Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
A. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR).(6)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidious)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolism, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.(9)
Gagal ginjal kronik berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease
Outcome Quality Initiative (K/000/) Guidelines Update tahun 2002 dalam panduan
pelayanan medic model interdisiplin penatalaksanaan oleh Dr. Imam Rasjidi, definisi
penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa disertai
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditandai dengan:
-
Adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium darah atau
urine, atau kelainan radiologi.
2. LFG < 60 ml/ menit/1,73 m2 selama >3 bulan, dapat disertai atau tanpa disertai
kerusakan ginjal.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik (GGK) atau
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi renal dimana terjadi
penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun) yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan kesimbangan cairan dan elektrolit.
B. Etiologi
Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau meningkat
dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak. (3,5,8)
Kondisi-kondisi yang meningkatkan resiko terjadinya CKD:
1. Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di keluarga
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah
3. Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau serangan
akut lainnya pada ginjal
4. Hipoplasia atau displasia ginjal
5. Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
6. Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih berulang dan
parut di ginjal
7. Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
8. Riwayat menderita sindrom uremik dan nefritis akut
9. Riwayat menderita purpura Henoch-Schonlein
10. Diabetes Melitus
11. Lupus Eritermatosus Sistemik
12. Riwayat menderita hipertensi
13. Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid
C. Klasifikasi
Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat GFR (Glomerulus Filtrat Rate)1:
1. Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dengan GFR masih
normal > 90 ml/menit/1,73 m2.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal ringan dengen penurunan nilai GFR, belum terasa gejala yang
mengganggu.
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persistan dengan GFR 60-89
ml/menit/1,73 m2.
3. Stadium 3
Kerusakan ginjal masih bisa dipertahankan.
Kelainan ginjal dengan GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 5
Kerusakan parah harus cuci ginjal.
Kelainan ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73m2.
Progresi CRF melewati empat tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufiensi
ginjal, gagal ginjal, dan end-stage renal disease. Tahap perkembangan gagal ginjal
menurut Baradero yaitu:
1. Penurunan cadangan ginjal
-
Pasien asimtomatik
3. Gagal ginjal
-
Oliguria
Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus dan clearance rate untuk menilai
fungsi ginjal.(3)
Normal
GFR
(mg/dL)
1,73 m2)
menit)
>90
Pria <1,3
Wanita <1,0
Pria 90-145
Wanita 75-115
Gangguan ginjal
60-89
ringan
Gangguan ginjal
Pria 1,3-1,9
56-100
Wanita 1-1,9
30-59
2-4
35-55
15-29
>4
<35
sedang
Gangguan ginjal
berat
D. Patofisiologis/Pathway
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan
produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi
ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin
minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.
Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya serta
mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring dengan mankin banyaknya nefron
yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefronnefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningktkan
reabsorbsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukan
jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan rennin dapat meningkat, dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntutan untuk
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntutan untuk
reabsorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.
Kegagalan ginjal membentuk eritroprotein dalam jumlah yamg adekuat seringkali
menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk pada kualitas
hidup. Selain itu, anemia kronis menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan di seluruh
tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk meningkatkan curah
jantung guna memperbaiki oksigenasi. Refleks ini mencakup aktivasi susunan saraf
simpatis dan peningkatan curah jantung. Akhirnya, perubahan tersebut merangsang
individu yang menderita gagal ginjal mengalami gagal jantung kongesttif sehingga
penyakit ginjal kronis menjadi satu faktor resiko yang terkait dengan penyakit jantung.(3)
Selama gagal ginjal kronik beberapa nefron termsuk glomeruli dan tubula masih
berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang
masih utuh dan berfungsi mengalami hipetrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah
banyak. Reabsorbsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi glomerulus berkurang.
Kompensasi nefron yang masih masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan
fungsinya sampai tiga perempat nefron rusak. Solut dalam cairan menjadi lebih banyak
dari yang dapat direabsorbsi dan mengakibatkan dieresis osmotic dengan poliura dan
haus. Akhirnya, nefron yang rusak bertambah dan terjadi oliguria akibat sisa metabolisme
tidak disekresikan.
Tanda dan gejala timbul akibat cairan dan elektrolit yang tidak seimbang, perubahan
fungsi regulator tubuh, dan retensi solut. Anemia terjadi karena produksi eritrosit juga
terganggu (sekresi eritropoietin ginjal berkurang). Pasien mengeluh cepat lelah, pusing,
dan letargi. Hiperurisemia sering ditemukan pada pasien dengan ESDR. Fosfat serum
juga meningkat, tetapi kalsium mungkin normal atau di bawah normal. Hal ini disebabkan
eksresi ginjal terhadap fosfat menurun. Ada peningkatan produksi parathormon sehingga
kalsium serum mungkin normal.
Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia; ginjal mengeluarkan
vasopresor (renin). Kulit pasien juga mengalami hiperpigmentasi serta kulit tampak
kekuningan atau kecoklatan. Uremic frosts adalah kristal deposit yang tampak pada poripori kulit. Sisa metabolism yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal diekskresikan
melalui kapliler kulit yang halus sehingga tampak uremic frosts: pasien dengan gagal
ginjal yang berkembang dan menjadi berat tanpa pengobatan yang efektif), dapat
mengalami tremor otot, kesemutan betis dan kaki, perikarditis dan pleuritis. Tanda ini
dapat hilang apabila kegagalan ginjal dapat ditangani dengan midifikasi diet, medikasi,
dan atau dialysis.
Gejala uremia terjadi sangat perlahan sehingga pasien tidak dapat menyebutkan
awitan uremianya. Gejala azotemia juga berkembang, termasuk letargi, sakit kepala,
kelelahan fisik dan mental, berat badan menurun, cepat marah, dan depresi. Gagal ginjal
yang berat menunjukkan gejala anoreksia, mual dan muntah yang berlangsung terus,
pernapasa pendek, edema pitting, serta pruritus.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Corwin, 2009 gambaran klinis pada gagal ginjal yaitu:
-
Seiring
dengan
perburukan
penyakit,
penurunan
pembentukan
eritropoietin
menyebabkan keletihan kronis dan muncul tanda-tanda awal hipoksia jaringan dan
gangguan kardiovaskular.
-
Dapat timbul poliuria (peningkatan pengeluaran urin) karena ginjal tidak mampu
memekatkan urin seiring dengan perburukan penyakit.
Pada gagal ginjal stadium akhir, pengeluaran urin turut akibat GFR rendah.
Menurut Baradero, 2008:
Penyebab
Parameter pengkajian
Tanda/ gejala
Sistem hematopoietic
Eritropoietin menurun
Hematokrit
Perdarahan
Trombositopenia
Hemoglobin
Trombositopenia ringan
Ekimosis
Hitung trombosit
Kegiatan
trombosit Perdarahan
menurun
Sistem kardiovaskular
Kelebihan beban cairan
Hipervolemia
Tanda vital
Mekanisme
renin- Hipertensi
angiotensin
Takikardi
Elektrocardiogram
Anemia
Disritmia
Auskultasi jantung
Hipertensi kronik
Pemantauan elektrolit
Toksin
uremik
Berat badan
dalam Pericarditis
cairan pericardium
Sistem pernapasan
Mekanisme
kompensasi Takipnea
Pengkajian pernapasan
Pernapasan kussmaul
Toksin uremik
Halitosis
Paru uremik
fetor
Tanda vital
uremik
kegiatan Anoreksia
trombosit
Hematokrit
Perdarahan
Hemoglobin
Ketidakseimbangan
gastrointestinal
elektrolit
Distensi abdomen
Kaji feses
Urea
diubah
Perubahan
Ketidakseimbangan
kesadaran;
letargi, Refleks
elektrolit
bingung,
stupor,
dan Elektroensefalogram
Keseimbangan elektrolit
Kejang
Tidur terganggu
Asteriksis
Sistem skeletal
Absorbsi
Faktor serum
menurun
Rickets ginjal
Kalsium serum
Nyeri sendi
Pertumbuhan
lambat
pada anak
Kulit
Anemia
Pucat
Pigmentasi
Pigmentasi
Kelenjar
mengecil
keringat Pruritus
Ekimosis
Uremic frosts
Proteinuria
Elektrolit serum
dalam
urin
berkurang
Sistem reproduksi
Abnormalitas hormonal
Infertilitas
Menstruasi
Anemia
Libido menurun
Hamatokrit
Hipertensi
Disfungsi ereksi
Hemoglobin
Malnutrisi
Anemorea
Lambat pubertas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditunjukkan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat kompliksi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
3. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologist.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
6. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta ada batu atau obstruksi lain.
7. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
8. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
9. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim) serta sisa
fungsi ginjal
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Melihat adanya kardiomegali, efusi perkarditis
11. Pemeriksaan Radiologi Paru
Melihat uremik lung yang disebabkan karena bendungan
12. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalimia)
13. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostic gagal ginjal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologi
14. Pemeriksaan Laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urine
- Volume
Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
- Warna
Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/nanah, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, miglobin, dan porfirin.
- Berat Jenis
Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
- Osmolalitas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine/ureum sering 1:1.
c. Kreatinin
Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Gula darah tinggi
h. Hipertrigliserida
i. Asidosis metabolic
G. Penatalaksanaan
Secara garis besar penatalaksanaan gagal ginjal kronik menurut dr. Imam Rasjidi
dalam bukunya yang berjudul Panduan Pelayanan Medik Model Interdisiplin
Penatalaksaan Kanker Serviks dengan Gangguan ginjal meliputi:
1. Pengobatan penyakit dasar atas diagnosis yang ada
2. Pengobatan terhadap penyakit penyerta
3. Penghambatan progresivitas penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyait kardiovaskular
5. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi
6. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal, khususnya apabila sudah didapatkan
gejala dan tanda-tanda uremia.
Pasien non dialysis 0,6-0,75 g/ kg BB ideal/ hari sesuai dengan CCT dan toleransi
pasien
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan
diantara waktu HD <5% BB kering.
1. Terapi farmakologis:
-
Penghambat kalsium
Diuretik
Pada pasien DM, gula darah dikontrol. Hindari memaka metforminin dan obatobatan sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang. Target HbA1C untuk DM
Tipe I 0,2 di ats normal tertinggi. Untuk DM Tipe II adalah 6%.
Koreksi hiperkalemia
Kontrol dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl, dianjurkan golongan statin
H. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Lidah jatuh kebelakang
b. Benda asing/darah pada rongga mulut
c. Adanya secret
2. Breathing
a. Pasien sesak nafas dan cepat letih
b. Pernafasan kusmaul
c. Dipsnea
d. Nafas berbau amoniak
3. Circulation
a.
TD meningkat
b.
Nadi kuat
c.
Disritmia
d.
e.
f.
g.
Akral dingin
h.
4. Disability
Pemeriksaan neurologis
A (Allert)
V (Voice Respon)
P (Pain Respon)
U (Unresponsive)
I. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan
ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, takikardia,
hipotensi ortostatik, friction rub
3. Psikologis
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tidak ada kekuatan, cemas, takut.
4. Nutrisi dan Cairan
Peningkatan berat badan karena oedema, penurunan berat badan karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan
lemak subkutan.
5. Eliminisi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, perubahan warna urine, urine pekat, diare,
konstipasi, abdomen kembung.
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status
mental, penurunan lapang penglihatan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma.
7. Aman dan Nyaman
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, gelisah, kulit gatal, infeksi
berulang, pruritus, ekimosis.
8. Pernafasan
Pernafasan cepat dan dangkal, paroksismal nocturnal, dipsneau, batuk produktif
dengan frotty sputum bila terjadi oedema pulmonal.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d edema pulmonal, kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung
2. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu
dan status nutrisi yang buruk selama sakit, fatigue
5. Kerusakan integritas kulit
6. Resiko infeksi
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
K. Intervensi Keperawatan
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
NIC :
Airway Management
pulmonal,
penurunan
mengakibatkan
asidosis
perifer
laktat
Kriteria Hasil :
Setelah
dilakukan
selama
tindakan
3x24
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
jam, -
kapiler alveoli
Mendemonstrasikan
peningkatan
Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan
ventilasi
dan -
Memelihara
kebersihan
paru
Penurunan CO2
Takikardi
distress pernafasan
batuk
Hiperkapnia
Mendemonstrasikan
Keletihan
Somnolen
keseimbangan
Iritabilitas
mengeluarkan
sputum,
efektif -
mampu -
Hypoxia
Kebingungan
pursed lips)
Dyspnoe
Nasal faring
normal
Catat
pergerakan
AGD Normal
penggunaan
Sianosis
Warna
kulit
abnormal
(pucat,
kehitaman)
otot
dada,amati
tambahan,
kesimetrisan,
retraksi
otot
Hipoksemia
Hiperkarbia
Frekuensi
dan
kedalaman
nafas
abnormal
paradoksis )
-
Tentukan
kebutuhan
suction
dengan
napas utama
-
AcidBase Managemen
2.
Kelebihan
volume
cairan
b/d NOC :
Monitor IV line
NIC :
Fluid management
cairan
dan
natrium
oleh
akurat
Kriteria Hasil:
Setelah
dilakukan
tindakan -
selama
meningkat
diharapkan
kebutuhan
Batasan karakteristik :
yang singkat
Asupan berlebihan dibanding output
jam, cairan
3x24
pada
pola
nafas,
dyspneu/ortopneu
asites)
(+)
Memelihara
tekanan
vena
kongestikemacetan
Batasi
paru,
pleural
effusion
Hb dan hematokrit menurun, perubahan
Terbebas
dari
kelelahan,
masukan
cairan
pada
keadaan
mEq/l
Menjelaskan
indikator -
kelebihan cairan
muncul memburuk
Fluid Monitoring
kecemasan
diuretik,
kelainan
renal,
gagal
jantung,
Monitor
tekanan
darah
orthostatik
dan
3.
NIC :
kebutuhan tubuh berhubungan dengan Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
intake yang tidak adekuat
Intake
Batasan karakteristik :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
diharapkan
kebutuhan
pasien.
jam, nutrisi -
Adanya
peningkatan
berat -
Daily Allowance)
pucat
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
menelan/mengunyah
Tidak
ada
tanda
tanda
atau
makanan
yang
terpilih
(sudah
mengunyah makanan
Dilaporkan
Berikan
malnutrisi
adanya
kekurangan makanan
Nutrition Monitoring
rasa
Perasaan
ketidakmampuan
untuk
mengunyah makanan
dilakukan
Miskonsepsi
Kehilangan
BB
dengan
makanan
cukup
Jadwalkan pengobatan
patologi
patah
kadar Ht
(rontok)
pemasukan
atau
NIC :
yang
Energy Management
rendah,
melakukan aktivitas
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam, -
atau
menyelesaikan
Melaporkan
secara
yang
menyebabkan
Mampu
melakukan
hari
(ADLs)
aktivitas
Monitor
respon
kardivaskuler
terhadap
aktivitas
secara -
mandiri
verbal
factor
sehari
Batasan karakteristik :
adanya
kelelahan
-
Kaji
adanya
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
tepat
Bantu
untuk
memilih
aktivitas
konsisten
dan social
-
Ketidakseimbangan
antara
suplei
diinginkan
5.
NOC :
Definisi:
NIC :
Hemodyalis akses
Batasan karakteristik:
Kriteria Hasil :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam, -
Eksternal
dipertahankan
(sensai, -
Internal
pigmentasi)
hangat
Insition care
Menunjukkan
pemahaman
kelembaban
Resiko infeksi
Definisi:
Mengalami
NOC :
peningkatan Immune status
Faktor-faktor resiko:
NIC:
Infection control
Risk control
Penyakit kronis
menghindari
pemajanan keperawatan
dilakukan
jam,
infeksi
tidak
tidak adekuat
Infection protection
gejala infeksi
diharapkan
Ketidakadekuatan
pertahanan
sekunder
Pemajanan
terhadap
patogen
lingkungan meningkat
-
Prosedur invasive
Malnutrisi
resiko
Mendiskripsikan
proses
Batasi pengunjung
penatalaksanaannya
Menunjukkan
untuk
selama
tindakan
3x24
patogen
-
Kriteria Hasil :
mencegah
kemampuan
timbulnya
infeksi
normal
Dorong istirahat
sehat
infeksi
-
7.
Ketidakefektifan
perfusi
jaringan NOC :
perifer
NIC :
Circulation status
yang
dapat
mengganggu Setelah
kesehatan
keperawatan
dilakukan
selama
tindakan
3x24
jam,
Mendemostrasikan
status
Batasi
Mendemonstrasikan
diturunkan
Kelambatan penyembuhan luka perifer
Penurunan nadi
Edema
Nyeri ekstremitas
Warna kulit pucat saat elevasi
kemampuan kognitif
-
Menunjukkan
fungsi
punggung
sensasi
sensori
Kurang
pengetahuan
proses penyakit
-
Diabetes mellitus
Hipertensi
Merokok
tentang
DAFTAR PUSTAKA
1. Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2007. Gagal ginjal: Panduan Lengkap untuk
Penderita dan keluarganya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2. Baradero, Mary. 2008. Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
4. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000 Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Jakarta: EGC
5. Long, B.C. 1996. Essential of medical surgical nursing : A nursing process
approach. Bandung: IAPK Padjajaran
6. Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Jakarta: EGC
8. Rasjidi, Imam dkk. 2008. Panduan pelayanan medik: model interdisiplin
penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: EGC.S
9. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. 2001. Medical surgical nursing. J. Jakarta:
Salemba Medika
10. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000. Medical Surgical Nursing. 8th Edition.
Jakarta: EGC