Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
A. Gagal Jantung
Definisi ( 1,2 )
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa darah
ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih
normal. Atau dengan kata lain gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk
memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh ( forward failure ) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi ( backward failure ), atau kedua-duanya.
Sebagai pompa, jantung bekerja tidak hanya atas kemauan sendiri, tetapi
tergantung pada berbagai faktor agar dapat bekerja secara optimal. Faktor-faktor tersebut
adalah kontraktilitas miokard, denyut jantung ( irama dan kecepatan permenit ), beban
awal dan beban akhir. Beban awal ditentukan oleh jumlah darah yang kembali dari
system vena ke jantung kanan dan dipompa ke paru-paru dan masuk ke ventrikel kiri.
Beban akhir merupakan beban yang dihadapi oleh otot jantung saat berkontraksi
memompa darah keluar dari ventrikel kiri ke aorta.
Klasifikasi ( 2,3,4 )
Gagal jantung merupakan suatu proses dimulai dari penyakit jantung tanpa gejala
klinik ( keluhan ) sampai dengan gejala yang berat dan tidak terkendali. Oleh karena itu
dikenal pembagian dalam beberapa kelas menurut New York Heart Association yaitu :
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Definisi ( 5,6,7,8 )
Gagal ginjal kronik ( GGK ) adalah suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang
bersifat kronik, progresif dan irreversibel.
Batasan ( 8 )
Kelompok kerja dari The National Kidney Foundation ( NKF ) Amerika Serikat dan
K/DOQI ( Kidney Disease Outcome Quality Initiative ) membuat batasan GGK sebagai
berikut :
Terdapatnya penurunan dari LFG dengan / tanpa kerusakan ginjal yang ditandai
dengan peningkatan kreatinin plasma.
( 140 umur ) x BB
72 x kreatinin serum
ginjal tidak ada keluhan maupun gejala ( asimptomatik ). Lama kelamaan keadaan ini
tidak dapat dipertahankan lagi dan terjadi perubahan-perubahan antara lain berupa
bertambahnya cairan tubuh, gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa, anemia,
hipertensi, hiperfosfatemia, perubahan tulang, dll. Pada tahap lanjut akan muncul gejalagejala akibat meningkatnya produk-produk metabolisme khususnya yang mengandung
nitrogen seperti ureum sehingga pasien berada dalam suatu keadaan yang disebut
sindroma uremik ( uremic state ).
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit ( 8 )
Keseimbangan cairan intravaskuler dan natrium masih dapat dipertahankan
sampai LFG menurun dibawah 15 mL/menit. Walaupun demikian, toleransi terhadap
asupan cairan dan garam sudah mulai berkurang pada stadium yang lebih dini. Kelebihan
volume cairan / overload akan bermanifes sebagai oedem bahkan sampai gagal jantung
kongestif. Penanggulangan dapat dilakukan dengan membatasi asupan cairan dan garam /
Na, serta pemberian diuretik. Gangguan elektrolit yang sering dijumpai adalah
hiponetremia dan hiperkalemia. Hiponatremia dapat dijumpai lebih awal dan ini
disebabkan oleh karena meningkatnya jumlah cairan intravaskuler disamping kehilangan
natrium melalui urin. Berkurangnya asupan garam karena anoreksi dapat berperan juga.
Hiperkalemia timbul pada penurunan fungsi ginjal lanjut. Keseimbangan K masih dapat
dipertahankan selama aliran ke nefron bagian distal dan sekresi aldosteron dipertahankan.
Dengan demikian hiperkalemia lebih sering dijumpai bila sudah terjadi oliguria. Juga
pada pasien yang banyak mengkonsumsi K atau mereka yang mengalami katabolisme.
Pemberian ACEI pada pasien yang kadar K cenderung tinggi dapat memudahkan
terjadinya hiperkalemia. Hiperkalemia dapat membahayakan hidup melalui pengaruhnya
terhadap kontraksi otot jantung. Hiperkalemia yang ringan / sedang masih bisa dicoba
penanggulangannya dengan makanan rendah K, pemberian loop diuretik atau pemberian
kation exchange resin / kayexalate. Untuk hiperkalemia berat maka penanggulangannya
dapat dilakukan pemberian larutan Natrium bikarbonat atau kalsium glukonas secara
intravena atau pemberian insulin dalam larutan glukosa 10% melalui infus. Bila tidak
juga teratasi maka dilakukan dialisis.
Hipertensi perlu dikendalikan oleh karena merupakan salah satu faktor risiko untuk
kejadian komplikasi kardiovaskuler dan progresivisitas. Pemberian loop diuretik dan
ACEI merupakan pilihan utama pada upaya menurunkan tekanan darah dan bila masih
diperlukan dapat digabung dengan kalsium channel blockers / -blocker. Pada pasien
dengan GGK penurunan tekanan darah sering dikaitkan dengan proteinuria :
Anemia ( 7,8,9 )
Suatu hal yang umum bahwa anemia dijumpai pada penderita GGK, bahkan
merupakan salah satu petanda yang membedakan GGA dengan GGK. Jenis anemianya
adalah normokrom normositik. Banyak faktor yang dapat berperan pada terjadinya
anemia seperti hemolisis, perdarahan dan defisiensi Fe, tetapi menurunnya hormon
eritropoietin / EPO yang dikeluarkan ginjal merupakan salah satu sebab utama.
Penurunan EPO sudah mulai pada kadar serum kreatinin > 2 3 mg% ( LFG 30 50
mL/menit ). Anemia perlu diperbaiki oleh karena berpengaruh terhdap kualitas hidup
serta komplikasi kardiovaskuler baik pada pasien yang sudah mengalami dialisis maupun
predialisis. Sasaran yang ingin dicapai adalah kadar Hb 11 12 gr% harus diperhatikan
bahwa cadangan besi dalam tubuh cukup.
Hiperlipidemia ( 8 )
Peningkatan trigliserida, LDL kolesterol, VLDL kolesterol dan penurunan HDL
merupakan gambaran dislipidemia pada pasien GGK. Dislipidemia ini selain merupakan
faktor risiko kardiovaskuler juga merupakan faktor risiko untuk progresivitas. Upaya
untuk mengendalikan dapat dilakukan dengan diet, dan pada keadaan hiperkolesterolemia
dapat diberikan statin.
Perikarditis ( 8 )
Perikarditis dan efusi perikardial dapat dijumpai pada 6 10 % pasien GGK
stadium lanjut, patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti. Gejala-gejalanya dapat
berupa demam, keluhan sakit kepala dan dapat dijumpai perikardial friction rub pada
7
Monitoring
progresi
dan
melakukan
upaya
untuk
menghentikan
atau
Perkiraan pregresi dapat dilakukan dengan pengukuran secara serial kadar ureum /
kreatinin darah atau pengukuran klirens kreatinin. Cara praktis dalam memonitor
progresivitas adalah dengan membuat kurva serial dari nilai kebalikan serum kreatinin
( reciprocal serum kreatinin = 1/Scr ). Kurva perubahan akan membentuk garis linear dan
dengan melihat bentuk penurunannya ( slope ) dapat diprediksi kapan seseorang akan
masuk ke gagal ginjal terminal. Secara patofisiologi ada 2 faktor utama yang telah
terbukti memegang peran dalam progresivitas yaitu :
Proteinuria
Dengan terus memburuknya fungsi ginjal akan muncul komplikasi-komplikasi
berupa :
Malnutrisi
Perikarditis
Neuropati uremik
Apabila penyebab konservatif GGK tidak lagi memadai maka perlu meningkat
Transplantasi
Terapi pengganti yang paling optimal adalah transplantasi ginjal, namun karena sulitnya
memperoleh donor yang cocok, maka sebagian besar terapi yang dilakukan berupa
dialisis / hemodialisis. The National Kidney Foundation USA menyarankan dialisis
apabila :
Perikarditis
Neuropati uremi
Uremic bleeding
Pada GGK sedang atau berat dapat dijumpai keluhan rasa lemah, cepat lelah,
nafsu makan kurang, mual, muntah, sukar tidur, gangguan konsentrasi, kejangkejang.
Ureum
Kreatinin
Klirens kreatinin
10
Magnesium
Bikarbonat
Endokrin
PTH
T3
T4
Interpretasi pada GGK :
Mikrobiologi : biakan urin dipakai untuk melihat species bakteri penyebab infeksi
saluran kemih ( ISK )
2. Radiologi ( 8,9 )
USG
Mixturating cystourography
11
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama
Ny. SA
Umur
71 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Alamat
Semarang
Tanggal Masuk
5 Agustus 2004
Anamnesis
Keluhan utama : sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :
1 minggu sebelum masuk RS penderita mengeluh sesak napas dan bertambah bila
penderita melakukan aktifitas dan berkurang bila istirahat. Selama ini penderita
mendapat obat dari puskesmas. Bila tidur harus menggunakan bantal yang tinggi
dan malam hari penderita sering terbangun.
2 hari sebelum masuk RS sesaknya bertambah dan penderita tidak bisa tidur
Bulan April 2004 pernah dirawat di RSDK dengan keluhan yang sama
Riwayat DM disangkal
Riwayat DM disangkal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sesak
Tanda vital :
Tensi
Nadi
96 kali / menit
RR
32 kali / menit
Suhu
37oC
Berat badan
44 kg
Tinggi badan :
155 cm
Kepala
mesocephal
Mata
Hidung
Tenggorok
Leher
Dada
:
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
13
Paru
Abdomen
:
:
bising usus (+), hepar dan lien tidak teraba, balotemen ginjal
tidak teraba
Ekstremitas
Atas
Bawah
-/-
+/+
Akral dingin :
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Oedem
Laboratorium
Pemeriksaan hematologi
Hb
8,0 g/dl
MCV
99,1 fl
Ht
24,1 %
MCH
35,1 pg
Lekosit
Trombosit
:
:
MCHC
35,1 %
185.000 / mm3
184 mg/dl
Ureum
166 mg/dl
Kreatinin
6,38 mg/dl
Natrium
143,6 mmol/L
Kalium
Klorida
9.100 / mm3
:
:
5,3 mmol/L
99 mmol/L
Pemeriksaan urinalisis
Warna
kuning jernih
pH
6,0
Protein
Glukosa
Sedimen
Epitel
12
14
Lekosit
Eritrosit
01
Kristal
Silinder
01
Radiologi
Kesan
Mediastinum melebar
Efusi pleura dextra
EKG
Kesan
Sinus takikardi
LBBB inkomplit
S. persisten di V 5
VES di V 6
Diagnosis Sementara
1. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
2. Kardiomegali
3. Hipertensi stage III
4. Efusi pleura dextra
Terapi
1. Furosemid 1 x 2 ampul iv
2. Digoxin 2 x tablet
3. Dulcolax 1 x 2 tablet
4. Valsartan 1 x 160 mg
15
Program
1. Echokardiografi
2. USG ginjal
3. Pemeriksaan kolesterol, trigliserid, HDL, LDL
4. Pemeriksaan protein total, albumin, globulin
5. Pemeriksaan cairan pleura
16
Kolesterol
Trigliserid
Protein total
Albumin
Globulin
Asam urat
Cairan pleura :
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
6-8-2004
201 mg/dl
141 mg/dl
6,1 g/dl
2,7 gr/dl
3,4 g/dl
8,9 mg/dl
7-8-2004
9-8-2004
10-8-2004
17
KELUHAN
TANDA VITAL
Sesak berkurang, T : 180/90 mmHg
oedem berkurang N : 92 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,7oC
7-8-2004
Pasien membaik
9-8-2004
Pasien membaik
Sesak berkurang,
Oedem berkurang
10-8-2004
Pasien membaik
Sesak (-)
T : 170/90 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 26 x/menit
S : 36,7oC
T : 150/90 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8oC
T : 150/90 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7oC
LABORATORIUM/KONSUL
Kimia klinik
Kolesterol : 201 mg/dl
Trigliserid : 141 mg/dl
Protein : 6,1 g/dl
Albumin : 2,7 g/dl
Globulin : 3,4 g/dl
Asam urat : 8,9 mg/dl
Echocardiografi
Kesan : HHD
USG Ginjal
Kesan : Kedua ginjal atrofi
Ada kista pada ginjal kanan sesuai dengan
CRF
Cairan pleura
Transudat, warna kuning jernih
Rivalta (-), BJ : material tidak cukup,
Kadar protein : 2 g/dl
Sel lekosit : PMN (-), MN (-)
Kimia klinik
Ureum : 158 mg/dl
Kreatinin : 6,2 mg/dl
Natrium : 141,5 mmol/L
Kalium : 5,1 mmol/L
Klorida : 98 mmol/L
TERAPI
Terapi diteruskan
+ Batasi asupan garam
+ Batasi aktivitas
Terapi diteruskan
Terapi diteruskan
Pasien dipulangkan
18
PEMBAHASAN
Seorang wanita, 71 tahun, berat badan 44 kg, tinggi badan 155 cm, datang ke
RSDK dengan keluhan utama sesak napas.
Pada autoanamnesis didapatkan keluhan utama sesak napas. Perjalanan penyakit
dimulai dengan sesak napas yang bertambah pada saat melakukan aktivitas dan berkurang
bila istirahat selama 1 minggu. Sejak 2 hari sebelum masuk RS penderita merasa
sesaknya bertambah dan tidak bisa tidur. Buang air kecil sedikit yaitu 1 kali sehari. Dulu
bulan April 2004 penderita pernah dirawat di RSDK dengan keluhan yang sama, dan
terdapat riwayat hipertensi 20 tahun dengan berobat ke puskesmas secara tidak teratur.
Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sesak (+). Tensi : 200 / 100 mmHg, nadi : 96
kali permenit, RR : 32 kali permenit, suhu 37oC, konjungtiva anemis +/+, JVP R+2cm,
pada inspeksi jantung : iktus kordis tampak di SIC VI 2cm lateral LMCS, palpasi : iktus
kordis teraba di SIC VI 2 cm lateral LMCS, perkusi : batas atas SIC III linea parasternal
kiri, batas kanan sulit dievaluasi, batas kiri sesuai iktus kordis, pinggang jantung
mendatar, pada auskultasi : SJ I II murni, bising (-), gallop (-), pada auskultasi paru
didapatkan ronki basah halus (+), oedem ekstremitas inferior +/+.
Pada pemeriksaaan laboratorium saat baru masuk : Hb : 8,0 mg/dl, Ht : 24,1 %,
lekosit : 9.100 / mm3, trombosit : 185.000 / mm 3, MCV : 99,1 fl, MCH : 35,1 pg, MCHC
35,1 %, GDS : 184 mg/dl, ureum : 166 mg/dl, kreatinin : 6,38 mg/dl, natrium : 143,6
mmol/L, kalium : 5,3 mmol/L, klorida : 99 mmol/L, pada pemeriksaan urin : kuning
jernih, epitel 1-2, lekosit 0-1, eritrosit 0-1, protein (-).
Pada pemeriksaan penunjang lain yaitu pemeriksaan radiologi ditemukan
mediastinum melebar dan efusi pleura kanan, pada EKG ditemukan sinus takikardi,
LBBB inkomplit, S. Persisten di V5 dan VES di V6.
Selama perawatan ditemukan kolesterol : 201 mg/dl, trigliserid : 141 mg/dl,
protein total : 6,1 g/dl, albumin : 2,7 g/dl, globulin : 3,4 mg/dl, pada pemeriksaan cairan
pleura : transudat, kuning jernih, rivalta (-), protein 2 g/dl, sel lekosit PMN (-) dan
MN (-), ureum : 158 mg/dl, kreatinin : 6,2 mg/dl, natrium : 141,5 mmol/L, kalium : 5,1
19
mmol/L, klorida : 98 mmol/L. Dimana hasil USG ginjal : kesan sesuai dengan CRF dan
hasil echocardiografi : kesan HHD.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang lain maka
pasien ini di diagnosis sementara dengan paroxysmal nocturnal dyspneu, kardiomegali,
hipertensi stage III, dan efusi pleura kanan.
Selama perawatan di RSDK didapatkan hasil sebagai berikut :
Anemia normokrom normositik dengan Hb : 8,0 g/dl, MCV : 99,1 fl, MCH : 35,1 pg,
MCHC : 35,1 % merupakan komplikasi gagal ginjal kronik yang biasa ditemukan.
Penyebabnya adalah berkurangnya produksi eritropoietin, suatu hormon glikoprotein
yang diproduksi ginjal ( 90 % ) dan sisanya di luar ginjal. Mekanisme lain terjadinya
anemia adalah pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal.
Hiperglikemia dengan GDS : 184 mg/dl sebagai akibat terjadinya resistensi terhadap
insulin yang menghambat masuknya glukosa ke dalam sel di mana di duga toksik
uremik yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin ini. Faktor lain yang juga
berperan adalah adanya peningkatan kadar glukagon dan hormon pertumbuhan.
Peningkatan ureum ( 166 mg/dl ) paling sering disebabkan oleh ekskresi ureum yang
terhambat oleh kegagalan fungsi ginjal.
Peningkatan asam urat ( 8,9 mg/dl ) terjadi karena tertahannya asam urat sehingga
kadarnya tinggi.
Hipoalbuminemia ( 2,7 g/dl ) terjadi oleh karena intake yang kurang yang dapat
dilihat dari berat badan penderita.
20
KESIMPULAN
Sebuah laporan kasus dengan diagnosis pada saat masuk adalah paroxysmal
nocturnal dyspneu, kardiomegali, hipertensi stage III dan efusi pleura kanan, setelah
dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang lain, maka Gagal Jantung
dengan klasifikasi NYHA dapat ditegakkan berdasarkan :
ditegakkan berdasarkan :
Menurut NKF dan K/DOQI batasan GGK adalah : pada pencitraan ginjal kesan
sesuai CRF.
21
SARAN
Pemeriksaan LED dengan tujuan mencari peningkatan nilai LED yang biasanya
dijumpai pada gagal ginjal kronik
Pemeriksaan apus darah tepi dengan tujuan mencari anisositosis, poikilositosis, dan
sel burr.
Pemeriksaan klirens kreatinin dengan tujuan menilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ).
Pemeriksaan kreatinin serum dengan tujuan follow up sebab pada pasien ini tidak
memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan klirens kreatinin.
Pemeriksaan gula darah puasa ( GDN ) dan gula darah 2 jam post prandial ( GDPP )
dengan tujuan memantau gula darah.
Pemeriksaan hematologi rutin, kimia klinik dan urin rutin sebelum penderita
dipulangkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald E. Heart Failure in : Harrison Principles of Internal Medicine. Vol 114 th
Ed. Mc Graw-Hill. New York, 1998 : 1287 98.
2. Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS. Buku Ajar Kardiologi. FKUI.
Jakarta, 1998 : 115 26.
3. ACC / AHA Task Force Report. Guidelines for the evaluation and management of
heart failure. JACC, 1995 ; 26 : 1376 98.
4. Braunwald F, Bristow MR. Congestive heart failure : 50 years of pregress.
Circulation. 2000 ; 102 - IV : 14 23.
5. Junaidi P, dkk. Kegagalan ginjal menahun dalam kapita selekta kedokteran. Edisi
kedua. Penerbitan media Aeculapius FKUI. Jakarta, 1982 : 104 9.
6. Sidabutar RP, dkk. Gagak Ginjal Kronik dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta, 1990 : 350 60.
7. Baron DN. Ginjal dalam kapita selekta patologi klinik. Edisi 4. EGC, Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta, 1990 : 232 36.
8. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik dalam Nefrologi Klinik. Workshop
nefrologi klinik annual meeting 2003. Palembang : 13 24.
9. Effendi I. Patofisiologi Gagal Ginjal dalam Nefrologi Klinik. Workshop nefrologi
klinik annual meeting 2003. Palembang : 1 11.
10. Hardjoeno. Interpretasi hasil tes urinalisis dan penyakit ginjal dalam Interpretasi hasil
tes laboratorium diagnostik. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang, 2000 : 21 32.
11. Wallach J. Interpretation of diagnostic test. Lippincott Raven Publishers, 1998 :
400 401.
23