Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
BAB 2
PEMBAHASAN
Menurut Moffat&Faiz (2002) Mediastinum adalah rongga yang terletak diantara dua
kantung pleura.mediastinum dibagi menjadi regio superior dan inferior oleh garis
yang ditarik ke arah horizontal belakang dari angulus ludovici (sendi
manubriosternal) ke kolumna vertebralis (diskus intervertebralis T4/5). Mediastinum
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Mediastinum superior berhubungan dengan radiks leher melalui pintu atas thorak.
Pintu ini dibatasi oleh manubrium di anterior, vertebra T1 di posterior, dan kosta ke
1 lateral. Mediastinum superior mengandung timus, trakea atas, esofagus dan arkus
aorta serta cabangnya.
Adapun organ-organ penting yang terdapat didalamnya antara lain: jantung dan
pembuluh darah besar (v. Brokiosefalika dibentuk dari gabungan v. Subklavia dan v.
Jugularis interna dibelakang sendi sternoklavikular, v.brakiosefalika sinistra terletak
diagonal di belakang manubrium dan bergabung dengan v brakiosefalika dekstra di
belakang kartilago kosta 1 sehingga membentuk vena kava superior), kelenjar dan
saluran getah bening, esofagus, trakea dan bronkus besar, ganglion dan saraf
otonom
2.1.2 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal
dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut.
. Mengingat rongga mediastinum yang tertutup dan relatif sempit ini, dapat
dimengerti bahwa setiap tumor dalam rongga dada dapat mengancam jiwa
penderita, oleh karena ada kecenderungan baik tumor jinak maupun ganas untuk
tumbuh menjadi besar dan menekan organ-organ sekitarnya ditambah dengan
tendensi tumor menjadi ganas. Kurang lebih 30-50% tumor mediastinummengalami
degenerasi maligna, maka dalam penanganannya berlaku anjuran untuk melakukan
pembedahan sedini mungkin (Alsagaff&Mukty, 2002).
2.1.3 Epidemiologi
Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur penderita.
Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi di
mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa
lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau
timoma. Dari data RS Persahabatan tahun 1970-1990 telah dilakukan operasi tumor
mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis teratoma 44 kasus (32,1%),
timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%). Dari 103 penderita tumor
mediastinum, timoma ditemukan pada 57,1% kasus, tumor sel germinal 30%,
limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masing-masing 4,2%. (Bacha dkk), dari
Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien tumor mediastinum dan
terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16
limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation induced sarcoma dan 1
kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai
dengan 1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum
ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis
terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%,
neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%. Berdasarkan gender ditemukan perbedaan
yang bermakna, 94% tumor sel germinal adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis
kelamin perempuan, sedangkan jenis tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki.
Berdasarkan umur, penderita limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur
dekade ke-5, tumor saraf pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan
pada umur dekade kedua sampai keempat.Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124
pasien tumor mediastinum didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien
yang datang dengan keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan
jenis terbanyak timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%),
limfoma 24/124 (19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari
91 kasus mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplit atau respons
terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan. Marshal menganalisis
24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan tahun 2000 2001,
mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (70,8% dan 29,2%)
dengan jenis terbanyak adalah timoma, 50% dari 24 penderita.Timoma merupakan
kasus terbanyak di mediastinum anterior, sedangkan limfoma dan tumor saraf
biasanya pada mediastinum medial dan posterior.
2.1.4 Etiologi
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang
lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initial agen
biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi
langsung dan merubah struktur dasar dari kompenen genetik (DNA). Keadaan
selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini berlangsung lama, minggu
sampai tahunan.
Selain itu Tumor mediastinum sebagian besar adalah akibat metastasis dari tempat
lain (yang paling sering karsinoma bronkogenik). Kemudian limfoma, sebagian kecil
lagi tumor neurogenik, teratoma, timoma dan lipoma. Tumor neurogen adalah
tumor primer mediastinum yang tersering (19%), biasanya terletak di
mediastinum posterior dekat lekukan paravertebra. Tumor neurogenik ini umumnya
bersifat jinak, antara lain nuerofibroma neurilemnoma, schwannoma dan
ganglineuroma. Sebagian lain bersifat ganas yaitu neurogenik sarcomas (malignant
schwannoma). Biasanya tidak menyebabkan gejala apapun. Bila ada nyeri biasanya
tumor berasal dari saraf interkostal atau bila massa besar dapat menimbulkan
sesak dan dapat mengkikis tulang. Neurofibroma dapat merupakan bagian dari
sindrom vonrechlinghausen dan tulang berubah menjadi sarkoma. Ganglioneuroma
yang berasal dari trunkus simpatis, bersama dengan neuroblastoma dapat
memproduksi hormon yang bisa menyebabkan diare, hipertensi, paraplegia dan
sindrom horner, nyeri dan muka merah. Biasanya di urin bisa dideteksi adanya
vanelyl mandelic acid (VMA). Neuroblastoma mediastinum biasannya terdapat pada
anak-anak, responsive terhadap radiasi, prognosisnya lebih baik daripada
neuroblastoma di abdomen atau intraperitoneal. (Arjatmo, 2004).
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Price dan wilson (2002) yang dikutip oleh Muttaqin (2007)Adanya
pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanis juga dapat
menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang menimbulkan penyakit infeksi
pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri pada saat inspirasi, peningkatan produksi
sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala
telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
2.1.6 Klasifikssi
Anterior
Middle
Posterior
Timoma
Limfoma
Teratoma
Seminoma
Tumor endokrin
Kista
Perikardial
Bronkogenik
Linfoma
Limfoma
Mediastinum anterior
Timoma
Merupakan 20% dari tumor mediastinum. Terdiri dari timoma jinak, ganas dan kista
timus dengan hiperplasia. Bentuk tumornya bulat, berlobus dan merupakan massa
yang mengisi antara sambungan pembuluh darah dan jantung, dimana mengisis
hampir seluruh retrostenal. Pada CT scan didapatkan tumor yang ireguler yang
kadang-kadang menekan jantung dan pembuluh darah. Tumor ini pada masa kanakkanak didapat dalam bentuk hiperplasia atau kista.
a)
Gejala klinik
Dua pertiga pasien dengan timoma disertai dengan keluhan batuk, nyeri dada,
sindroma vena cava superior dan keluhan paratimus, berupa mistenia gravis, yang
ditemukan pada 50% pasien. Namun hanya 8-15% saja dari mistenia gravis yang
mempunyai hubungan dengan timoma. Keluhan paratimus lainnya adalah berupa
kelainan darah (anemia epigastrik, pansitopenia, polisitemia dan leukimia), kelainan
autoimun (artritis reumatoid) dan sindroma cushing.
b)
Terapi
c)
Prognosis
II
III
IV
- Ketahanan hidup lima tahun untuk derajat I: 96,2%, derajat II: 85,7%. Derajat III:
69,9% dan untuk derajat IV: 50%. Sedangkan ketahanan hidup sepuluh tahun untuk
masing-masing derajat tersebut adalah 66,7%, 60%, 58,3% dan 0%.
Limfoma
Menempati urutan kedua setelah timoma dan merupakan 13% dari tumor
mediatinum yang 2/3 diantaranya berasal dari metastasis limfoma dan hanya 510% merupakan primer dari kelenjar limfa mediastinum.
a)
Gejala klinik
Dapat disebabkan tumornya sendiri, seperti lazimnya tumor mediastinum lain, atau
dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit sistem getah bening antara lain
panas badan, limfadenopati, hepatomegali atau splenomegali. Diagnosa dapat
ditegakkan dengan biopsi kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus,
pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi (Alsagaf&Mukhty, 2002).
b)
Gambaran radiologis
c)
Penatalaksanaan
Secara hitopatogenesis tumor ini pindah ke mediastinum pada fase embrional. Ada
5 jenis tumor yang termasuk ke dalam tumor germ sel ini, yaitu:
Teratoma
Bentuk jinaknya disebut dengan kista dermoid. Dalam kista ini terdapat ektoderm,
mesoderm dan endoderm. Duapertiga dari pasien dengan teratoma mempunyai
keluhan pada paru. Bila kista ini pecah ke dalam bronkus, maka pada pasien batuk
akan keluar rambut, darah atau kelenjar keringat. Begitu pula bila tumor ini pecah
kedalam jantung, maka akan terjadi tamponade jantung dan bila pecah ke pleura,
maka akan terjadi pneumotorak. Kista dermoid dalam foto mempunyai batas yang
tegas, Sedangkan pada bentuk yang ganas maka akan disertai dengan peninggian
alfa fetoprotein, antigen karsinoembronik dan gonadotropin.
Terapi:
Dilakukan tindakan reseksi yang komplit atas pertimbangan agar tidak menjadi
ganas atau agar massa tidak mengalami pembesaran lagi.
Seminoma
Biasanya disertai dengan penyakit paru, seperti batuk, nyeri dada dan sesak nafas.
Menyerang pada laki-laki muda. Bila tumor ini tumbuh lebih lanjut, maka akan
terjadi gejala penekanan mediastinum, yakni berupa sindroma vena kava superior
atau serak metastasis dengan cepat akan menjalar ke kelenjar limfa. Tumor jenis ini
sensitif terhadap radioterapi dan sitostatika.
Tumor ini disebut juga dengan karsinoma sel embrional yang kadang-kadang terjadi
bersamaan dengan koriokarsinoma. Sel tumor melepaskan alfa fetoprotein, antigen
karsinoembrionik, sementarai itu koriokarsinoma akan menghasilkan korionik
gonadotropin.
Tumor ini pada dasarnya adalah sel germ yang multipotensial sehingga dengan
demikian dihasilkan berbagai macam tumor, yakni mulai dari teratoma, karsinoma
embrional dan sebagainya.
Tumor endokrin
Berbagai tumor kelenjar endokrin dapat terjadi di mediastinum, antara lain tiroid,
paratiroid dan karsinoid..
Tiroid
Tiroid di mediastinum biasanya terjadi pada usia muda atau wanita tua. Biasanya
tidak ada gejala atau dapat terjadi gejala gangguan pernafasan, seperti batuk,
sesak nafas, disfagia dan berbagai gejala saraf.
Diagnosis:
Secara diagnosis fisik kadang-kadang dapat teraba tiroid dibagian atas dari sternum
yang berlanjut ke mediastinum. Akan tetapi diagnosis pasti ditegakkan dengan
melakukan skening iodium 131.
Terapi:
Paratiroid
Diagnosis:
Diagnosis dibuat dengan CT scan, sementara itu kadar parathormon di dalam darah
juga mengalami peninggian.
Terapi:
Tindakan operasi baru dilakukan apabila kadar parathormon di dalam darah sudah
terlalu tinggi.
Karsinoid
Tumor ini mempunyai konsistensi yang keras, tidak pernah membentuk kista dan
cenderung berlobus-lobus. Klinis sama seperti tumor mediastinum lainnya, dimana
didapatkan nyeri dada, batuk dan dispnue. Tumor ini dianggap dari timus, oleh
karena itu mempunyai gejala-gejala seperti sindroma cushing, hormon antidiuretik
dan hiperparatiroid. Terapi yang dianjurkan adalah dengan melakukan operasi
reseksi.
Kista
Kista yang terdapat pada mediastinum dapat berasal dari lambung trakeobronkial
dan perikardium. Kista ini terjadi pada masa embrional. Kebanyakan merupakan
tumor jinak. Kista perikardium terdapat pada sinus kostofrenikus. Bentuk tumor
biasanya sferis dan unilobular, serta mengandung cairan transudat. Diagnosa
dibuat dengan CT scan. Kista bronkogenik dibentuk dari cabang-cabang bronkus
dan biasa berbentuk sferis dan multilobular, serta dilapisi oleh sel epitel saluran
pernafasan. Gejala klinis terjadi akibat obstruksi saluran nafas. Sekresi dari lapisan
sel ini dapat berkumpul di dalam kantong (sakus). Pada mediastinum bagian tengah
kadang-kadang terjadi pula pembesaran yang sifatnya non-kista yang sebenarnya
dalah adenopati yang berasal dari tumor metastasis, limfoma dan granulamatosis,
selain itu dapat pula oleh karena pelebaran pembuluh darah, misalnya aneurisma.
Diagnosis dibuat dengan MRI atau CT scan.
Mediastinum posterior
II
III
Gambaran radiologis:
Menunjukkan masa bulat atau lonjong yang berbatas jelas, mempunyai densitas
homogen dan sering menempati lokasi di mediastinum posterior pada setengah
bagian atas pada daerah vertebral gutter.
Penatalaksanaan:
Menurut Alsagaf &Mukty (2002), umumnya tumor itu sendiri tidak memberikan
gejala, namun penekanan pada organ-organ disekitarnya akan menimbulkan
keluhan antara lain:
- Esofagus: disfagi
SVKS merupakan salah satu gejala pada keganasan di paru yang mengganggu
aliran darah vena kava superior atau cabang-cabangnya. SVKS disebabkan karena
Obstruksi pada vena kava superior atau vena yang berhubungan dengan aliran
darah dari kepala dan leher.Sesak napas adalah keluhan yang paling sering,
kemudian leher dan lengan bengkak. Pada keadaan berat selain gejala sesak napas
yang hebat dapat dilihat pembengkakan leher dan lengan kanan disertai pelebaran
venavena subkutan leher dan dada. Keluhan yang juga dapat terjadi adalah suara
serak, sakit menelan dan sinkop. Sedangkan tanda tanda fisis yang paling sering
ditemukan adalah pembengkakan vena-vena di leher dan lengan dan edema akibat
penumpukan cairan di wajah dan lengan (Syahrudin,2011)
1) Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan
fototoraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
- batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada
trakeadan/atau bronkus utama,
- sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum
yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
- suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
- nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem
syaraf.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan
keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.
Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa
keadaan klinis lain, misalnya:
Inspeksi: secara umum biasanya klien mengalami sesak, nyeri dada unilateral, serta
nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup). Batuk dengan atau tanpa
sputum dan pergerakan dada bisa asimetris apabila terjadi komplikasi efusi pleura.
Dapat pula timbul nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat
penyebaran neoplastik atau pneumonia. Gajala-gejala umum seperti anoreksia,
lelah, dan berkurangnya berat badan merupakan gejala-gejala lanjutan.
Palpasi: pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun
Perkusi: pada perkusi, pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
Anamnesis dan pemeriksan fisik yang cermat akan menemukan keluhan yang khas
serta gejala dan tanda yang kadang spesifik untuk jenis tumor mediastinum
tertentu. Tetapi keluhan umum seperti demam, berat badan turun, pembesaran
kelenjar getah bening, mengi dan stridor dapat ditemukan pada hampir semua
jenis. Ketelitian dan evidence base penyakit di Indonesia dapat menuntun dokter ke
arah diagnostik yang mendekati kebenaran, misalnya pasien usia muda dengan
klinis sesuai untuk infeksi paru barangkali limfoma dapat disingkirkan. Keluhan
sesak yang makin lama semakin hebat pada anak sering menjadi gejala untuk
tumor saraf, pasien usia dewasa dengan keluhan miastenia gravis adalah khas
untuk timoma. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain:
3)
Foto thorax
Foto toraks polos posteroanterior (PA) sering tidak dapat mendeteksi tumor
yang kecil karena superposisi dengan organ lain yang ada di mediastinum. Jika
tumor sangat besar kadang juga menjadi sulit menentukan lokasi asal tumor,
sedangkan foto toraks PA dan lateral pada tumor dengan ukuran sedang dapat
menunjukkan lokasi tumor di mediastinum.
4)
CT Scan adalah alat diagnostik bantu yang bukan hanya dapat mendeteksi lokasi
tumor tetapi dapat memperkirakan jenis tumor tersebut. Untuk timoma gambaran
makroskopik tumor melalui CT Scan juga dibutuhkan untuk penentuan staging
penyakit. Teratoma dipastikan bila ditemukan massa dengan berbagai jenis jaringan
di dalamnya. Pemeriksaan imaging lain, seperti ekokardiografi, esofagografi dan
MRI kadang dibutuhkan bukan hanya untuk diagnostik tetapi juga penatalaksanaan
yang akan diberikan.
5)
Bronkoskopi
6)
Biopsi jarum halus (BJH) dan fine needle aspiration biopsy (FNAB)
Untuk mendapatkan jenis sel tumor sebaiknya dipilih teknik yang sederhana,
murah dan aman. Biopsi jarum halus (BJH) atau fine needle aspiration biopsy
(FNAB) pada massa superfisial adalah tindakan pilihan pertama. Sitologi cairan
pleura dan biopsi pleura dilakukan bila ditemukan efusi pleura.
7)
2.1.9 Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan pada umumnya adalah pembedahan sedini mungkin, kecuali
untuk jenis limfoma dimana radiasi dan sitostatika lebih berperan
(Alsagaff&Mukty,2002).
a)
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran
toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin
dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus
dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah
arteri harus >90%.
Hb > 10 gr%
Kasus
Tn. A Klien mengeluh sesak nafas dan nyeri dada saat bernafas, sesak nafas sekitar
dua minggu yang lalu dan klien menjadi terengah-engah bila melakukan aktivitas
sehingga klien hanya dapat duduk dan tiduran saja. Rasa sesak seperti dada
tertekan dan sempit pada bagian bawah. klien tidak dapat menggambarkan rasa
sesaknya. Nyeri dirasakan pada dadanya, skala nyeri 4. Klien juga mengeluh batuk
dan disertai sputum. Sputum kental purulent. Klien pernah menderita ISPA berulang
sebelumnya. Klien kemudian berobat ke puskesmas terdekat dan karena sakitnya
tidak kunjung sembuh klien kemudian dibawa ke RSUD Dr. Soetomo dan didiagnosa
tumor mediastinum jenis timoma
Pengkajian
Anamnesa
Nama Pasien
: Tn. A
Umur
: 42 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh
Alamat
: Desa x. sby
Diagnosa medis
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas sekitar dua minggu yang lalu dimana klien menjadi
terengah-engah bila melakukan aktivitas sehingga klien hanya dapat duduk dan
tiduran saja di tempat tidur, Rasa sesak seperti dada tertekan dan sempit pada
bagian bawah. klien tidak dapat menggambarkan rasa sesaknya. Nyeri dirasakan
pada dadanya, skala nyeri 4, klien juga mengeluh batuk dan disertai sputum.
Sputum kental purulent. Klien kemudian berobat ke puskesmas terdekat dan karena
sakitnya tidak kunjung sembuh klien kemudian dibawa ke RSUD. Dr. Soetomo.
Klien menyangkal tidak ada dalam keluarganya yang pernah menderita penyakit
diabetes, jantung, ataupun pernah mengidap tumor.
Pengkajian fisik
Pemeriksaan umum
B1 (Breath)
Palpasi: Fremitus Fokal tidak simetris, ekspansi dada meningkat, tidak ditemukan
nyeri tekan dada.
B2 (Blood)
Nadi 98 X/mnt, reguler kuat;TD: 110/70 mmHg, Suara Jantung S1S2 tanpa suara
tambahan, mur-mur/split (-), CRT 3 detik, sianosis (-).
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
kencing 4-5 kali dalam sehari, lancar, warna kuning jernih. Distensi kandung kemih
(-).
B5 (Bowel)
Bising usus (+) meningkat. belum BAB sejak dua hari yang lalu. Mual (+), tidak ada
nafsu makan, makan 1/4 porsi yang disajikan.
B6 (Bone)
Pemeriksaan penunjang
Hb
: 16, 7 mg%
Leukosit
: 10,4 X 10 9/dl
(4-7 X 109)
Hematocrit : 0,65/dl
0,40 0,47
150-350 X 1012
Albumin
: 3,0 mg/dl
Elektrolit :
: 4,30 mEq
Na
: 138 mEq
Pemeriksaan Radiologik:
Foto Thorak lateral menunjukkan gambaran massa (radiolucent) jenis timoma pada
area mediastinum.anterior
Analisa data
No.
Data
Etiologi
Masalah
1.
Do:
nadi 98 x/mnt, respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal, tensi 110/70 mmHg,
Tachipnea, pernafasancuping hidung (+), Retraksi dada inspirasi (+), Fremitus Fokal
tidak simetris, ekspansi dada meningkat, menurun/redup pada area parasternalis
sampai dengan midclavicula kanan dan pada seluruh lapang basal depan kiri.
2.
Do:
respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal, Sianosis (-), Retraksi dada inspirasi (+),
batuk disertai sputum kental purulent. ronchi karena adanya secret/sputum
3.
Ds: klien mengeluh tidak ada nafsu makan dan merasa mual.
BB sebelum: 60 kg
BB saat ini : 52 kg
Albumin:3,0 mg/dl
Hb:16,7 mg%
Penekanan esofagus
Diagnosa keperawatan
1)
Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Penekanan
jaringan paru akibat tumor ditandai dengan nadi 98 x/mnt, respirasi 32 x/mnt, cepat
dan dangkal, tensi 110/70 mmHg, Tachipnea, pernafasancuping hidung (+),Kulit
Pucat dan perfusi dingin, Retraksi dada inspirasi (+), Fremitus Fokal tidak simetris,
ekspansi dada meningkat, menurun/redup pada area parasternalis sampai dengan
midclavicula kanan dan pada seluruh lapang basal depan kiri.
2)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Peningkatan
sputum di jalan nafas ditandai dengan respirasi 32 x/mnt, cepat dan dangkal,
Sianosis (-), Retraksi dada inspirasi (+), batuk disertai sputum kental purulent,
ronchi karena adanya secret/sputum.
3)
Gangguan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Penekanan esofagus yang ditandai dengan klien mengeluh tidak ada nafsu makan
dan merasa mual, :makan porsi yang disajikan. TB : 169 cm BB sebelum : 60 kgBB
saat ini : 52 kg Albumin:3,0 mg/dl Hb:16,7 mg
Rencana Intervensi
Kriteria hasil: TTV dalam batas normal, tidak ada pernafasan cuping hidung, AGD
dalam batas normal,
Intervensi:
3. Catat perubahan pada saturasi oksigen dan nilai gas darah arteri
4. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan
pola napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal: napas dalam
Kriteria Hasil : Mempunyai jalan napas paten, dapat mengeluarkan sekret secara
efektif , irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, bunyi nafas normal.
Intervensi:
1. Bantu dengan memberikan aerosol, nebulizer dan perawatan paru lain sesuai
indikasi.
2. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi : Postural drainase, perkusi dan vibrasi
4. Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang makna perubahan sputum seperti
warna, karakter, jumlah, dan bau.
R/ peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Diagnosa:
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi
kriteria hasil: terjadi peningkatan berat badan, hasil albumin dan Hb normal dan
tidak ada tanda malnutrisi, Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang
berhubungan dengan penyakitnya.
R/ untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai
dengan keadaan klien
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi nutrisi; suport keluarga dan dukungan
finansial
Timbang dan ukur berat badan, serta amati penurunan berat badan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal
dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel dan juga karena metastase dari
tempat lain. Penatalaksanaan tumor mediastinum adalah dengan pembedahan
sedini mungkin, kecuali untuk jenis limfoma dimana radiasi dan sitostatika lebih
berperan.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff H & Mukhty A, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabay: Airlangga
University Press
Arjatmo T & Utama H, 2004, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta, EGC
Elisna Syahruddin, Ahmad Hudoyo dan Anwar Jusuf , Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS
Persahabatan, Jakartahttp://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/Penatalaksanaan
%20tumor%20mediastinum_6_.pdf diakses tgl 20/10.12
Hartati, Budi. 2007. Upaya Peningkatan Asupan Makan Pada Pasien Kanker. Instalasi
Gizi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) : Jakarta
(www.persagi.org/document/makalah/116_makalah.pdf) akses 24 November 2012
Indriyani, Wiwiek. 2008. Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Pusat Pengembangan
paliatif dan Bebas Nyeri RSU Dr. Soetomo FK Unair : Surabaya
(http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=diet%20dan%20nutrisi%20penderita
%20kanker%20pdf&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A
%2F%2Fwww.palliative-surabaya.com%2Fgambar%2Fpdf%2Fbuku_pkb_vibagian_1308082008.pdf&ei=FDmwUNCyFYXKrAfV7IFo&usg=AFQjCNGPyA0Ed07KnbYQyER73s1S7AS3A) akses: 24 november 2012
Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (9 ed.). Jakarta,
EGC.
Mangan, Yellia. 2009. Solusi sehat mencegah dan Mengatasi Kanker Terapi Herbal,
Terapi Diet, Terapi Jus. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Price, S.A & L.M. Wilson, 2002, Patofisiology; Concepts and Applications for Health
Care Profesional. 3th ed, Minnesota: McGraw Hill Higher Education
Yogasmara E & Lestari P. 2010. Buku Pintar Keluarga Sehat. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Yusuf A, 2005, Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil, Jakarta, PDPI