Está en la página 1de 21

REFERAT

PNEUMONIA IN ELDERLY PATIENT

Oleh:
Abdi Nusa Persada, S.Ked

1018011032

Anita Nur Charisma, S.Ked

1018011040

Ellysabet Dian, S.Ked

1018011056

Ria Renta Uli Sirait, S.Ked

1018011094

Preceptor:
dr. Andreas Ifianto, Sp.P, MM

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM JEND. AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Pneumonia in Elderly
Patient sebagai rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMF Kedokteran
Penyakit Dalam RSUD Jend. Ahmad Yani Metro Lampung.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan

karena

keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Lebih dan kurang kami ucapkan terima kasih, dan bila ada kesalahan kami
minta maaf.

Lampung, Juni 2014

Penulis.

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik
di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Masalah kesehatan yang
utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun
lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan.
Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic
dan pilihan pengobatan.
Infeksi saluran nafas bawah dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, laporan WHO
tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.. Pneumonia
adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa
didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan
angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.
Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun
dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara
itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak
segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Pneunonia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa). Pada peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri anaerob.
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lobaris adalah
peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Pada
pneumonia lobaris hanya satu lobus paru yang terkena. Bermacam-macam pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya
sering haemophylus influenza dan pneumococcus. Pneumonia lainnya disebabkan
oleh virus, misalnya influenza.
Infeksi virus pada pasien dewasa yang sakit kritis dengan pneumonia nasokomial
parah. Virus yang diidentifikasi pada pasien pneumonia nasokomial berat, di
antaranya 43 yang immunocompromised dan 16 yang non-immunocompromised.
Pasien non-immunocompromised lebih tua dari pasien immunocompromised dan
lebih umumnya memiliki PPOK, tuberkulosis hancur penyakit paru-paru, dan
atau penyakit ginjal kronis. Infeksi virus dikaitkan dengan angka kematian sebanding
dengan infeksi bakteri.

Adapun etiologi pneumonia antara lain:


a. Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
b. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus.
c. Jamur: Mycoplasma

pneumoces

dermatitides,

Coccidioides

immitis,

Aspergillus, Candida albicans.


d. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
3. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang
paling berisiko.
Pada umumnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu,
toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung

merusak

sel-sel

system

pernapasan

bawah. Ada

beberapa

cara

mikroorganisme mencapai permukaan:


1.
2.
3.
4.

Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke

saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan
dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus
adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I. Hiperemia (4 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin. (3)

2. Stadium II. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)


Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam. (3)
3. Stadium III. Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4.

Stadium IV. Resolusi (7 11 hari)


Terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula. (3)

4. Klasifikasi
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi

benda

asing

atau

oleh

infeksi

bakteri

(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada
gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas
tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang
tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan

bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat
adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris
2.

Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)


Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam
pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh.
Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai
infeksi primer.

3.

Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil.

Peradangan

dapat

ditemumkan

pada

infeksi

virus

dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan


interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

5. Diagnosis
Pada pneumonia diagnosa ditegakkan dengan mengetahui gejala-gejala pneumonia
serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
a.
b.
c.
d.

Demam dan menggigil akibat proses peradangan


Batuk yang sering produktif dan purulen
Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar
suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah.
Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi.

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya


>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan

berasal

dari

sputum,

darah,

aspirasi

nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum


disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.
b. Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau

segment paru secara anantomis.


Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada

atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas
lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan

jantung atau di lobus medius kanan.


Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang

paling akhir terkena.


Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air

Bronchogram

Sign

(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara


pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia

lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas


aeruginosa

sering

bronkopneumonia

memperlihatkan
sedangkan

infiltrat

Klebsiela

bilateral

pneumonia

atau

sering

gambaran
menunjukan

konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus

Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

Tampak

gambaran

gabungan konsolidasi berdensitas

tinggi pada satu

segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang


mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri
dan lobus bawah kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak


menjalar sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun.


(A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang
irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area
konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau
bronkiolektasis (tanda panah)

Pemeriksaan USG paru digunakan karena keterbatasan untuk penggunaannya.


Misalnya, radiasi eksposur menghalangi digunakan pada wanita hamil. Selain itu,
sering sulit untuk memperoleh baik posteroanterior dan proyeksi laterolateral di
rumah sakit, terutama di kalangan-sakit kritis.
Akhirnya, dapat menjadi prosedur yang memakan waktu dan interpretasi
memiliki variabilitas antar-pengamat tinggi di antara ahli radiologi. CT Scan
dada, yang dianggap sebagai Pendekatan pencitraan emas-standar untuk
pneumonia, memiliki keterbatasan sendiri: mahal; praktis, terutama di-sakit kritis;
dan, memiliki paparan radiasi yang lebih tinggi.
Penggunaan USG paru telah lama terbatas untuk diagnosis efusi pleura, dan
thoracentesis. Namun, baru-baru ini telah terbukti sangat efektif dalam
mengevaluasi kondisi paru seperti pneumonia dan pneumotoraks. Penggunaan
USG paru telah mendapatkan popularitas dalam perawatan intensif unit (ICU)
dan EDS dalam satu dekade terakhir, dan telah menjadi semakin diakui sebagai
diagnostik berpotensi berguna untuk community-acquired pneumonia.
Penelitan meemukan bahwa pada pemeriksaan USG paru memiliki sensitivitas
tinggi dan spesifisitas untuk diagnosis pneumonia pada orang dewasa. Pada USG
paru kinerja yang baik untuk pneumonia pada orang dewasa. Bahkan pada pasien
dengan dyspnea akut, dimana diagnosis dapat luas, USG paru memiliki
diskriminasi baik.
Keuntungan yang jelas dari USG paru adalah lebih pencitraan standar untuk
pneumonia. Secara khusus, USG Paru dapat dilakukan dalam waktu kurang dari
13 menit. Ini secara substansial lebih pendek dari jangka waktu yang diperlukan
untuk sebuah rontgen atau CT scan dada. Namun, ada beberapa keterbatasan.
Pertama, tidak semua studi menggunakan dada CT scan untuk diagnosis
pneumonia sebagai standar emas. Kedua, beberapa studi dikecualikanpo pulasi
tertentu seperti wanita hamil dan pasien dengan kecurigaan aspirasi pneumonia,
imunosupresi berat, paru-paru interstitial dan gagal jantung.

7. Penatalaksanaan

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila


keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah. Pada
penderita yang tidak dirawat di rumah sakit, penatalaksanaan yang perlu dilakukan
adalah:
a. Edukasi: Istirahat ditempat tidur, minum banyak
b. Antipiretik, mukolitik, ekspektoran
c. Antibiotika
Pada penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi menjadi dua:
Penatalaksanaan Umum
Pemberian Oksigen
Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan
jantung.
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme d/an hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
a. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
Penyakit

yang

disertai

panas

tinggi

untuk

penyelamatan

nyawa

dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat


diisolasi.
b. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit,
oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan
gram sebaiknya dilakukan.
c. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, untuk mengatasi pneumonia oleh


bakteri, mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa
diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan

tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan


jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan
istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang
sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang
panjang.
Pengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain :
a. Pneumoni Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan
tanpa adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi gram
negatif, resiko infeksi P. Aeruginosa-RPA.
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru
dengan atau tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung pare
dan tidak ada faktor pengubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten P.
Aeruginosa-RPA dan b. Dengan resiko).

Kategori

Keterangan

Kategori

-Usia penderita
- < 65 tahun
- Penyakit Penyerta

(-)
- Dapat berobat
jalan

Kuman Penyebab

Obat Pilihan I
-

-S.pneumonia
-M.pneumonia
-C.pneumonia
-H.influenzae
-Legionale sp
-S.aureus
-M,tuberculosis
-Batang Gram (-)

Klaritromisi

Obat Pilihan II
-

n
-

2x250 mg
-Azitromisin

1x500mg
Rositromisin
2x150 mg

Siprofloksasin
2x500mg atau

Ofloksasin 2x400mg
Levofloksasin
1x500mg atau

Moxifloxacin 1x400mg
Doksisiklin 2x100mg

atau 1x300
mg
Kategori

-Usia penderita > 65

II

tahun
- Peny. Penyerta (+)
-Dapat berobat jalan

Kategori
III

-Pneumonia berat.
- Perlu dirawat di
RS,tapi tidak perlu
di ICU

-S.pneumonia
- Virus
- H.influenzae
- Batang gram
(-)
- Aerob
- S.aures
- M.catarrhali
s
- Legionalle
sp
-S.pneumoniae
-H.influenzae
-Polimikroba
termasuk Aerob
-Batang Gram (-)
-Legionalla sp
- S.aureus
- Virus
- C.pneumoni
ae
- M.pneumoni
ae

- Sepalospporin
generasi 2
-Trimetroprim

-Makrolid
-Levofloksasin
-Gatifloksasin
-Moxyfloksasin

+Kotrimoks
azol
-Betalaktam

Sefalosporin
Generasi 2 atau 3
- Betalaktam
+
Penghambat Beta
laktamase+
makrolid

-Piperasilin + tazobaktam
-Sulferason

Kategori
IV

-Pneumonia berat
-Perlu dirawat di
ICU

-S.pneumonia
-Legionella sp
-Batang Gram (-)
aerob
-M.pneumonia
- Virus
- H.influenzae
- M.tuberculo
sis
- Jamur
endemic

Sefalosporin
generasi 3
(anti
pseudomona
s) +
makrolid
Sefalosporin
generasi 4
Sefalosporin
generasi 3 +
kuinolon

-Carbapenem/
meropenem
-Vankomicin
-Linesolid
-Teikoplanin

b. Pneumoni Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang
tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini
pada semua tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik spektrum terbatas
atau dengan spektrum luas. Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera
mungkin. Jika ada faktor resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara
kombinasi, jika tidak ada resiko maka diberikan monoterapi. Modifikasi
antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil bakteriologik dari bahan
sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.

BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab
non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari
tiga kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak di bawah
lima tahun meninggal setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa
hingga 1 juta ini (vaksin dicegah) kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus
pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang.
Etiologi pneumonia antara lain:
1.

Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,

2.

Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.


Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,

3.

cytomegalovirus.
Jamur: Mycoplasma

4.

Aspergillus, Candida albicans.


Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda

pneumoces

dermatitides,

Coccidioides

immitis,

asing.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain: pemeriksaan radiologis,
laboratorium, dan bakteriologis.

DAFTAR PUSTAKA

Esposita, S., Papa S S., et al. 2014. Performance of Lung Ultrasonography in Children
with Community-Acquired Pneumonia. Italian Journal of Pediatrics 2014, 40:37.
Biomed Central
Chavez M A., et al. 2014. Lung Ultrasound for the Diagnosis of Pneumonia in Adults:
a Systematic Review and Meta-Analysis. Respiratory Research 2014, 15:50, Biomed
Central
Hong H., et al. 2014. Viral Infection is Not Uncommon in Adult Patient with Severe
Hospital-Acquired Pneumonia. Plos One, April 2014. Volume 9. Issue 3, e95865.
Wielputz M. O., et al. 2014. Radiological Diagnosis in Lung Disease. Deutsches
Arzteblatt International. Dtsch Arztebl Int 2014, 111(11) 181-7.
Huang H., et al. 2014. Discovery and Validation of Biomarkers to Guide Clinical
Management of Pneumonia in African Children. Diagnosis-Based Management of
Acute Respiratory Infections in Africa. CID 2014:58
Casoni, G. L., et al. 2014. Transbronchial Lung Crybiopsy in the Diagnosis of Finrotic
Interstitinal Lung Disease. Plos One, February 2014, Volume 9, Issue 2. E86716.
Mgahed M., et al. 2013. Early Detection of Pneumonia as a Risk Factor For Mortality
in Burn Patient in Menoufiya University Hospital, Egypt. Annals of Burns and Fire
Disaster. Vol XXVI, September 2013.
Jing Hu Q., et al. 2014. Diagnostic performance of lung ultrasound in the diagnosis of
pneumonia: a bivariate meta-analysis. Int J Clin Exp Med 2014;7(1):115-121.
ISSN:1940-5901/IJCEM1310043
Soong J. Y., 2013. Diagnosis of Pneumococcal Pneumonia: Current Pitfalls and the
Way Forward. Infect Chemother 2013;45(4):351-366. pISSN 2093-2340 eISSN 20926448

Dalhoff K, et al. 2013. Adult Patients With Nosocomial Pneumonia. Deutsches


rzteblatt International. Dtsch Arztebl Int 2013; 110(38): 63440

También podría gustarte