Está en la página 1de 10

Kelembaban Nisbi : Perbandingan jumlah uap air yang ada di udara dengan jumlah maksimun uap air yang

dapat dikandung udara pada temperatur yang sama dan dinyatakan dengan persen (%).

Tempe

inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan
pembibitan dalam pembuatan tempe. Laru mengandung spora-spora kapang yang pada pertumbuhannnya
menghasilkan enzim yang dapat mengurai substrat yang lebih kecil, lebih mudah larut serta menghasilkan flavour
dan aroma yang khas. Laru tempe mengandung paling sedikit 3 jenis spesies kapang, yaitu kapang Rhizopus
oligosporus, R. oryzae, dan R. stolonifer. Menurut Koswara (1995), jenis kapang yang berperan utama dalam
pembuatan tempe adalah R. oligosporus.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) merupakan kegiatan survei untuk mengumpulkan informasi/data
di bidang kependudukan, kesehatan, keluarga berencana, perumahan, serta konsumsi dan pengeluaran yang
sangat dibutuhkan oleh berbagai kalangan. Susenas pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963. Dalam dua
dekade terakhir, sampai dengan tahun 2010, pengumpulan data SUSENAS dibagi menjadi KOR(dilaksanakan
setiap tahun) dan MODUL (3 tahun sekali) yang meliputi Modul Konsumsi dan Pengeluaran, Modul Kesehatan dan
Perumahan, serta Modul Sosial Budaya dan Pendidikan yang pelaksanaanya dilaksanakan secara bergantian. Pada
tahun 2011 terjadi perubahan, pengumpulan data konsumsi dan pengeluaran dilakukan secara triwulanan
berbarengan dengan KOR. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi data yang dihasilkan dan sejalan dengan
peningkatan frekuensi permintaan data konsumsi/pengeluaran rumah tangga untuk PDB/PDRB triwulanan dan
penghitungan kemiskinan.
k
0,153
0,139
0,135
0,133
0,140
0,136
0,136
g
25 Tempe - Fermented soybean cake 7.039 6.935 7.300 7.091 7.091

UNTUK MENGETAHUI apakah ada HUBUNGAN 2 faktor KADAR LOGAM BERAT DGN PROSES
PENGOLAHANNYA DILAKUKAN UJI indenpedensi (uji kebebasan) yg mrupakan bagian dr uji chi square
Uji normalistas, uji kebebasan, uji godnes of fit kesusaian menguji apa yg jd hrpan dgn hsl observasi
Survei Sekali Waktu (Cross-sectional Survei)
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk
keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam
metodologi ilmiah, karena pada umunya data yang dikumpulkan akan
digunakan.
Tujuan dari
metode sampling adalah untuk mengadakan estimasi dan mengkaji
hipotesis tentang parameter populasi dengan menggunakan keteranganketerangan
yang diperoleh dari sampel. (Moh.Nazir,1983) Mengingat
keterbatasan kemampuan, waktu, dan biaya, maka penulis meggunakan
metode purposive sampling
Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang
dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian,
dimana pengambilan sampel dengan mengambil sample orang-orang
yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik
tertentu

Survey sampling artinya kegiatan survey yang menggunakan sampling. Di sini maksudnya adalah tidak
semua unit analisis dalam populasi diamati satu per satu, akan tetapi hanya sebagian saja, yang diwakili
oleh sampel. Proses pengambilan sampel dikenal dengan teknik sampling. Ukuran sampel bisa beragam
karena bergantung kepada berbagai faktor dan pertimbangan, baik teknik maupun statistikanalisis
statistik . Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian itu disebut sampel
Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka penelitian kita disebut sensus.
Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara

akurat dan komprehensif, sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data,
maka gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh. Oleh karena itu,
sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun demikian, dalam batas-batas tertentu sensus
kadang-kadang tidak efektif dan tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber
daya yang ada pada peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu,
tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
ANOVA untuk mengetahui perbedaan kadar kalsium dalam saliva pada tiga kelompok
penyalahguna narkoba. Untuk melihat perbedaan kadar kalsium dalam
saliva pada penyalahguna narkoba dengan non penyalahguna digunakan
uji t. Untuk melihat hubungan lama rehabilitasi dengan kadar kalsium
digunakan uji Chi-Square.

Pemanfaatan limbah tahu ini sebagai


penyerap (pengadsorpsi) karena tahu
mengandung protein yang memiliki daya
serapan dari asam-asam amino yang
membentuk zwitter ion (bermuatan dua).
Protein yang memiliki sisi-sisi (gugus )
aktif ini dapat mengikat ion-ion logam
ataupun senyawa lainnya. Logam-logam
berbahaya seperti kadmium, timbal,
merkuri, krom dan arsen yang bersifat
toksik dapat diikat dengan protein sebagai
metalotionein N o h o n g*
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo Kendari

RTI ini merupakan percontohan praktik pembuatan tempe secara higienis bagi para pengrajin tempe
tradisional. RTI telah mendapatkan sertifikat HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) sebagai bukti
penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) secara menyeluruh
Rumah Tempe Indonesia dibangun untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan tempat produksi tempe
yang ideal dan menghasilkan tempe yang berkualitas, disamping itu Rumah Tempe Indonesia juga ditujukan
sebagai tempat pendidikan, pelatihan dan penelitian yang terkait dengan produk tempe yang berskala nasional.
Gagasan pembangunan Rumah Tempe Indonesia di inisiasi oleh Mercy Corps, Forum Tempe Indonesia serta
Primkopti Kabupaten Bogor. Sebagai langkah awal PT.Gerbang Cahaya Utama yang merupakan Importir kedelai
terbesar di Indonesia turut andil untuk mewujudkan Rumah Tempe Indonesia dengan memberikan dana hibah
sebesar Rp 100.000.000 yang digunakan untuk pembangunan tahap pertama. Lokasi Rumah Tempe Indonesia
yang berada di kota Bogor diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengrajin tempe se JABODETABEK serta
Jawa Barat dan Banten
Konsep produksi yang diterapkan di Rumah Tempe Indonesia di desain sedemikian rupa agar dapat ditiru
dan diterapkan oleh para pengrajin tempe tradisional seperti penggunaan LPG sebagai bahan bakar, drum
stainless steel, serta peralatan lainnya yang memenuhi kriteria hygiene.
Rumah Tempe Indonesia dikelola secara professional dengan mengutamakan kemandirian sehingga
keberadaannya tidak lagi akan disupport oleh lembaga lain untuk jangka panjang. Oleh karena itu konsep
pengelolaan Rumah Tempe Indonesia bertujuan untuk dapat menghasilkan keuntungan dan akan dipergunakan
sebagai modal menjalankan usaha serta melakukan kegiatan sosial untuk memperomosikan tempe yang
berkualitas.
Produk tempe yang dihasilkan oleh Rumah Tempe Indonesia akan dipasarkan untuk memenuhi segmen
konsumen yang mengutamakan kualitas serta kebersihan produk, oleh karena itu pasar yang akan disasar tidak
akan bertabrakan dengan pasar pengrajin tradisional. Salah satu pasar yang akan menjadi target dari produk
Rumah Tempe Indonesia adalah pabrik pengolahan makanan ringan, diharapkan dengan menjadi pemasok pabrik
yang berskala besar maka diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pengrajin tradisional untuk dapat melihat
pasar potensial lain serta melihat standar produk yang diminta
Survei Sekali Waktu (Cross-sectional Survei)

Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri Singarimbun dan
Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989), menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar
ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya tinggi atau
bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya
rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambilharus besar. Untuk menentukan
tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama digunkan dalam penelitian
eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil
penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi () yang dalam
penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang
kepercayaannya) 1 yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel
yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data,
penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan
menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data menggunakan tabel-tabel distribusi
frekuensi silang (tabel silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel
sebanyak 9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya sel dalam tabel
tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika
kita menggunakan rancangan analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran
sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan analisis statistik deskriptif saja.
Dengan kata lain, rancangan penelitian deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada
rancangan penelitian eksplanatif.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya
keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai
pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih berkaitan dengan
pertimbangan peneliti (tanpa akhiran an) dan bukan pertimbanganpenelitian (metodologi).
Selain mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian menyarankan digunakannya
rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel yang harus diambil dari populasi.
Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat digunakan.
Rumus Slovin:
N
n =
1 + Ne
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka Rumus Yamane yang harus
digunakan.
N
n =
Nd + 1
d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.

Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5%
dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
4000
n = - = 364
4000 x (0,05) + 1
KERANGKA SAMPLING (SAMPLING FRAME)
Di atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan oleh ukuran sampel yang
diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam
penggunaannya, ada yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling (sampling frame)
adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit atau unsur sampling yang terdapat pada populasi
sampling. Secara gampang orang sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang
kerkandung dalam populasi penelitian.
JENIS SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari populasi (teknik sampling), kita
dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu:sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel
nonprobabilitas(nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random (sampel acak)
adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori peluang, yakni prinsip memberikan peluang
yang sama kepada seluruh unit populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau
sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya didasarkan pada pertimbanganpertimbangan tertentu (bisa pertimbangan penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas
diambil dengan menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random, sedangkan untuk
mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih
tinggi daripada sampel nonprobabilitas.
Teknik Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)
a. Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau
satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang
dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang
dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.
Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara
lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
1. Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya (dalam kerangka
sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung dua kali atau lebih).
2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran populasinya.
4. Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.
Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
1. Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Langkah awal yang
perlu dilakukan adalah menyusun semua unit penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai
dari nomor terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran populasinya). Selanjutnya masing-masing
nomor unsur populasi itu ditulsikan dalam secarik kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau
toples. Lalu lakukan pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan kertas tersebut sebanyak ukuran
sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang terambil itu menjadi unit elementer yang terpilih sebagai sampel.
Pengundian juga dapat dilakukan seperti halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan pemenang
arisannya. Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit elementer, dimasukkan ke dalam toples

yang diberi tutup dengan lubang sebesar kira-kira dapat dilalui oleh setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya.
Lalu kocok berulang-ulang hingga keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan ukuran sampel yang
direncanakan. Penggunaan cara ini (cara pengundian) seringkali tidak praktis, terutama apabila ukuran
populasinya relatif besar, sebab: pertama, hampir tidak mungkin kita dapat melakukan pengocokan secara
saksama dan merata seluruh gulungan kertas undian; dan kedua, ada kecenderungan kita untuk tergoda memilih
angka-angka tertentu. Dalam keadaan yang demikian, gunakan teknik kedua, yakni dengan mengundi Tabel Angka
Random.
2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain meringankan pekerjaan, juga lebih
memberikan jaminan yang lebih besar bahwa setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih
sebagai sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam populasi (N) yang
besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit
(digit), oleh karena itu dalam kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500.
Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada pada lampiran buku-buku
metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika. Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel
Bilangan Random itu disusun secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai
melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga mengikutinya ke arah mana saja.
Penentuan angka pertama dapat dilakukan, misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil
mengarah ke bawah pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita gunakan.
Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita
dapat menentukan unsur sampel lainnya dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke
samping mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap mudah.
b. Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Apabila ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan sampel dengan cara
pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi
yang demikian, gunakanlah teknik sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik
sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random sederhana, yakni tersedianya
kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan
yang memungkinkan untuk diberikan nomor urut serta bersifat homogen.
Cara penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara sampling random sederhana. Bedanya,
pada teknik sampling sistematik perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika
menentukan unsur pertama dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh
dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara
nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau
memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya dilambangkan
dengan huruf k.
Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi ukuran populasi dengan ukuran
sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n)
berkuran 50, maka interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai unsur
sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka penentuan unsur-unsur sampel berikutnya
adalah:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan contoh konkret.
Misalnya ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil sebesar 50 (n=50), maka pasti k =
10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang terpilih adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang

harus diambil adalah nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan berpatokan pada
penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.
c. Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Teknik sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin heterogen suatu populasi,
makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas,
presisi dan tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain dipengaruhi oleh derajat
keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang bersangkutan. Untuk dapat menggambarkan secara tepat
tentang sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisanlapisan (strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara random (acak).
Untuk dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain
(Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam
lapisan-lapisan. Sebagai contoh, populasi penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam kenyataannya
karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di Unpad terdapat program pendidikan jenjang
D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam
keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi kedalam strata (subpopulasi)
mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria
untuk pembagian strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang menurut peneliti
mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi
belajar mahasiswa erat kaitannya dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian tentang
motivasi belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan dasar dalam menentukan strata populasi.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi.
Misalnya, data mengenai pembagian jenjang pendidikan pada mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan
bahwa di Unpad memang terdapat berbagai jenjang pendidikan.
3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus diketahui dengan pasti. Hal ini
diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan
dijadikan sumber dalam menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling random
strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil dari setiap strata dan belum mampu
menentukan siapa saja sampel yang harus diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan
saampel sasaran atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling random
sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya dibuatkan kerangka sampling untuk
setiap subpopulasinya.
Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dansampel strata disproporsional. Teknik
sampling random strata proporsional digunakan apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan
elementer dalam setiap strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional, dari
setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata dengan berpatokan pada pecahan
sampling (sampling fraction) yang sama yang digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan
persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah keseluruhan
mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya 25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu,
misalnya kita menggunakan Rumus Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka
pecahan samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran sampel yang dikehendaki
dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian, maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil
sampel sebesar 10 % sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang merepresentasikan
populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sampel Berstrata Proporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar

di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran


Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n % dalam
Pendidikan
Populasi
Populasi
Sampling
D3
10.000
40%
0,10
S1
8.000
32%
0,10
S2
5.000
20%
0,10
S3
2.000
8%
0,10
_______ ______ ______ _____
25.000 100% 2.500 100%

Sampel Sampel
1.000
40%
800
32%
500
20%
200
8%

Keterangan:
Ditentukan ukuran sampel 2.500
Pecahan sampling 2.500/25.000 = 0,10
Setiap jenjang pendidikan diwakili dalam sampel proporsinya dalam populasi.
Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika proporsi ukuran subpopulasinya
(jumlah satuan elementer pada strata) tidak seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil,
sehingga kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran subpopulasinya sama
dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau
sensus) maka data yang diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan menggunakan
analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling
Random Strata Disproporsional.
Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap subpopulasi (strata) sama besarnya,
yang berbeda adalah pecahan samplingnya. Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik
sampling ini, nanti pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata harus
dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut. Teknis pengambilan sampel strata disproporsional
dapat dilihat pada contoh tabel di bawah ini.
Tabel 2
Sampel Berstrata Disproporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n Bobot Bobot
Pendidikan
D3
S1
S2
S3

Populasi
Populasi Sampling
10.000
40%
0,063
8.000
32%
0,078
5.000
20%
0,125
2.000
8%
0,313
_______
_____
_____
25.000
100%
2.500

Sampel
625
625
625
625

Disesuaikan
15,87 5
12,82 4
8,30
3,19 1

Keterangan:
Ukuran sampel ditetapkan 2500, dibagi rata pada setiap strata (625).
Pecahan sampling berbeda-beda pada setiap strata (n/N).
Karena sampel setiap strata tidak proporsional dengan strata yang bersangkutan dalam populasi, maka data
pada setiap strata harus dikalikan dengan bobot (bobot yang disesuaikan). Bobot diperoleh dengan rumus: 1/ps
atau satu dibagi pecahan smpling. Untuk memudahkan perhitungan, bobot dibulatkan dengan angka terrendah
sebagai standar (bernilai 1). Misalnya, 15,87/3,19 = 4,97, dibulatkan menjadi 5.
d. Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)

Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan
untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam
klaster-klaster yang berbeda-beda. Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid Sekolah Dasar
(SD) yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua data anak SD dalam
sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta
biaya yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat berdasarkan nama
sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klater dapat berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa,
kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan
sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah penelitian kita ada di
Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita dapat memilih beberapa RW secara random untuk
dijadikan wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel
(responden).
Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya
satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster
banyak tahap (multistage cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh ibu rumah tangga yang
ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya
adalah seluruh ibu rumah tangga yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah
Bandung Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah itu kita jabarkan lagi
pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random, misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga
diperoleh delapan kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga yang
berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita. Tetapi jika kita merasa jumlahnya
masih terlalu besar, maka kita boleh menjabarkan wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan,
sehingga wilayah kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ secara random, misalnya, kita ambil dua
kelurahan dri setiap kecamatan terpilih, sehingga kita memiliki 16 kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan
konsekuensi seluruh ibu rumah tangga di 16 kelurahan itu harus dijadikan responden. Jika dirasakan masih terlalu
banyak jumlahnya, kita diperbolehkan untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada wilayah yang lebih kecil,
misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.
Teknik Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)
Dalam menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak menggunakan prinsip
kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari
peneliti atau dari penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan
apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang akan menguji hipotesis tertentu,
misalnya penelitian korelasional, karena rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang
berasal dari sampel nonrandom. Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk penelitian-penelitian
eksploratif atau penelitian deskriptif.
Ada beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian komunikasi, di
antaranya adalah:
1. Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang
pengambilannya didasarkan pada pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini
sering kali disebut convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan
menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya sampel tersebut. Sebisa mungkin,
hindari untuk menggunakan sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan
generalisasi yang tepat.
2. Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik sampling yang sejenis dengan teknik
sampling strata. Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari setiap strata tidak menggunakan cara-cara
random, tetapi menggunakan cara-cara kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari

masing-masing strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan tadi,
siapa saja asal berasal dari strata tersebut.
3. Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini disebut juga judgemental sampling atau sampel
pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika dalam
upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki
kualifikasi spesifik atau kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu. Misalnya,
untuk meneliti kualitas cerita Film Ayat-ayat Cinta kita memerlukan reponden yang memiliki kualifikasi komptensi
dalam bidang perfilman atau bidang komunikasi. Maka sampelnya adalah para kritikus film, para dosen produksi
film, para ahli sinematografi, dan lain-lain.
Beberapa Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel
Dalam setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan atau penyimpangan. Besarnya
penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu
sendiri. Ada penelitian yang dapat mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian
yang menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat menimbulkan kesimpulan
yang salah.
Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:
1. Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)
Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi operasinal variabel,
pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan oleh pemakaian sampel. Mudah
dimengerti bahwa semakin besar sampelnyang diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel
itu sudah sama besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel pasti akan hilang.
2. Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling Error)
Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya definisi operasional variabel,
kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil
penelitian.
Penyimpangan karena Penggantian Sampel. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara sampel yang
diteliti dengan sampel yang ditetapkan. Misalnya, seseorang mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai sampel
tidak bisa dihubungi pada waktu akan diwawancarai atau diminta untuk mengisi kuesioner, lalu kita
menggantinya dengan mahasiswa yang lain.
Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun responden, yang dapat
menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden menyimpang dari yang sebenarnya.
Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena responden sudah lupa akan masalah
yang ditanyakan.
Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat terjadi jika
responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai
maksud-maksud tertentu secara terselubung.
Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam menambahkan, mengalikan, dan
sebagainya.
Sementara itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di antaranya adalah sebagai berikut:
Blank Foreign Elements. Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu sumber tidak sesuai dengan
kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan.
Hal ini disebabkan mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.
Incomplete Frame. Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur populasi (orang) yang
seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.
Cluster of Elements. Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama dengan yang kita butuhkan.
Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan
memperoleh daftarnya, yang kita temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.

También podría gustarte