Está en la página 1de 23

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN OKSIGENASI

1.
2.
3.
4.

Disusun oleh:
Kelompok 7:
Dewi Karisah
Leni Tenti Nurcahyati
Leo Ardhiansyah
Tutus Lailatul Hidayah

(2011.024)
(2011.073)
(2011.074)
(2011.113)

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
Tahun Akademik 2011/2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia membutuhkan suplay oksigen secara terus-menerus untuk proses
respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk
dari proses tersebut. Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Pertukaran
gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi sel ini barasal dari atmosfer, yang
menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 20% dari seluruh gas yang ada.
Oksigen masuk kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan yang berada
di luar.pada manusia, alveolus yang terdapat pada paru-paru berfungsi sebagai
permukaan untuk pertukaran gas. Namun perawat seringkali menemukan klien yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan oksigennya. Klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
oksigennya akan menimbulkan beberapa gangguan pada kesehatannya seperti hipoksia.
Agar dapat menghadapi klien dengan gangguan system pernapasan secara
sistematis dan efisien, maka perawat perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
baik tentang anatomi dan fisiologi system pernapasan. Pengetahuan dan pemahaman
tentang fungsi-fungsi dasar pernapasan ini penting untuk mengatasi gangguan pernafasan
yang sering ditemukan oleh para perawat di klinik ataupun rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah
sebagai berikut: Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan oksigenasi.
C. Tujuan
Tujuan umum : Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan oksigenasi.
Tujuan khusus :
1. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat
2. Diharapkan mahasisiswa dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan oksigenasi.
3. Untuk dapat mengetahui cara yang tepat dan efisien menangani pasien yang
mengalami gangguan oksigenasi.

D. Manfaat
1. Dapat sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan dapat memperdalam tentang
materi oksigenasi
2. Dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis Oksigenasi
1. Pengertian Kebutuhan Oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai
organ atau sel. (Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan,2006)
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
a) Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan
melembabkan udara yang tertutup. Saluran pernapasan ini terdiri dari:
1. Hidung
Hidung merupakan organ pernapasan yang pertama dilalui udara luar. Hidung
terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju rongga hidung.
Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnya dipisahkan
oleh septum. Dinding rongga hidung dilapisinoleh mukosa respirasi serta sel
epitel batang, bersilia dan sel berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring,
menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk melalui hidung.
Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut dan
berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran besar agar tidak masuk
kedalam saluran pernapasan.bagian bawah. Didalam hidung juga terdapat
saluran- saluran yang menghubungkan antara rongga hidung dan kelenjar air
mata, bagian ini dikenal dengan kantung nasolakrimalis. Kantung ini
berfungsi mengalirkan ir melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata
ketika seseorang menangis. (Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien
dengan gangguan sistem pernapasan, 2008)

2. Faring
Faring (tekak)dalah pipa berotot yang bermula dari dasar tengkorak dan
berakhir sampai persambungannya ddengan esophagus dan tulang batas tulang
rawan krikoid. Faring terdiri dari atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan
letaknya, yakni nasofaring (dibelakang hidung), orofaring (dibelakang mulut),
laringofaring (dibelakang laring). (Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien
dengan gangguan sistem pernapasan, 2008)

3. Laring (Tenggorokan)
Laring (Tenggorokan) terletak antar di antarafaring dan trakea.
Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring beradadi ruas ke-4 atau ke-5 dan
berakhir ke vertebra servikalis ke ruas ke-6. Laring disusun oleh 9 kartilago
yang disatukan oleh ligament dan otot rangka pada tulang hyoid dibagian atas
dan trakea di bawahnya.
Kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid dan didepannya terdapat
benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata pada
pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu dibagian
anterior membentuk sebuah sudut seperti huruf V yang disebut tonjolan
laryngeal. Kartilago krikoid adalah kartilago berbentuk cincin yang terletak
dibawah kartilago tiroid (ini adalah satu-satunya kartilago yang berbentuk
lingkaran lengkap). Kartilago aritenoid adalah sepasang kartilago yang
menjulang di belakang krikoid. Dan di atasnya terdapat kartilago kuneiform
dan kornikulata yang sangat kecil.(Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien
dengan gangguan sistem pernapasan, 2008)

b) Saluran Pernapasan Bagian Bawah


Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1. Trakea
Trakea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 11 cm.
trakea terletak setelah laring dan mermanjang kebawah setara dengan
vertebrata torakalis ke-5. Ujung trakea bagian bawah bercabang menjadi dua
bronkus (bronkhi) kanan dan kiri. Percabangan bronchus kanan dan kiri
dikenal sebagai karina (carina). Trakea tersusun atas 16-20 kartilago hialin
berbentuk huruf C yang melekat pada dinding trachea dan berfungsi untuk
melindungi jalan udara. Kartilagoini juga berfungsi untuk menjaga kolaps atau
ekspansi berlebihan akibat perubahan tekanan udara yang terjadi dalam
system pernapasan. Bagian terbuka dari bentuk C kartilago trachea ini saling
berhadapan secara posterior kearah esophagus dan disatukan oleh ligament
elastic dan otot polos. (Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem pernapasan, 2008)

2. Bronkus
Bronchus mempunyai struktur serupa dengan trachea. Bronkus kanan dan kiri
tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan arahnya hamper
vertical dengan trachea. Sebaliknya bronchus kiri lebih panjang, lbih sempit
dan ujungnya lebih runcing. Bentuk anatomi khusus ini memiliki implikasi
klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu
lebih memungkinkan berada di bronchus kanan dibandingkan dengan
bronchus kiri karena arah dan lebarnya.(Arif muttaqin, Asuhan keperawatan
klien dengan gangguan sistem pernapasan, 2008)

3. Bronkiolus
Bronkiolus respiratorius terbagi dan bercabang menjadi beberapa duktus
alveolaris dan berakhir pada kantung udara berdinding tipis yang disebut
alveoli. Beberapa alveoli membentuk sakus alveolaris. Setiap paru terdiri atas
sekitar 150 juta alveoli. Kepadatan sakus alveolaris inilah yang member
bentuk paru tampak seperti spons. Jaringan kapiler darah mengelilingi alveoli
ditahan oleh serat elastic. Jaringan elastic ini menjaga posisi antara alveoli
dengam bronkhiolus respiratorius. Adanya daya recoil dari serat ini selama
ekspirasi akan mengurangi ukuran alveoli dan membantu mendorong udara
agar keluar dari paru.(Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem pernapasan, 2008)

c) Paru
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak dalam
rongga thoraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar daripada paru
kiri. Selain itu paru juga dibagi menjadi tiga lobus, satu lobus pada paru kanan
dan dua lobus pada paru kiri.
Lobus-lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu 10 segmen
pada paru kanandan 9 segmen pada paru kiri. Proses patologis seperti atelektasis
dan pneumonia sering kali terbatas pada satu lobus atau satu segmen saja. Oleh
karena itu, pengetahuan anatomi segmen paru penting sekali bagi perawat saat
melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada dilakukan untuk mengetahui dengan
tepat letak lesi dan akumulasi secret, sehingga perawat dapat menerapkan
keahliannya dalam mengeluarkan sekret saat drainase postural.

3. Proses Oksigenasi
a) Ventilasi
Merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru.
Ventialsi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastic dan
persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada
vertebrata servikalis yang keempat. (Potter& Perry, Fundamental
Keperawatan,2005)
Proses selama inspirasi

Rongga iga bergerak


ke atas dan ke luar

Proses ventilasi

Proses selama ekspirasi

Rongga iga bergerak bawah


dan masuk ke dalam

Diafragma
berkontraksi dan
bergerak kebawah

Tekanan dalam
paru menurun dan
udara masuk

Diafragma relaksasi dan


terangkat ke atas

Tekanan dalam paru


meningkat dan udara
terdorong ke luar

b) Difusi Gas
Difusi gas adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area
yang bertekanan tinggi kea rah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2
melintasi membrane alveoli- kapiler dari alveoli ke darah karena adanya
perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli (100mmHg) dan tekanan pada
kapiler yang lebih rendah (PO2 40 mmHg), CO2 berdifusi dengan arah
berlawanan akibat perbedaan tekanan PCO2 darah 45 mmHg dan di alveoli 40
mmHg (Simon,2003).
Proses difusi dipengaruhi oleh factor : ketebalan, luas permukaan dan
komposisi membrane; koefisien difusi O2 dan CO2; serta perbedaan tekanan gas
O2 dan CO2. dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang berperan penting adalah
alveoli dan darah. Adanya perbedaan tekanan parsial dan difusi pada system
kapiler dan cara interstisial akan menyebabkan pergerakan O2 dan CO2 yang
kemudian akan masuk pada zona respirasi untuk melakukan difusi respirasi.
(Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan,
2008)
Peningkatan ketebalan membrane merintangi proses difusi karena hal
tersebut membuat gas memerlukan waktu lebih lama untuk melewati membran
tersebut. Klien yang mengalami edema pulmonar, infiltrasu pulmonar, atau efusi
pulmonar memiliki ketebalan membran alveolar-kapiler yang meningkat akan
mengakibatkan proses difusi yang lambat, pertukaran gas pernapasan yang
lambat, dan mengganggu proses pengiriman. Oksigen ke jaringan.
Daerah pengiriman membrane dapat mengalami perubahan sebagai akibat
suatu penyakit kronik(mis.Emfisema), penyakit akut (mis.pneumothoraks),proses
pembedahan (mis. Lobektomi). Apabila alveoli yang berfungsi lebih sedikit
maka daerah permukaan menjadi berkurang. (Potter& Perry, Fundamental
Keperawatan,2005)

c) Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Proses penghantaran ini
bergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), aliran darah
ke paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, dan kapasitas membawa oksigen.
Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang
larut dalam plasma, jumlah hemoglobin dan kecenderungan hemoglobin untuk
berikatan dengan oksigen ( Ahrens,1990).
Masuknya O2 ke dalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin
yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisanya 3%
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.
Agar oksigen dapat disuplai ke sel-sel tubuh secara optimal maka
diperlukan hemoglobin dalam jumlah dan fungsi yang optimal dan mengangkut
dari sirkulasi yang efektif ke jaringan tubuh. Jumlah O2 yang dikirim setiap
menitnya sama dengan jumlah curah jantung per liter dalam satu menit dalam
dikalikan dengan jumlah millimeter O2 yang terkandung dalam 1 liter darah
arteri. Dalam keadaan istirahat sekitar 5 x 200 atau 1000 mlO2/menit, sekitar
digunakan jaringan dan sisanya bercampur kembali dengan darah vena.
Selama melakukan latihan fisik, jumlah O2 dalam arteri tetap, tetapi curah
jantung akan meningkat. Dengan curah jantung sebesar 24 L/menit, oksigen yang
diangkut adalah 24 x 200 atau 4900 ml/menit akan digunakan jaringan sebesar
dari total darah yang tersirkulasi dan sisanya akan kembali ke jantung dan
bercampur dengan darah vena (Potter,1983)
4. Proses Terjadinya Inspirasi dan Ekspirasi
INSPIRASI

EKSPIRASI

Konstriksi otot diafragma dan


interkostalis

Otot inspirasi relaksasi

Volume toraks membesar

Volume toraks mengecil

Tekana intrapleura menurun

Tekana interpleura meningkat

Paru mengembang

Volume paru mengecil

Tekanan intra-alveoli
menurun

Tekanan intra-alveoli
meningkat

Udara masuk kedalam paru

Udara bergerak ke luar paru

(Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


pernapasan, 2008)
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
a) Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun
parasimpatis (Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan,2006)

Pengaruh saraf otonomik

Simpatis

Parasimpatis

Ujung saraf mengeluarkan neurotransmiter

Noradrenalin

Asetilkolin

Bronkodilatasi

Bronkokontriksi

b) Hormon dan Obat


Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan saluran
pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak
belladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang mengahambat
adrenergik tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakit beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi).

(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses


Keperawatan,2006)
c) Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat
dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk,
makanan dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat
rangsangan di daerah nasal; batuk bila di saluran pernapasan bagian atas;
bronkhokonstriksi pada asma bronkhiale; dan rhinitis bila terdapat di saluran
pernapasan bagian bawah. (Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia:
Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan,2006)

d) Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi,
karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan.
Kecepatan Respirasi
NORMAL
Kecepatan bernapas 16-20 x/menit
NO

UMUR

RATA-RATA

RENTANG

BBL 1 BULAN

35

30-50

1 BULAN- 12 BULAN

30

20-30

12 BULAN- 2 TAHUN

25

20-25

2 TAHUN- 6 TAHUN

22

20-24

6 TAHUN- 12 TAHUN

20

20-22

REMAJA-DEWASA

16

16-20

(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses


Keperawatan,2006)
e) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor
alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan
adaptasi. (Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan,2006)

f) Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku
dalam mengkonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, obesitas dapat
mempengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas dapat mempengaruhi proses
peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok dapat menyebabkan proses
penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain. (Azis,A.Pengantar Kebutuhan
dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan,2006)

6. Pengukuran Fungsi Paru


Deskripsi

Nilai rata2

Nilai rata2

Makna klinis

VOLUME TIDAL 5-10 ml/kg


(vT) : volume udara
yang dihirup atau
dikeluarkan
(ml)
setiap kali bernapas

Menurun

Menurun pada penyakit paru


restriktif dan pada klien lansia

1200 ml
VOLUME
RESIDUAL (RV) :
volume udara (ml)
yang tersisa diparu
setelah
ekspirasi
maksimal

Meningkat
sebesar
25%

Meningkat pada klien yang


PPOM dank lien lnsia akibat
perubahan recoil elastic paru,
kompliansi dinding dada dan
penurunan massa dan kekuatan
otot pernapasan

2400 ml
KAPASITAS
RESIDUAL
FUNGSIONAL
(FRC):
volume
udara (ml) yang
tersisa
di
paru
setelah
ekspirasi
normal

Meningkat

Meningkat pada klien yang


mengalami
penyakit
paru
obstruktif dan klien lansia
akibat
perubahan
pada
kompliansi dinding dada, recoil
elastic paru dan penurunan
massa dan kekuatan otot
pernapasan

4800 ml
KAPASITAS
VITAL(VC):
Volume udara (ml)
yang di ekspirasi
setelah
inhalasi
maksimal

Menurun
sebesar
25%

Menurun
terkait
dengan
penurunan kecepatan aliran
yang ditemukan pada edema
pulmonar,
atelektasis
dan
perubahan yang berhubungan
dengan proses penuaan seperti
penurunan
kekuatan
otot
pernapasan dan kompliansi
dinsing dada

6000 ml
KAPASITAS
PARU
TOTAL
(TLC) : volume
udara total (ml)
didalam paru-paru
setelah
inspirasi
maksimal

Tidak
berubah

Menurun pada penyakit paru


restriktif;
meningkat
pada
penyakit paru obstriktif

(Potter& Perry, Fundamental Keperawatan,2005)


a) Volume Paru
1. Volume pasang surut merupakan jumlah udara keluar-masuk paru padat saat
terjadi pernapasan biasa. Pada orang sehat, besarnya volume pasang surut
rata-rata adalah 500cc.
2. Volume cadangan hisap merupakan jumlah udara yang masih bisa dihirup
secara maksimal setelah menghirup udara pada pernapasan biasa. Pada orang
dewasa, besarnya volume cadangan hisap adalah 3000cc.
3. Volume cadangan hembus merupakan jumlah udara yang masih bisa
pernapasan biasa. Pada orang dewasa, besarnya volume cadangan hembus
dapat mencapai 1100cc.
4. Volume sisa merupakan jumlah udara yang masih tertinggal di dalam paru
meskipun telah menghembuskan napas secara maksimal. Pada orang dewasa,
besarnya volume sisa rata-rata adalah 1200cc.
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)
b) Kapasitas Paru
1. Kapasitas hisap merupakan jumlah dari volume pasang surut dan volume
cadangan hisap.
2. Kapasitas cadangan fungsional merupakan jumlah dari volume cadangan
hembus volume sisa.

3. Kapasitas vital merupakan jumlah dari volume cadangan hembus, volume


pasang surut, dan volume cadangan hisap.
4. Jumlah keseluruhan volume udara yang ada dalam paru terdiri atas volume
pasang surut, volume cadangan hembus, dan volume sisa.
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)
7. Gangguan Kebutuhan Oksigen
a) Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupnya pemenuhan kebutuhan oksigen
dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen
dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis).
(Azis,A.2006)
b) Perubahan Pola Pernapasan
1. Tachypnea, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali
per menit.
2. Bradypnea, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali
per menit.
3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan
jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam.
4. Kusmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida
dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak
cukupnya penggunaan oksigen.
6. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat pernapasan.
7. Orthopnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami
kongestif paru.
8. Cheyne stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula
naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan
pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal.
10. Biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes,
tetapi amplitudonya tidak teratur.
11. Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada
saluran pernapasan.
12. Apnea, merupakan henti nafas. (Azis,A.2006)
c) Obstruksi Jalan Napas

Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang
tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh
sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, stasis
sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti cerebro
cascular accident (CVA), efek pengobatan sedatif, dan lain-lain.
Tanda Klinis:
a. Batuk tidak efektif.
b. Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas.
c. Suara napas menunjukkan adanya sumbatan .
d. Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal. (Azis,A.2006)
d) Gangguan Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vaskular, dapat disebabkan oleh
sekresi yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan
saraf pusat, atau penyakit radang pada paru.
Tanda Klinis:
a. Dispnea pada usaha napas.
b. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c. Agitasi.
d. Lelah, letargi.
e. Meningkatnya tahanan vaskular paru.
f. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya pCO2.
g. Sianosis (Azis,A.2006)
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Oksigenasi
1. Pengkajian Keperawatan
a) Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi:
ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung dan
tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit rematik
akut, sinusitis akut. Hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah, dan
kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor,
dan influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada
Tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan
nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5 oC, sait kepala,
lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-anak), faring berwarna
merah, dan adanya edema. (Azis,A.2006)

b) Pengkajian Fisik
1. Inspeksi. Pada saat inspeksi perawat mengamati tingkat kesadaran klien,
penampilan umum, postur tubuh, kondisi kulit dan membran mukosa, dada
(kontur rongga intercosta; diameter anteroposterior (AP); struktur
toraks;(pergerakan dinding dada),pola nafas (frekuensi dan kedalaman
pernafasan; durasi inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum,
adanya sianosis, adanya deformitas dan jaringan parut pada dada,dll.
2. Palpasi. Palpasi dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar diatas
dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada
dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan tujuh-tujuh secara
berulang.jika pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan
merasakan adanya getaran pada telapak tangannya. Normalnya, fremitus taktil
akan terasa pada individu yang sehat dan akan meningkat pada kondisi
konsolidasi. Selain itu, palpasi juga digunakan untuk mengkaji temperatur
kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan, thrill,titik impuls maksimum
abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian
kapiler,dll.
3. Perkusi. Secara umum,perkusi dilakukan untuk menentukkan ukuran dan
bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau
udara di dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari
tengah (tangan non-dominan) pemeriksa mendatar di atas dada pasien.
Kemudian jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jaritengah
atau jari telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi
resonan
atau
gaung
perkusi.
Pada
penyakit
tertentu
(mis.,pneumotoraks,emfisema), adanya udara pada dada atau paru-paru
menimbulkan bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sedangkan bunyi pekak atau
kempis terdengar apabila perkusi dilakukan di atas area yang mengalami
atelektasis.
4. Auskultasi. Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di
dalam tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan dengan
menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar di gambarkan berdasarkan
nada, intensitas, durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
valid dan akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada
pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi
napas vesikuler, bronkial, bronkovesikuler, rales, ronkhi; juga untuk
mengetahui adanya perubahan bunyi napas serta lokasi dan waktu terjadinya.
(wahit iqbal Mubarak & nurul chayatin, Buku ajar KDM: teori & aplikasi
dalam praktik.2007)

c) Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaan laboratorium Hb, leukosit, dll yang dilakukan seecara rutin
juga dilakukan pemeriksaan sputum guna melihat kuman dengan cara
mikroskopik. Uji resistensi dapat dilakukan secara kultur, untuk melihat sel tumor
dengan pemerikasaan sitologi. Bagi pasien yang menerima pengobatan dalam
waktu yang lama, harus dilakukan pemeriksaan sputum secara periodik.
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)

d) Pemerikasaan Diagnostik
a. Rontgen Dada. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat lesi paru pada
penyakit tuberkulosis, mendeteksi adanya tumor, benda asing, pembengkakan
paru, penyakit jantung, dan untuk melihat struktur yang abnormal.
b. Fluoroskopi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme
kardiopulmonum, misalnya kerja jantung, diafragma, dan kontraksi paru.
c. Bronkografi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus
sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus atau kasus
displacement dari bronkus.
d. Angiografi. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang
keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema, kelainan
konginetal,dll.
e. Endoskopi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostik dengan
cara mengambil sekret untuk pemeriksaan, melihat lokasi kerusakan, biopsi
jaringan, untuk pemeriksaan sitologi, mengetahui adanya tumor, melihat letak
terjadinya perdarahan; untuk terapeutik, misalnya mengambil benda asing dan
menghilangkan sekret yang menutupi lesi.
f. Radio isotop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat
adanya emboli paru. Ventilasi scaning untuk mendeteksi ketidaknormalan
ventilasi, misalnya pada emfisema. Scaning gallium untuk mendeteksi
paradangan pada paru. Pada keadaan normal, paru hanya menerima sedikit
atau sama sekali tidak gallium yang lewat, tetapi gallium sangat banyak
terdapat pada infeksi.
g. Mediastinoskopi. Merupakan endoskopi mediastinum untuk melihat
penyebaran tumor. Mediastinostomi bertujuan untuk memeriksa mediastinum
bagian depan dan menilai aliran limpa pada paru, biasanya dilakukan pada
penyakit saluran pernapasan bagian atas.
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)

2. Diagnosis Keperawatan
a) Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
1. Produksi sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi.
2. Immobilisasi, statis sekresi, batuk tidak efektif akibat penyakit sistem saraf,
depresi susunan saraf pusat dan CVA.
3. Efek sedatif dari obat, pembedahan (bedah torak), trauma, nyeri, kelelahan,
gangguan kognitif, dan persepsi.
4. Depresi reflek batuk
5. Penurunan oksigen dalam udara inspirasi
6. Berkurangnya mekanisme pembersihan silia dan respons peradangan.
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan :
1. Penyakit infeksi pada paru
2. Depresi pusat pernafasan
3. Lemahnya otot pernafasan
4. Turunnya ekspansi paru
5. Obstruksi trakea
c) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan :
1. Perubahan suplai oksigen
2. Obstruksi saluran pernafasan
3. Adanya penumpukkan cairan dalam paru
4. Atelektaksis
5. Bronkospasme
6. Adanya edema paru
7. Tindakan pembedahan paru
d) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan :
1. Adanya perdarahan
2. Adanya edema
3. Imobilisasi
4. Menurunnya aliran darah
5. Vasokonstriksi
6. Hipovolumik
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
1. Mempertahankan jalan nafas agar efektif
2. Mempertahankan pola pernapasan agar kembali efektif
3. Mempertahankan pertukaran gas
4. Memperbaiki perfusi jaringan

Rencana Tindakan :
1. Mempertahankan jalan nafas agar efektif.
a. Awasi perubahan status jalan nafas dengan memonitor jumlah,
bunyi, atau status kebersihannya.
b. Berikan humidifier (pelembab)
c. Lakukan tindakan pembersihan jalan nafas dengan fibrasi, clapping,
atau postural drainase (jika perlu lakukan suction)
d. Ajarkan teknik batuk yang efektif dan cara menghindari alergen.
e. Pertahankan jalan nafas agar tetap terbuka dengan memasang jalan
nafas buatan, seperti oropharyngeal/ nasopharyngeal airway,
intubasi endotrakea, atau trankheostomi sesuai dengan indikasi.
f. Kerjasama dengan tim medis dalam memberikan obat
bronchodilator.
Kriteria hasil : - Klien mampu melakukan batuk efektif.
- Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada
penggunaan otot bantu napas. Bunyi napas normal, Rh -/dan pergerakan pernapasan normal.
2. Mempertahankan pola pernafasan kembali efektif.
a. Awasi perubahan status pola pernafasan
b. Atur posisi sesuai dengan kebutuhan (semifowler)
c. Berikan oksigenasi
d. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi yang benar.
Kriteria hasil : - Klien mampu melakukan batuk efektif.
- Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan berada pada
batas normal, pada pemeriksaan rontgen dada tidak
ditemukan adanya akumuasi cairan dan bunyi napas
terdengar jelas.
3. Mempertahankan pertukaran gas
a. Awasi perubahan status pernafasan
b. Atur posisi sesuai dengan kebutuhan (semifowler)
c. Berikan oksigenasi
d. Lakukan suction bila memungkinkan
e. Berikan nutrisi tinggi protein dan rendah lemak
f. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi yang benar
g. Pertahankan berkembangnya paru dengan memasang ventilasi
mekanis,chest tube dan chest drainase sesuai dengan indikasi
Kriteria hasil : - Melaporkan tak adanya/ penurunan dispnea.

- Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan.


- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen
jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang
normal.
4. Memperbaiki perfusi jaringan
a. Kaji perubahan tingkat perfusi jaringan (capilary refill time)
b. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
c. Pertahankan asupan dan dan pengeluaran
d. Cegah adanya perdarahan
e. Hindari terjadinya valsava manuver seperti mengedan, menahan
nafas, dan batuk
f. Pertahankan perfusi dengan transfusi sesuai dengan indikasi
Kriteria hasil : - Klien dapat mempertahankan status gizinya dari semula
yang kurang menjadi adekuat
- Pernyataan motivasi yang kuat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya.
(Arif muttaqin, Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan, 2008)
4. Pelaksanaan Keperawatan
a) Latihan Nafas
Latihan nafas merupakan cara bernafas untuk memperbaiki ventiasi alveoli atau
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk
dan mengurangi strees.
b) Latihan Batuk Efektif
latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring,
trakea, dan bronkhiolus dari sekret atau benda asing di jalan nafas.
c) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan
oksigen kedalam paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat bantu
oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:
nasal, masker, kanula dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah
hypoksia.
d) Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola
pernafasan dan membersihkan jalan nafas.

e) Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir sendiri. Tindakan
ini bertujuan membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi.
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam :
1. Mempertahankan jalan nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya
kemampuan untuk bernafas, jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan, frekuensi,
irama dan kedalaman nafas normal serta tidak ditemukan adanya tanda hypoksia.
2. Mempertahankan pola nafas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya
kemampuan untuk bernafas,frekuensi, irama dan kedalaman nafas normal serta
tidak ditemukan adanya tanda hypoksia, serta kemampuan paru berkembang
dengan baik.
3. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditujukkan dengan adanya
kemampuan untuk bernafas, tidak ditemukkan dispnea pada usaha nafas, inspirasi
dan ekspirasi dalam batas normal,serta saturasi oksigen dan pCO2 dalam keadaan
normal.
4. Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan
pengisian kapiler, frekwensi , irama, kekuatan nadi dalam batas normal dan status
hidrasi normal.
(Azis,A.Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.2006)

DAFTAR PUSTAKA

Azis,A. 2006. Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika
Potter & Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mubarak, wahit iqbal & Nurul chayatin. 2007.Buku ajar KDM: teori & aplikasi dalam praktik.
Jakarta: EGC
Simon (2003)
Ahrens (1990)
Potter (1983)
www. Google.com

También podría gustarte