Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
*) Dedi Irwanto adalah dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unsri
79
80
gurunya, melainkan juga murid-murid yang dituntut harus mandiri. Walaupun demikian,
ternyata model KTSP menyimpan kebingungan
di kalangan guru, sebab selama bertahun-tahun
guru hanya menerima jadi kurikulum dari
pemerintah pusat. Sementara dalam model
KTSP, guru dituntut menyusun model pendidikan yang sesuai dengan kondisi lokal sekolah
tersebut berada.
Tulisan ini tidak akan membahas lebih
jauh perubahan kurikulum tersebut, tetapi hanya
ingin menghubungkan bagaimana perspektif perubahan kurikulum tersebut dengan timbulnya
adigium pada mata pelajaran sejarah. Standar
ganda tersebut tercipta, di mana dalam KTSP,
mata pelajaran sejarah, berusaha menjauhi
dan menutupi bagian dari sejarah kontroversial
peristiwa Gerakan 30 September 1965 dengan
mencantumkan embel-embel PKI di belakang
G-30-S. Bahkan usaha tersebut disertai
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
yang melarang berbagai versi tentang peristiwa
politik berdarah tersebut. (Tempo Interaktif,
Jumat, 29 September 2006)
Akan tetapi menariknya di lapangan,
walaupun masuk dalam materi pelajaran sejarah
di sekolah dengan hanya satu versi tunggal,
tetapi sejalan dengan perkembangan informasi
dan teknologi, kontroversial mengenai hal itu
menjadi pertanyaan kritis para siswa. Dari survei
awal, penulis melihat guru mengalami kesulitan
untuk menjelaskan pertanyaan kritis siswa
tersebut. Dari berbagai jawaban yang diuraikan
guru formulasi uraian mereka masih tetap
terapi lama dalam menjelaskan persitiwa
tersebut. Jawaban guru cenderung semakin menguatkan stigma lama yang telah mengakar kuat
di masyarakat, yaitu dalang dari peristiwa G-30S 1965 tersebut adalah PKI. Mereka hanya
menguraikan dari satu versi tunggal tersebut saja.
Sementara daya pengetahuan siswa tentang
peristiwa 1965 tersebut semakin kritis dan di
kalangan sejarawan pun angin perubahan untuk
mematahkan stigma ini semakin kuat. Oleh
karena itu, dalam tulisan ini penulis bermaksud
dan berusaha menguraikan bagaimana hubungan
semangat KTSP dengan cara menjelaskan
kontroversial peristiwa 1965 tersebut.
Berdasarkan pendahuluan tersebut, ada
beberapa pertanyaan pada tulisan ini yang akan
dijawab dalam uraian selanjutnya, yaitu:
Seperti apa KTSP mata pelajaran sejarah, terutama tentang Gerakan 30 September 1965?
81
82
83
84
85
86
materi yang mengulang, tidak tampak penjenjangan apakah perluasan atau pendalaman.
Maka, ketika Kurikulum 2004 (KBK) dan 2006
(KTSP) umumnya lebih memenuhi persyaratan
pembelajaran yang disebut berbasis kompentensi
dan berbasis sekolah.
Oleh karena itu, menurut hemat penulis,
walaupun dibatasi dengan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional agar peristiwa G-30-S/PKI
tidak diganggu gugat. Namun, ada baiknya juga
ketika siswa bertanya dengan kritis tentang siapa
dalang dari kejadian tersebut, guru sejarah
hendaknya menuturkan pendapat tadi tidak
saja dari versi tunggalnya dan itu pun sudah
dibuktikan dengan kompetensi dasar KTSP yang
dikeluarkan pemerintah, namun juga dari berbagai versi apakah sebagai intrik di kalangan
angkatan darat, Soeharto, Soekarno, CIA, KGB,
atau versi teori konspirasi. Dalam penjelasannya
tersebut hendaknya guru tidak berpihak pada
salah satu versi tersebut, tetapi dalam menjelaskan versi-versi ini guru tetap harus bersandar
dengan alasan kuat dari masing-masing teoriteori. Dan, akhirnya biarkan siswa dapat berpikir kritis dalam menyikapi peristiwa tersebut.
Penutup
Sejarah bukanlah alat untuk menjustifikasikan suatu peristiwa. Walaupun kita ketahui
bahwa eksplanasi sejarah sering menciptakan
stigma tentang suatu peristiwa. Namun, sekali
lagi sejarah bukanlah alat untuk menyatakan
dengan pasti bahwa peristiwa yang ditulisnya
tersebut mempunyai kebenaran tunggal dan tidak
bisa diganggu gugat lagi. Sama seperti ilmu
sosial lainnya, kebenaran ilmiah adalah kebenaran tentatif, karena walaupun sudah sangat
objektif pastilah kebenaran tersebut tetap mengandung unsur subjektif. Oleh karena itu, selagi
dapat dilakukan penelitian ulang terhadapnya
maka kebenaran atas fenomena tersebut masih
bisa diganggu gugat secara ilmiah.
Perkembangan perspektif dalam penelitian
dan penulisan sejarah, membawa ruh perubahan
pandangan baru mengenai kebenaran, termasuk
tentang peristiwa kontroversial Gerakan 30
September 1965. Kalau selama ini, terutama
zaman orde baru, ketika orang berbicara tentang
gerakan tersebut, maka stigmanya mengarah
pada penyudutan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Stigma-stigma tersebut diikuti dengan
pelarangan terhadap buku-buku yang dianggap
membela PKI dalam peristiwa tersebut. Maka
DAFTAR PUSTAKA
87