Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
Kebijakan pemerintah yang lebih menekankan upaya pelaksanaan proses desentralisasi
pada semua bidang pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan menuntut komitmen yang
berbeda daripada para pelaku pembangunan di daerah. Mereka diharapkan mampu mengoptimalkan
sumber daya yang berguna untuk memenuhi kebutuhan warganya. Melalui system desentralisasi ini,
pembangunan hendaknya benar-benar dilaksanakan secara bottom up melalui upaya pemenuhan
kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Oleh karenanya kerjasama yang baik di
antara berbagai pihak yang terlibat sangat diperlukan.
Kerjasama yang diperlukan untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang optimal, tidak
hanya terbatas pada kerjasama tenaga perawat dengan tenaga profesi kesehatan yang lain, tetapi
juga kerjasama antara perawat dengan perawat. Kerjasama antara beberapa pihak untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan disebut kerjasama tim. (Johnson and Johnson, 1991). Kerjasama tim
atau team Building menekankan pada analisis prosedur kerja dan kegiatan untuk meningkatkan
produktifitas, hubungan antara anggota serta kemampuan tim untuk mengadopsi perubahan. Salah
satu cara untuk menigkatkan produktifitas tim adalah dengan meningkatkan kohevisitas kelompok.
Kohevisitas kelompok ini dapat ditingkatkan melalui pengembangan kepercayaan, pemeliharaannya
serta ketaatan terhadap norma-norma kelompok yang ada.
Kondisi dilapangan, khususnya di RSUD Prof. DR WZ Johannes Kupang menunjukkan
bahwa kerjasama tim perawat masih rendah, sebagai akibat kurangnya kemampuan perawat untuk
memberikan quality assurance yang menjadi tuntutan masyarakat. Menurut Sciortino (1995)
rendahnya motivasi provider kesehatan, kurangnya kemapuan komunikasi yang efektif, rendahnya
kepekaaan personil kesehatan terhadap keluhan dan kebutuhan klien yang keliru menyebabkan
layanan kesehatan prima sulit untuk dilaksanakan.
Peningkatan kualitas kerjasama kelompok diharapkan akan berdampak pada pelayanan
yang diberikan oleh tenaga perawat. Kemampuan para perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan akan sangat mempengaruhi penilaian pasien dan keluarga (pelanggan) terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan. Untuk menunjang pencapaian tujuan bersama tersebut setiap perawat
harus mampu menjamin efisiensi dan efektifitas tugas masing-masing dalam rangka meningkatakn
produktifitas. Produktifitas dalam bidang pelayanan jasa (keperawatan) sering dikaitkan dengan
pelayanan prima. Pelayanan prima mengandung konotasi yang luas dan tidak hanya komitmen
terhadap pekerjaan itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas RSUD Prof. DR. WZ Johannes Kupang
menugaskan dua orang tenaga perawat pelaksana untuk mengikuti kegiatan Pelatihan Team Building
dan Pelayanan Prima bagi tenaga kesehatan yang dilaksanakan di UPTD Pelatihan Tenaga
Kesehatan Kupang pada tanggal 05 s/d 09 September 2005.
II. TUJUAN
Tujuan Umum
Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk memeberikan pengetahuan dan
keterampilan bagi tenaga perawat dalam membrikan pelayanan prima yang berorientasikan kepada
pelanggan.
Tujuan Khusus
1. Memahami dan melakukan identifikasi pengenalan serta pembukaan diri
2. Memahami dan mendemostrasikan pentingnya bekerjasama dalam kelompok
3. Melakukan pengamatan tentang pelayanan pada institusi kesehatan
4. Menjelaskan tentang pelayanan prima yang berorientasikan pada pelanggan
5. Mendeskripsikan masalah pelanggan
6. Mengenali kepuasan klien
7. Memahami dan menjelaskan dasar-dasar komunikasi, termasuk mendengarkan, bertanya,
menjawab serta penguasaan bahasa verbal dan non verbal
8. Melakukan identifikasi dan mendeskripsikan keluhan dan tuntutan pasien
9. Mendemonstrasikan penanganan keluhan pasien
10.
11.
12.
13.
PAULUS NDARUNG,SKep,Ns
ANASTHASIA HARTANTI,Amd.Kep
LAPORAN
SOSIALISASI HASIL KEGIATAN
PELATIHAN TEAM BUILDING DAN LAYANAN PRIMA
BAGI PERAWAT RSUD PROF.DR.WZ.JOHANNES KUPANG
I. PENDAHULUAN
Kebijakan pemerintah yang lebih menekankan upaya pelaksanaan proses desentralisasi pada
semua bidang pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan menuntut komitmen yang berbeda
daripada para pelaku pembangunan di daerah. Mereka diharapkan mampu mengoptimalkan sumber
daya yang berguna untuk memenuhi kebutuhan warganya. Melalui system desentralisasi ini,
pembangunan hendaknya benar-benar dilaksanakan secara bottom up melalui upaya pemenuhan
kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Oleh karenanya kerjasama yang baik di
antara berbagai pihak yang terlibat sangat diperlukan.
Kerjasama yang diperlukan untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang optimal, tidak
hanya terbatas pada kerjasama tenaga perawat dengan tenaga profesi kesehatan yang lain, tetapi
juga kerjasama antara perawat dengan perawat. Kerjasama antara beberapa pihak untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan disebut kerjasama tim. (Johnson and Johnson, 1991). Kerjasama tim
atau team Building menekankan pada analisis prosedur kerja dan kegiatan untuk meningkatkan
produktifitas, hubungan antara anggota serta kemampuan tim untuk mengadopsi perubahan. Salah
satu cara untuk menigkatkan produktifitas tim adalah dengan meningkatkan kohevisitas kelompok.
Kohevisitas kelompok ini dapat ditingkatkan melalui pengembangan kepercayaan, pemeliharaannya
serta ketaatan terhadap norma-norma kelompok yang ada.
Kondisi dilapangan, khususnya di RSUD Prof. DR WZ Johannes Kupang menunjukkan
bahwa kerjasama tim perawat masih rendah, sebagai akibat kurangnya kemampuan perawat untuk
memberikan quality assurance yang menjadi tuntutan masyarakat. Menurut Sciortino (1995)
rendahnya motivasi provider kesehatan, kurangnya kemapuan komunikasi yang efektif, rendahnya
kepekaaan personil kesehatan terhadap keluhan dan kebutuhan klien yang keliru menyebabkan
layanan kesehatan prima sulit untuk dilaksanakan.
Peningkatan kualitas kerjasama kelompok diharapkan akan berdampak pada pelayanan
yang diberikan oleh tenaga perawat. Kemampuan para perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan akan sangat mempengaruhi penilaian pasien dan keluarga (pelanggan) terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan. Untuk menunjang pencapaian tujuan bersama tersebut setiap perawat
harus mampu menjamin efisiensi dan efektifitas tugas masing-masing dalam rangka meningkatakn
produktifitas. Produktifitas dalam bidang pelayanan jasa (keperawatan) sering dikaitkan dengan
pelayanan prima. Pelayanan prima mengandung konotasi yang luas dan tidak hanya komitmen
terhadap pekerjaan itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas RSUD Prof. DR. WZ Johannes Kupang telah
menugaskan dua orang tenaga perawat pelaksana untuk mengikuti kegiatan Pelatihan Team Building
dan Layanan Prima di UPTD Pelatihan Tenaga Kesehatan Kupang pada tanggal 05 s/d 09 September
2005. Dan menindaklanjuti hal tersebut diatas, dilaksanakan kegiatan sosialisasi hasil kegiatan
selama pelatihan yang diikuti oleh tenaga perawat-perawat kepala instalsi terkait
RSUD.Prof.DR.WZ.Johannes Kupang pada tanggal 5 Oktober 2005.
II. TUJUAN
Tujuan Umum
Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan bagi tenaga perawat dalam memberikan pelayanan prima yang
berorientasikan kepada pelanggan/pasien.
Tujuan Khusus
1. Memahami dan melakukan identifikasi pengenalan serta pembukaan diri
2. Memahami dan mendemostrasikan pentingnya bekerjasama dalam kelompok
3. Melakukan pengamatan tentang pelayanan pada institusi kesehatan
4. Menjelaskan tentang pelayanan prima yang berorientasikan pada pelanggan
5. Mendeskripsikan masalah pelanggan
6. Mengenali kepuasan klien
7. Memahami dan menjelaskan dasar-dasar komunikasi, termasuk mendengarkan, bertanya,
menjawab serta penguasaan bahasa verbal dan non verbal
8. Melakukan identifikasi dan mendeskripsikan keluhan dan tuntutan pasien
9. Mendemonstrasikan penanganan keluhan pasien
10. Menjelaskan dan memperagakan umpan balik positif
11. Memahami dan menjelaskan pribadi jempolan
Uraian
Unit
Satuan
Harga
Jumlah (Rp)
1
2
3
4
5000 lembar
50 orang
2 buah
2 lembar
-
750000
7500
7500
2500
-
750.000
375.000
15.000
5.000
1.145.000
ASUHAN KEPERAWATAN
ELEKTROKARDIOGRAFI
by :
PAULUS NDARUNG,S.Kep, Ns
2007
ELEKTROKARDIOGRAFI
PENDAHULUAN
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan
Elektrokardiogram merupakan suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.
Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda
yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung akan menimbulkan
kelainan gambar ECG.
ECG hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang merupakan alat Bantu
menegakkan diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita tetap merupakan
pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis, karena pasien dengan penyakit
jantung mungkin mempunyai gambaran ECG yang normal atau sebaliknya individu normal
mempunyai gambaran ECG yang abnormal.
ECG mempunyai nilai diagnostic pada keaadaan klinis berikut : 1) Aritmia Jantung, 2)
Hipertropi Atrium atau Ventrikel, 3) Iskemia dan Infark Miokard, 4) Efek obat-obatan
terutama digitalis dan Anti Aritmia, 5) Gangguan Keseimbangan Elektrolit khususnya
Kalium dan 6) Penilaian fungsi Pacu Jantung.
ANATOMI JANTUNG
DAN SISTEM KONDUKSI
Jantung terdiri dari empat ruang yang berfunsi sebagai pompa, yaitu atrium kanan dan
kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Hubungan khusus antar atrium dan ventrikel
dilaksanakan oleh jaringan sususnan hantaran khusus yang menghantarkan impuls listrik
dari atrium ke ventrikel. Sistem tersebut terdiri dari nodus Sinoatrial (SA), nodus
Atrioventrikuler (AV) berkas HIS dan serabut-serabut purkinye.
1. Nodus SA
Terletak pada pertemuan antara vena cava superior dan atrium kanan. Sel-sel dalam
SA nodu secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan frekuensi 60-100x/m
2. Nodus AV
Terletak diatas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel dalam
AV node mengeluarkan impuls lebih rendah dari SA node yaitu 40-60x/m.
3. Berkas HIS
AV node kemudian menjadi berkas his yang menembus jaringan pemisah
miokardium atrium dan ventrikel, kemudian berjalan dalam septum ventrikel yang
kemudian bercabang dua menjadi berkas kanan (Right Bundle Branch) dan berkas kiri
(Left Bundle Branch). RBB dan LBB kemudian menuju endokardium ventrikel kanan
dan kiri, berkas tersebut bercabang menjadi serabut purkinye.
4. Serabut Purkinye
Serabut purkinye mampu mengeluarkan impuls sebanyak 20-40x/menit.
ELEKTRIFISIOLOGI
SEL OTOT JANTUNG
Sel otot jantung dalam keadaan istirahat permukaan luarnya bermuatan positif dan
bagian dalamnya bermuatan negative.Perbedaan potensial muatan antara membrane ini
kira-kira -90 miliVolt.
Ada tiga ion yang berperan dalam elektrofisiologi sel yaitu : kalium, natrium dan
kalsium. Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba masuknya ion natrium dengan cepat dari
cairan luar sel ke dalam sel, sehingga menyebabkan mutan dalam sel relative lebih positif
dari luar sel. Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan ini disebut
Depolarisasi. Setelah depolarisasi terjadi pengembalian muatan ke keadaan semula, proses
ini disebut Repolarisasi. Seluruh proses tersebut disebut Aksi Potensial.
Aksi potensial ini dibagi dalam 5 fase yaitu :
1. FASE 0
Dinamakan fase depolarisasi yang menggambarkan masuknya ion natrium dari luar sel
kedalam sel dengan cepat. Akibatnya muatan dalam sel menjadi lebih positif daripada
luar sel.
2. FASE 1
Fase permulaan repolarisasi yang mengembalikan potensial dalam sel ke 0 miliVolt, hal
ini terjadi karena penutupan saluran natrium.
3. FASE 2
Fase ini ion kalsium juga bergerak masuk ke dalam sel otot jantung dengan laju yang
relative lebih lambat dan menyebabkan keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan
masa refrakter absolute dari miokardium.
4. FASE 3
Fase ini merupakan pengembalian potensial intrasel ke potensial istirahat, akibat
pengeluaran kalium dari dalam sel keluar sel sehingga mengurangi muatan positif di
dalam sel.
5. FASE 4
Dinamakan fase istirahat, dimana bagian dalam sel otot bermuatan negative dan bagian
luar bermuatan positif. Dengan demikian sel tersebut mengalami polarisasi.
SANDAPAN
EKG
Untuk mendapatkan rekaman EKG dipasang elektroda-elektroda di kulit pada tempattempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena
penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda. Terdapat 2 jenis
sandapan (lead) pada EKG : 1) Bipolar dan 2) Unipolar.
Sandapan Bipolar
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam perbedaan potensial dari
2 elektroda , sandapan ini ditandai dengan angka romawi I, II, dan III.
Sandapan I : Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA),
dimana tangan kanan bermuatan negative (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+).
Sandapan II : Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF),
dimana tangan kanan bermuatan negative (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+).
Sandapan III : Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF),
dimana tangan kiri bermuatan negative (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segi tiga sama sisi yang lazim
disebut segi tiga EINTHOVEN.
Sandapan Unipolar
Sandapan unipolar ini terbagi atas dua yaitu : unipolar ekstremitas dan unipolar prekordial.
Sandapan unipolar ekstremitas : Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas,
elektroda eksplorasi diletakan pada eksteremitas yang akan diukur. Gabungan elektrodaelektroda pada ekstermitas yang lainmembentuk elektroda indeferen (potensial 0 ).
Sandapan aVR
Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan kanan bermuatan positif
(+) dan tangan kiri & kaki kiri membentuk elektroda indeferen.
Sandapan aVL
Merekam potensial listrik pada tangan kiri(LA), dimana tangan kanan bermuatan positif
(+) dan tangan kanan & kaki kiri membentuk elektroda indeferen.
Sandapan aVF
Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan positif (+) dan
tangan kanan & tangan kiri membentuk elektroda indeferen.
Sandapan Unipolar Prekordial : Meekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan
elektroda eksplorasi yang ditempatkan di beberapa tempat pada dinding dada. Elektroda
indeferen dengan menggabungkan ketiga elektroda ekstremitas. Letak sandapan V1 V6 :
V1 : diletakan di ruang interkostal ke empat sebelah kanan sternum
V2 : diletakan di ruang interkostal ke empat sebelah kiri sternum
V3 : diletakan pada pertengahan V2 dan V4
V4 : diletakan di ruang interkostal ke lima pada garis midklavikula kiri
V5 : diletakan sejajar V4 garis aksila depan
V6 : diletakan sejajar V5 garis aksila tengah.
Sandapan sandapan pada EKG memiliki sudut pandang tersendiri terhadap lokasi atau
daerah posisi jantung, seperti yang di gambarkan pada table berikut ini :
SANDAPAN
KELOMPOK
Anterior
Lateral Kiri
Inferior
-
KERTAS EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal & vertical dengan
jarak 1 mm (kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm (kotak besar).
Garis horizontal menggambarkan waktu dimana 1mm = 0,1 mili volt & 10 mm = 1 mili
volt.
Pada praktek sehari-hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik. Kalibrasi yang
biasanya dilakukan adalah 1 milivolt yang menimbulkan defleksi 10 mm. Pada keadaan
tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menimbulkan defleksi 20 mm atau diperkecil
yang akan menimbulkan defleksi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat perekaman EKG
sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi yang membacanya.
KURVA EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium & ventrikel.
Proses listrik ini terdiri dari :
1. Depolarisasi atrium
2. Repolarisasi atrium
3. Depolarisasi ventrikel
4. Repolarisasi ventrikel
Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal memperlihatkan 3
proses listrik yaitu : depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel & repolarisasi ventrikel.
Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena disamping intensitasnya
kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan depolarisasi atrium yang
mempunyai intensitas yang jauh lebih besar. Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,
Q, R, S & T serta kadang terlihat gelombang U. Selain itu juga ada beberapa interval &
segmen EKG.
Gelombang P
Gelomnag P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium.
Gelombang P yang normal :
- Lebar < 0,12 detik
- Tinggi < 0,3 miliVolt
- Selalu positif di lead II
- Selalu negative di lead aVR
Gelomabg QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel.
Gelombang QRS yang normal :
- Lebar 0,06 0,12
- Tinggi tergantung lead.
Gelombang Q adalah defleksi negative pertama pada gelombang QRS.
Gelombang Q yang normal :
- Lebar < 0,04 detik
- Tinggi/dalamnya < 1/3 tinggi R
Gelombang Q abnormal disebut gelombang Q pathologis.
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS.
Gelombang R umumnya positif di lead I, II, V5 & V6. Di lead AVR, V1 & V2 biasanya
hanya kecil atau tidaka ada sama sekali.
Gelombang S adalah defleksi negative sesudah gelombang R.
Di lead AVR & V1 gelombang S terlihat dalam, dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama
makin menghilang atau berkurang dalamnya.
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif di lead
I, II, V3 V6 dan terbalik di AVR
Gelombang U
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T & sebelum gelombang P berikutnya.
Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui namun diduga akibat
repolarisasi lambat sistim konduksi interventrikel.
Interval PR
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai
normal berkisar antara 0,12 0,20 detik.
Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium & jalannya impuls
melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi ventrikel.
Interval QT
Meliputi kompleks QRS, segmen ST dan gelombang T. mengukur waktu dari permulaan
depolarisasi ventrikel sampai pada akhir repolarisasi ventrikel.
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. Segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari 0,5 sampai + 2
mm. Segmen ini mengukur waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada mulainya
repolarisasi ventrikel.
Segmen ST yang naik disebut ST elevasi & yang turun disebut ST depresi.
CARA MENILAI EKG
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
MENENTUKAN FREKWENSI
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan cara yaitu:
a.
300
.
jumlah kotak besar antata R R
b.
1500
.
jumlah kotak kecil antata R R
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10.
Atau ambil EKG 12 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan dengan 5.
BEBERAPA CONTOH
GAMBARAN IRAMA JANTUNG
(gambar terlampir)
Sinus Takikardi (ST)
Irama
Frekuensi (HR)
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Sinus Bradikardi (SB)
Irama
Frekuensi (HR)
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Sinus Aritmia
Irama
Frekuensi (HR)
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Sinus Arrest
Irama
Frekuensi (HR)
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Ekstrasistol Atrial (AES)
Irama
Frekuensi (HR)
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Takikardia Atrial (AT)
Irama
Frekuensi (HR)
: Teratur
: 100-150x/menit
: Normal, setiap gel.P selalu diikuti gel.QRS dan T
: Normal (0,12-0,20 detik)
: Normal (0,06-0,12 detik)
Semua gelombang sama
: Teratur
: Kurang dari 60x/menit
: Normal, setiap gel.P selalu diikuti gel.QRS dan T
: Normal (0,12-0,20 detik)
: Normal (0,06-0,12 detik)
Semua gelombang sama
: Tidak Teratur
: Biasanya antara 60-100 x/menit
: Normal, setiap gel.P selalu diikuti gel.QRS dan T
: Normal (0,12-0,20 detik)
: Normal (0,06-0,12 detik)
Semua gelombang sama
: Teratur, kecuali pada yang hilang
: Biasanya kurang dari 60 x/menit
: Normal, kecuali pada yang hilang
: Normal kecuali pada yang hilang
: Normal (0,06-0,12 detik)
Hilang satu atau beberapa gelombang P,QRS,T dan
hilangnya tidak menyebabkan kelipatan jarak antara R-R
: Tidak teratur karena ada irama yang timbul lebih awal
: Tergantung irama dasarnya
: Bentuk berbeda dari irama dasarnya
: Normal atau memendek
: Normal (0,06-0,12 detik)
: Teratur
: 150-250 x/menit
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Gelombang P
Interval PR
Gelombang QRS
Ada bentuk rSR (M shape) di V5 dan V6, gel.Q lebar dan dalam di V1 dan V2
Perubahan ST segmen dan Gel.T di V5 dan V6.
4. TANDA-TANDA HIPERTROPI
a. Hipertropi Atrium
1. Hipertropi Atrium Kanan (RAH)
Adanya gelombang P yang lancip dan tinggi, paling jelas terlihat di lead I
dan II, biasanya disebut P-Pulmonal.(lihat lampiran gambar)
2. Hipertropi Atrium Kiri (LAH)
Adanya gelombang P yang lebar dan berlekuk, paling jelas terlihat di lead I
dan II, biasanya disebut P-Mitral.(lihat lampiran gambar).
b. Hipertropi Ventrikel
1. Hipertropi Ventrikel Kanan (RVH)
Gelombang R lebih besar dari S pada lead prekordial kanan
Gelombang S menetap di V5/V6
Depresi segmen ST dan gel.T terbalik di V1-V3
2. Hipertropi Ventrikel Kiri (LVH)
Gelombang R pada V5/V6 lebih dari 27mm atau gel.S di
V1+gelombang R di V5/V6 lebih dari 35mm
Depresi segmen ST dan T terbalik di V5 dan V6
(lihat lampiran gambar).
c.
d.
e.
f.
PROSEDUR PEREKAMAN
ELEKTROKARDIOGRAM
PERSIAPAN
A. ALat
1.Mesin EKG yang dilengkapi :
Kabel untuk sumber listrik
Kabel untuk bumi (ground/arde)
Kabel elektroda : 1) Ekstremitas 2) Prekordial/dada 3) Plat/karet pengikat, 4)
Balon penghisap elektroda.
Kertas EKG
2. Jelly
3. Kertas tissue
4. Gaas/Kapas Alkohol
5. Spidol untuk perekamam EKG serial
B. Pasien
1. Penjelasan
Tujuan pemeriksaan
Hal-hal yang harus diperhatikan saat perekaman.
Upayakan jika memungkinkan pasien harus tenang
2. Dinding dada harus terbuka.
CARA KERJA
1. Nyalakan mesin EKG
2. Baringkan pasien dengan tenang di tempat tidur, tangan dan kaki tidak saling
bersentuhan.
3. Bersihkan dada , kedua pergelangan kaki dan tangan dengan kapas alcohol.(kalau perlu
dicukur).
4. Keempat elektroda ekstremitas diberikan jelly
5. Pasang keempat elektroda ekstremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki
6. Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi urutan elektroda V1-V6
7. Pasang elektroda dada dengan menekan karet balon penghisapnya
8. Buat kalibrasi sebanyak tiga buah
9. Rekam setiap lead sebanyak 3-4 beat
10. Setelah selesai perekaman semua lead buat kalibrasi ulang.
11. Semua elektroda dilepas.
12. Jelly dibersihkan dari tubuh dan tangan/kaki pasien
13. Beritahu pasien bahwa perekaman telah selesai
14. Matikan mesin EKG
15. Catat : Nama pasien, Umur, Jam, tanggal, bulan dan tahun perekaman, nama masingmasing lead dan nama perekam.
16. Bersihkan dan rapikan alat-alat serta kembalikan ketempat semula sesuai standart
protap penyimpanan/perawatan alat di unit masing-masing tempat perekaman.
Perhataian
Sebelum perekaman periksa kecepatan mesin EKG adalah 25 mm/detik dengan voltase 1mVolt. Bila perlu
kalibrasi diperkecil menjadi 0.5 mVolt atau diperbesar 2 mVolt. Hindari gangguan listrik dan mekanik
saat perekaman. Saat perekaman perawat harus menghadap ke pasien.
ASUHAN KEPERAWATAN
ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(ARDS)
By : Paulus Ndarung, S.Kep,Ns.
PENGERTIAN
Akut Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan bentuk gagal napas akut yang
berkembang progresif pada penderita kritis dan cedera, tanpa penyakit paru sebelumnya,
ditandai adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit alveoli-kapiler
yang mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan infiltrate yang luas. (Muhardi,
2002).
ETIOLOGI
Etiologi ARDS sangat bervariasi mulai dari trauma dan syok sampai dengan infeksi dan
penyebab ganda lainnya seperti pada table berikut :
TRAUMA
Kontusio Langsung :
Syok
Emboli lemak
SSP
Luka baker
Aspirasi
Tenggelam
Transfusi darah
INFEKSI
Bacterial
Endotoksin
Syok septic
Virus
Post cardiopulmonary bypass
Immunologi
Neurogenik
Idiopatik
TOKSIK
Oksigen
Over dosis narkotik
Inhalasi asap
Bahan korosif
Emboli :
Lemak
Air ketuban
DIC
Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar : 50% disusul trauma : 15%
cardiopulmonary bypass 15%, viral pneumonia 10% dan injeksi obat 5%.(Amir Madjid,
2002).
PATOFISIOLOGI
Perubahan patofisiologis dasar pada ARDS adalah edema paru interstisial dan penurunan
kapasitas residual fungsional karena atelekstasis kongestif difuse. Dalam keadaan normal,
filtrasi cairan ditentukan oleh Hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati endotel
ke dalam ruang interstisial adalah selisih antara tekanan osmotic protein dan hidrostatik :
Q = K(Pc-Pt) d(c-t)
Q = Kecepatan filtrasi melewati membrane kapiler
K = Koefisien filtrasi
D = Koefisien refleksi
Pc= Tekanan hidrostatik kapiler
Pt = Tekanan hidrostatik interstisial
c = Tekanan onkotik kapiler
t = Tekanan onkotik interstisial
Pada tahap awal edema paru, system limfatik paru secara aktif memompakan cairan keluar
interstisium. Tanpa fungsi limfatik uang adekuat alveoli akan kebanjiran walaupun
integritas membrane alveoli-kapiler normal. Sel alveoli tipe I hamper sama sekali
impermiabel terhadap air, bahan terlarut dan protein, karena itu ia akan melindungi alveoli
terhadap perembesan. Setiap peningkatan tekanan hidrostatik mikrovaskuler akan
mengencerkan protein interstisial sehingga tekanan osmotic protein menurun dan
mengurangi perbedaan pengaliran.
Edema paru dapat terjadi bila ada perubahan setiap aspek Hukum Starling. Pada ARDS
edema paru terjadi karena cidera membrane alveoli-kapiler sehingga permeabilitas
membrane alveoli-kapiler meningkat, serangannya cepat dan menghasilkan cairan edema
paru yang kaya protein.
Kerusakan difuse pada membrane alveoli-kapiler terjadi melalui 2 (dua) mekanisme :
1. Aspirasi Gas Beracun
Aspirasi Gas Beracun
Airway
Merusak Epitel Alveoli
Permeabilitas Membran alveoli-kapiler Meningkat
2. Kerusakan Membran alveoli-kapiler
Kerusakan Membran alveoli-kapiler
Mulai Terjadinya Kerusakan Mikrovaskuler Paru
Kerusakan Membran alveoli-kapiler
Kebocoran Cairan
Kapiler Endotelium
Atelektasis
Paru Kaku
Hipoksemia
(walaupun dengan FiO2 tinggi)
Compliance Menurun
Resistance Vena Pulmonal Meningkat
Akibatnya FRC Menurun
Gas Pada Fase Ekspirasi Yang Tersisa sedikit
TAHAPAN PATOFISIOLOGI ARDS
Fase Pertama
Adanya keabnormalan endotel kapiler paru yang ditandai pembengkakan dan kerusakan
mitokondria.Hal ini berhubungan dengan lepasnya ensim-ensim lisosom dari leukosit
polimorfonuklear (PMN) yang terkumpul dalam kapiler paru. Sel endotel kapiler kemudian
membengkak dan lepas dari sel-sel yang berdampingan, menyebabkan ruang interseluler
membesar progresif.
Umumnya perubahan paru setelah syok, sepsis berat atau trauma berhubungan dengan
dilepaskannya substansi vasoaktif dan/atau enzim lisosomal dari jaringan rusak, nekrotik
atau terinfeksi atau dari iskemik usus. Substansi-subtansi ini menimbulkan pengaruh jelek
terhadap fungsi arteriole & vena paru serta merubah struktur & permeabilitas yang
berhubungan dengan kapilernya. Beberapa substansi vasoaktif yang berperan dalam
ARDS : katekolamin, serotonim, histamine, dan vasoaktif polipeptida, seperti bradikinin.
Fase kedua
Terdiri dari edema interstisial meningkat, cairan keluar dari kapiler ke interstisial melalui
defek antara sel endotel kapiler paru. Dengan meningkatnya edema interstisial membuat
paru menjadi lebih kaku & sukar diventilasi, mengurangi difusi oksigen, dan menyebabkan
pembengkakan mukosa bronkiolus yang selanjutnya cenderung menjadi atelektasis.
Fase ketiga
Adalah meningkatnya atelektasis kongestif, merupakan tahap mana biasanya secara klinik
masalah pernafasan terlihat.
Kapiler paru menjadi lebih progresif & terisi dengan sel darah merah, dan dijumpai
mikroatelektasis difusi berat seluruh paru. Kerusakan endotel dapat begitu hebat hingga sel
darah merah bermigrasi masuk interstisial menyebabkan perdarahan peribronkeal.
Fase keempat
Kerusakan meningkat ke sel alveoli & cairan mulai masuk ke dalam alveoli. Protein
terutama fibrinogen ada dalam cairan ini & dapat meng-inaktifkan surfaktan, yang akan
meningkatka terjadinya atelektasis. Bila penderita hidup cukup lama, protein & debris
lainnya yang ada dalam alveoli akan mengendap sebagai membrane seperti hialin.
Pneumonitis kemudian dapat terjadi akibat infeksi local. Peningkatan atelektasis dan cairan
alveoli merupakan media yang ideal untuk pertumbuhan invasi kuman.
Gambar 1
Fungsi Normal Pulmonal
.
.
V / Q Rasio
PaO2
.
.
Edema Alveolar
Kompliance
.
.
V / Q Rasio
PaO2
.
.
MANIFESTASI KLINIK
Distress Pernafasan
Hipoksemia :
Perubahan kesadaran : gelisah, bingung
Gelisah
Tachipnea
Tachikardia
RR Meningkat
Minute volume meningkat
Retraksi otot-otot intercostae
Sesak nafas
Irama Jantung
Gallop / Murmur
HR dbN / Tachicardia
STUDI DIAGNOSTIK
BGA : PaO2 <50 mmHg (
)
PCO2
Thorax : Infiltrat difusi pada kedua paru
MV : >20 1/m
.
.
.
KOMPLIKASI ARDS
Mortalitas 50-70%
Keterbatasan air flow
Kelainan difusi paru
Hipoksemia pada waktu olahraga (setelah sembuh)
Tujuan
Oksigenisasi
Adekuat
Airway Patent
Intervensi
Keperawatan
1. Kaji suara napas tiap 2 jam
2. Kaji
tanda-tanda
distress
pernapasan : HR meningkat,
diaphoresis, cianosis.
3. Kaji tanda-tanda cianosis tiap 2
jam
4. Kali bunyi jantung, paru dan
pergerakan dada.
5. Kaji TTV tiap jam
6. Pantau output dan intake cairan
serta nutrisi.
7. Atur posisi semiwofler
8. Latihan napas dalam 6x/hari
9. Beri O2 sesuai program
10. Pertahankan ventilasi mekanik
11. Cek BGA(PO2 menurun,PCO2
meningkat)
12. Check serial ROThorax
13. Berikan obat-obat brokodilator
1. Kaji suara napas
2. Atur posisi head up/semifowler
3. Bebaskan jalan napas, suction
ETT, tracheostomy, oral atau nasal
dengan tehnik steril
4. Kaji TTV setiap 30 menit
5. Ajarkan batuk efektif 6x/hari
6. Berikan minum sesuai kebutuhan
7. Pantau intake dan output
8. Rubah posisi setiap 2 jam sekali
9. Lakukuan fisioterapi dada 6x/hari
10. Pertahankan ventilasi ruangan
Tidak terjadi
aspirasi
Pertahankan
Hemodinamik
stabil
Urine output
adekuat
Kesadaran
adekuat
Pasien hangat
dan tidak terjadi
diaphoresis
cukup
11. Kolaborasi :
Pemasangan
ETT/Tracheostomy
Berikan O2
Bronchodilator
12. Pantau tanda-tanda distress
Pernapasan
13. Pertahankan tekanan cuff untuk
mencegah aspirasi
14. Head up ketika food feeding
15. Berikan Humidifier
16. Persiapan brochoscopy
1. Ukur BB tiap hari
2. Pantau intake dan output tiap hari
3. Kaji gejala dan tanda penurunan
cardiac output : nadi meningkat,
tekanan
darah
menurun,
perubahan
kesadaran
dan
penurunan PCO2
4. Kaji tanda dan gejala kelebihan
cairan : edema, BB meningkat,
suara napas crakles, distress
napas.
5. Kaji suara jantung dan paru
6. Monitor tanda-tanda edema
7. Kolaborasi pemberian diuretic
8. Atur pola diet
9. Berikan cairan IVFD sesuai
kebutuhan.
10. Monitor balance cairan
11. Lapor bila urine output <
30ml/jam
12. Evaluasi Ureum Kreatinin
1. Kaji status mental : kesadaran
orientasi terhadap waktu, tempat
dan orang.
2. Perkenankan
pasien
untuk
menentukan
perawatan
bagi
dirinya sendiri.
3. Kaji terhadap penurunan perfusi
kulit
4. Kaji status hemodinamik : CVP,
PAP, PCWP.
Pasien Memiliki
bising usus dan
abdomen supel
Pertahankan
perfusi jaringan
adekuat
5.
6.
7.
8.
Pasien mampu
mengekspresikan
kecemasannya
kepada orang
yang dipercayai
atau kompeten
Lampiran :
-90
180
+ 90
Lead aVF
Sadapan
I
1
2
Sadapan
avF
0sadapan
3
4
5
6
MATERI
--------------------------