tersering (19%), biasanya terletak di
mediastinum posterior dekat lekukan paravertebra. Tumor neurogenik ini umumnya
bersifat jinak, antara lain nuerofibroma neurilemnoma, schwannoma dan
ganglineuroma. Sebagian lain bersifat ganas yaitu neurogenik sarcomas (malignant
schwannoma). Biasanya tidak menyebabkan gejala apapun. Bila ada nyeri biasanya
tumor berasal dari saraf interkostal atau bila massa besar dapat menimbulkan
sesak dan dapat mengkikis tulang. Neurofibroma dapat merupakan bagian dari
sindrom vonrechlinghausen dan tulang berubah menjadi sarkoma. Ganglioneuroma
yang berasal dari trunkus simpatis, bersama dengan neuroblastoma dapat
memproduksi hormon yang bisa menyebabkan diare, hipertensi, paraplegia dan
sindrom horner, nyeri dan muka merah. Biasanya di urin bisa dideteksi adanya
vanelyl mandelic acid (VMA). Neuroblastoma mediastinum biasannya terdapat pada
anak-anak, responsive terhadap radiasi, prognosisnya lebih baik daripada
neuroblastoma di abdomen atau intraperitoneal. (Arjatmo, 2004).

2.1.5 Patofisiologi

Pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi di dalam rongga mediastinum. Dengan


semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi secara mekanis
akan menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya dan pelepasan berbagai
substansia pada jaringan normal seperti progstatlandin, radikal bebas, dan proteinprotein rektif secara berlebihan. Sebagai akibat lanjutan, timbulnya karsinoma
dapat meningkatkan daya merusak sel kanker terhadap jaringan sekitarnya
terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.

Menurut Price dan wilson (2002) yang dikutip oleh Muttaqin (2007)Adanya
pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanis juga dapat
menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang menimbulkan penyakit infeksi
pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri pada saat inspirasi, peningkatan produksi
sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala
telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.

Kondisi kanker juga meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder sehingga


kadang kala menifestasi klinis yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran
pernafasan seperti pneumonia atau TB paru. Namun secara klinis pada kanker ini
kurang dijumpai gejala demam yang menonjol (Muttaqin, 2007).

2.1.6 Klasifikssi

Menurut Rab T (2010):

Anterior

Middle

Posterior

Timoma

Limfoma

Tumor germ sel

Teratoma

Seminoma

Tumor germ sel campuran

Tumor endokrin

(tiroid, paratiroid, karsinoid)

Kista

Perikardial

Bronkogenik

Lesi non kista

Linfoma

Tumor neurogenik (schwannoma, neurofibroma)

Limfoma

Mediastinum anterior

Timoma

Merupakan 20% dari tumor mediastinum. Terdiri dari timoma jinak, ganas dan kista
timus dengan hiperplasia. Bentuk tumornya bulat, berlobus dan merupakan massa
yang mengisi antara sambungan pembuluh darah dan jantung, dimana mengisis
hampir seluruh retrostenal. Pada CT scan didapatkan tumor yang ireguler yang
kadang-kadang menekan jantung dan pembuluh darah. Tumor ini pada masa kanakkanak didapat dalam bentuk hiperplasia atau kista.

a)

Gejala klinik

Dua pertiga pasien dengan timoma disertai dengan keluhan batuk, nyeri dada,
sindroma vena cava superior dan keluhan paratimus, berupa mistenia gravis, yang
ditemukan pada 50% pasien. Namun hanya 8-15% saja dari mistenia gravis yang
mempunyai hubungan dengan timoma. Keluhan paratimus lainnya adalah berupa
kelainan darah (anemia epigastrik, pansitopenia, polisitemia dan leukimia), kelainan
autoimun (artritis reumatoid) dan sindroma cushing.

b)

Terapi

Umumnya dilakukan operasi, terutama apabila telah timbul tanda-tanda


pendesakan dari organ mediastinum, baik pada tipe ganas maupun pada tipe jinak,
yakni dengan mengangkat jaringan timus sebanyak mungkin. Bila terbukti tumor
ganas, maka setelah dilakukan timektomi dilanjutkan dengan radiasa.

c)

Prognosis

Menurut Alsagaf&Mukhty (2002) Untuk memperoleh prakiraan prognosis, timoma


dibagi atas 4 derajat atau stage, yaitu:

- Makroskopis tumor memiliki kspsul sempurna.

- Mikroskopis tidak terdapat invasi ke kapsulnya.

II

- Makroskopis tampak ada invasi ke jaringan lemak sekitar atau pleura


mediastinal.

- Mikroskopis terbesar invasi ke dalam kapsulnya.

III

- Makroskopis tampak invasi ke jaringan sekeliling seperti perikardium, pembuluh


darah besar.

IV

Ada metastasis limfogen dan hematogen

- Ketahanan hidup lima tahun untuk derajat I: 96,2%, derajat II: 85,7%. Derajat III:
69,9% dan untuk derajat IV: 50%. Sedangkan ketahanan hidup sepuluh tahun untuk
masing-masing derajat tersebut adalah 66,7%, 60%, 58,3% dan 0%.

Limfoma

Menempati urutan kedua setelah timoma dan merupakan 13% dari tumor
mediatinum yang 2/3 diantaranya berasal dari metastasis limfoma dan hanya 510% merupakan primer dari kelenjar limfa mediastinum.

a)

Gejala klinik

Dapat disebabkan tumornya sendiri, seperti lazimnya tumor mediastinum lain, atau
dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit sistem getah bening antara lain
panas badan, limfadenopati, hepatomegali atau splenomegali. Diagnosa dapat
ditegakkan dengan biopsi kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus,
pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi (Alsagaf&Mukhty, 2002).

b)

Gambaran radiologis

Umumnya tampak sebagai pelebaran bayangan mediastinum atau berupa massa


bulat berbatas tegas atau bergelombang dengan densitas homogen dan dapat
dilihat dari hilus sampai leher serta biasanya bilateral namun tidak
simetris(Alsagaf&Mukhty, 2002)

c)

Penatalaksanaan

Berbeda dengan tumor mediastinum lainnya yaitu bukan pembedahan melainkan


radiasi dan sitostatika (Alsagaf&Mukhty, 2002)

Tumor germ sel

Secara hitopatogenesis tumor ini pindah ke mediastinum pada fase embrional. Ada
5 jenis tumor yang termasuk ke dalam tumor germ sel ini, yaitu:

Teratoma

Bentuk jinaknya disebut dengan kista dermoid. Dalam kista ini terdapat ektoderm,
mesoderm dan endoderm. Duapertiga dari pasien dengan teratoma mempunyai
keluhan pada paru. Bila kista ini pecah ke dalam bronkus, maka pada pasien batuk
akan keluar rambut, darah atau kelenjar keringat. Begitu pula bila tumor ini pecah
kedalam jantung, maka akan terjadi tamponade jantung dan bila pecah ke pleura,
maka akan terjadi pneumotorak. Kista dermoid dalam foto mempunyai batas yang
tegas, Sedangkan pada bentuk yang ganas maka akan disertai dengan peninggian
alfa fetoprotein, antigen karsinoembronik dan gonadotropin.

Terapi:

Dilakukan tindakan reseksi yang komplit atas pertimbangan agar tidak menjadi
ganas atau agar massa tidak mengalami pembesaran lagi.

Seminoma

Biasanya disertai dengan penyakit paru, seperti batuk, nyeri dada dan sesak nafas.
Menyerang pada laki-laki muda. Bila tumor ini tumbuh lebih lanjut, maka akan
terjadi gejala penekanan mediastinum, yakni berupa sindroma vena kava superior
atau serak metastasis dengan cepat akan menjalar ke kelenjar limfa. Tumor jenis ini
sensitif terhadap radioterapi dan sitostatika.

Disgerminoma atau karsinoma sel embrional dan koriokarsinoma

Tumor ini disebut juga dengan karsinoma sel embrional yang kadang-kadang terjadi
bersamaan dengan koriokarsinoma. Sel tumor melepaskan alfa fetoprotein, antigen
karsinoembrionik, sementarai itu koriokarsinoma akan menghasilkan korionik
gonadotropin.

Tumor germ sel campuran

Tumor ini pada dasarnya adalah sel germ yang multipotensial sehingga dengan
demikian dihasilkan berbagai macam tumor, yakni mulai dari teratoma, karsinoma
embrional dan sebagainya.

Tumor endokrin

Berbagai tumor kelenjar endokrin dapat terjadi di mediastinum, antara lain tiroid,
paratiroid dan karsinoid..

Tiroid

Tiroid di mediastinum biasanya terjadi pada usia muda atau wanita tua. Biasanya
tidak ada gejala atau dapat terjadi gejala gangguan pernafasan, seperti batuk,
sesak nafas, disfagia dan berbagai gejala saraf.

Diagnosis:

Secara diagnosis fisik kadang-kadang dapat teraba tiroid dibagian atas dari sternum
yang berlanjut ke mediastinum. Akan tetapi diagnosis pasti ditegakkan dengan
melakukan skening iodium 131.

Terapi:

Bila timbul tanda-tanda pendesakan organ di dalam mediastinum, maka dilakukan


tindakan reseksi.

Paratiroid

Secara embrional kadang-kadang kelenjar paratiroid berada didalam mediastinum


anterior (5-10%). Berbeda dengan kelenjar endokrin lainnya maka parathormon
yang dihasilkan oleh kelenjar ini berfungsi secara berlebihan.

Diagnosis:

Diagnosis dibuat dengan CT scan, sementara itu kadar parathormon di dalam darah
juga mengalami peninggian.

Terapi:

Tindakan operasi baru dilakukan apabila kadar parathormon di dalam darah sudah
terlalu tinggi.

Karsinoid

Tumor ini mempunyai konsistensi yang keras, tidak pernah membentuk kista dan
cenderung berlobus-lobus. Klinis sama seperti tumor mediastinum lainnya, dimana
didapatkan nyeri dada, batuk dan dispnue. Tumor ini dianggap dari timus, oleh
karena itu mempunyai gejala-gejala seperti sindroma cushing, hormon antidiuretik
dan hiperparatiroid. Terapi yang dianjurkan adalah dengan melakukan operasi
reseksi.

Kista bagian tengah mediastinum

Kista

Kista yang terdapat pada mediastinum dapat berasal dari lambung trakeobronkial
dan perikardium. Kista ini terjadi pada masa embrional. Kebanyakan merupakan
tumor jinak. Kista perikardium terdapat pada sinus kostofrenikus. Bentuk tumor
biasanya sferis dan unilobular, serta mengandung cairan transudat. Diagnosa
dibuat dengan CT scan. Kista bronkogenik dibentuk dari cabang-cabang bronkus
dan biasa berbentuk sferis dan multilobular, serta dilapisi oleh sel epitel saluran
pernafasan. Gejala klinis terjadi akibat obstruksi saluran nafas. Sekresi dari lapisan
sel ini dapat berkumpul di dalam kantong (sakus). Pada mediastinum bagian tengah
kadang-kadang terjadi pula pembesaran yang sifatnya non-kista yang sebenarnya
dalah adenopati yang berasal dari tumor metastasis, limfoma dan granulamatosis,
selain itu dapat pula oleh karena pelebaran pembuluh darah, misalnya aneurisma.
Diagnosis dibuat dengan MRI atau CT scan.

Mediastinum posterior

Tumor neurogenik, merupakan tumor yang paling sering di M. Posterior (80%).


Dapat ditemukan pada semua umur, namun terbanyak pada golongan usia muda.

Melihat asal tumor dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Berasal dari saraf tepi (neurofibroma, neurilemoma).

II

Berasal dari ganglion simpatetik (ganglioneuroma, neuroblastoma,


simpatikoblastoma).

III

berasal dari sel paraganglion (Phaeochromocytoma, paraganglioma), pada 65-72%


kasus ini tidak didapatkan gejala klinis.

Gambaran radiologis:

Menunjukkan masa bulat atau lonjong yang berbatas jelas, mempunyai densitas
homogen dan sering menempati lokasi di mediastinum posterior pada setengah
bagian atas pada daerah vertebral gutter.

Penatalaksanaan:

Melalui pembedahan dengan prognosa pasca bedah yang baik.

2.1.7 Gejala klinik

Menurut Alsagaf &Mukty (2002), umumnya tumor itu sendiri tidak memberikan
gejala, namun penekanan pada organ-organ disekitarnya akan menimbulkan
keluhan antara lain:

- Trakea: batuk, sesak, stridor

- N. Laringeus recurrens: suara parau

- Esofagus: disfagi

- Vena cava superior: sindroma vena cava superior

SVKS merupakan salah satu gejala pada keganasan di paru yang mengganggu
aliran darah vena kava superior atau cabang-cabangnya. SVKS disebabkan karena
Obstruksi pada vena kava superior atau vena yang berhubungan dengan aliran
darah dari kepala dan leher.Sesak napas adalah keluhan yang paling sering,
kemudian leher dan lengan bengkak. Pada keadaan berat selain gejala sesak napas
yang hebat dapat dilihat pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran
venavena subkutan leher dan dada. Keluhan yang juga dapat terjadi adalah suara
serak, sakit menelan dan sinkop. Sedangkan tanda tanda fisis yang paling sering
ditemukan adalah pembengkakan vena-vena di leher dan lengan dan edema akibat
penumpukan cairan di wajah dan lengan (Syahrudin,2011)

- Jantung dan pembuluh darah: gangguan hemodinamik

Gejala klinis menurut Perhimpunan dokter paru (2003):

1) Anamnesis

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan
fototoraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi

peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur


mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan
atau invasi ke struktur mediastinum.

Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,

- batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada
trakeadan/atau bronkus utama,

- disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus

- sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum
yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,

- suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus

- nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem
syaraf.

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan
keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.
Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa
keadaan klinis lain, misalnya:

- miastenia gravis mungkin menandakan timoma

- limfadenopati mungkin menandakan limfoma

Sedangkan Menurut Muttaqin (2007), pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan


gejala:

Inspeksi: secara umum biasanya klien mengalami sesak, nyeri dada unilateral, serta
nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup). Batuk dengan atau tanpa
sputum dan pergerakan dada bisa asimetris apabila terjadi komplikasi efusi pleura.
Dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat
penyebaran neoplastik atau pneumonia. Gajala-gejala umum seperti anoreksia,
lelah, dan berkurangnya berat badan merupakan gejala-gejala lanjutan.

Palpasi: pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun

Perkusi: pada perkusi, pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru

Auskultasi: di dapatkan wheezing unilateral/bilateral dan ronkhi

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik

Menurut Syahruddin, Hudoy, Jusuf (diakses 20/10/2012).

Anamnesis dan pemeriksan fisik yang cermat akan menemukan keluhan yang khas
serta gejala dan tanda yang kadang spesifik untuk jenis tumor mediastinum
tertentu. Tetapi keluhan umum seperti demam, berat badan turun, pembesaran
kelenjar getah bening, mengi dan stridor dapat ditemukan pada hampir semua
jenis. Ketelitian dan evidence base penyakit di Indonesia dapat menuntun dokter ke
arah diagnostik yang mendekati kebenaran, misalnya pasien usia muda dengan
klinis sesuai untuk infeksi paru barangkali limfoma dapat disingkirkan. Keluhan
sesak yang makin lama semakin hebat pada anak sering menjadi gejala untuk
tumor saraf, pasien usia dewasa dengan keluhan miastenia gravis adalah khas
untuk timoma. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain:

3)

Foto thorax

Foto toraks polos posteroanterior (PA) sering tidak dapat mendeteksi tumor
yang kecil karena superposisi dengan organ lain yang ada di mediastinum. Jika
tumor sangat besar kadang juga menjadi sulit menentukan lokasi asal tumor,
sedangkan foto toraks PA dan lateral pada tumor dengan ukuran sedang dapat
menunjukkan lokasi tumor di mediastinum.

4)

CT scan dan MRI

CT Scan adalah alat diagnostik bantu yang bukan hanya dapat mendeteksi lokasi
tumor tetapi dapat memperkirakan jenis tumor tersebut. Untuk timoma gambaran
makroskopik tumor melalui CT Scan juga dibutuhkan untuk penentuan staging
penyakit. Teratoma dipastikan bila ditemukan massa dengan berbagai jenis jaringan
di dalamnya. Pemeriksaan imaging lain, seperti ekokardiografi, esofagografi dan
MRI kadang dibutuhkan bukan hanya untuk diagnostik tetapi juga penatalaksanaan
yang akan diberikan.

5)

Bronkoskopi

Bronkoskopi tidak dianjurkan untuk pengambilan bahan pemeriksaan jenis


histopatologik sel tumor tetapi dilakukan untuk melihat kelainan intrabronkus yang
biasanya terlihat pada tumor paru, sedangkan pada tumor mediastinum biasanya
melihat stenosis akibat kompresi. Untuk semua penderita yang akan mengalami
pembedahan bronkoskopi dapat membantu ahli bedah untuk memperkirakan lokasi
dan luas tindakan yang akan dilakukan.

6)

Biopsi jarum halus (BJH) dan fine needle aspiration biopsy (FNAB)

Untuk mendapatkan jenis sel tumor sebaiknya dipilih teknik yang sederhana,
murah dan aman. Biopsi jarum halus (BJH) atau fine needle aspiration biopsy
(FNAB) pada massa superfisial adalah tindakan pilihan pertama. Sitologi cairan
pleura dan biopsi pleura dilakukan bila ditemukan efusi pleura.

7)

Biopsi tanstorakal (TTB) dan Percutaneneous core needle biopsy (PCNB)

Biopsi transtorakal (TTB) tanpa tuntunan fluoroskopi dapat dilakukan bila


ukuran tumor besar dan lokasinya tidak berisi banyak pembuluh darah. Kelemahan
teknik ini adalah apabila jaringan tumor terdiri dari berbagai jaringan seperti pada
teratoma sering mendapatkan negatif palsu. Biopsi transtorakal dengan tuntunan
fluoroskopi atau CT Scan dapat menurunkan risiko terjadi komplikasi seperti
pneumotoraks, perdarahan dan false negative. Jika perlu, tindakan invasif harus
dilakukan, torakotomi eksplorasi dapat dilakukan untuk mencari jenis sel tumor.
Penilaian keuntungan dan kerugian tindakan FNAB atau mediastinoskopi masih
diperdebatkan.Kelompok yang setuju FNAB mengatakan teknik itu merupakan
tindakan yang sederhana, murah dan aman dan tidak membutuhkan anestesi
umum pada saat tindakan. Teknik Percutaneneous core needle biopsy (PCNB) untuk
tumor mediastinum memiliki sensitiviti 91,9% dan spesifisiti 90,3% dengan
komplikasi pneumotoraks 11% dan hemoptisis 1,6% dari 70 pasien.Meskipun tumor
marker tidak memberikan arti tetapi untuk tumor sel germinal pemeriksaan kadar
beta-HCG dan alfa-fetoprotein dilakukan untuk membedakan seminoma atau bukan.

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak


atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah,
sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum
ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar
timus), sel germinal dan tumor saraf. Secara umum terapi untuk tumor
mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi.
Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau kemoterapi sehingga
bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya harus mendapatkan
tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum bedah
(neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma
ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal sangat
bergantung pada subtipe tumor, tumor saraf dibedakan berdasarkan jaringan yang
dominan pada tumor (Syahruddin, 2011).

Terapi yang dianjurkan pada umumnya adalah pembedahan sedini mungkin, kecuali
untuk jenis limfoma dimana radiasi dan sitostatika lebih berperan
(Alsagaff&Mukty,2002).

Menurut PDPI (2003) persyaratan untuk tindakan pembedahan, kemoterapi dan


radiasi adalah

a)
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran
toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin
dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus
dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah
arteri harus >90%.

b) Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:

Hb > 10 gr%

leukosit > 4.000/dl

trombosit > 100.000/dl

. tampilan (performance status) >70 Karnofsky

Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio


kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak
mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian
(alternating: radiasi diberikan di antara siklus kemoterapi) atau sekuensial
(kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan
dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi
terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.

2.2 Asuhan Keperawatan

Kasus

Tn. A Klien mengeluh sesak nafas dan nyeri dada saat bernafas, sesak nafas sekitar
dua minggu yang lalu dan klien menjadi terengah-engah bila melakukan aktivitas
sehingga klien hanya dapat duduk dan tiduran saja. Rasa sesak seperti dada
tertekan dan sempit pada bagian bawah. klien tidak dapat menggambarkan rasa
sesaknya. Nyeri dirasakan pada dadanya, skala nyeri 4. Klien juga mengeluh batuk
dan disertai sputum. Sputum kental purulent. Klien pernah menderita ISPA berulang
sebelumnya. Klien kemudian berobat ke puskesmas terdekat dan karena sakitnya
tidak kunjung sembuh klien kemudian dibawa ke RSUD Dr. Soetomo dan didiagnosa
tumor mediastinum jenis timoma

Pengkajian

Anamnesa

Nama Pasien

: Tn. A

Umur

: 42 tahun

Suku/Bangsa

: Jawa/Indonesia

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Desa x. sby

Diagnosa medis

: Tumor mediastinum jenis timoma

Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama

Klien mengeluh sesak nafas dan nyeri dada saat bernafas

Riwayat penyakit sekarang

Klien mengeluh sesak nafas sekitar dua minggu yang lalu dimana klien menjadi
terengah-engah bila melakukan aktivitas sehingga klien hanya dapat duduk dan
tiduran saja di tempat tidur, Rasa sesak seperti dada tertekan dan sempit pada
bagian bawah. klien tidak dapat menggambarkan rasa sesaknya. Nyeri dirasakan
pada dadanya, skala nyeri 4, klien juga mengeluh batuk dan disertai sputum.
Sputum kental purulent. Klien kemudian berobat ke puskesmas terdekat dan karena
sakitnya tidak kunjung sembuh klien kemudian dibawa ke RSUD. Dr. Soetomo.

Riwayat penyakit dahulu

Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit jantung, hipertensi ataupun


diabetes melitus sebelumnya. Klien pernah menderita ISPA berulang sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga

Klien menyangkal tidak ada dalam keluarganya yang pernah menderita penyakit
diabetes, jantung, ataupun pernah mengidap tumor.

Pengkajian fisik

Pemeriksaan umum

Keadaan umum lemah, Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, nadi 98 x/mnt,


respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal, tensi 110/70 mmHg.

B1 (Breath)

Inspeksi:Pernafasan 32 x/menit, Tachipnea, pernafasancuping hidung (+), Retraksi


dada inspirasi (+), pergerakan dada simetris, Tidak ditemukan tonjolan abnormal
dada.

Palpasi: Fremitus Fokal tidak simetris, ekspansi dada meningkat, tidak ditemukan
nyeri tekan dada.

Perkusi: menurun/redup pada area parasternalis sampai dengan midclavicula kanan


dan pada seluruh lapang basal depan kiri.

Auskultasi: ronchi karena adanya secret/sputum kental

MK : 1. ketidakefektifan pola nafas

2.ketidakefektifan bersihanan jalan nafas

B2 (Blood)

Nadi 98 X/mnt, reguler kuat;TD: 110/70 mmHg, Suara Jantung S1S2 tanpa suara
tambahan, mur-mur/split (-), CRT 3 detik, sianosis (-).

MK :tidak ada masalah

B3 (Brain)

Tidak ada masalah

B4 (Bladder)

kencing 4-5 kali dalam sehari, lancar, warna kuning jernih. Distensi kandung kemih
(-).

B5 (Bowel)

Bising usus (+) meningkat. belum BAB sejak dua hari yang lalu. Mual (+), tidak ada
nafsu makan, makan 1/4 porsi yang disajikan.

TB: 169 cm BB sebelum: 60 kg.BB saat ini : 52 kg

MK :Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.

B6 (Bone)

Tidak ada masalah

Pemeriksaan penunjang

Hb

: 16, 7 mg%

Leukosit

: 10,4 X 10 9/dl

(4-7 X 109)

Hematocrit : 0,65/dl

0,40 0,47

Trombosit : 420 X 1012

150-350 X 1012

Albumin

3,2 4,5 mg/dl

: 3,0 mg/dl

Elektrolit :

: 4,30 mEq

(3,8 5,0 mEq)

Na

: 138 mEq

(136 144 mEq)

Pemeriksaan Radiologik:

Foto Thorak lateral menunjukkan gambaran massa (radiolucent) jenis timoma pada
area mediastinum.anterior

Analisa data

No.

Data

Etiologi

Masalah

1.

Ds: klien mengeluh sesak nafas dan nyeri dada.

Do:

nadi 98 x/mnt, respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal, tensi 110/70 mmHg,
Tachipnea, pernafasancuping hidung (+), Retraksi dada inspirasi (+), Fremitus Fokal
tidak simetris, ekspansi dada meningkat, menurun/redup pada area parasternalis
sampai dengan midclavicula kanan dan pada seluruh lapang basal depan kiri.

Penekanan jaringan paru akibat tumor

Ketidakefektifan pola nafas

2.

Ds: klien mengeluh sesak nafas, dan batuk disertai sputum.

Do:

respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal, Sianosis (-), Retraksi dada inspirasi (+),
batuk disertai sputum kental purulent. ronchi karena adanya secret/sputum

Peningkatan sputum di jalan nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

3.

Ds: klien mengeluh tidak ada nafsu makan dan merasa mual.

Do:makan porsi yang disajikan. TB: 169 cm

BB sebelum: 60 kg

BB saat ini : 52 kg

Albumin:3,0 mg/dl

Hb:16,7 mg%

Penekanan esofagus

Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

Diagnosa keperawatan

1)
Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Penekanan
jaringan paru akibat tumor ditandai dengan nadi 98 x/mnt, respirasi 32 x/mnt, cepat
dan dangkal, tensi 110/70 mmHg, Tachipnea, pernafasancuping hidung (+),Kulit
Pucat dan perfusi dingin, Retraksi dada inspirasi (+), Fremitus Fokal tidak simetris,
ekspansi dada meningkat, menurun/redup pada area parasternalis sampai dengan
midclavicula kanan dan pada seluruh lapang basal depan kiri.

2)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Peningkatan
sputum di jalan nafas ditandai dengan respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal,
Sianosis (-), Retraksi dada inspirasi (+), batuk disertai sputum kental purulent,
ronchi karena adanya secret/sputum.

3)
Gangguan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Penekanan esofagus yang ditandai dengan klien mengeluh tidak ada nafsu makan
dan merasa mual, :makan porsi yang disajikan. TB : 169 cm BB sebelum : 60 kgBB
saat ini : 52 kg Albumin:3,0 mg/dl Hb:16,7 mg

Rencana Intervensi

Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Penekanan jaringan


paru akibat tumor ditandai dengan nadi 98 x/mnt, respirasi 32 x/mnt, cepat dan
dangkal, tensi 110/70 mmHg, Tachipnea, pernafasancuping hidung (+),Kulit Pucat
dan perfusi dingin, Retraksi dada inspirasi (+), Fremitus Fokal tidak simetris,
ekspansi dada meningkat, menurun/redup pada area parasternalis sampai dengan
midclavicula kanan dan pada seluruh lapang basal depan kiri.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, klien


menunjukkan pola nafas efektif

Kriteria hasil: TTV dalam batas normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, AGD
dalam batas normal,

Intervensi:

1. Rujuk pada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan ventilator


mekanis

R/ kolaboratif untuk mengoptimalkan fungsi pernafasan

2. Berikan tambahan oksigen masker atau oksigen nasal sesuai indikasi

R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi,khususnya


pada adanya penurunan/gangguan ventilasi.

3. Catat perubahan pada saturasi oksigen dan nilai gas darah arteri

R/Evaluasi rutin konsentrasi AGD merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap


keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen

4. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan
pola napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal: napas dalam

R/meningkatkan keadekuatan fungsi paru

5. pantau pola pernafasan, kecepatan, irama dan auskultasi bunyi nafas

R/Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan

6. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.

R/ posisikan semi fowler untuk merangsang fungsi pernafasan/ ekspansi paru

7.Kolaborasi untuk tindakan kemoterapi, radiasi atau pembedahan sesuai indikasi

R/ penatalaksanaan tumor dapat mengurangi gejala yg ditimbulkan

Diagnosa : Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan


Peningkatan sputum di jalan nafas ditandai dengan respirasi 32 x/mnt, cepat dan
dangkal, Sianosis (-), Retraksi dada inspirasi (+), batuk disertai sputum kental
purulent, ronchi karena adanya secret/sputum.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, klien


menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif

Kriteria Hasil : Mempunyai jalan napas paten, dapat mengeluarkan sekret secara
efektif , irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, bunyi nafas normal.

Intervensi:

1. Bantu dengan memberikan aerosol, nebulizer dan perawatan paru lain sesuai
indikasi.

R/ kolaborasi untuk mengencerkan sputum dan melancarkan pernafasan

2. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi : Postural drainase, perkusi dan vibrasi

R/memperbaiki dan mempertahankan fungsi pernafasan

3. Ajarkan kepada klien tentang batuk efektif

R/memudahkan pengeluaran sekret/ sputum

4. Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang makna perubahan sputum seperti
warna, karakter, jumlah, dan bau.

R/ peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.

5. Kaji pengembangan dada, kedalaman dan kemudahan bernapas, auskultasi bunyi


paru dan kepatenan jalan napas

R/mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan

Diagnosa:

Gangguan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Penekanan


esofagus yang ditandai dengan klien mengeluh tidak ada nafsu makan dan merasa
mual, :makan porsi yang disajikan. TB : 169 cm BB sebelum : 60 kgBB saat ini : 52
kg Albumin:3,0 mg/dl Hb:16,7 mg%

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi

kriteria hasil: terjadi peningkatan berat badan, hasil albumin dan Hb normal dan
tidak ada tanda malnutrisi, Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang
berhubungan dengan penyakitnya.

Konsul dengan ahli diet /gizi

R/ untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai
dengan keadaan klien

Terangkan pentingnya nutrisi, tekankan bahaya kurang nutrisi

R/ Pendidikan kesehatan denganpenekanan khusus akan bahaya dan ancaman


kesehatan/konsekuen tidak memenuhi nutrisi yang adekuat memiliki efek yang
lebih baik

Kaji kemampuan klien dalam memenuhi nutrisi; suport keluarga dan dukungan
finansial

R/ Dasar penentuan tindakan keperawatan

Timbang dan ukur berat badan, serta amati penurunan berat badan.

R/ Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.

Bantu memenuhi kebutuhan nutrisi

R/ Meningkatkan motivasi, kontrol

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal
dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel dan juga karena metastase dari
tempat lain. Penatalaksanaan tumor mediastinum adalah dengan pembedahan
sedini mungkin, kecuali untuk jenis limfoma dimana radiasi dan sitostatika lebih
berperan.

3.2 Saran

Untuk mencegah terjadinya tumor mediastinum, sebaiknya hindari paparan zat-zat


yang bersifat initiation yang dapat memicu terjadinya perubahan sel abnormal dan
terapkan pola hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H & Mukhty A, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabay: Airlangga
University Press

Arjatmo T & Utama H, 2004, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta, EGC

Baughman C, 2000, Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku Dari Brunner&Suddart,


Jakarta, EGC

Brasher V, 2007, Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen, edisi 2,


jakarta, EGC

Elisna Syahruddin, Ahmad Hudoyo dan Anwar Jusuf , Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS
Persahabatan, Jakartahttp://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/Penatalaksanaan
%20tumor%20mediastinum_6_.pdf diakses tgl 20/10.12

Hartati, Budi. 2007. Upaya Peningkatan Asupan Makan Pada Pasien Kanker. Instalasi
Gizi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) : Jakarta
(www.persagi.org/document/makalah/116_makalah.pdf) akses 24 November 2012

Indriyani, Wiwiek. 2008. Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Pusat Pengembangan
paliatif dan Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo FK Unair : Surabaya

(http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=diet%20dan%20nutrisi%20penderita
%20kanker%20pdf&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A
%2F%2Fwww.palliative-surabaya.com%2Fgambar%2Fpdf%2Fbuku_pkb_vibagian_1308082008.pdf&ei=FDmwUNCyFYXKrAfV7IFo&usg=AFQjCNGPyA0Ed07KnbYQyER73s1S7AS3A) akses: 24 november 2012

Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (9 ed.). Jakarta,
EGC.

Mangan, Yellia. 2009. Solusi sehat mencegah dan Mengatasi Kanker Terapi Herbal,
Terapi Diet, Terapi Jus. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Moffat&Faiz, 2002, At a Glance Anatomi,Jakarta,Erlangga

Muttaqin A, 2007 , Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan, Jakarta, Salemba Medika

Persatuan dokter paru indonesia, 2003, Tumor Mediastinum; Pedoman Diagnostik


dan Penatalaksanaan di Indonesia, PDPI

Price, S.A & L.M. Wilson, 2002, Patofisiology; Concepts and Applications for Health
Care Profesional. 3th ed, Minnesota: McGraw Hill Higher Education

Rab T, 2010, Ilmu Penjakit Paru, Jakarta, Trans info

Sudoyono A, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI

Syahruddin E, 2011, Sindroma Vena Cava Superior,Departemen Pulmonologi dan


Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran universitas Indonesia RS
Persahabatan, Jakarta, http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/SVCS
%20Elisna_5_.pdf diakses tanggal 13/11/2012

Yogasmara E & Lestari P. 2010. Buku Pintar Keluarga Sehat. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama

Yusuf A, 2005, Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil, Jakarta, PDPI

Zulkarnain, Nuzulul. 2011. Asuhan Keperawatan (Askep) Kanker ParuU Atau CA


Paru(http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35524-Kep%20RespirasiAskep%20Kanker%20Paru.html) Akses: 3 November 2012

También podría gustarte

  • Format Lap. Operasi SC
    Format Lap. Operasi SC
    Documento1 página
    Format Lap. Operasi SC
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • Format Lap. Operasi SC
    Format Lap. Operasi SC
    Documento1 página
    Format Lap. Operasi SC
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • Murray
    Murray
    Documento2 páginas
    Murray
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • Jadwal HCG
    Jadwal HCG
    Documento2 páginas
    Jadwal HCG
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • Program Kerja Ibs
    Program Kerja Ibs
    Documento9 páginas
    Program Kerja Ibs
    Anonymous kAiv1Vy
    60% (5)
  • Bantuan
    Bantuan
    Documento27 páginas
    Bantuan
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • BAB I Rom
    BAB I Rom
    Documento6 páginas
    BAB I Rom
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • Renpra
    Renpra
    Documento5 páginas
    Renpra
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento3 páginas
    Daftar Isi
    Someita Nagg Pande
    Aún no hay calificaciones