Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
I.
TUJUAN PERCOBAAN
lain.
4. Menentukan hasil evaluasi dari sediaan yang telah dibuat.
II.
PENDAHULUAN
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. ( FI IV, 1995)
Tipe emulsi ada 2 yaitu oil in water (o/w) dan water in oil (w/o). Emulsi dapat
distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang disebut emulgator
(emulsifying agent) atau surfaktan yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan
tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang
memisah. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan
tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang
akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan permukaan antar fase
sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Komponen Emulsi
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri dari :
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam,
yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair
lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar emulsi tersebut.
yang berfungsi
untuk
menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke
dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
eksternal, emulsi digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
1. Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air) adalah emulsi
yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi kedalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak) adalah emulsi
yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi kedalam minyak. Air
sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair
akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi.
Tegangan yang terjadi pada permkaan disebut Tegangan Permukaan.
Semakin tinggi perbedaan tegangan, maka semakin sulit kedua zat cair untuk
bercampur. Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi, sehingga kedua zat cair
akan mudah bercampur.
B. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wadge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator. Setiap emulgator dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Kelompok Hidrofilik
b. Kelompok Lipofilik
Masing- masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya.
Dengan demikian, emulgator seolah- olah menjadi tali pengikat antara air dan
minyak dan akan membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak
sama. Harga keseimbangan ini disebut dengan Hydrophyl Lipophyl Balance atau
HLB yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok hidrofil
dengan kelompok lipofil. Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak
kelompok yang suka air, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air
dan demikian sebaliknya.
HARGA HLB
KEGUNAAN
1 - 3
4 6
7 9
8 18
13 15
Detergent
10 18
Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal- hal seperti dibawah ini:
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu bagian
mengandung fase disper lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming
bersifat reversible, artinya jika dikocok perlahan- lahan akan terdispersi
kembali.
2. Koalesensi dan cracking adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase
tunggal yang memisah. Hal ini bersifar irreversible.
3. Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara
tiba- tiba atau sebaliknya.
Paraffin Liquidum termasuk salah satu jenis pencahar emolien. Obat yang
termasuk golongan ini memudahkan defekasi (buang air besar) dengan cara
melunakkan tinja tanpa merangsang peristaltik usus (sembelit), baik langsung
maupun tidak langsung. Bekerja sebagai zat penurun tegangan permukaan. Obat
yang termasuk dalam golongan ini adalah dioktilnatrium sulfosukonat dan paraffin
liquidum.
Paraffin Liquidum (Mineral Oil) adalah campuran cairan hidrokarbon yang
diperoleh dari minyak bumi. Setelah meminum obat tinja ini melunak disebabkan
kurangnya reabsorpsi air dari tinja. Paraffin Liquidum tidak dicerna didalam usus
dan hanya sedikit diabsorpsi. Yang diabsorpsi ditemukan pada limfa nodus
mesenteric, hati dan limfa. Kebiasaan menggunakan Paraffin Liquid akan
mengganggu absorpsi zat larut lemak, misalnya absorpsi karoten menurun 50%,
absorpsi vitamin A dan vitamin D juga akan menurun. Absorpsi vitamin K
menurun dengan akibat hipoprotrombinemia dan juga dilaporkan terjadinya
pneumonia lipid. Obat ini menyebabkan pruritus ani, menyulitkan penyembuhan
pasca bedah daerah anorektal dan menyebabkan pendarahan. Jadi untuk
penggunaan kronik jelas obat ini tidak aman. (Farmakologi dan Terapi ed.5 hal.
530)
Paraffin Liquid tidak dicerna dalam saluran lambung-usus dan hanya bekerja
sebagai zat pelican bagi isi usus dan tinja. Gunanya untuk melunakkan tinja,
terutama setelah pembedahan rectal atau pada penyakit wasir. (OOP, 2010)
sehari 2 x 10 ml
70 80 tahun =
sehari 2 x 9 ml
80 90 tahun =
sehari 2 x 8 ml
90 > tahun
sehari 2 x 6 ml
III.
FORMULASI
1. Bahan aktif
Zat Aktif
Paraffin Liquid
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Tidak berwarna, transparan, cairan berminyak, hampir tidak
berflouresensi, tidak berasa dan tidak berbau. (Japan
Pharmacopoeia hal. 966)
Praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, larut dalam
kloroform dan eter. (FI III hal. 474)
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air, tidak larut dalam etanol 96%,
merupakan campuran dengan golongan hidrokarbon. (British
Pharmacopoeia hal. 4502)
Mengalami oksidasi bila terkena panas dan cahaya. Harus
Stabilitas
Inkompabilitas
Keterangan
lain
Tidak tahan dengan oksidator kuat. (HOPE 6th 2009, hal. 446)
Penggunaan
30%
Sinonim
Struktur
Pemerian
pahit. Warna dan bentuk fisik pada 250C adalah cairan minyak
berwarna kuning. (HOPE 6th 2009, hal. 550)
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air; larut dalam etanol; tidak larut
dalam minyak mineral. (HOPE 6th 2009, hal. 551)
Stabilitas
Inkompabilitas
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
kekuningan dengan bau khas dan rasa. (HOPE 6th 2009, hal.
676)
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
Sorbitan ester stabil dalam asam lemah atau basa. (HOPE 6th
2009, hal. 677)
Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, sejuk dan kering.
(HOPE 6th 2009, hal. 677)
1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009, hal. 676)
4. Methylparaben
Zat
Methylparaben
Aseptoform M; CoSept M; E218; 4-hydroxybenzoic acid
methyl ester; metagin; Methyl Chemosept; methylis
parahydroxybenzoas; methyl p-hydroxybenzoate; Methyl
Sinonim
Struktur
Pemerian
Kelarutan
Eter
1 : 10
Gliserin
1 : 60
Propilenglikol
Air
1:5
1 : 400
Inkompabilitas
Keterangan
lain
hal. 442)
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
5. Prophylparaben
Zat
Prophylparaben
Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid propyl
ester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl Aseptoform;
propyl butex; Propyl Chemosept; propylis
Sinonim
Struktur
Titik lebur
95o-99oC
Pemerian
Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa (FI III hal. 535)
Mudah larut dalam aseton; larut dalam etanol 95% dengan
perbandingan 1:1,1 dan etanol 50% dengan perbandingan
Kelarutan
1:5,6; mudah larut dalam eter 1:10; gliserin 1:250; larut dalam
minyak mineral 1:3330; larut dalam minyak kacang 1:70;
propilenglikol 1:3,9; air 1:2500 dan 1:4350(dalam suhu 15oC)
serta 1:225 (dalam suhu 80oC). (HOPE 6th 2009, hal. 597)
Inkompabilitas
Keterangan
lain
hal. 596)
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
6. Gliserin
Zat
Gliserin
Croderol; E422; glicerol; glycerine; glycerolum; Glycon G-
Sinonim
Struktur
(HOPE 6th 2009, hal. 283)
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Keterangan
1.2656g/cm3 pada 150C; 1.2636g/cm3 pada 200C; 1.2620g/cm3
lain
pada 250C
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
7. Propilenglikol
Zat
Propilenglikol
Sinonim
Struktur
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Keterangan
lain
Penyimpanan
8. BHT
Zat
Sinonim
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
isobutene gas yang mudah terbakar. (HOPE 6th 2009, hal. 76)
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
9. Sirupus Simpleks
Zat
Sirupus simplex
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Inkompabilitas
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
10. Aquadest
Zat
Aquadest
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Stabilitas baik pada keadaan fisik (padat, cair, gas). {HOPE 6th
2009}
lain
Penyimpanan
Kelarutan
Kegunaan
IV.
No. Permasalahan
Penyelesaian
Maka perlu ditambahkan emulgator
dibuat manis.
22,5%.
mikroorganisme.
tahan cahaya.
V.
PENDEKATAN FORMULA
Jumlah
Kegunaan
1.
Paraffin Liquid
30%
Zat aktif
2.
5%
Emulgator
3.
Metilparaben
0,08%
4.
Propilparaben
0,02%
5.
Gliserin
10%
Anticaplocking agent
6.
Propilenglikol
10%
Pengental
7.
BHT
0.75%
Antioksidan
8.
Sirupus simpleks
22,5%
Pemanis
9.
Aquadest
47,1%
Pelarut
10.
Pasta melon
160 tetes
VI.
PENIMBANGAN
Dibuat sediaan 8 botol (@ 60 ml) = 480 ml
No. Nama Bahan
1.
Paraffin Liquid
150 gram
2.
Tween 80
0,18 gram
3.
Span 80
0,07 gram
4.
Methylparaben
0,4 gram
5.
Prophylparaben
0,1 gram
6.
Gliserin
63
7.
Propilenglikol
51,9 gram
8.
BHT
3,75 gram
9.
Sirup Simplex
112,5 gram
10.
Aquadest
108,25 ml
11.
Pasta Melon
160 tetes
VII.
gram
PROSEDUR PEMBUATAN
A. Kalibrasi beaker glass utama
1. Diukur air sebanyak 500 ml ke dalam beaker glass 500 ml.
2. Dituang ke dalam beaker glass utama.
3. Diberi tanda batas air di permukaan beaker glass.
4. Dikeluarkan air dari beaker glass, lalu keringkan.
B. Kalibrasi botol
1. Diukur air sebanyak 62 ml dengan menggunakan gelas ukur 100 ml,
tuangkan air ke dalam botol.
2. Diberi tanda batas kalibrasi pada botol, lalu keluarkan air dan keringkan.
= 150 gram
2. Tween 80
= 18 gram
3. Span 80
= 7 gram
4. Gliserin
= 63 gram
5. Propilenglikol
= 51,9 gram
6. Butilhidroksi Toluen
= 3,75 gram
7. Methylparaben
= 0,4 gram
pelarut propilenglikol 1 : 5
= 2,076 gram
= 0,1 gram
= 0,4 gram
9. Sirupus simpleks
= 160 tetes
11. Aquadest
= 108,25 ml
IX. PEMBAHASAN
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok. Emulsi merupakan termodinamika stabil, dimana suatu sistem
heterogen yang terdiri dari paling sedikit 2 cairan yang tidak saling bercampur,
dimana salah satunya sebagai fase dalam fase terdispersi (fase internal) terdispersi
secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada medium pendispersi ( fase
eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang cocok.
.
Parafin liquid 30 % sebagai zat aktif dalam sediaan ini dibuat dalam bentuk
emulsi untuk digunakan secara oral yang fungsinya sebagai laksativ (obat pencahar).
Parafin terdiri atas campuran senyawa hidrokarbon cair jenuh yang diperoleh dari
minyak bumi.
Pada percobaan sediaan emulsi ini, emulgator yang digunakan pada formula
adalah gabungan Tween 80 dan Span 80 sebanyak 5% dimana berfungsi untuk zat
pengemulsi serta meningkatkan viskositas agar didapat sediaan dengan viskositas
yang baik dan untuk menstabilkan sediaan (emulsi). Emulgator yang digunakan pada
formula ini merupakan surfaktan nonionic. Surfaktan nonionic merupakan surfaktan
yang tidak membentuk ion negatif maupun positif sehingga bersifat netral.
Emulsi yang baik adalah emulsi yang berwarna seperti putih susu, dan jika
dikocok atau diberi gaya dan tekanan, viskositasnya akan bertambah kecil sehingga
emulsi tersebut mudah dituang.
Dalam pembuatan sediaan emulsi ini ada yang dinamakan fase dalam dan ada
juga yang namanya fase luar. Dalam sediaan yang kami buat, kami mencampurkan
fase dalam ke fase luar. Fase dalamnya sendiri terdiri atas Butil Hidroksi Toluen dan
Span 80 yang dicampurkan dengan fase minyak yaitu Paraffin Liquid. Sedangkan fase
luarnya terdiri atas Methylparaben dan Prophylparaben yang dilarutkan kedalam
Propilenglikol, Tween 80 yang dilarutkan kedalam aquadest, Sirupus Simplex dan
Gliserin. Setelah semua dilarutkan di masing- masing fase, kemudian dibuatlah emulsi
Paraffin Liquid.
Untuk menstabilkan sediaan emulsi dalam jangka waktu yang lama
dikarenakan kemungkinan adanya kontaminasi bakteri dan jamur, ditambahkan bahan
pengawet Methylparaben 0,08% dan Prophylparaben 0,02% ke dalam sediaan.
Pemilihan bahan pengawet ini harus selektif dan hati-hati dalam sediaan emulsi. Perlu
diperhatikan masalah kelarutan pengawet dalam kedua fase, karena jika koefisien
partisinya kurang ataupun lebih dari 1, maka bahan pengawet hanya akan larut dan
bekerja pada fase terlarutnya.
Zat aktif Parafin Liquid mempunyai inkompabilitas dengan zat oksidator yang
akan membuat sediaan kurang stabil seperti : minyak menjadi mudah bebau tengik.
Oleh karena sifatnya yang mudah teroksidasi, ditambahkan zat antioksidan Butil
Hidroksi Toluen sebanyak 0,75%. Syarat bahan antioksidan salah satunya adalah
harus efektif pada konsentrasi rendah, maka dari itu ditambahkan BHT dengan kadar
0,75 %.
Kedalam formula juga ditambahkan Sirup Simplex sebanyak 22,5%.
Ditambahkannya zat ini agar sediaannya mudah diterima pasien, khususnya untuk
lansia sesuai yang kita tujukan. Karena jika tidak ditambahkan pemanis, ditakutkan
rasanya tidak enak yang akhirnya tidak bias diterima oleh pasien.
Selain itu, karena kelompok kami menggunakan pemanis Sirupus Simplex
yang tidak sedikit, maka ditambahkan pula Gliserin 10% yang fungsinya sebagai
anticaplocking agent yaitu mencegah terjadinya kristalisasi gula di leher botol, apalagi
pemakaiannya multiple dose.
Propilenglikol 10% pun ditambahkan kedalam sediaan emulsi yang kami buat
untuk pengental, agar sediaan tidak terlalu encer.
Setelah sediaan selesai dibuat, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi yang
bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang kita buat itu baik atau masih banyak
kekurangannya. Yang pertama adalah uji volume terpindahkan. Uji volume
terpindahkan dalam emulsi berbeda dengan pengujian dalam larutan. Dalam emulsi
ini, untuk melakukan uji volume terpindahkan yaitu pertama kita harus menimbang
botol yang berisi sediaan (W1). Setelah itu isi didalam botol dituang ke beaker glass,
lalu botolnya dicuci dan di keringkan kemudian ditimbang kembali botol yang sudah
dicuci kering tersebut (W0). Untuk mendapat berat sediaan, yaitu dengan cara W1 - W0
dan diambil rata- ratanya dari 3 botol yang diuji.
Uji selanjutnya adalah uji organoleptik meliputi pengamatan warna, bau dan
rasa terhadap campuran larutan sebelum penggenapan volume. Dari hasil evaluasi uji
organoleptik ini ternyata terdapat rasa pahit yang berasal dari pengawet
Methylparaben. Namun untuk bau dan warna sudah cukup stabil. Setelah itu kita
melakukan uji pH. Sebelum tiba waktunya dilakukan evaluasi terhadap sediaan, kita
harus menghitung pH nya terlebih dahulu agar mengetahui apakah sediaan yang
dibuat stabil atau tidak dan pH awalnya adalah 6. Setelah diuji didapatkan bahwa pH
nya stabil selama penyimpanan yaitu 6.
Tidak hanya itu, kami pun melakukan uji penetapan bobot jenis dengan
menggunakan piknometer. Sama seperti halnya uji volume terpindahkan. Kita harus
menimbang piknometer kosong (W0) terlebih dahulu lalu diisi sediaan yang akan diuji
dan ditimbang kembali (Ws). Dan untuk menghitung berat jenis nya adalah BJ = Ws /
10 ml. Sehingga kita mengetahui BJ sediaan, BJ air dan BJ relatif sesuai yang
tercantum pada hasil evaluasi.
Selanjutnya adalah uji viskositas dengan metode falling ball yaitu dengan
menggunakan kelereng yang sebelumnya telah dihitung beratnya. Lalu kelereng
tersebut dijatuhkan kedalam gelas ukur dan dihitung berapa waktu yang diperlukan
kelereng untuk sampai di bawah gelas ukur. Waktu ini akan menunjukkan seberapa
kentalnya sediaan yang dibuat. Setelah didapat barulah kita membandingkannya
dengan viskositas Paraffin Liquid atau Sorbitol. Hasil pengamatan seperti yang
terlihat pada tabel hasil evaluasi.
Uji yang terakhir adalah uji sedimentasi. Untuk uji ini diperlukan waktu yang
cukup lama untuk melihat sedimentasi yang terbentuk. Dari mulai 10 menit, 20 menit,
30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari, 3 hari dan 7 hari.
X. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut.
No. Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1.
Paraffin Liquid
30%
Zat aktif
2.
5%
Emulgator
3.
Metilparaben
0,08%
4.
Propilparaben
0,02%
5.
Gliserin
10%
Anticaplocking agent
6.
Propilenglikol
10%
Pengental
7.
BHT
0.75%
Antioksidan
8.
Sirupus simpleks
22,5%
Pemanis
9.
Aquadest
47,1%
Pelarut
10.
Pasta melon
160 tetes
XII. LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA
Emulsi Paraffin Liquid
Disusun oleh: