Está en la página 1de 145

BAB

PENDAHULUAN

umbuhan dalam

mempertahankan

hidupnya

memerlukan komponen lain yang terdapat di


lingkungannya. Udara, air dan cahaya matahari

meupakan berberapa contoh komponen lain yang diperlukan


tumbuhan untuk melangsungkan hidupnya. Tumbuhan
berfungsi sebagai produsen yang menyediakan makanan bagi
hewan dan manusia. Tumbuhan juga menghasilkan oksigen
melalui proses fotosintesis yang sangat penting bagi
kehidupan hewan dan manusia. Sebaliknya, gas karbon
dioksida yang dihasilkan dari pernapasan manusia dan hewan
digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Proses
fotosintesis

yang

terjadi

pada

tumbuhan,

selain

memenfaatkan gas karbon dioksida, juga memerlukan energi


dari radiasi matahari, memerlukan air dan zat-zat hara dalam
tanah. Bahan-bahan tersebut diperlukan tumbuhan untuk
proses tumbuh, berkembang dan regenerasi. Hubungan
ketergantungan antara satu komponen dengan komponen
lainnya membentuk suatu rantai interaksi hubungan timbal
balik yang mengawali penggunaan istilah ekologi.

1.1. Sejarah Perkembangan Ekologi


Penelusuran awal kajian ekologi sangatlah sulit.
Jika ditinjau dari segi proses alam, sesungguhnya ekologi
telah dikenal oleh manusia sejak lama. Ilmu ekologi
mempunyai perkembangan yang bertahap sepanjang
sejarah. Tulisan-tulisan Hiprocrates, Aristoteles dan ahliahli filsafat lainnya darimasa Yunani mengandung
bahan-bahan

yang

jelas

memiliki

sifat

ekologi.

Walaupun demikian, bahasa Yunani secara harfiah tidak


mempunyai kata untuk itu. Kata ekologi merupakan
ciptaan kata baru yang pertama-tama diusulkan oleh ahli
Biologi berkebangsaan Jerman bernama Ernest Haeckel
pada tahun 1869. Sebelum itu, banyak ahli yang hidup
pada abad ke delapan belas dan kesembilan belas telah
menyumbang gagasan tentang kajian ekologi meskipun
etiket ekologi tidak digunakan. Sebagai contoh, Anton
van Leeuwenhoek yang lebih dikenal sebagai ahli
mikroskop juga mempelopori pengkajian rantai-rantai
makanan dan pengaturan populasi yang merupakan
dua bidang penting dari ekologi modern. Meskipun
demikian, yang dianggap sebagai pemula dan mengarah
pada kajian yang bersifat modern adalah para ahli
geografi tumbuhan seperti Humboldt, de Condolle,
Engler, Gray dan Kerner. Dasar-dasar dalam geografi
tumbuhan

ini merupakan pangkal dan kemudian

berkembang menjadi kajian komunitas tumbuhan atau


ekologi komunitas.
Kajian

ekologi

komunitas

ini

kemudian

berkembang ke dalam dua kutub yaitu:


1). Eropa
Dipelopori

oleh

Braun-Blanquet

(1932)

yang

kemudian dikembangkan oleh para ahli lainnya.


Mereka tertarik dengan komposisi, struktur, dan
distribusi dari komunitas.
2). Amerika
Dipelopori oleh para pakar ekologi tumbuhan seperti
Cowles (1899): Clements (1916) dan Gleason (1926)
yang mempelajari perkembangan dan dinamika
komunitas tumbuhan.

Ekologi mengalami perkembangan yang sangat


pesat. Perkembangan ekologi terjadi secara bertahap
sesuai

dengan

perkembangan

peradaban

manusia.

Berikut tahapan perkembangan ilmu ekologi.


1. Petrus de Crescetius (1305) menulis suatu karangan
mengenai adanya sifat persaingan hidup dalam
tumbuhan
2. King

(1685)

merupakan

orang

pertama

yang

menguraikan tentang konsep suksesi dalam komunitas


tumbuhan.

3. Leibig

(1840)

mengkaji

pengaruh

lingkungan

nonbiotik terhadap organisme.


4. Ernest Haeckel (1869) memunculkan istilah ekologi
yang berasal dari bahasa Yunani (oikos yang berarti
rumah atau tempat tinggal atau tempat hidup atau
habitat, dan logos yang berarti ilmu, telaah, studi
atau kajian. Ernest Haeckel mendefinisikan ekologi
sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya
atau ilmu tentang tempat tinggal makhluk hidup.
5. Warming (1891) mulai pula menguraikan tentang
proses suksesi tumbuhan yang terjadi di bukit pasir
sepanjang pantai Denmark.
6. Cowles (1899), terpengaruh oleh karya Warming
mengadakan kajian dan menulis tentang suksesi
tumbuhan di bukit sepanjang pesisir danau Michigan,
bahkan menguraikan pula peranan iklim, fisiografi
dan biota lainnya dalam suksesi ini.
7. Clements (1916) sudah menulis buku teks ekologi
yang menerangkan tentang metoda pengukuran dan
pemasangan kuadrat dalam kajian ekologi lapangan.
8. Gleason (1926) mempelajari perkembangan dan
dinamika komunitas tumbuhan
9. Braun-Blanquet (1932) mengkaji tentang komposisi,
struktur, dan distribusi dari komunitas

10. Gause (1935) menemukan interaksi antara hewan


pemangsa dengan hewan mangsanya dan hubungan
kompetitif di antara spesies
11. Birge dan Juday (1940-an)

menguraikan budget

energi dari suatu danau dan mengeluarkan konsepkonsep ekologi mengenai dinamika tingkat trofik
12. Dice (1943) mengungkapkan hubungan timbal balik
antara tumbuhan dengan hewan
13. Lack (1954) menemukan dasar-dasar yang luas untuk
kajian regulasi populasi
14. Ovington (1957) melakukan kajian awal mengenai
siklus materi atau nutrisi
15. Wynne dan Edwards (1960)

mengkaji tentang

peranan tingkah laku sosial dalam regulasi populasi


16. Robert. H. Wittaker (1970-an) telah mengembangkan
sinekologi
17. Josias Braunn-Blanquet (1980) yang mengembangkan
metode sampling komunitas

1.2. Perkembangan Ekologi Tumbuhan


Ekologi berkembang melalui dua jalur, jalur
hewan dan jalur tumbuhan. Para ahli ekologi tumbuhan
memusatkan
tumbuhan

perhatiannya

dengan

pada

lingkungannya.

hubungan

antara

Kajian

ekologi

tumbuhan pula bukan hal yang baru, pada tahun 1305

Petrus de Crescetius telah menulis sebuah karangan


mengenai

adanya

sifat

persaingan

hidup

dalam

tumbuhan. Warming (1891) mulai menguraikan tentang


proses suksesi tumbuhan yang terjadi di bukit pasir
sepanjang pantai Denmark. Pada saat itu, ekologi
tumbuhan telah diakui sebagai disiplin ilmu baru.
Beberapa pakar ekologi tumbuhan yang patut dicatat
sebagai

pelopor

dalam mengembangkan kajian ini

antara lain:
1. Clements sejak tahun 1905 menulis buku teks ekologi
yang menerangkan tentang metoda pengukuran dan
pemasangan kuadrat dalam kajian ekologi lapangan.
2. Cowles terpengaruh oleh karya Warming mengadakan
kajian dan menulis tentang suksesi tumbuhan di bukit
sepanjang

pesisir

danau

Michigan,

bahkan

menguraikan pula peranan iklim, fisiografi dan biota


lainnya dalam suksesi ini. Seri bukunya telah dimulai
sejak 1899.
3. Tansley menyumbangkan karya ilmiah klasiknya
yang tidak tertandingi sampai sekarang yaitu buku
yang

berjudul The British

Isles and Their

Vegetation.

1.3. Tingkat Integrasi dan Pendekatan Ekologi Tumbuhan


Ekologi tumbuhan

merupakan

kajian

yang

berusaha menerangkan rahasia kehidupan pada tahapan


individu, populasi dan komunitas. Ketiga tingkat utama
ini membentuk sistem ekologi yang dikaji dalam ekologi
tumbuhan ini. Masing-masing tingkatan adalah bersifat
nyata, tidak bersifat hipotetik seperti spesies, jadi dapat
diukur dan diobservasi struktur dan operasionalnya.
Individu dan populasi tidak terpisah-pisah, mereka
membentuk

asosiasi

dan

terorganisasi

dalam

pemanfaatan energi dan materi membentuk suatu


masyarakat atau komunitas dan berintegrasi dengan
faktor lingkungan di sekitarnya membentuk ekosistem.

Berdasarkan tingkat integrasinya maka secara ilmu,


kajian ekologi tumbuhan dapat dibagi dalam dua pendekatan,
yaitu autekologi dan sinekologi
a. Autekologi
Autekologi merupakan bagian ekologi yang mempelajari
suatu jenis organisme secara individu yang berinteraksi
dengan lingkungannya. Misalnya, pengaruh intensitas
cahaya terhadap pertumbuhan jenis Shorea belangeran
atau pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan
bibit durian kura (Durio testudinarum).

b. Sinekologi
Sinekologi merupakan bagian ekologi yang mempelajari
berbagai kelompok organisme sebagai satu kesatuan yang
saling

berinteraksi

antar

sesamanya

dan

dengan

lingkungannya dalam suatu daerah. Misalnya mempelajari


struktur dan komposisi masyarakat tumbuhan di hutan
rawa, di hutan rawa gambut atau di hutan mangrove.

1.4. Hubungan Ekologi Tumbuhan dengan Ilmu Lain


Ekologi tumbuhan dipelajari dengan tujuan untuk
mengarahkan atau memelihara keseimbangan ekosistem
agar

dapat

dijadikan

sebagai

sumber

pemenuhan

kebutuhan manusia sepanjang masa. Ekosistem terbentuk


sebagai hasil interaksi antara komponen hayati (biotik)
dan komponen non hayati (abiotik) sehingga pengetahuan
terhadap peran dan fungsi masing-masing komponen
penting untuk diketahui.
Pengetahuan

tentang

berbagai

komponen

ekosistem memerlukan keterkaitan dari berbagai disiplin


ilmu. Ekologi tumbuhan sebagai salah satu bidang ilmu
tidak dapat berdiri sendiri untuk mengkaji komponen
ekosistem,

sehingga

diperlukan

ilmu

lain

seperti

taksonomi tumbuhan, geologi, geomorfologi, ilmu tanah,


klimatologi,

genetika,

geografi

tumbuhan,

fisiologi

tumbuhan dan biokimia. Hubungan antara ekologi

tumbuhan dengan ilmu lain ditunjukkan oleh Gambar 1.


berikut.
TAKSONOMI TUMBUHAN
FISIOLOGI
GEOMORFOLOGI

EKOLOGI
BIOKIMIA

GENETIKA

TUMBUHAN
GEOLOGI

ILMU TANAH

KLIMATOLOGI

GEOGRAFI TUMBUHAN
Gambar 1. Hubungan Ekologi Tumbuhan dengan ilmu lain

BAB

TUMBUHAN DAN
FAKTOR LINGKUNGAN

II

etiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan


dari

suatu

perkembangannya

organisme
disebut

dalam
faktor

proses

lingkungan.

Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian


hidup

atau

komponen

biotik,

komponen

ini

akan

menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu,


dalam hal ini tidak ada organisme hidup yang mampu untuk
berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang
berperan terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya.
Lingkungan mempunyai tiga dimensi ruang dan berkembang
sesuai dengan waktu. Ini berarti bahwa lingkungan adalah
tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu.
Pada

dasarnya

faktor

lingkungan

alami

ini

selalu

memperlihatkan perbedaan atau perubahan baik secara


vertikal maupun horizontal dan jika dikaitkan dengan waktu,
maka akan bervariasi baik secara harian, bulanan, tahunan,
dan musiman. Dengan demikian, waktu dan ruang lebih tepat
dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan bukan merupakan
faktor atau komponen lingkungan.

10

2.1. Komponen Lingkungan


Lingkungan terbentuk sebagai hasil interaksi
antara berbagai faktor lingkungan tidak hanya antara
faktor-faktor biotik dan abiotik, tetapi juga antara biotik
dengan biotik dan juga antara abiotik dengan abiotik.
Dengan demikian, secara operasional sangat sulit untuk
memisahkan satu faktor terhadap faktor-faktor lainnya
tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya. Meskipun
demikian, untuk memahami struktur dan berfungsinya
faktor lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi
faktor-faktor lingkungan ini ke dalam komponenkomponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para pakar
ekologi dalam pembagian komponen lingkungan. Salah
satu hasil pembagiannya seperti di bawah ini.
a) Faktor iklim yang meliputi parameter iklim utama
seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin.
b) Faktor tanah yang meiputi nutrisi tanah, reaksi
tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah.
c) Faktor topografi yang meliputi sudut kemiringan
lahan, aspek kemiringan lahan dan ketinggian tempat
dari permukaan laut.
d) Faktor biotik merupakan gambaran dari semua
interaksi dari organisme hidup seperti kompetesi,
penutupan dan lain-lain.

11

2.2. Hubungan Antar Faktor Lingkungan


Telah dipahami bahwa dalam kajian ekosistem
adalah sangat penting untuk menganalisis bagaimana
faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi.
Dalam kenyataannya telah dipahami bahwa faktor-faktor
lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya
sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya
dari satu faktor lingkungannya. Meskipun demikian,
karakteristik mendasar dari ekosistem akan ditentukan
atau diatur oleh komponen abiotiknya. Pengaruh dari
variabel abiotik ini akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan
hewan, misalnya terciptanya perlindungan oleh pohon
meskipun

sifatnya

terbatas.

Faktor-faktor

abiotik

merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem,


sedangkan kontrol faktor biotik setidaknya tetap menjadi
penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi
individu dari jenis makhluk hidup. Organisme hidup
bereaksi terhadap variasi lingkungan sehingga hubungan
interaksi tersebut akan membentuk komunitas dan
ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun
waktu.

Agar

dapat

mengenal

bagaimana

faktor

lingkungan dapat berfungsi, maka terlebih dahulu akan


dikaji hukum hukum atau asas faktor lingkungan.

12

2.3. Hukum Minimum dari Liebig


Justus von Liebig seorang pakar kimia dari
Jerman pada tahun 1840

memprakarsai suatu kajian

tentang pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan


tanaman. Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen
tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan
dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia
menemukan

bahwa

kekurangan

fosfor

seringkali

merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman


tersebut. Penemuan ini membawa pada pemikiran bahwa
ada

faktor

penentu

yang

mungkin

membatasi

produktivitas tanaman. Pemikirannya pada saat itu


kemudian dikembangkannya menjadi hukum yang
terkenal dengan hukum minimum yang menyatakan
pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah
bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas
atau sedikit sekali.
Hukum minimum hanya berperan dengan baik
untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan
faktor lainnya. Hasil pemikiran para ahli menunjukkan
bahwa harus ada penambahan dua asas kepada konsep
hukum minimum agar dapat digunakan di masa depan.
Kedua asas tersebut antara lain:

13

1) Hukum

ini

berlaku

hanya

dalam

kondisi

keseimbangan yang dinamis atau steady state.


Apabila masukan dan keluaran energi dan materi
dari ekosistem tidak berada dalam keseimbangan,
jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan
berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku.
2) Hukum
interaksi

minimum
diantara

harus

memperhatikan

faktor-faktor

juga

lingkungan.

Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang


melimpah dari sesuatu substansi mungkin akan
mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain
dalam jumlah yang minimum.

2.4. Hukum Toleransi dari Shelford


Salah satu perkembangan yang paling berarti
dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913
ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi.
Hukum ini mengungkapkan pentingnya toleransi dalam
menerangkan distribusi dari jenis. Hukum toleransi
menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu
jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum
yang dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini
merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi
optimum.

14

Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk


kurva lonceng, dan akan berbeda untuk setiap jenis terhadap
faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yang
berbeda untuk satu jenis organisme terhadap faktor-faktor
lingkungan yang berbeda. Misalnya jenis A mungkin
mempunyai batas kisaran yang lebih luas terhadap suhu tetapi
mempunyai kisaran yang sempat terhadap kondisi tanah.

Gambar 2.1. Kurva kisaran toleransi organisme

Untuk memberikan gambaran umum terhadap kisaran


toleransinya ini, biasanya dipakai awalan steno untuk kisaran
toleransi yang sempit, awalan euri untuk kisaran toleransi
yang luas (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Gambaran umum kisaran toleransi
Toeransi Sempit
Stenotermal
Stenohidrik
Stenohalin
Stenofagik

Toleransi Luas
euritermal
eurihidrik
eurihalin
eurifagik

Faktor Lingkungan
Suhu
Air
Salinitas
Makanan
15

Stenoedafik
Stenoesius

euriedafik
euriesius

Tanah
Seleksi habitat

Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan


kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan
akan menyebar secara luas. Ia juga menambahkan bahwa
dalam fase reproduksi dari daur hidupnya faktor-faktor
lingkungan lebih membatasi. Sebagai contoh biji, telur dan
embrio mempunyai kisaran yang sempit jika dibandingkan
dengan fase dewasanya. Hasil Shelford telah memberikan
dorongan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai
percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau
menentukan kisaran toleransi dari individu sesuatu jenis
makhluk

hidup terhadap

berbagai

faktor

lingkungan.

Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, seperti


menentukan toleransi jenis terhadap pencemaran air yang
sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal
penyebaran tersebut. Shelford sendiri memberikan penjelasan
dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap
faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat
dengan kondisi lingkungan lainnya, misalnya apabila nitrat
dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi rumput
terhadap kekeringan akan menurun. Dengan demikian ia juga
sudah memberikan gambaran bahwa adanya kemungkinan
yang tidak menyeluruh hasil penelitian di laboratorium

16

(kondisi buatan) yang memperlihatkan hubungan antara satu


faktor lingkungan dengan organsime hidup.
Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering
organisme hidup, tetumbuhan dan hewan-hewan, hidup
berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada
dalam kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi dengan
yang lainnya, sehingga berada pada keadaan yang lebih
efektif dalam kehidupannya. Misalnya berbagai kehidupan
tetumbuhan di padang pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih
baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang
pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih.
Demikian

juga

dengan

anggrek

sebenarnya

kondisi

optimalnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung,


tetapi mereka hidup di bawah naungan karena faktor
kelembaban sangat lebih menguntungkan.

2.5. Konsep Faktor Pembatas


Meskipun hukum dari Shelford pada dasarnya
benar, tetapi para pakar ekologi berpendapat bahwa teori
tersebut terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila
menggabungkan konsep

minimum dengan

konsep

toleransi untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum


lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa kehadiran dan
keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada
kondisi-kondisi yang tidak sederhana.

17

Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas


toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam
penyebaran jenis. Memang sulit untuk menentukan di alam
faktor-faktor pembatas ini, karena masalah yang erat
kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen
lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari
penggabungan konsep

faktor pembatas adalah dalam

memberikan pola atau arahan dalam kajian hubunganhubungan yang kompleks dari faktor lingkungan ini.
Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu
banyak perhatian ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan
faktor-faktor pembatas itu sendiri.

Kajian hendaknya

diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan


hewan berkembang untuk mempelajari bagaimana tumbuhan
dan hewan berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan
menghasilkan

kisaran

toleransi

terhadap

faktor-faktor

lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri.


Kajian-kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada
pemikiran Liebig dan Shelford pada umumnya tidak
menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jenisjenis teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya.
Pandangan

ekologi

yang

lebih

berkembang

adalah

memikirkan perkembangan jenis untuk mencapai suatu


kehidupan dengan memperhatikan kisaran toleransi sebagai
hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola

18

kehidupannya. Pendekatan ini menekankan pentingnya


evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan
antara individu suatu jenis dengan habitatnya.

2.6. Hubungan Tumbuhan dengan Faktor Abiotik


2.6.1. Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang
sangat penting sebagai sumber energi utama bagi
ekosistem. Struktur dan fungsi dari ekosistem
utamanya sangat ditentukan oleh radiasi matahari
yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi radiasi
yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembaas,
menghancurkan sistem jaringan tertentu. Ada tiga
aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya
ini, yang erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a) Kualitas

cahaya

atau

komposisi

panjang

gelombang.
b) Intensitas cahaya atau kandungan energi dari
cahaya.
c) Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah
jam cahaya yang bersinar setiap hari.

19

1). Kualitas Cahaya


Cahaya matahari

sampai ke permukaan bumi

dalam bentuk gelombang-gelombang dg panjang 0,3


sampai 10 mikron. Cahaya dengan panjang gelombang
antara 0,39 sampai 7,60 mikron disebut sebagai cahaya
tampak.

Cahaya

tampak

diserap

tumbuhan

untuk

fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi


cahaya merah dan biru yang merupakan bagian dari
spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Gelombang di bawah 0,39 mikron yang merupakan
gelombang pendek

disebut sebagai ultraviolet. Sinar

ultraviolet yang sampai di bumi terdiri atas 3 (tiga) bentuk,


yaitu sinar UV-A (panjang gelombang 0,31 0,39
mikron), UV-B (panjang gelombang 0,28 0,31 mikron)
dan UV-C (panjang gelombang 0,10 0,28 mikron).
Sementara itu, gelombang di atas 7,60 mikron yang
merupakan gelombang panjang dinamakan infra merah
(infrared). Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan
dalam proses fotosintesis.
Kualitas cahaya pada ekosistem daratan tidak
mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi
fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap
sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan
jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi
sehingga akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru.

20

Dengan demikian, tumbuhan yang hidup di bawah


naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya
yang rendah energinya.
Dalam ekosistem perairan cahaya merah dan biru
diserap fitoplankton yang hidup di permukaan, sedangkan
cahaya hijau akan diteruskan atau dipenetrasikan ke
lapisan lebih bawah sehingga sulit untuk diserap oleh
fitoplankton. Ganggang merah dengan pigmen tambahan
berupa fikoeritrin atau pigmen merah coklat mampu
mengabsorpsi cahaya hijau tersebut untuk fotosintesisnya
sehingga ganggang merah mampu hidup pada kedalaman
laut.
Pengaruh dari sinar ultraviolet terhadap tumbuhan
masih belum jelas, namun sinar ultraviolet dapat
mempengaruhi

perkembangan

tumbuhan

menjadi

terhambat pertumbuhannya. Beberapa dampak sinar


ultraviolet bagi tumbuhan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan sel (DNA, kloroplas, mitokondria), merusak
enzym fotosintesis dan respirasi dan pada Hyoscyamus
niger diketahui dapat menghentikan pembungaannya.
Umumnya, gelombang -gelombang pendek dari
radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer
sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di
permukaan bumi. Pengaruh ultraviolet akan terjadi dan
sangat

terasa di daerah pegunungan yang tinggi.

21

Tumbuhan pada pegunungan yang tinggi memiliki


mekanisme adaptasi khusus baik secara fisiologi maupun
secara morfologi. Tumbuhan memiliki sistem fotoreseptor
pendeteksi radiasi UV yang terdiri atas sensor UV-B untuk
mendeteksi adanya radiasi sinar UV-B dan protein
kriptokrom/fototropin 1 dan 2 untuk mendeteksi radiasi
sinar UV-A. Tumbuhan juga menghasilkan produk
metabolisme sekunder

berupa phenylpropane yang

berfungsi sebagai penyaring atau pemfilter radiasi sinar


ultraviolet. Beberapa jenis tumbuhan memiliki antosianin
pada daunnya untuk melindungi daun dari kerusakan
radiasi sinar ultraviolet.
Bentuk-bentuk
karakterisktik

daun

tumbuhan

yang
di

roset

daerah

merupakan
pegunungan.

Tumbuhan tumbuhan tersebut mengalami penebalan dan


pemendekatan antar ruas (internodus). Hal ini merupakan
dampak dari paparan radiasi sinar ultraviolet yang
menghambat pemanjangan batang. Sinar ultraviolet juga
diperkirakan berperan dalam mencegah migrasi berbagai
jenis tumbuhan sehingga sinar ultraviolet memiliki fungsi
sebagai agen dalam menentukan penyebaran tumbuhan.

22

2). Intensitas Cahaya


Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan
aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor lingkungan,
karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari
ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik
dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/ temporal.
Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer
bumi akan terabsorpsi dan terrefleksi atau terhamburkan
oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya.
Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika,
terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya
direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah
cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk
sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga
lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan
minimum. Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan
naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi
matahari berada pada sudut yang rendah terhadap
permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan
demikian

sinar

menembus

lapisan

atmosfer

yang

terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya


yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan
dan pencemar di atmosfer. Perbedaan musim juga
mempengaruhi intensitascahaya di daerah dengan latituda
tinggi ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda

23

dengan intensitas pada musim dingin. Variasi intensitas


cahaya dalam skala besar akan dimodifiksikan lagi oleh
faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat
berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di
permukaan bumi atau ekosisem, hal ini akan lebih terasa
untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat
menghasilakna perbedaan struktur ekosistem.
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada
tempat-tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa
disebut tumbuhan heliofita. Tubuh tumbuhan heliofita
mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk
karbohidrat dan juga membongkarnya dalam respirasi.
Tumbuhan heliofita memiliki titik kompensasi cahaya
mencapai 4.200 luks.
Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi
jumlah cahaya yang rendah dikenal dengan tumbuhan
siofita. Proses metabolisme dan respirasi tumbuhan siofita
berjalan lambat. Titik kompensasi cahaya tumbuhan
siofita hanya sebesar 27 luks. Beberapa jenis tumbuhan
mempunyai karakteristik siofita ketika masih muda dan
kemudian berkembang ke karakteristik heliofita setelah
dewasa. Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan
anakannya yang harus tahan hidup di bawah naungan.
Perbedaan

antara

tumbuhan

heliofita

dan

siofita

ditunjukkan pada Tabel 2.1. berikut.

24

Tabel 2.1. Perbedaan tumbuhan heliofita dan siofita

25

Kaitan

antara

besar

penyinaran

dengan

laju

fotosintesis merupakan dasar dari perbedaan heliofita dengan


siofita. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau
serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya
tesebut. Pada tempat-tempat dengan penyinaran yang penuh,
cahaya cenderung bersifat merusak atau menghancurkan
klorofil sehingga hanya tumbuhan yang mampu membentuk
klorofil dengan cepat yang mampu hidup pada daerah dengan
intensitas cahaya tinggi. Jika tumbuhan tidak mampu
menghasilkan klorofil untuk mengimbangi klorofil yang
hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka
tumbuhan itu akan gagal dalam mempertahankan dirinya.
Dengan

demikian,

perbedaan

kemampuan

dalam

pembentukan klorofil inilah yang membedakan antara


tumbuhan heliofita dengan siofita.

3). Lamanya Penyinaran


Lama penyinaran relatif antara siang dan malam
dalam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan
secara luas. Jawaban dari organisme hidup terhadap
lamanya siang hari dikenal dengan fotoperiodisma.
Respon tumbuhan terhadap fotoperiodisme meliputi
perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi. Di daerah
sepanjang

khatulistiwa

lamanya

siang

hari

atau

fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12

26

jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih


dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari
12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12
jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang
antara siang dan malam akan terjadi di daerah dengan
garis lintang tinggi.
Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1) Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang
memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan
temperate termasuk pada kelompok ini, seperti
macam-macam gandum (wheat dan barley) dan
bayam.
2) Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan
yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari
12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam
kelompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan.
3) Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang
tidak memerlukan perioda panjang hari tertentu
untuk proses perbungaannya, misal tomat dan
dandelion.

27

Reaksi tumbuhan berskala panjang dan berskala


pendek membatasi penyebarannya secara latitudinal sesuai
dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila beberapa tumbuhan
terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodanya tidak
optimal,

maka

pertumbuhannya

akan

bergeser

pada

pertumbuhan vegetatif. Misalnya, bawang merah (Allium


cepa) yang merupakan tumbuhan berkala pendek akan
menghasilkan bulbus atau umbi lapis yang besar apabila
ditumbuhkan di daerah dengan fotoperioda yang panjang. Di
daerah khatulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan
dengan fotoperioda ini tidaklah menunjukkan adanya
pengaruh yang mencolok. Tumbuahan akan tetap aktif dan
berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya,
dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi, bukan merupakan faktor
pembatas.

2.6.2. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat
berperan baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap organisme hidup. Berperan langsung hampir
pada setiap fungsi dari tumbuhan dengna mengontrol
laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut,
sedangkan

peran

tidak

langsung

dengan

mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai


air.

28

Sangat sedikit tempat-tempat di permukaan bumi


secara terus menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau
terlalu dingin untuk sistem kehidupan. Suhu biasanya
mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu.
Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang dan juga
terjadi variasi lokal berdasarkan topografi dan jarak dari laut.
Variasi suhu di muka bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain:
a)

Komposisi dan warna tanah. Semakin terang warna


tanah, maka semakin banyak panas yang dipantulkan.
Sebaliknya, semakin gelap warna tanah maka semakin
banyak panas diserap.

b) Kegemburan dan kadar air tanah. Tanah yang gembur


lebih cepat memberikan respon pada pancaran panas
daripada tanah yang padat, terutama erat kaintannya
dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah
tanah makin lambat suhu berubah.
c)

Iklim mikro perkotaan. Perkembangan suatu kota


menunjukkan adanya pengaruh terhadap iklim mikro.
Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering
mereduksi radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang
di udara merupakan inti dari uap air dalam proses
kondensasinya. Uap air tersebut yang bersifat aktif dalam
mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.

29

d) Kemiringan lereng dan garis lintang. Kemiringan lereng


sebesar 50 dapat mereduksi suhu sebanding dengan 450
km perjalanan arah ke kutub. Variasi suatu berdasarkan
waktu/ temporal terjadi baik musiman maupun harian,
kesemua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan
fungsi tumbuhan.

Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas


kisaran suhu antar 00C sampai 300C. Dalam kisaran suhu ini
individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum,
dan

optimum

yang

diperlukan

untuk

aktivitas

metabolismenya. Suhu - suhu tersebut yang diperlukan


organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu
tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu
sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran
toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk
tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu
di bawah 150-180C. Sebaliknya, konifer di daerah temperata
masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah -300C.
Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu
yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di
daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai
kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung para
umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.

30

Tumbuhan dan Suhu Tinggi


Suhu

maksimum

yang

harus

ditoleransi

oleh

tumbuhan sering merupakan masalah yang lebih kritis jika


dibandingkan

dengan

suhu

minimumnya.

Tumbuhan

biasanay didinginkan oleh kehilangan air dari tubuhnya,


dengan demikian kerusakan akibat panas terjadi apabila tidak
tersedia

sejumlah air

dalam tubuhnya untuk proses

pendinginan tadi. Pada beberapa kasus umumnya kerusakan


diinduksi oleh suhu yang tinggi berasosiasi dengan kerusakan
akibat kekurangan air, pelayuan. Dalam kejadian seperti ini
ensima menjadi tidak aktif dan metabolisme menjadi rendah.
Tumbuhan yang hidup di tempat-tempat dengan iklim yang
panas sering mempunyai struktur morfologi yang teradaptasi
untuk hidup pada kondisi panas ini, lapisan gabus menjadi
tebal berfungsi sebagai lapisan pelindung, daun kecil-kecil
untk mereduksi kehilangan air, dan kutikula menebal
sehingga refleksi cahaya meningkat.

Tumbuhan dan Suhu Rendah


Kebanyakan tumbuhan berhenti pertumbuhannya
pada suhu dibawah 60C. Penurunan suhu dibawah suhu ini
mungkin akan menimbulkan kerusakan yang cukup berat.
Protein akan menggumpal pada larutan di luar cairan sel
mengakibatkan ketidakatifan ensima. Bila suhu mencapai
titik beku, akan terbetuk kristal es diantara ruang sel dan air

31

akan terisap keluar dari sel maka akan terjadi dehidrasi.


Apabila pembukuan terjadi secara cepat maka akan terbentuk
kristal-kristal es dalam cairan sel yang ternyata volumenya
akan lebih besar dari ukuran sel tersebut. Sehingga sel rusak
dan mati akibat kebocoran dinding selnya. Hasilnya akan
terjadi daerah yang berwarna coklat pada tumbuhan, sebagai
karakteristik dari kerusakan akibat pembekuan atau frost.
Suhu yang rendah mungkin akan berperan secara
tidak langsung, menghambat fungsi dari tumbuhan. Akar
menjadi kurang permeabel sehingga tidak mampu menyerap
air. Hal ini menimbulkan apa yang disebut kekeringan
fisiologi, terjadi pada situasi air yang relatif cukup tetapi
tidak mampu diserap akar akibat suhu yang terlalu dingin.
Situasi ini sering terjadi di daerah tundra. Tumbuhan yang
hidup di daerah iklim dingin sreing mempunyai adaptasi
morfologi untuk tetap bisa hidup. Tumbuhan menjadi kerdil
atau merayap untuk mengurangi luka permukaan atau
mempunyai bentuk bantal atau permadani untuk saling
melindungi satu bagian dengan bagaian lainnya.

32

2.6.3. Air
Air
penting,

merupakan
semua

faktor

organisme

lingkungan
hidup

yang

memerlukan

kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di


sistem bumi kita ini adalah terbatas dan dapat
berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan
bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui
hujan, aliran air, transpirasi dan evaporasi yang
berlangsung secara terus menerus. Bagi tumbuhan air
adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi
kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian dari faktor
iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perubahan struktur dan organ tumbuhan. Untuk
lebih rinci perhatikan peranan air bagi tumbuhan di
bawah ini :
a) Struktur

Tumbuhan.

Air

merupakan

bagian

terbesar pembentuk jaringan dari semua makhluk


hidup (tak terkecuali tumbuhan). Antara 40%
sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari air,
dan bagi tumbuhan herba jumlahnya mungkin akan
mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel akan
mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam
keadaan yang tepat untuk berfungsi metabolisme.

33

b) Sebagai Penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk


penunjang jaringan-jaringan yang tidak berkayu. Apabila
sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel ini
akan berada dalam keadaan kukuh. Tekanan yang
diciptakan oleh kehadiran air dalam sel disebut tekanan
turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan apabila
jumlah air tidak memadai maka tekanan turgor berkurang
dan isi sel akan mengerut dan terjadilah plasmolisis.
c)

Alat Angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat


untuk mengangkut materi disekitar tubuhnya. Nutrisi
masuk melalaui akar dan bergerak ke bagian tumbuhan
lainnya sebagai substansi yang terlarut dalam air.
Demikian juga karbohidrat yang dibentuk di daun
diangkut ke jaringan-jaringan lainnya yang tidak
berfotosintesis dengan cara yang sama.

d) Pendingin. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi


akan

mendinginkan

tubuhnya

dan

menjaga

dari

pemanasan yang berlebihan.

Kekurangan dan Kelebihan Air


Di lingkungan daratan dengan situasi kelebihan air
maka tanah menjadi jenuh air, permasalahan utama pada
situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah
sehingga perakaran tumbuhan tidak bisa bernafas dan juga
tanah sering menjadi asam. Jika jumlah air tidak memadai

34

untuk keperluan tumbuhan maka sel menjadi lembek, dan


stomata

menutup

untuk

mengurangi

kehilangan

air

berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal dengan


titik kelayuan, dan sel-sel tumbuhan mulai untuk terjadinya
plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Dan
apabila situasi kekurangan air ini menerus maka tumbuhan
akan mati. Umumnya tumbuhan yang berada di daerah kering
ini berada dalam keadaan setengah dehidrasi pada siang hari
yang diimbangi dengan penyimpanan dalam keseimbangan
airnya pada malam hari.

Adaptasi Tumbuhan terhadap Kondisi ekstrim


Kekeringan merupakan situasi yang sering dialami
oleh tumbuhan, meskipun dipahami bahwa hujan bukanlah
satusatunya faktor yang dapat menimbulkan. Suhu yang
tinggi bisa juga memberikan pengaruh kekurangan air ini.
Bila musim kering itu bersifat periodik dan merupakan
karakteristik daerah, maka tumbuhan yang berada di daerah
ini akan memperlihatkan penyesuaian dirinya, berbagai cara
penyesuaian ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya
memperlihatkan reduksi dari daun dan dahan, memperpendek
siklus hidup atau biji matang pada atau dekat permukaan,
rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menebal, dinding
sel mengandung lebih banyak ikatan lipid, jaringan palisade
berkembang lebih baik tetapi sebaliknya dengan bunga

35

karang, sel dan ruang antar sel mengecil tetapi jaringan lignin
membesar. Kecepatan fotosintesis, tekanan osmosa dan
permeabilitas protoplasma meninggi dan diikuti dengan
penurunan viskositas protoplasma, akibatnya perbandingan
tepung dan gula menjadi besar, sehingga secara total
tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan.
Berdasarkan toleransinya terhadap air, terdapat empat
kelompok besar tumbuhan, yaitu:
1) Hidrofita, yaitu kelompok tumbuhan yang hidupu dalam
air atau pada tanah yang tergenag secara permanen.
2) Halofita, yaitu kelompok tumbuhan yang terkhususkan
tumbuh

pada

lingkungan

berkadar

garam

tinggi

(kekeringan fisiologi).
3) Xerofita, yaitu kelompok tumbuhan yang teradaptasi
untuk hidup di daerah kering.
4) Mesofita, yaitu kelompok tumbuhan yang bertoleransi
pada kondisi tanah yang moderat (tidak dalam keadaan
ekstrim).

a). H i d r o f i t a
Hidrofita merupakan kelompok tumbuhan yang
hidiup sebagian atau seluruhnya di dalam air atau habitat
yang basah. Jadi dalam hal ini keadaan air berada dalam
kondisi berlebihan, dan tumbuhan yang hidup mempunyai
karakteristik yang khusus, seperti terdapatnya jaringan

36

lakuner terutama pada daun dan akar yang berperan dalam


memenuhi kebutuhan akan udara sebagai adaptasi
terhadap kekurangan oksigen.
Berdasarkan karakteristiknya dikenal 5 subkelompok
hidrofita, yaitu:
1) Hidrofita Tengelam dan Tertanam pada Substrat
Mempunyai epidermis yang tidak berkutikula, daun dan
cabang akar tereduksi dalam ukuran dan ketebalan.
Berkembang biak biasanya secara vegetatif. Contoh:
Vallisneria dan Elodea.

2) Hidrofita Terapung
Mampu berkembang biak secara cepat sehingga dalam
waktu yang singkat dapat menutupi seluruh permukaan
perairan.

Bila

terjadi

reproduksi

seksual

maka

penyerbukan terjadi pada atau di atas permukaan.


Contoh: Lemna, Eichornia, dan Salvia.

3) Hidrofita Terapung dengan akar tertanam dalam substrat


Mempunyai batang, akar dan tuber yang panjang. Daun
sering tertutup oleh lapisan lilin. Contoh: Nymphaea dan
Victoria

37

4) Hidrofita Menjulang dengan akar tertanam dalam


substrat. Akar cepat tumbuh dalam lumpur, daun
memperlihatkan variasi yang berbeda, baik bentuk
maupun struktur, antara yang mencuat ke udara dengan
yang terendam dalam air. Contoh: Acorus dan Typha

5) Hidrofita Melayang
Merupakan fitoplankton, mampu menyerap nutrisi
langsung dari air. Contoh: Oscillatoria dan Spirogyra

b. H a l o f i t a
Tumbuhan yang hidup dalam kadar garam yang
tinggi, mempunyai mekanisme untuk menerima garam
yang masuk dalam tubuhnya. Halofita harus mampu
mengatasi

masalah

kekeringan

fisiologi.

Tingginya

konsentrasi garam dalam tanah mungkin menghambat


peneyrapan air secara osmosis. Pada rawa pantai halofita
berada dalam kekeringan saat surut, dan pengaruh
kekurangan air dapat diimbangi dengan penyimpanan air
dalam tubuhnya sehingga bentuk halofita ini sering
memperlihatkan sifat sukulen. Contoh Acanthus ilicifolius,
dan berbagai tumbuhan di rawa bakau.

38

c.

Xerofita
Merupakan tumbuan yang teradaptasi untuk
daerah kering, sangat sedikit jumlahnya dan lebih
terkhususkan jika dibandingkan dengan kelompok
lainnya. Xerofita ini dapat dikelompokkan dalam dua
subkelompok besar, yaitu kelompok yang menghindar
terhadap kekeringan (xerofita tidak muirni), dan
kelompok yang memikul atau menahan situasi kering
(xerofita asli).
a) Menghindar terhadap kekeringan
Mencegah kekeringan dengan jalan melakukan
adaptasi dalam siklus hidup, morfologi, dan
fisiologi.
1)

Epemeral
Merupakan umumnya tumbuhan di padang
pasir, dengan siklus hidup dan tumbuhan
mulai dari biji sampai fase reproduksi dalam
beberapa minggu selama jumlah air memadai/
mencukupi.

Biasanya

biji

dilapisi

zat

pelindung dan tahan terhadap kekeringan yang


akan terlarut pada musim hujan sebelum
berkecambah.

39

2) Sukulenta
Merupakan

tumbuhan

perenial,

menghindar

dari

kekeringan dengan menyimpan sejumlah air dalam


jaringannya dan mereduksi kehilangan air. Air dapat
disimpan mungkin di daun seperti pada Agave, di
tangkai/dahan pada Cactaceae dan Euphorbiaceae atau di
batang pada Bombacaceae. Pada sekulenta, daun
tereduksi dalam ukuran lapisan kutikula yang tebal.

3) Freatofita
Sering dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena
laju transpirasinya yang tinggi dan mampu menghindar
dari kekeringan karena kemampuannya mencari dan
mendapatkan air. Strateginya tidak untuk menjaga air
tetapi akar yang sangat panjang yang mampu mencapai
lapisan freatik yang dalam dari air tanah, menyerapnya
dengan tekanan osmotik yang tinggi dari akarnya.

b.

Tahan Kekeringan
Merupakan xerofita sejati, dan biasanya berupa semak
yang memperoleh air dari tanah yang relatif kering.
Caranya dengan mengadakan tekanan defisit yang
cukup tinggi dalam sel-sel daun dan akar. Biasanya
juga mengurangi transpirasi dengan membentuk daun
yang kecil tetapi kuat.

40

4.7. Hubungan Tumbuhan dengan Faktor Biotik


Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada
makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu
berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau
individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian
banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme
dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang
kurang

erat.

Interaksi

antarorganisme

dapat

dikategorikan sebagai berikut.


a) Netral adalah hubungan tidak saling mengganggu
antarorganisme dalam habitat yang sama yang
bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan
kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya: antara
Lumut dengan lichen
b) Predasi adalah hubungan antara mangsa dan
pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat
sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup.
Sebaliknya,

predator juga berfungsi sebagai

pengontrol populasi mangsa. Contoh : Nepenthes sp.


dengan serangga.
c) Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang
berbeda

spesies,

satu organisme

hidup

pada

organisme lain dan mengambil makanan dari

41

hospes/inangnya

sehingga

bersifat

merugikan

inangnya. Contoh : benalu dengan pohon inang.


d) Komensalisme merupakan hubungan antara dua
organisme yang

berbeda spesies dalam bentuk

kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan;


salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya
tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon
yang ditumpanginya
e) Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme
yang berbeda spesies yang saling menguntungkan
kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang
hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
f) Amensalisme merupakan Hubungan diantara dua
organisme, yang satu tidak rugi dan tidak untung,
sedangkan yang lainnya dirugikan. Organisme yang
dirugikan disebabkan oleh adanya allelopathy.
Allelopathy dibagi dua golongan:
1) Autotoxic

yaitu

menghambat

allelopathy

pertumbuhan

dan

yang

dapat

mematikan

tumbuhan yang sejenis.


2) Antitoxic

yaitu

menghambat

allelopathy

pertumbuhan

dan

yang

dapat

mematikan

tumbuhan yang berbeda jenis.


Tumbuhan penghasil allelopathy antara lain:

42

1. Juglans nigra pada daun mengandung hydroxyjuglon


(racun juglon) yang menghambat perkecambahan dan
pertumbuhan spesies berbeda
2. Salvia

leucophylla

menghambat

mengandung

perkecambahan

dan

terpens

yang

pertumbuhan

spesies berbeda
3. Parthenium argentatum pada akar mengandung
senyawa

cinnamicacid

yang

menghambat

pertumbuhan spesies sejenis


4. Artemisia absinthium mengandung absinthine yang
menghambat

perkecambahan

dan

pertumbuhan

spesies berbeda
5. Encelia farinose pada daun mengandung senyawa 3acetyl

6-methoxybenzaldehyd

yang

menghambat

perkecambahan dan pertumbuhan spesies berbeda


6. Helianthus annuus pada akar mengandung senyawa
allelopathy yang menghambat pertumbuhan spesies
sejenis dan berbeda jenis

g) Kompetisi merupakan Suatu interaksi ekologi dimana


kedua spesies berpotensi mengalami kerugian. Kesamaan
kebutuhan sumber daya yang keberadaannya terbatas
(makanan, tempat tinggal, pasangan kawin) penyebab
kompetisi. Contoh: Shorea laevis dan Dipterocarpus sp
berebut cahaya matahari

43

BAB
POPULASI

III

opulasi merupakan sekelompok organisme dari


spesies yang sama yang menempati suatu ruang
tertentu, dan mampu melakukan persilangan

diantaranya dengan menghasilkan keturunan yang fertil.


Dengan demikian hubungan antara organisme satu dengan
organisme lainnya dalam populasi dapat melalui dua jalan
yaitu hubungan genetika dan hubungan ekologi.

3.1. Populasi Lokal dan Ras Ekologi


Sekelompok individu memiliki potensi secara
genetika terisolasi oleh adanya penghalang (barier) baik
yang terbentuk secara alami maupun terbentuk oleh
aktivitas manusia.Persilangan hanya memungkinkan
terjadi diantara anggota kelompok itu sendiri. Kelompok
organisme - organisme yang terisolasi tersebut biasanya
disebut populasi lokal. Populasi lokal merupakan unit
dasar dalam proses evolusi.Pertukaran gen terjadi secara
terus-menerus dalam waktu yang relatif lama sehingga
terjadi struktur gen yang khusus untuk kelompok tersebut
dan akan berbeda dengan struktur gen populasi lokal
lainnya meskipun untuk spesies yang sama. Hal ini

44

dikarenakan adanya seleksi alami yang beroperasi


terhadapnya sehingga menghasilkan individu-individu
dengan susunan gen yang memberi kemungkinan untuk
bertahan

terhadap

lingkungan

lokal

dan

akan

berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika


dibandingkan dengan individu-individu yang tidak tahan.
Salah satu cara agar suatu populasi lokal dapat
teradaptasi terhadap suatu lingkungan adalah dengan
pengembangan

dan

pengelolaan

keanekaragaman

genetiknya melalui reproduksi seksual dalam populasi.


Hasilnya adalah sekelompok atau susunan individuindividu

yang

masing-masing

berbeda

dalam

toleransinya terhadap lingkungan, salah satunya ada


kemungkinan mempunyai kemampuan yang sangat baik
dalam toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang
ekstrim daripada rata-rata anggota populasi lainnya.
Dengan demikian kehetrogenan struktur gen dari anggota
populasi

mempersiapkan

kehancurnnya

akibat

populasi

lingkungan,

misal

terhadap
terhadap

kemarau yang panjang. Hal yang sejalan terjadi pula


dalam kurun waktu yang relatif lama dan lamban sebagai
reaksi terhadap perubahan iklim, dalam hal ini bisa
ratusan

bahkan

ribuan

tahun.

Dengan

demikian

keheterogenan struktur gen merupakan cara dalam


mempertahankan hidup atau kelulusan hidup, dan ini

45

sebagai mekanisme teradaptasinya suatu populasi akibat


seleksi alam.
Populasi lokal yang secara umum berada pada
kawasan dengan kondisi lingkungan yang relatif sama
memiliki kecenderungan untukmemperlihatkan toleransi
terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan
berbeda toleransinya dengan spesies lokal lainnya (dari
spesies yang sama) yang berada pada kondisi lingkungan
yang berbeda.Populasi lokal seperti ini biasa dikenal
dengan ras ekologi. Contoh yang terkenal dari ras
ekologi adalah di Skandinavia dimana terdapat dua
populasi yang secara sistematik dimasukkan dalam satu
spesies yang sama meskipun kedua populasi ini
mempunyai karakteristik yang berbeda. Populasi di
daerah pegunungan mempunyai karakteristik bentuk
morfologi yang kerdil dan berbunga cepat, sedangkan
populasi di daerah pantai bentuk morfologinya tinggi
tetapi berbunga lambat. Orang semula memperkirakan
bila individu dari populasi di pegunungan dipindahkan
atau ditumbuhkan di pantai maka akan tumbuh dengan
karakteristik populasi pantai, demikian pula sebaliknya.
Akan tetapi setelah Goete Turesson mencobanya, yaitu
individu dari populasi pegunungan ditumbuhkan di
pantai, dan individu dari populasi pantai ditumbuhkan di
pegunungan, ternyata masing-masing tumbuh sesuai

46

dengan karakteristik asalnya. Hal ini memperlihatkan


bahwa

masing-masing

anggota

populasi

sudah

sedemikian rupa terseleksi oleh alam lingkunganya


dalam waktu yang cukup lama, sehingga karakterisktik
susunan gennya bersifat khusus. Contoh-contoh lain
biasanya akan diketemukan pada daerah kontinental
yang luas. Jadi suatu ras ekologi adalah juga populasi
lokal

yang

terbentuk

oleh

karakteritik

individu-

individunya. Apabila perubahan lingkungan pada suatu


kawasan yang luas berubah secara teratur, maka adaptasi
genetiknya akan terjadi secara teratur pula, dan dengan
demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang
nyata seperti pada ras yang terbentuk adalah suatu seri
tumbuhan,

yang

berurutan,

yang

memperlihatkan

keteraturan secara terus-menerus atau kontinu dalam


sifat

genetiknya sebagai penentu dalam toleransi

terhadap

lingkunganya.

Populasi-populasi

dari

sekelompok organisme-organisme dengan karakteristik


yang berbeda secara teratur atau berurutan ini disebut
ekoklin. Jadi berdasarkan dua hal di atas, maka suatu
spesies dapat merupakan ras ekologi atau berupa
kompleks dari ekoklin.
Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu
melalui ekologi populasi yang mendalami pertumbuhan
suatu populasi dan interaksi diantara populasi-populasi

47

yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor


lingkungan yang terkontrol ataupun tidak terkontrol.
Pendekatan lainnya yaitu mempelajari satu atau lebih
populasi lokal dari suatu spesies dalam usaha untuk
mempelajari

genetik

spesies

sebagai

penentu

toleransinya terhadap kondisi lingkungannya, kajian ini


disebut ekologi gen atau ekologi fisiologi perbandingan.
Pembahasan selanjutnya akan ditekankan pada
ekologi populasi. Besarnya suatu populasi di suatu
kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam suatu
peristilahan

kerapatan

atau

kepadatan

populasi.

Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam jumlah


individu persatuan luas, atau dapat pula dinyatakan
dalam biomasa persatuan luas (bila populasi tersebut
dibentuk oleh individu-individu dengan ukuran berbeda,
ada kecambah, ada anakan dan tumbuhan dewasa serta
tumbuhan tua).
Dalam
besarannya
mempelajari

perjalanan
akan

waktu

mengalami

suatu

populasi

perubahan.

perubahan-perubahan

ini

Dalam

pengertian

kecepatan memegang peranan penting, dan perubahan


populasi ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor
(kelahiran atau regenerasi, kematian, perpindahan masuk
dan perpindahan keluar). Dalam ekologi tumbuhan
dinamika populasi ini merupakan kajian yang menarik

48

dikaitkan dengan kajian suksesi. Besarnya populasi


tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh kapasitas
tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat
ditampung dalam suatu ekosistem dimana organisme itu
masih dapat hidup. Dalam keadaan ini persaingan intra
spesies adalah dalam keadaan maksimal yang dapat
ditanggung oleh organisme tersebut.
Meskipun dalam pembahasan di atas populasi
seolah-olah tetap pada kapasitas tampungnya, tetapi pada
kenyataanya berkecenderungan untuk berfluktuasi di atas
dan di bawah kapasitas tampungnya. Berbagai faktor
sebagai pendorong untuk terjadinya fluktuasi ini, yaitu
perubahan

musim

yang

menyebabkan

perubahan-

perubahan faktor fisika dan mungkin juga kimia


lingkungannya. Contoh yang menarik adalah kenaikan
jumlah plankton yang sangat menyolok pada musim
tertentu, disebut plankton bloom. Fluktuasi tahunan
yang disebabkan:
a. Faktor dalam, misalnya karakteristik atau toleransi
yang berbeda antara tumbuhan dewasa dengan
kecambah dan anakan pohonnya.
b. Faktor luar, misalnya intraksi dengan populasi lain,
baik tumbuhan maupun hewan.

49

3.2. Pola Penyebaran Individu


Penyebaran atau distribusi individu dalam suatu
populasi

bisa

bermacam-macam.

Pada

umunya

memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu: penyebaran


secara

acak,

penyebaran

merata

dan

penyebaran

berkelompok. Penyebaran secara acak jarang terdapat di


alam. Penyebaran semacam ini biasanya terjadi apabila
faktor lingkungannya sangat seragam untuk seluruh
daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifatsifat untuk berkelompok dari organisme tersebut.
Penyebaran

secara

merata

umum

terdapat

pada

tumbuhan. Penyebaran semacam ini terjadi apabila ada


persaingan yang kuat di antara individu-individu dalam
populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan
untuk mendaptkan nutrisi dan ruang. Penyebaran secara
berkelompok adalah yang paling umum terdapat di alam.
Pengelompokan ini terutama disebabkan oleh berbagai
hal:
a. Respons dari organisme terhadap perbedaan habitat
secara lokal
b. Respons dari organisme terhadap perubahan cuaca
musiman
c. Akibat dari cara atau proses reporduksi/regenerasi
d. Sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yang
menunjang untuk terbentuknya kelompok atau koloni.

50

(a). Berkelompok

(b). Teratur

(c). Menyebar

Dalam ekologi populasi ini dikembangkan suatu cara


untuk memahami pola distribusi dari individu dalam
populasinya,

diantaranya

yaitu

dengan

memanfaatkan

penyebaran Poisson dengan asumsi pertama individuindividu menyebar secara acak. Perlu diingat cara ini akan
memberikan hasil yang baik apabila jumlah individu setiap
satu meter perseginya adalah rendah.
Berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu
adalah acak maka dapat didefenisikan bahwa varians (V)
adalah sama dengan harga rata-rata (X), jadi apabila varians
lebih besar dari harga rata-rata maka penyebaran individu
adalah berkelompok dan sebaliknya apabila varians lebih
kecil dari harga rata-rata maka penyebarannya merata.

51

3.3. Susunan Individu Berdasarkan Waktu


Susunan individu dalam populasi dapat dikaji
berdasarkan skala waktu yang meliputi kelahiran,
kematian, laju reproduksi dan masa hidup (umur). Ilmu
yang

mempelajarinya

disebut

Demography.

Tiap

individu dalam populasi memiliki sifat-sifat tersendiri


dalam laju kelahiran, kelompok umur dan rata-rata masa
hidup. Tidak seperti hewan yang berhenti tumbuh setelah
dewasa, tumbuhan perennial memiliki meristem primer
dan sekunder yang secara teoritis mampu tumbuh
bertambah besar dan panjang selamanya. Selain itu
beberapa jenis tumbuhan dapat bereproduksi secara
vegetatif sehingga individu tersebut dapat terus hidup
melalui perwakilan tubuhnya yang telah menjadi
individu baru dengan ciri genetik yang sama. Oleh
karena itu makhluk hidup yang memiliki umur paling
lama di dunia adalah tumbuhan, seperti lichen dapat
berumur sampai 4.500 tahun, klon shrub 3.000 4.000
tahun, pohon conifer 5.000 tahun. Beberapa benih
tumbuhan tertentu dapat mengalami dormansi sampai
selama 1.000 10.000 tahun. Namun demikian sebagian
besar akhirnya mati karena serangan penyakit, kerusakan
fisik, pemangsaan hewan atau perubahan lingkungan.

52

Tumbuhan memiliki beberapa problem dalam studistudi demography dibanding hewan. Konsep individu
dipaksakan pada golongan yang dapat bereproduksi secara
vegetatif melalui rizhom, stek atau bagian tubuh lainnya.
Dengan cara ini individu dapat meluas menutupi area yang
luas dalam waktu yang lama sehingga terminologi kematian,
kelahiran dan masa hidup menjadi berbeda dengan tumbuhan
yang benar-benar satu individu. Problem lainnya adalah
waktu

germinasi

tidak

berhubungan

dengan

waktu

reproduksi. Tumbuhan gurun di Timur Tengah Blepharis


persica meninggalkan bijinya dalam buah sampai 10 tahun
atau lebih sampai ada hujan lebat yang melepaskannya untuk
berkecambah 3 jam kemudian. Spesies Chaparral ceanothus
menghasilkan biji dengan mantel keras yang menunda
germinasi sampai beberapa tahun sehingga sejumlah kecil
biji-biji yang tumbuh tidak menggambarkan jumlah biji yang
besar dalam tanah. Tingkat plastisitas penotiphic yang
ditunjukkan oleh tumbuhan dapat begitu besar sehingga
aspek-aspek demography dapat bervariasi pada spesies yang
sama dalam waktu atau ruang. Laju pertumbuhan, awal
reproduksi, ukuran tumbuhan dan masa hidup semuanya
dapat dimodifikasi oleh lingkungan.

53

3.4. Masa Hidup


Ada lima karakteristik masa hidup tumbuhan dan
masing-masing karakteristik ini berhubungan dengan
bentuk hidupnya, yaitu tumbuhan annual, biannual,
herbaceous perennial, sufrutescent shrub dan woody
perennial.
a. Tumbuhan annual hidup selama satu tahun atau
kurang. Rata-rata hidup mereka adalah 1 8 bulan,
bergantung pada spesies dan lingkungannya ( spesies
gurun mungkin dapat melengkapi daur hidupnya
selama 8 bulan setahun atau 1 bulan pada daur
berikutnya tergantung pada curah hujan). Tetapi ada
tumbuhan annual yang sangat singkat daur hidupnya
seperti Boerrhavia repens dari Gurun Sahara, dimana
masa hidup dari biji kemudian jadi biji lagi hanya 10
hari. Tumbuhan annual biasanya termasuk golongan
herba yaitu golongan yang kehilangan meristem
sekunder untuk memproduksi jaringan kayu. Mereka
mati setelah menghasilkan biji. Hal ini dapat
disebabkan oleh kehabisan nutrisi, perubahan hormon
atau ketidakmampuan jaringan nonkayu untuk tegak
pada lingkungan yang tidak nyaman setelah masa
pertumbuhan.

54

b. Tumbuhan biannual hidup selama 2 tahun, juga


merupakan herbaceus. Tahun pertama adalah masa
pertumbuhan vegetatif dan reproduksi terjadi pada
tahun kedua kemudian diikuti kematian tumbuhan. Di
bawah kondisi pertumbuhan yang miskin masa
vegetatif dapat lebih panjang dari satu tahun.

c. Tumbuhan perennial herbaceus dapat hidup selama 20


30 tahun meskipun ada jenis pengecualian yang
dapat hidup 400 800 tahun. Tumbuhan ini mati dan
kembali ke sistem perakaran pada akhir masa
pertumbuhan. Sistem perakaran menjadi berkayu
tetapi bagian diatas tanah adalah herbaceus. Mereka
memilki juvenil (anakan), masa vegetatif 2 8 tahun
kemudian berkembang dan bereproduksi secara
periodik 2 3 tahun sekali atau hanya sekali pada
akhir masa hidupnya. Karena mereka kehilangan
lingkaran tahunnya maka sedikit dari tumbuhan ini
yang kelihatan telah tua dan untuk menentukan
usianya dapat dengan cara menghitung daun-daun
yang luka atau berparut-parut atau dengan mendugaduga laju penyebaran gerombolnya.

55

d. Tumbuhan shrub sufrutescent (sub-shrub) adalah jenis


perantara dari perennial herbaceus dan shrub sejati.
Mereka berkembang perennial, jaringan kayu hanya
pada daerah dekat pangkal batang dan sisa batang
keatasnya merupakan herbaceus yang kemudian
kembali mati tiap tahun. Mereka umumnya berukuran
kecil kira-kira 25 cm dan hidupnya lebih singkat
dibanding shrub sejati. Tumbuhan perennial woody
(berkayu: pohon dan shrub) memiliki hidup paling
panjang. Shrub 30 50 tahun, pohon angiosperm 200
300 tahun dan pohon conifer 500 1000 tahun.
Perennial berkayu menghabiskan 10% pertama dari
masa hidupnya sebagai anakan yang seluruhnya
merupakan fase vegetatif, kemudian masuk fase
kombinasi vegetatif dan reproduksi dan mencapai
puncak fase reproduksi beberapa tahun sebelum
kematiannya.

3.5. Distribusi Umur


Tiap individu dalam populasi selama masa
hidupnya dapat dibagi atas 8 fase yaitu:
(1) Benih yang mampu tumbuh
(2) Semai
(3) Anakan
(4) Vegetatif remaja (immature)

56

(5) Vegetatif dewasa (mature)


(6) Masa awal reproduksi
(7) Vigor maksimum (reproduksi dan vegetatif)
(8) Senescent

Jika suatu populasi hanya memiliki 4 5 fase yang


pertama menunjukkan populasi ini merupakan populasi
pengganti dan merupakan bagian dari komunitas seral. Jika
populasi memiliki ke delapan fase menunjukkan populasi
yang stabil dan merupakan bagian dari komunitas klimaks.
Dan jika populasi hanya memiliki 4 fase yang terakhir berarti
populasi tidak dapat memelihara diri sendiri dan merupakan
bagian dari komunitas seral. Mengetahui distribusi umur dari
suatu populasi memungkinkan kita untuk menggunakan
demography sebagai penduga dalam komunitas ekologi.

3.6. Kurva Kehidupan


Jika kita mengamati individu-individu dalam
populasi dari mulai lahir sampai mati maka kita dapat
menggambarkannya dalam 3 tipe kurva berdasarkan tiap
pertambahan umur. Tipe I populasi sedikit mati pada
masa muda dan sebaliknya banyak mati pada saat
dewasa dengan masa hidup yang pendek. Tipe II
populasi memiliki kematian yang konstan pada semua
tingkat umur. Tipe III populasi memiliki kematian yang

57

tinggi pada masa muda. Individu sedikit yang dapat


hidup mencapai dewasa memiliki resiko kematian yang
rendah dan melanjutkan kehidupan yang lama.

3.7. Alokasi Sumber-Sumber Kehidupan


Spesies tumbuhan memiliki pola alokasi sumbersumber kehidupan yang membuatnya tetap bertahan dari
kepunahan. Pola-pola ini telah dihasilkan dan diperhalus
melalui seleksi alam. Pola alokasi sumber-sumber dari
tiap

spesies

sebagian

ditentukan

oleh

nichenya.

Organisme memiliki sejumlah energi dan waktu yang


terbatas untuk melengkapi siklus hidupnya. Waktunya
sendiri tidak dialokasikan tetapi penting dalam perolehan
energi fotosintetik dan dalam pemanfaatan energi untuk
pemeliharaan. Sebagian dari total energi yang tersedia
digunakan untuk tiap aktivitas dalam siklus kehidupan
untuk akar, batang, daun, bunga, benih atau buah dan
sebagian untuk pertumbuhan, pemeliharaan atau untuk
pertahanan dari herbivor. Sejumlah waktu dihabiskan
dalam fase dorman, anakan, fase vegetatif, dewasa dan
fase reproduksi.

58

Organisme berada dalam sebuah kontinuitas antara 2


(dua) ekstrem strategi alokasi sumber yaitu r dan k.
a.

Strategi r yaitu tumbuhan hidup singkat dengan cepat


dewasa, menghuni habitat terbuka dalam komunitas seral
dan mencurahkan sebagian besar hasil fotositesisnya
untuk menghasilkan bunga, buah dan biji. Ukuran
populasi mereka rapat tetapi tidak saling bergantung
yaitu ukuran populasinya dikendalikan oleh faktor fisik
seperti kebakaran, banjir, salju, masa kering dan lainlain. Rumput dan jenis-jenis pioner adalah contoh
populasi strategi r.

b. Strategi k yaitu tumbuhan memiliki masa hidup yang


lama, menghuni tempat tertutup, berada dalam seral
akhir atau komunitas klimaks dan mencurahkan sebagian
kecil hasil fotosintesisnya untuk reproduksi. Ukuran
populasinya rapat dan saling bergantung yaitu ukuran
populasinya dikendalikan oleh interaksi biotik seperti
kompetisi. Ukuran populasi berhubungan erat dengan
daya dukung habitat. Pohon-pohon hutan merupakan
contoh tumbuhan strategi k.

59

BAB
KOMUNITAS

IV

onsep komunitas merupakan salah satu dari asasasas dalam pemikiran dan praktek ekologi yang
paling penting. Konsep komunitas dianggap

penting dalam praktek ekologi sebab apa yang akan terjadi di


dalam komunitas akan dialami juga oleh organisme. Jadi, jika
ingin mengendalikan organisme baik mendukung atau
memusnahkan organisme cara terbaik adalah dengan
mengubah

komunitasnya.

Komunitas

dapat

dibedakan

dengan jelas dan dipisahkan satu dari lainnya

4.1. Pengetian Komunitas


Komunitas didefinisikan sebagai kumpulan dari
berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan
daerah

tertentu

yang

saling

berinteraksi

dan

mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki


derajat

keterpaduan

yang

lebih

kompleks

jika

dibandingkan dengan individu dan populasi (Wolf,


1990).

Berdasarkan

pandangan

individualistik,

komunitas tumbuhan terdiri dari kelompok tumbuhan


yang masing-masing mempertahankan individualitasnya.
Adanya

individualitas

menghambat

adanya

tumbuhan
hubungan

bukan
tertentu

berarti
diantara

60

tumbuhan dalam komunitas (Rahardjanto, 2001). Konsep


komunitas tumbuhan penting dalam penelitian ekologi
karena apa yang terjadi dalam suatu komunitas akan
mempengaruhi makhluk hidup lainnya dalam komunitas
tersebut.

4.2. Struktur Komunitas


Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu
cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan
bentuk atau struktur vegetasi. Satuan vegetasi yang
dipelajari atau diselidiki dalam ekologi hutan berupa
komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret
dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu
habitat. Hasil analisis komunitas tumbuhan menyajikan
secara deskripsi tentang komposisi spesies dan struktur
komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh
jumlah individu dari setiap spesies organisme. Hal yang
demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu
spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas,
bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan
sistem dan

akhirnya

berpengaruh

pada

stabilitas

komunitas itu sendiri (Heddy et al., 1986).

61

Struktur komunitas tumbuhan dapat dikaji secara kualitatif


kuantitatif dan sintesis
a. Kualitatif
Kajian kualitatif dari komunitas tumbuhan meliputi bentuk
hidup, fenologi dan vitalitas (kapasitas pertumbuhan dan
perkembangbiakan dari organisme)
b. Kuantitatif
Kajian kuantitatif komunitas meliputi kerapatan, frekuensi
kehadiran dan dominansi. Frekuensi kehadiran merupakan
nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di
dalam suatu habitat. Kerapatan (densitas) dinyatakan
sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau
persatuan luas/volume atau persatuan penangkapan.
c. Sintesis
Kajian sintesis pada komunitas meliputi kajian dinamika
komunitas atau yang lebih dikenal sebagai suksesi.

4.3. Sifat Komunitas


Selain memiliki struktur, komunitas juga memiliki sifat
antara lain:
1) Fisiognomi
Fisiognomi adalah kenampakan eksternal
vegetasi, struktur vertikal (arsitektur atau struktur
biomasa) dan bentuk pertumbuhan (growth form) dari
takson dominan. Fisiognomi merupakan sifat yang

62

muncul pada komunitas. Struktur vertikal mengacu


pada tinggi dan penutupan kanopi tiap lapisan dalam
komunitas. Penutupan kanopi dinyatakan sebagai
persentase tanah yang ditutupi oleh kanopi jika kanopi
diproyeksikan ke bawah. Penutupan dapat juga
dinyatakan sebagai leaf area index (LAI).

2) Komposisi spesies
Komposisi spesies suatu komunitas juga
sangat penting karena komunitas ditentukan atas dasar
floristik.

Kelimpahan (abundance), arti penting

(importance) atau dominasi tiap spesies dapat


dinyatakan secara numerikal sehingga komunitas
dapat

dibandingkan

atas

dasar

kesamaan

dan

perbedaan spesies.

3) Susunan ruang
Susunan ruang spesies adalah sifat lain
komunitas. Individu dalam suatu spesies dapat
terdistribusi

(distribute)

mengelompok (clumped)
(overdispered). Arti

secara

acak

atau

atau terlalu memancar

penting interaksi spesies dan

interdependensi terhadap komunitas memperkirakan


bahwa komunitas stabil, memperlihatkan lebih banyak
terjadinya interaksi spesies pada komunitas sementara

63

(transient). Pemberian nama komunitas berdasarkan


pada fisiognomi, life form dan tumpang tindih niche
sangat berguna karena kemungkinan perbandingan
tegakan (stand) yang terpisah jauh mempunyai
persamaan floristik.

4) Kekayaan spesies
Kekayaan spesies adalah jumlah spesies dalam
area pada suatu komunitas. Setiap spesies nampaknya
tidak mempunyai jumlah individu sama.

5) Kemerataan spesies
Kemerataan

atau

ekuibilitas

spesies

merupakan agihan individu antar spesies. Kemerataan


menjadi maksimum jika semua spesies mempunyai
jumlah individu yang sama.

6) Diversitas spesies
Diversitas

spesies

merupakan

gabungan

kekayaan dan kemerataan. Diversitas spesies adalah


kekayaan spesies yang di bobotkan oleh kemerataan
spesies dan terdapat rumus untuk menyatakan
bilangan indeks tunggal. Secara biologis, diversitas
adalah heterogenitas populasi suatu komunitas.

64

4.4. Interaksi antar Komunitas


Komunitas

adalah

kumpulan

populasi

yang

berbeda di suatu daerah yang sama dan saling


berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas
sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh
bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang,
burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari
ganggang,

zooplankton,

fitoplankton

ikan

dan

dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi


interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai
ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua
komunitas tersebut. Interaksi antarkomunitas cukup
komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi
juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas
dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur
karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut
dan darat.

4.5. Dinamika Komunitas


Semua organisme beserta lingkungannya bersifat
dinamis, artinya bahwa diantara mereka selalu terjadi
interaksi sehingga menghasilkan perubahan. Setiap
organisme akan berusaha menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan melalui perubahan pada tubuh dan
fungsinya,

sedangkan lingkungan juga

mengalami

65

perubahan melalui proses fisik atau biogeokimia untuk


mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan
keseimbangan sistem dalam komunitas.
Perubahan

komposisi

dan

struktur

dalam

komunitas dapat dengan mudah di-amati atau terlihat dan


seringkali

perubahan

komunitas

oleh

itu

berupa

komunitas

lain

pergantian
setelah

satu

beberapa

gangguan, seperti kebakaran besar atau ledakan gunung


berapi. Daerah yang terganggu itu bisa dikolonisasi oleh
berbagai varietas spe-sies, yang secara perlahan-lahan
digantikan oleh suatu komunitas spesies lain.
Perubahan komunitas

pada

dasarnya

dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:


1) Perubahan iklim
Perubahan atau fluktuasi iklim dalam skala dunia
yang meliputi ribuan tahun telah memberikan reaksi
penyesuaian dari ekosistem di dunia ini. Bentuk
perubahan ini meliputi perubahan dalam periode
waktu yang lama dari penyebaran tumbuhan dan
hewan, yang akhirnya sampai pada bentuk-bentuk
ekosistem sekarang.

2) Pengaruh faktor luar

66

Faktor luar seperti api dapat menginduksi perubahan


komunitas baik untuk sementara maupun untuk waktu
yang relatif lama. Begitu pula pengaruh faktor lainnya.
3) Karakteristik dari sistem ekologi
Perubahan pada sistem ekologi dikenal sebagai suksesi
ekologi.

Suksesi

ekologi

dapat

diartikan

sebagai

perubahan dalam komunitas yang berkembang ke arah


pemasakan atau pematangan atau Steady state.

Dinamika di alam adalah suatu kenyataan yang tidak


dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang ada sebenarnya
hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses
perubahan yang tidak pernah ada akhirnya. Keadaan
keseimbangan yang tam-paknya begitu mantap, hanyalah
bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika
salah satu dari komponennya mengalami perubahan.

4.5.1. Pengertian Suksesi


Sudah diketahui secara meluas bahwa apabila
suatu kebun tidak dipelihara atau lapangan rumput yang
tidak pernah dipotong secara teratur maka vegetasinya
akan mengalami perubahan. Berbagai tumbuhan liar
akan tumbuh dan mengubah sama sekali karakteristik
dari vegetasi asalnya.

67

Suatu lahan pertanian yang tidak digarap, maka herba,


perdu, dan pohon liar akan tumbuh menguasai lahan
pertanian tersebut dan apabila kondisi tanahnya sesuai,
memungkinkan

vegetasi

tersebut

akan

berkembang

membentuk komunitas hutan. Perubahan yang sama akan


terjadi pula pada lahan-lahan yang baru terbentuk secara
alami, seperti delta, bukit pasir, daerah aliran lahar atau lava.
Pada permulaannya tanah belum matang, nutrisi organik
belum ada, permukaan sangat terbuka dan kondisinya belum
menunjang kehidupan di atasnya. Namun, dalam jangka
waktu yang lama akan tertutup oleh populasi tumbuhan yang
kemudian membentuk komunitas dan pada akhirnya akan
berkembang menjadi ekosistem hutan.
Vegetasi yang pertama kali masuk biasanya berupa
tumbuhan pelopor atau pionir, yaitu tumbuhan yang
berkemampuan tinggi untuk hidup pada keadaan lingkungan
yang serba terbatas atau mempunyai berbagai faktor
pembatas, seperti kesuburan tanah yang rendah sekali,
kekurangan atau ketiadaan air dalam tanah, intensitas cahaya
yang terlalu tinggi dan sebagainya. Kehadiran kelompok
pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang
memungkinkan tumbuhan lain dapat hidup. Koloni tumbuhan
pionir ini akan menghasilkan proses pembentukan lapisan
tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan
materi organik ketika terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan

68

yang mati. Proses akan berkembang sesuai dengan perubahan


waktu, dan akan menciptakan komunitas tumbuhan yang
semakin lama semakin padat dan kompleks yang mengarah
pada pematangan bentuk komunitas tumbuhannya. Seluruh
proses pematangan bentuk komunitas atau ekosistem ini
disebut suksesi.
Tansley (1920)

mendefinisikan suksesi sebagai

perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas tumbuhan


dalam suatu daerah tertentu dimana terjadi pengalihan dari
suatu jenis tumbuhan oleh jenis tumbuhan lainnya (pada
tingkat populasi). Clements (1916) menuliskan pendapatpendapatnya yang sangat persuasif, ia menyatakan bahwa
vegetasi dapat disejalankan dengan organisma super,
mampu memperbaiki atau mengelola dirinya sendiri bila
terjadi gangguan atau kerusakan.
Suksesi vegetasi menurut Odum (1971) adalah urutan
proses pergantian komu-nitas tanaman di dalam satu
kesatuan habitat, adanya pergantian komunitas cenderung
mengubah lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk
komunitas lain sampai kese-imbangan biotik dan abiotik
tercapai.
Salisbury

(1972) mendefinisikan suksesi sebagai

kecenderungan kompetitif setiap individu dalam setiap fase


perkembangan sampai mencapai klimaks.

69

Jadi, suksesi dapat didefinisikan sebagai suatu proses


perubahan atau perkembangan komunitas menuju ke arah
pendewasaan yang berlangsung lambat, teratur, pasti, dan
terarah serta dapat diramalkan.

Menurut Clements (1974) dalam mekanisme suksesi dikenal


adanya enam sub-komponen, yaitu:
1) Nudasi
Terbukanya

lahan

yang

mengakibatkan

terjadinya

substrat baru
2) Migrasi
Kehadiran migrula atau organ pembiak tumbuhan
3) Eksesis
Perkecambahan,

pertumbuhan,

reproduksi,

dan

penyebaran
4) Kompetisi
Terjadi persaingan sehingga adanya pengusiran satu
spesies oleh spesies lainnya.
5) Reaksi
Terjadi perubahan pada ciri dan sifat habitat oleh jenis
tumbuhan
6) Stabilitasi
Stabilisasi menghasilkan komunitas tumbuhan pada
tingkatan yang matang

70

Proses perubahan komunitas tumbuhan atau vegetasi


yang yang menggambarkan bertambah kayanya suatu daerah
oleh berbagai jenis tumbuhan yang hidup di atasnya disebut
suksesi progresif. Perubahan vegetasi dapat pula mengarah
pada

penurunan

jumlah

jenis

tumbuhan,

penurunan

kompleksitas struktur komunitas tumbuhan. Hal ini terjadi


biasanya akibat penurunan kadar zat hara dari tanah,
misalnya akibat degradasi habitat. Perubahan komunitas
tumbuhan yang mengarah kepada kondisi yang lebih
sederhana disebut suksesi retrogresif atau suksesi regresif.
Gams (1918) mengkategorikan suksesi dalam 3 (tiga)
keadan yaitu :
a. Suksesi dengan urutan normal
Suksesi yang berasal dari adanya pengaruh terhadap
vegetasi yang terus menerus dan cepat. Misalnya vegetasi
rumput yang selalu terinjak-injak ternak, di mamah biak,
dijadikan

tempat

beristirahat

ternak,

atau

tempat

berguling-guling ternak. Kondisi vegetasi akan mengalami


Fase perubahan selama ternak tetap berada di tempat itu.
b. Suksesi dengan urutan berirama
Suksesi yang berasal dari gangguan berulang-ulang,
berbentuk siklus, tetapi mempunyai interval waktu antara
satu gangguan dengan gangguan berikutnya. Misalnya
terjadi pada perubahan vegetasi karena adanya proses
rotasi dalam pemanfaatan lahan pertanian.

71

c. Suksesi dengan urutan katastrofik


Suksesi yang terjadi secara hebat dan tiba-tiba, tidak
berirama. Misalnya meletusnya gunung berapi, gempa
bumi,

kebakaran,

penebangan,

pengeringan

habitat

akuatik.

4.4.2. Penyebab Suksesi


Beberapa faktor penyebab suksesi baik alami maupun
tidak alamai atau buatan berikut ini adalah :
1) Iklim
Fluktuasi keadaan iklim membawa akibat rusaknya
vegetasi

baik

sebagian

maupun

seluruhnya.

Kondisi ini menyebabkan suatu tempat yang baru


(kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya
adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim.
Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali
membawa keadaan yang tidak menguntungkan
pada vegetasi.

2) Topografi
Suksesi terjadi karena perubahan kondisi tanah,
antara lain:

72

a. Erosi
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam
proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi
penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan ak-hirnya
proses suksesi dimulai.

b. Pengendapan (sedimentasi)
Erosi menyebabkan tanah di suatu tempat mengendap
sehingga

menutupi

merusaknya.

vegetasi

Kerusakan

yang

vegetasi

ada

dan

menyebabkan

suksesi berulang kembali di tempat tersebut.

3) Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang menjadi
pengganggu di lahan pertanian mengakibatkan kerusakan
vegetasi. Tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau jika
mengalami rusak berat, maka akan berganti vegetasi.

4) Bencana Alam
Peristiwa bencana alam dapat menghilangkan semua
jenis

mahluk

hidup

disuatu

tempat

atau

hanya

menghilangkan sebagian, demikian pula pada habitat.


Kemudian di habitat yang baru secara perlahan muncul
komunitas baru kembali.

73

4.4.3. Jenis Suksesi


Mueller (1974) menyatakan, suksesi ada dua
tipe, yaitu suksesi primer dan suk-sesi sekunder.
Perbedaaan dua tipe suksesi ini terletak pada kondisi
habitat awal proses terjadinya suksesi.
a. Suksesi primer (Primary succession)
Suksesi primer merupakan suatu tahapan
perubahan komunitas biotik ke ko-munitas biotik
lain, yang dimulai dengan kehadiran tumbuhan
pioner disuatu tempat berbatu yang belum pernah
dijumpai adanya komunitas biotik tersebut sebelumnya, kemudian menjadi ekosistem hutan klimaks
(climax forest ecosystem). Terjadi bila komunitas
asal mengalami gangguan berat sekali sehingga
mengakibatkan komunitas asal hilang secara total
dan di tempat komunitas asal terbentuk komunitas
lain di habitat baru tersebut. Pada habitat baru ini
tidak

ada

lagi

organisme

yang

membentuk

komunitas asal tertinggal. Gangguan ini dapat terjadi


secara alami seperti letusan gunung api, tanah
longsor, endapan lumpur dimuara sungai, endapan
pasir di pantai, maupun akibat aktivitas manusia
seperti pertambangan. Proses suksesi primer ini
membutuhkan waktu yang lama sampai ratusan
tahun.

74

Suksesi primer dimulai di atas bongkahan batu pada pulau


yang baru timbul, delta yang baru terbentuk, danau baru dan
sebagainya. Pelapukan batu-batuan pada ekosistem yang
rusak total karena pengaruh iklim (hari panas, kering dan
waktu hujan, dingin atau basah), mengandung bahan unsur
mineral dan organik yang da-pat ditumbuhi oleh tetumbuhan
pioner (lumut kerak dan algae). Pengaruh iklim terus
berlangsung hingga bahan mineral dan bahan organik
semakin tebal sehingga dapat ditumbuhi oleh tumbuhan herba
dan tahunan. Jika jalannya suksesi dipengaruhi atau
ditentukan oleh iklim disebut dengan klimaks-klimatis. Jika
dipengaruhi oleh habitat/tanah disebut klimaks edaphis.
Tumbuhan atau organisme yang mam-pu menghuni untuk
pertama kalinya substrat yang baru digolongkan sebagai
organisme pionir yang mempunyai toleransi besar terhadap
berbagai faktor lingkungan yang ekstrim.

Gambar 4.1. Suksesi Primer

75

Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah


longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru
di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan
dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan
timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh yang terdapat di
Indonesia adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau
yang pernah meletus pada tahun 1883. Di daerah bekas
letusan gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa
lumut kerak (lichen) serta tumbuhan lumut yang tahan
terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan
perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah
permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana. Bila
tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya
pengurai. Zat yang terbentuk karma aktivitas penguraian
bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah
yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini,
biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur.
Kemudian

rumput

yang

tahan

kekeringan

tumbuh.

Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh


menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi
demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya.
Sementara itu, rumput dan belukar dengan akarnya yang kuat
terns meng-adakan pelapukan lahan.Bagian tumbuhan yang
mati diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi
lebih tebal. Kemudian semak tumbuh. Tumbuhan semak

76

menaungi rumput dan belukar maka terjadilah kompetisi.


Lama kelamaan semak menjadi dominan kemudian pohon
mendesak tumbuhan belukar sehingga terben-tuklah hutan.
Saat itulah ekosistem disebut mencapai kesetimbangan atau
dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni perubahan
yang terjadi sangat kecil sehingga tidak banyak mengubah
ekosistem itu.

b. Suksesi sekunder
Proses suksesi sekunder relatif sama dengan yang
terjadi pada suksesi primer. Perbedaannya terletak pada
keadaan kerusakan dan kondisi awal dari habitatnya.
Terjadinya gangguan menyebabkan komunitas alami
tersebut rusak baik secara alami maupun buatan, tetapi
gangguan tersebut tidak merusak total komunitas dan
tempat hidup organisme sehingga substrat lama (substrat
tanah yang telah terbentuk sebelumnya) masih ada yang
tersisa. Maka pada substrat tersebut terjadi perkembangan
komunitas yang selanjutnya disebut suksesi sekunder.
Proses kerusakan komunitas disebut denudasi,
yang dapat disebabkan oleh api, pengolahan, angin
kencang, banjir, gelombang laut, penebangan hutan, dan
kegiatan-kegiatan biotis lainnya menyebabkan vegetasi
asal musnah. Proses suksesi sekunder ini membutuhkan
waktu sampai puluhan tahun.

77

Gambar 4.2. Suksesi sekunder

Pada suksesi sekunder benih ataupun biji-biji bukan berasal


dari luar tetapi dari dalam habitat itu sendiri. Gangguan
tersebut dapat disebabkan oleh kebakaran, banjir, angin
kencang dan gelombang laut (tsunami) secara alami dan
penebangan hutan secara selektif, pembakaran padang
rumput secara sengaja dan kegiatan biotis menyebabkan
vegetasi asal musnah. Contoh seperti tegalan, semak belukar
bekas ladang, padang alang-alang dan kebun karet dan kebun
kelapa sawit yang ditinggalkan, adalah sebagian dari contoh
komunitas sebagai hasil dari contoh ko-munitas sebagai hasil
suksesi. Komunitas ini masih mengalami perubahan menuju
kearah komunitas klimaks, kecuali bila dalam proses tersebut
terjadi lagi gangguan, maka suksesi akan mundur lagi dan
mulai kembali dari titik nol. Penelitian di dekat Samarinda,
Kalimantan Timur,

menunjukkan bahwa pembentukan

padang alang-alang terjadi hanya dalam waktu 4 tahun


setelah penebangan hutan primer atau hu-tan klimaks,
78

memperlihatkan perubahan yang terjadi setelah ditebang


habis dan kemudian dibakar setiap tahun untuk dijadikan
ladang padi.

4.5.4. Proses Suksesi


Proses pergantian antar tingkat dalam suksesi
primer untuk mencapai klimaks, dapat membutuhkan
waktu

puluhan,

ratusan

bahkan

ribuan

tahun.

Sedangkan waktu yang dibutuhkan suksesi sekunder


lebih cepat dibandingkan dengan suksesi primer.
Tingkat perubahan komunitas berlangsung dalam
periode pendek dengan perkem-bangan yang cepat,
hal ini disebabkan habitat (tanah dan air) sudah
terbentuk untuk menyokong pertumbuhan vegetasi.
Proses yang terjadi selama proses suksesi dapat
diringkaskan sebagai berikut :
1) Perkembangan sifat substrat atau tanah yang
progresif,

misalnya

kandungan

bahan

terjadinya
organik

pertam-bahan

sejalan

dengan

perkembangan komunitas yang semakin kompleks


dengan komposisi jenis yang lebih beraneka ragam
daripada sebelumnya.
2) Semakin kompleksnya struktur komunitas, peningkatan
kepadatan, dan tingginya tumbuhan, sehingga dalam
komunitas terbentuk stratifikasi.

79

3) Peningkatan produktifitas sejalan dengan perkembangan


komunitas dan perkem-bangan tanah.
4) Peningkatan jumlah jenis sampai pada tahap tertentu dari
suksesi.
5) Peningkatan pemanfaatan sumber daya lingkungan
sesuai dengan peningkatan jumlah jenis.
6) Perubahan iklim mikro sesuai dengan perubahan
komposisi jenis bentuk hidup (life form) tumbuhan dan
struktur komunitas.
7) Komunitas berkembang menjadi lebih kompleks.

Kecepatan proses suksesi pada suatu komunitas


dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a)

Luasnya komunitas asal yang rusak karena gangguan

b) Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas


yang terganggu
c)

Kehadiran tumbuhan pemencar biji dan benih

d) Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang


membawa bjiji, spora dan benih la-in, serta curah hujan
yang mempengaruhi perkecambahan biji dan spora dan
per-kembangan semai selanjutnya.
e)

Macam atau jenis substrat baru yang terbentuk

f)

Sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat


terjadinya suksesi.

80

4.6. Pendekatan Dalam Kajian Suksesi Tumbuhan


Sejalan dengan perkembangan dari ekologi
umumnya maka dalam kajian suksesi inipun mengalami
perkembangan, dan dapat dibagi dalam dua periode
pendekatan,

yaitu

pendekatan

secara

lama

atau

tradisional dan pendekatan yang ditujukan untuk


melengkapi

atau

mengkoreksi

pendekatan

lama

berdasarkan konsep-konsep ekositem yang ada atau


pendekatan moderen.
1). Pendekatan kajian suksesi lama / tradisional
Teori suksesi dengan pola pendekatan lama didasari
pada beberapa pemikiran, yaitu :
a) Suksesi

adalah

suatu

proses

perkembangan

komunitas yang teratur dan meliputi perubahan


komposisi jenis dan fungsi ekosistem melalui
waktu tertentu. Suksesi merupakan proses yang
progresif, dan dapat diperkirakan.
b) Fase awal dari suksesi dikuasai oleh tumbuhan
pendek dan selanjutnya menjadi lebih progresif,
lebih kompleks dan dikuasai oleh tumbuhan
berumur panjang.
c) Suksesi berkulminasi dalam komunitas klimaks,
yang paling besar, paling efisien dan komunitas
paling kompleks dari habitat yang mendukungnya.

81

d) Suksesi dari habitat yang berbeda dapat mengarah


pada komunitas klimaks yang sama. Pemikiran ini
disebut kesamaan akhir atau Equifinality. Jadi
baik

hidroseres

maupun

xeroseres

akan

berkembang menjadi komunitas klimak berupa


hutan.
e) Faktor penting yang berpengaruh terhadap bentuk
komunitas klimak adalah iklim. Cowles dan
Clements berpendapat bahwa untuk setiap derah
iklim akan mempunyai satu bentuk komunitas
klimaks. Pendapat ini disebut teori klimak.

2). Pola pendekatan suksesi moderen / baru


Akhir-akhir ini timbul suatu pemikiran bahwa
dalam kajian suksesi harus diperhitungkan pula segala
aspek komunitas untuk menggambarkan perubahan
struktur

dan

fungsi

komunita

selama

suksesi

berlangsung. Aspek komunitas tersebut meliputi :


a) Pola aliran energi.
Selama suksesi mencapai klimaks pola aliran
energi dalam komunitas berubah secara mendasar.
Perubahan ini direfleksikan dalam besaran Standing
crop dalam ekosistem. Berkaitan dengan pola aliran
energi ini secara ringkas dapat disimpulkan :

82

a. Selama fase seral awal masukan energi ke ekosistem


lebih besar dari yang hilang. Tumbuhan dan hewan
komunitasnya berkembang, mengakumulasi energi
sebagai biomasa. Beberapa standing crop atau
tegakkan yang ad meningkat selama suksesi.
b. Ketika komunitas klimak dikembangkan maka Steady
state tercapai. Dalam keadaan ini masukkan energi ke
ekosistem sama dengan energi yang hilang. Hasilnya
perubahan tegakkan adalah kecil. Aliran energi
melalui system pada fase klimaks adalah maksimum.
c. Bila ekosistem terganggu oleh faktor luar, misalnya
kebakaran, energi yang hilang mungkin lebih besar
dari masukan energi. Dalam hal ini besarab tegakkan
dalam system menurun.
d. Akumulasi energi sebagai biomasa selama susksei
paling besar dalam ekosistem daratan. Tumbuhan
terbesar membentuk komunitas klimaks. Tegakkan
berada dalam maksaimumnya meskupun sedikit
berfluktuasi.
e. Di ekosistem perairan terutama laut, komunitas
klimak

mungkin

dinyatakan

oleh

fitoplankton.

Ukurannya yang kecil berarti Standing cropnya


relative rendah atau kecil, mungkin akumulasi dalam
ekosistem rendah, tetapi laju metabolisame tinggi

83

sehingga

memungkinkan

untuk

mempunyai

produktivitas kotor yang tinggi


f)

Produktivitas
Produktivitas kotor dari ekosistem meningkat
selama suksesi sampai klimaks. Peningkatan ini
sebanding

dengan

keadaan

standing

cropnya.

Prosentase dari produktivitas kotor yang terfiksasi


sebagai produktivitas bersih tidak terus meningkat
sampai klimakasnya, hal ini akibat dari beberapa
keadaan :
a. Dalam fase seral awal tumbuhan dominant
berkecendrungan

untyuk

menjadi

kecil

dan

berumur pendek. Bentuk tumbuhan ini, meliputi


tumbuhan setahun, produktivitas bersihnya tiunggi.
Tumbuhnya yang kecil memerlukan energi yang
relative sedikit untuk mengelolanya.
b. Dalam Fase seral akhiar tumbuhan dominant
berkecendrungan besar dan berumur panjang,
seperti

pohon.

Ketika

tumbuh

sempurna

memerlukan bagian yang besar dari produktivitas


kotornya

untuk

respirasi

dalam

pengelolaan

tumbuhnya. Organisme muda berada dalam laju


pertumbuhan yang maksimum dan dikarakterisasi
oleh penurunan produktivitas bersih ketika dewasa.
Akibatnya tumbuhan besar dan berumur panjang

84

mempunyai periode kehidupan dalam keadaan


relative tidak produktif. Hal ini terrefleksikan
dalam pola produktivitas dari ekosistem secara
keseluruhan.

g) Efisiensi energi
Teori suksesi lama menyatakan bahwa proses
suksesi membawa suatu komunitas untuk mencapai
efisiensi konversi

energi

yang

maksimum.

Energi

merupakan sumber pembatas yang ekstrim bagi ekosistem,


sehingga sangat logis apabila orang menduga bahwa
kematangan akan tercapai pada saat ketersediaan energi
berada dalam keadaan terbaik untuk bisa dimanfaatkan.
Padahal pemikiran ini bertentangan dengan apa yang
diketahui tentang pola alirn energi dan produktivitas.
Telah dinyatakan bahwa dalam suatu suksesi primer,
produktivitas kotor dimulai dengan nol dan kemudian
meningkat. Tetapi peningkatannyatidak dapat tanpa
batasnya apabila produktivitas bersih menurun sampai
mencapai klimak. Efisiensi konversi energi menurun
dalam fase seral akhir.
Penurunan efisiensi ekologi dari suatu ekosistem
yang matang adalah fungsi dari pola produktivitas dari
tumbuhan besar, yang hidup dalam komunitas klimaks.
Tumbuhan mempunyai adaptasi yang tinggi untuk dapat

85

tumbuh dengan cepat keetika muda dan peka, apabila telah


besar dan mandiri maka rendhnya produktivitas bersih
tidak menjadi masalah lagi.

h) Struktur tropik
Fase seral awal mempunyai rantai makanan yang
pendek, dan linier. Kerusakan dapat terjadi dengan
mudah, apabila salah satu mata rantai hilang maka tidak
ada alternative pengaliran lain bagi energi. Begitu
pelapisan dari ekosistem terbentuk dan diversitas jenis
meningkat maka struktur tropic menjadi lenih kompleks
dan terbentuk jarring makanan.
Struktur tropik yang lebih komplek menghasilkan
ekosistem yang stabil. Berbagai kemungkinan aliran
energi tidak lagimenjadi masalah apabila salah satu dari
mata rantai rusak atau terganggu.

i)

Perubahan siklus nutrisi


Teori

lama

memperkirakan

bahwa

suksesi

menghasilkan komunitas yang stabil dan siklus materi


yang lebih efisien. Hal ini adalah benar untuk
kebanyakan ekosistem daratan, tetapi tidaklah demikian
untuk ekosistem perairan. Dalam proses suksesi jumlah
nutrisi yang bersiklus dalam setiap fase awal adalah
kecil.

Penimbunan

dalam

ekosistem

juga

kecil.

86

Pertukaran nutrisi antara komponen biotic dan abiotik


terjadi cepat karena umur organisme pendek. Peranan
detritus dalam regenerasi nutrisi kurang penting. Fase
organic dari siklus kurang berkembang, akibatnya nutrisi
dapat bergerak kedalam dank e luar dari system dengan
mudah, maka siklus nutrisinya terbuka.
Meningkatnya biomasa pada fase serel akhir
berarti tingginya jumlah nutrisi yang disimpan dalm
system. Laju siklus nutrisi menjadi lambat akibat system
didominasi oleh organisme yang berumur panjang.
Jumlah nutrisi yang diperlukan pada fase seral akhir ini
besar.

Tumbuhan

besar

dari

komunitas

klimaks

mempunyai system akar yang luar biasa dan sangat


efektif dalam menyerap nutrisi.

j) Struktur dan Keanekaragaman


1). Stratifikasi
Sere awal biasanya terdiri dari kelompokkelompok tumbuhan pendek yang tidak merata
penyebarannya dan pelapisan yang sederhana. Suksesi
berjalan

terus,

tumbuhan

yang

lebih

tinggi

membentuk lapisan tambahan dan terjadi peneduhan.


Koloni tumbuhan pertama menyingkir dari keteduhan
dan diganti dengan jenis tumbuhan bawah lainnya
yang biasa hidup dibawah naungan perdu dan pohon.

87

Suatu formasi hutan klimak akhirnya terbentuk


dengan stratifikasinya yang kompleks. Untuk hutan
tripika misalnya akan dikenal pelapisan dari kanopi
pohon, lapisan perdu, herba dan lapisan dasar yang
terdiri dari lumut.
Meningkatnya kekomplekan struktur vertical
dari ekosistem diikuti oleh agregasi spasial dari fungsi
diantara lapisan. Contoh baik adalah di hutan,
fotosisntesis

terjadi

di

lapisan

kanopi

pohon,

penguraian berada di lapisan dasar atau dipermukaan


tanah, dan batang-batang pohon mengangkut kembali
nutrisi kekanopi. Pelapisan yang sama dari struktur
dan fungsi terjadi selama suksesi di lautan dan danau.
Prosuksi terjadi di lapisan permukaan sedangkan
penguraian lebih banyak terjadi pada dasar perairan.
Nutrisi

dikembalikan

kepermukaan

akibat

pengadukan oleh arus dan angina. Dengan demikian,


meskipun ada perbedaan dalam pengembalian nutrisi,
rupanya

untuk

semua

ekosistem

berkembang

pelapisan dari struktur dan fungsi selama suksesi.

2). Keanekaragaman Jenis


Peningkatan yang cepat dari jumlah jenis
merupakan gambaran pada fase awal suksesi, banyak
tumbuhan berkoloni. Gambaran pertama dari suksesi,

88

peningkatan diversitas jenis cepat, dan fase berikutnya


laju peningkatan berjalan lamban. Jumlah jenis yang
berbeda dalam ekosistem mungkin meningkat terus
sampai terbentuknya komunitas klimaks, tetapi banyak
pula terjadi penurunan keanekaragaman sampai akhir
dari suksesi. Penurunan keanekaragaman ini terjadi
akibat kompetisi. Tumbuhan yang dominant pada seral
akhir

besar-besar

dan

lebih

komplek

sejarah

pertumbuhannya daripada tumbuhan pada seral awal.


Dengan demikian hasil dari kompetisi tidak banyak
terbentuk ragam dari jenis. Pada suksesi dengan hasil
akhir hanya terdiri dari beberapa jenis dominant, seral
intermedier mengandung jumlah yang maksimum.
Keanekaragaman jenis dapat meningkat terus
sampai komunitas klimaks, apabila struktur dan energi
yang tersedia mendukungnya. Contoh yang baik adalah
di tropika, hutan penghujan tropika mempunyai struktur
yang kompleks dan didominasi berbagai jenis tumbuhan
serta disuplai oleh sejumlah energi yang melimpah,
berbagai habitat tercipta dan terpakai sampai terbentuk
klimaks.

89

4.7. Konsep Klimaks


Teori tradisional menyatakan bahwa suksesi ekologi
mengarah kepada suatu komunitas akhir yang stabil yaitu
klimaks. Fase klimaks ini mempunyai sifat-sifat tertentu dan
yang terpenting adalah :
1. Fase klimaks merupakan system yang stabil dalam
keseimbangan antara lingkungan biotis dan abiotis.
2. Komposisi jenis pada fase klimaks relative twetap atau
tidak berubah
3. Pada fase klimaks tidak ada akumulasi tahunan
berlebihan dari materi organic, sehingga tidak ada
perubahan yang berarti.
4. Fase klimaks dapat mengelola diri sendiri atau mandiri,

4.7.1. Teori Monoklimaks


Dalam teorinya pada tahun 1916 Clements
menyatakan bahwa komunitas klimaks untuk suatu
kawasan semata-mata merupakan fungsi dari iklim.
Dia memperkirakan bahwa pada waktu yang cukup
dan bebas dari berbagai pengaruh gangguan luar,
suatu bentuk umum vegetasi klimaks yang sama akan
terbentuk untuk setiap daerah iklim yang sama.
Dengan demikian iklim sangat menentukan batas
formasi klimaks.

90

Clements

dan

para

pendukungnya

dari

teori

monoklimaks ini tidak melihat kenyataan bahwa banyak


sekali variasi local dalam suatu vegetasi yang telah berada
dalam suatu bentuk klimaks di suatu daerah iklim tertentu.
Variasi-variasi ini oleh Clements dianggap fase seral
meskipun berada dalam keadaan stabil. Clements menganut
teori klimaks ini didasarkan pada keyakinan akan waktu yang
pankang, dimana perbedaan-perbedaan local dari suatu
vewgetasi akibat kondisi tanahnya akan tetap berubah
menjadi bentuk vegetasi regionalnya apabila diberi waktu
yang lama. Penamaan-penamaan khusus diberikan untuk
mengambarkan perbedaan-perbedaan vegetasi local ini.
Istilah subklimaks dipergunakan untuk suatu fase seral akhir
yang berkepanjangan yang akhirnya akan berkembang juga
ke bentuk klimaksnya. Sedangkan istilah disklimaks dipakai
untuk komunitas tumbuhan yang mengantikan bentuk
klimaks setelah terjadi kerusakan.

4.7.2. Teori Poliklimaks


Beberapa pakar ekologi berpendapat bahwa
teori monoklimaks terlalu kaku. Tidak memberikan
kemungkinan untuk menerangkan vaiasi local dalam
suatu komunitas tumbuhan. Dalam tahun 1937 Tanslay,
seorang pakar botani dari Inggeris mengusulkan suatu
alternative yaitu teori poliklimaks, dengan teori ini

91

memungkinkan untuk mendapat mosaic dari bentuk


klimaks dari setiap daerah iklim. Dia menyadari bahwa
komunitas klimaks erat hubungannya dengan berbagai
faktor yang mempengaruhinya yaitu meliputi tanah,
drainase, dan berbagai faktor lainnya. Teori poliklimaks
mengenal kepentingan dari iklim, tetapi faktor-faktor
lainnya hendaknya jangan dipandang sebagai fenomana
yang bersifat temporal.
Teori poliklimaks mempunyai keuntungan yang
besar, dalam memandang semua komunitas tumbuhan
yang bersifat stabil bisa dianggap sebagai bentuk
klimaks. Teori poliklimaks ini ternyata pendekatannya
tidak bersifat kaku, sehingga dapat diterima dikalangan
pakar secara luas.

4.7.3. Teori Potensi Biotik atau Pola Klimaks Hipotesis


Dalam

tiga

dekade

terakhir

para

pakar

menyadari bahwa komunitas klimaks tidak ditentukan


oleh hanya satu atau lebih faktor lingkungan yang
berinteraksi terhadapnya, seperti iklim tanah; topografi;
dan sebagainya. Dengan demikian sekian banyak
bentuk klimaks akan terjadi sebagai akibat kombinasi
dari kondisi-kondisi tadi.

92

BAB
EKOSISTEM

rganisme atau makhluk hidup dimanapun berada


tidak akan mampu hidup sendiri. Kelangsungan
hidup organisme akan tergantung pada organisme

lainnya dan semua komponen lingkungan yang dapat


dipandang sebagai sumber daya alam. Hubungan antara
organisme yang satu dengan organisme yang lain dan antara
organisme dengan komponen lingkungan bersifat sangat
kompleks (rumit) dan bersifat timbal balik. Hubungan
tersebut terjalin sangat erat dan membentuk suatu sistem
ekologi yang dinamakan ekosistem.

5.1. Pengertian Ekosistem


Istilah ekosistem pertama kali digunakan oleh
seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris bernama A.
G. Tansley pada tahun 1935 (Indriyanto, 2010).
Meskipun demikian, konsep ekosistem bukanlah hal
yang baru. Beberapa penulis telah menggunakan istilah
yang berbeda, tetapi maksudnya sama dengan ekosistem.
Karl Mobius (1877) seorang ahli ekologi kebangsaan
Jerman menulis tentang komunitas organisme dalam batu
karang

dan

menggunakan

istilah

yang

memiliki

93

kesamaan makna dengan ekosistem yaitu biocoenosis


(biokoenosis). S. A. Forbes (1887) seorang ahli ekologi
kebangsaan Amerika menulis karangan kuno tentang
danau, dan menggunakan istilah yang memiliki makna
sama dengan ekosistem yaitu microcosm (mikrokosm).
Beberapa ahli lainnya yang menggunakan istilah yang
memiliki makna sama dengan ekosistem antara lain
Friederichs (1930)

menggunakan istilah holocoen,

Thienemenn (1939) menggunakan istilah biosystem, dan


Vernadsky (1944) menggunakan istilah bioenert body.
Beberapa definisi ekosistem yang diberikan oleh
para ahli ekologi antara lain sebagai berikut (Indriyanto,
2010).
a. Ekosistem adalah suatu unit ekologi yang didalamnya
terdapat struktur dan fungsi (A. G. Tansley, 1935).
Struktur berhubungan dengan keanekargaman spesies
(species diversity) dan fungsi berhubungan dengan
siklus materi dan arus materi melalui komponen
komponen ekosistem.
b. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara kompleks
didalamnya terdapat habitat tumbuhan dan binatang
yang dipetimbangkan sebagai unit kesatuan secara
utuh sehingga semuanya akan menjadi bagian mata
rantai siklus materi dan aliran energi (Wodbury,
1954)

94

c. Ekosistem adalah unit fungsional dasar dalam ekologi


yang

didalamnya

tercakup

organisme

dan

lingkungannya (biotik dan abiotik) dan keduanya


saling mempengaruhi (Odum, 1993).
d. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup
yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan
saling

mempengaruhi

keseimbangan,

stabilitas,

dalam

membentuk

dan

produktivitas

lingkungan hidup (UU No. 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

5.2. Komponen Ekosistem


Semua ekosistem baik ekosistem teresterial
maupun ekosistem akuatik tersusun atas komponen
komponen. Komponen tersebut dapat dikelompokkan
dari segi trofik atau nutrisi dan dari segi struktur dasar
ekosistem (Odum, 1993).
Berdasarkan atas segi struktur dasar ekosistem, maka
komponen ekosistem terdiri atas:
1) Komponen biotik (komponen makhluk hidup),
misalnya binatang, tumbuhan, dan mikroba.
2) Komponen

abiotik

(komponen

benda

mati),

misalnya air, udara dan tanah

95

Berdasarkan segi trofik atau nutrisi, maka komponen


ekosistem terdiri dari:
1. Komponen autotrofik yaitu organisme yang mampu
menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri.
Contoh: tumbuhan hijau
2. Komponen heterotrofik yaitu organisme yang
hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik yang
disediakan oleh organisme lain. Contoh: binatang,
jamur, jasad renik termasuk ke dalam golongan
komponen heterotrofik

Berdasarkan

fungsi

atau

penyusunnya,

komponen

ekosistem terdiri dari:


1. Produsen adalah semua makhluh hidup yang dapat
membuat makanannya sendiri. Contoh: tumbuhan
berklorofil
2. Konsumen adalah semua makhluk hidup yang
bergantung pada produsen sebagai sumber energinya
a) Herbivora

yaitu

konsumen

yang

memakan

tumbuhan. Contoh: sapi, kambing, dan kelinci.


b) Karnivor yaitu konsumen yang memakan hewan
lain. Contoh: harimau, serigala, dan macan.
c) Omnivor

yaitu

konsumen

yang

memakan

tumbuhan dan hewan. Contoh: manusia dan tikus

96

3. Dekomposer atau pengurai adalah semua makhluk


hidup

yang

memperoleh

nutrisi

dengan

cara

menguraikan senyawa-senyawa organik yang berasal


dari makhluk hidup yang telah mati. Contoh: bakteri,
jamur, dan cacing

5.3. Hubungan Trofik dalam Ekosistem


Setiap ekosistem memiliki suatu struktur trofik
(trophic structure) dari hubungan makan-memakan. Para
ahli ekologi membagi spesies dalam suatu komunitas
atau ekosistem ke dalam tingkat trofik (trophic levels)
berdasarkan nutriennya. Tingkat trofik yang secara
mendasar mendukung kehidupan yang lainnya dalam
suatu ekosistem berupa organisme autotrof atau produsen
primer (primary producer) dalam ekosistem tersebut.
Sebagian besar produsen primer adalah organisme
fotosintetik yang menggunakan energi cahaya untuk
mensintesis gula dan senyawa organik lainnya yang
selanjutnya digunakan oleh produsen primer sebagai
bahan dasar untuk respirasi seluler dan pertumbuhan.
Organisme dalam tingkat trofik di atas produsen primer
adalah heterotrof yang secara langsung atau secara tidak
langsung bergantung pada hasil fotosintetik produsen
primer. Herbivora yang merupakan hewan pemakan
tumbuhan atau alga menduduki posisi sebagai konsumen

97

primer. Tingkat trofik berikutnya terdiri dari konsumen


sekunder yaitu karnivora yang memakan herbivora.
Karnivora ini selanjutnya dapat dimakan oleh karnivora
lain yang merupakan konsumen tersier. Beberapa
ekosistem memiliki karnivora dengan tingkat yang lebih
tinggi lagi. Detritivora atau dekompser mendapatkan
energinya dari detritus yang merupakan bahan organik
yang tidak hidup, seperti feses, daun yang gugur, dan
bangkai organisme mati yang berasal dari semua tingkat
trofik. Detritivora seringkali membentuk suatu hubungan
utama antara produsen primer dan konsumen dalam
suatu ekosistem.

Dekomposer
Tropik V

Gambar 5.1. Tingkatan trofik dalam ekosistem

98

Pada ekosistem sungai, banyak di antara bahan


organik yang digunakan oleh konsumen, disediakan oleh
tumbuhan terestrial yang memasuki ekosistem sebagai
dedaunan dan serpihan-serpihan lain yang jatuh ke dalam air
atau tercuci oleh aliran permukaan. Seekor udang karang
(cray fish) mungkin bisa memakan detritus tumbuhan di
dasar sebuah sungai atau danau dan kemudian udang karang
tersebut akan dimakan oleh seekor ikan. Dalam sebuah hutan,
burung kemungkinan memakan cacing tanah yang telah
memakan sampah dedaunan di permukaan tanah. Struktur
trofik suatu ekosistem menentukan lintasan aliran energi dan
siklus kimia. Jalur di sepanjang perpindahan makanan dari
tingkat trofik satu ke tingkat trofik yang lain, yang dimulai
dengan produsen primer, dikenal sebagai rantai makanan
(food chain) (Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Rantai makanan di ekosistem terestrial dan Ekosistem Marin


99

Panjang rantai makanan dibatasi oleh jumlah energi


yang dipindahkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya.
Sesungguhnya,

beberapa

ekosistem

sangat

sederhana,

sehingga ekosistem tersebut dicirikan oleh suatu rantai


makanan tunggal yang tidak bercabang. Beberapa jenis
konsumen primer umumnya memakan spesies tumbuhan
yang sama dan satu spesies konsumen primer bisa memakan
beberapa tumbuhan yang berbeda. Percabangan rantai
makanan seperti itu terjadi juga pada tingkat trofik lainnya.
Sebagai contoh, katak dewasa yang merupakan konsumen
sekunder dapat memakan beberapa spesies serangga yang
juga dapat dimakan oleh berbagai jenis burung. Selain itu,
beberapa konsumen memakan beberapa level trofik yang
berbeda. Seekor burung hantu, misalnya, bisa memakan
mencit, yang sebagian besar merupakan konsumen primer,
akan tetapi dapat juga memakan beberapa invertebrata;
seekor burung hantu juga dapat memakan ular, yang
sepenuhnya adalah karnivora. Omnivora, termasuk manusia,
memakan produsen dan juga konsumen dari tingkat yang
berbeda-beda. Dengan demikian, hubungan makan-memakan
dalam suatu ekosistem umumnya saling jalin menjalin
menjadi jaring-jaring makanan (food web) yang rumit
(gambar 5.3).

100

Gambar 5.3. Jaring-jaring makanan dalam ekosistem

Penting untuk membedakan antara struktur ekosistem


(sistem trofik) dan proses ekosistem, seperti produksi dan
konsumsi, yang mempengaruhi aliran energi dan siklus
kimia. Dalam pengertian ekologi, produksi berarti laju
pemasukan energi dan materi ke dalam badan organisme.
Dengan demikian, semua organisme adalah produsen
meskipun produsen primer kadang-kadang hanya disebut
"produsen" karena produksi mereka mendukung produksi
semua organisme lainnya. Konsumsi didefinisikan secara
longgar, akan tetapi secara umum mengacu pada penggunaan

101

metabolik

bahan

organik

yang

diasimilasikan

untuk

pertumbuhan dan reproduksi. Semua organisme yang


termasuk autotrof (yang memetabolisme senyawa organik
yang dibuat sendiri oleh organisme tersebut dari bahanbahan yang mereka asimilasikan dari lingkungan) merupakan
konsumen. Suatu proses ekosistem yang ketiga, dekomposisi
(decomposition)

atau

penguraian

merupakan

aktivitas

perombakan bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik.


Semua organisme melakukan penguraian dalam metabolisme
seluler, organisme itu merombak bahan organik dan
melepaskan produk anorganik, seperti karbon dioksida dan
amonia ke lingkungan.
Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak
spesies bakteri. Produsen primer utama pada sebagian besar
eksosistem teresterial adalah tumbuhan. Dalam zona limnetik
danau dan dalam lautan terbuka, fitoplankton (alga dan
bakteri) adalah autotrof yang paling penting, sementara alga
multiseluler

dan

tumbuhan

akuatik

kadang-kadang

merupakan produsen primer yang lebih penting di daerah


litoral (daerah dangkal dekat pantai) dalam ekosistem air
tawar maupun air laut. Akan tetapi, pada zona afotik di laut
dalam, sebagian besar kehidupan bergantung pada produksi
fotosintetik di dalam zona fotik; energi dan nutrien turun ke
bawah dari atas dalam bentuk plankton mad dan detritus
lainnya.

Satu pengecualian khusus

adalah komunitas

102

organisme yang hidup dekat celah air panas di bagian dasar


laut dalam. Bakteri kemoautotrof yang mendapatkan energi
dari oksidasi hidrogen sulfida (H2S) merupakan produsen
utama

dalam

ekosistem

ini.

Bakteri

kemoautotrof

memanfaatkan energi kimia sebagai bahan dasar proses


fotosintesis. Konsumen primer atau herbivora, yang hidup di
daratan sebagian besar adalah serangga, bekicot, parasit
tumbuhan, dan vertebrata tertentu, termasuk mamalia
pemakan rumput dan banyak sekali burung dan mamalia
yang memakan biji-bijian dan buah-buahan. Ketika para
peneliti mempelajari kebiasaan makan konsumen primer,
mereka menemukan bahwa banyak di antara organisme
tersebut bersifat oportunis. Organisme tersebut menambah
makanan utama mereka yang terdiri dari autotrof dengan
beberapa materi heterotrof ketika materi heterotrof tersebut
tersedia. Tupai tanah dan tupai lainnya, misalnya, terutama
memakan biji-bijian dan buah-buahan, tetapi kadang-kadang
juga dapat memakan telur burung dan anak burung. Banyak
konsumen yang terutama memakan organisme hidup juga
memakan bangkai beberapa zat organik yang sudah mati.
Fitoplankton

sebagian

besar

dikonsumsi

oleh

zooplankton dalam ekosistem akuatik yang meliputi protista


heterotrof, berbagai invertebrata kecil (khususnya krustacea,
dan di lautan tahapan larva dari banyak spesies yang hidup
dalam bentos sebagai organisme dewasa), dan beberapa ikan.

103

Sama dengan organisme terestrial, banvak heterotrof akuatik


bersifat oportunis. Contoh-contoh konsumen sekunder dalam
ekosistem terestrial adalah laba-laba, katak, burung pemakan
serangga, mamalia karnivora, dan parasit hewan. Dalam
habitat akuatik, banyak ikan memakan zooplankton dan
selanjutnya ikan tersebut dimakan oleh ikan lain. Pada zona
bentik laut, invertebrata pemakan alga adalah mangsa bagi
invertebrata lainnya, seperti bintang laut. Bahan organik yang
menyusun organisme hidup dalam suatu ekosistem akhirnya
akan didaur ulang (disiklus ulang), diurai (dibusukkan), dan
dikembalikan ke lingkungan abiotik dalam bentuk yang dapat
digunakan oleh autotrof. Meskipun semua organisme
melakukan penguraian sampai ke derajat tertentu, pengurai
utama suatu ekosistem adalah prokariota dan fungi, yang
awalnya mensekresi enzim yang mencerna bahan organik dan
kemudian menyerap produk penguraian tersebut. Penguraian
oleh prokariota dan fungi berperan dalam sebagian besar
pengubahan bahan organik dari semua tingkat trofik menjadi
senyawa anorganik yang dapat dimanfaatkan oleh autotrof,
dan dengan demikian penguraian itu menghubungkan semua
tingkat trofik.

104

5.4. Aliran Energi Dalam Ekosistem


Semua organisme memerlukan energi untuk
pertumbuhan,

pemeliharaan,

reproduksi,

dan pada

beberapa spesies, untuk lokomosi. Sebagian besar


produsen primer menggunakan energi cahaya untuk
mensintesis molekul organik yang kaya energi yang
selanjutnya dapat dirombak untuk membuat ATP.
Konsumen mendapatkan bahan bakar organiknya dari
tangan kedua (atau bahkan tangan ketiga atau tangan
keempat)

melalui

jaring-jaring

makanan.

Dengan

demikian, keadaan aktivitas fotosintetik menentukan


batas pengeluaran bagi pengaturan energi keseluruhan
ekosistem.

3.4.1. Pengaturan Energi Global


Bumi memperoleh sekitar 1.022 joule (J) radiasi
matahari (1 J = 0,239 kalori) setiap harinya. Energi ini
adalah setara dengan energi 100 juta bom atom
seukuran bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Intensitas
energi matahari yang mencapai bumi dan atmosfernya
bervariasi pada garis lintang. Daerah tropis menerima
masukan yang paling tinggi. Sebagian besar radiasi
matahari diserap, terpencar atau dipantulkan oleh
atmosfer dalam suatu pola asimetris yang ditentukan
oleh variasi dalam tutupan awan dan jumlah debu di

105

udara di sepanjang wilayah yang berbeda-beda. Jumlah


radiasi

matahari yang

membatasi

basil

mencapai bumi akhirnya

fotosintesis

ekosistem

tersebut,

meskipun produktivitas fotosintetik juga dibatasi oleh


air, suhu, dan ketersediaan nutrien. Banyak radiasi
matahari yang mencapai biosfer sampai di lahan gundul
dan badan air yang dapat menyerap atau memantulkan
energi yang datang tersebut. Hanya sebagian kecil
(sekitar 1% - 2%) radiasi matahari dalam bentuk cahaya
tampak yang akhirnya dapat diubah menjadi energi
kimia

melalui

fotosintesis

oleh

alga,

bakteri

fotosintetik, dan tumbuhan. Efisiensi fotosintesis ini


bervariasi menurut jenis organisme, tingkat cahaya, dan
faktor-faktor lainnya. Meskipun fraksi dari total radiasi
matahari yang sampai ke bumi yang tertangkap oleh
fotosintesis sangat kecil, namun produsen primer di
bumi secara keseluruhan menghasilkan sekitar 170
miliar ton bahan organik pertahun suatu jumlah yang
sangat mengagumkan.

5.4.2. Produktivitas Primer


Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi
energi kimia (senyawa organik) oleh autotrof pada
suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu
disebut produktivitas primer. Total produkthritas

106

primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor


(gross primary productivity, GPP). Tidak semua
produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada
tumbuhan yang sedang tumbuh, sebab tumbuhan
menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan
bakar dalam respirasi selulernya. Dengan demikian,
produktivitas primer bersih (net primary productivity,
NPP)

sama

dengan

produktivitas

primer

kotor

dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk


respirasi (Rs):

NPP = GPP - Rs

Kita juga bisa memandang hubungan ini dalam


pengertian persamaan umum untuk fotosintesis dan
respirasi:
Fotosintesis
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
Respirasi
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O

107

Produktivitas primer kotor dihasilkan oleh


fotosintesis. Produktivitas primer bersih adalah selisih
antara hasil fotosintesis dan konsumsi bahan bakar
organik dalam respirasi. Produktivitas primer bersih
adalah ukuran yang penting dalam pengkajian kita,
karena produktivitas primer menunjukkan simpanan
energi kimia yang tersedia bagi konsumen dalam suatu
ekosistem. Sebanyak 50% dari produktivitas primer
kotor pada sebagian besar produsen primer tersisa
sebagai produktivitas primer bersih setelah kebutuhan
energinya

terpenuhi.

Rasio

NPP

terhadap

GPP

umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan


struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang
mendukung sistem batang dan akar vang besar dan
secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat
dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan
waktu (J/mr/tahun) atau sebagai biomassa (berat)
vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan
luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa
umumnya dinyatakan sebagai berat kering bahan
organik.

Produktivitas

primer

suatu

ekosistem

hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari


autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu
tertentu yang disebut biomassa tanaman tegakan
(standing crop biomass).

108

Produktivitas primer merupakan laju sintesis


biomassa baru oleh organisme. Meskipun sebuah hutan
memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar,
produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang
dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang
tidak

mengakumulasi

vegetasi

yang

disebabkan

vegetasi di padang rumput tekonsumsi secara cepat


oleh hewan. Selain itu, banyak di antara tumbuhan di
padang

rumput

(herbaceous).

merupakan

Ekosistem

tumbuhan

yang

berbeda

setahun
sangat

bervariasi dalam produktivitasnya dan juga dalam


sumbangannya terhadap produktivitas total di bumi.
Tabel 5.1. Produktivitas primer bersih pada berbagai
tipe ekosistem
Tipe ekosistem
Hutan tropis
Hutan Temperata
Hutan Boreal
Tundra
Padang Semak Belukar
Mediterania
Lahan Pertanian
Padang Rumput dan Savana
Tropis
Padang Rumput Temperata
Gurun

Produktivitas Primer
Bersih
(ton C/ha/tahun)
12,5
7,7
1,9
0,9
5,0
3,1
5,4
3,7
1,2

Sumber: Saugier et al., 2001

109

Hutan hujan tropis merupakan salah satu


ekosistem terestrial yang paling produktif dan menutupi
sebagian besar bumi. Ekosistem ini menyumbang
dalam proporsi besar bagi keseluruhan produktivitas
planet ini. Muara dan terumbu karang juga memiliki
produktivitas

yang

sangat

tinggi,

akan

tetapi

sumbangan total mereka terhadap produktivitas global


relatif kecil karena sistem ini tidak begitu luas di Bumi.
Lautan

terbuka

menyumbangkan

lebih

banyak

produktivitas primer dibandingkan dengan ekosistem


lain, akan tetapi hal ini disebabkan oleh ukurannya
yang sangat besar, produktivitas per satuan luasnya
relatif rendah. Gurun dan tundra juga memiliki
produktivitas yang rendah. Faktor yang paling penting
dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis
ekosistem

dan

pada

perubahan

musim

dalam

lingkungan.
Produktivitas

dalam

ekosistem

terestrial

umumnya berkorelasi dengan presipitasi (curah hujan),


suhu, dan intensitas cahaya. Petani seringkali mengairi
ladangnya untuk meningkatkan produktivitas dalam
habitat. Umumnya produktivitas semakin mendekati
ekuator (katulistiwa) semakin meningkat karena air,
suhu dan cahaya lebih mudah tersedia di daerah tropis.
Nutrien anorganik juga merupakan faktor penting

110

dalam

pembatasan

produktivitas

pada

banyak

ekosistem terestrial. Tumbuhan membutuhkan berbagai


ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang
relatif besar dan yang lain hanya dalam jumlah sedikit
akan tetapi semuanya penting. Produktivitas primer
mengeluarkan nutrien dari suatu ekosistem dan
biasanya

lebih

cepat

dibandingkan

dengan

pengembaliannya. Pada titik tertentu, produktivitas bisa


melambat atau berhenti karena suatu nutrien spesifik
tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi.
Tidak mungkin semua nutrien akan habis secara
bersamaan sehingga produktivitas selanjutnya dibatasi
oleh sebuah nutrien tunggal yang disebut nutrien
pembatas (limiting nutrien) yang tidak lagi tersedia
dalam persediaan yang mencukupi. Menambahkan
nutrien lain ke sistem tersebut tidak akan merangsang
produktivitas yang diperbarui karena sebelumnya
nutrien tersebut

telah ada dalam jumlah

yang

mencukupi. Akan tetapi, penambahan nutrien pembatas


akan

merangsang

sistem

itu

untuk

memulai

penumbuhan sampai beberapa nutrien lain atau nutrien


yang sama menjadi terbatas. Pada banyak ekosistem,
baik nitrogen atau fosfor merupakan nutrien pembatas
utama. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa

111

karbn dioksida (CO2) kadang-kadang

membatasi

produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling
besar di perairan dangkal dekat dengan benua dan di
sepanjang terumbu karang yang mendapat cahaya dan
nutrien berlimpah. Intensitas cahaya pada lautan
terbuka

mempengaruhi

produktivitas

komunitas

fitoplankton. Produktivitas secara umum paling besar


ditemukan di dekat permukaan dan menurun secara
tajam dengan bertambahnya kedalaman. Kondisi ini
terjadi karena plankton lebih banyak hidup di dekat
permukaan

yang

mendapat

cahaya

melimpah.

Produktivitas primer per satuan luas laut terbuka relatif


rendah karena nutrien anorganik, khususnya nitrogen
dan fosfor, tersedia dalam jumlah terbatas di dekat
permukaan, sedangkan di tempat yang sangat dalam di
mana nutrien berlimpah, cahaya matahari yang masuk
tidak mencukupi untuk mendukung proses fotosintesis.
Komunitas fitoplankton berada pada kondisi paling
produktif ketika arus yang naik ke atas membawa
nitrogen dan fosfor ke permukaan. Fenomena ini terjadi
di laut Antartika yang meskipun airnya dingin dan
intensitas cahayanya rendah, sesungguhnya lebih
produktif dibandingkan dengan sebagian besar laut
tropis. Ekosistem kemoautotrof di dekat air panas dasar

112

laut juga sangat produktif, tetapi komunitas ini tidak


luas penyebarannya dan sumbangan keseluruhannya
terhadap produktivitas laut sangat kecil.
Dalam ekosistem air tawar, seperti pada laut
terbuka, intensitas cahaya dan variasi kedalaman
merupakan faktor penting terhadap produktivitas.
Ketersediaan nutrien anorganik bisa juga membatasi
produktivitas dalam ekosistem air tawar, seperti halnya
di lautan, tetapi perputaran air (turnover) dua kali
setahun pada danau akan mengaduk air dan membawa
nutrien ke lapisan permukaan yang cukup mendapatkan
cahaya.

Ketika energi mengalir

melewati suatu

ekosistem, banyak energi yang hilang sebelum dapat


dikonsumsi oleh organisme pada tingkat berikutnya.
Jika semua tumbuhan di sebuah padang rumput
ditumpuk menjadi suatu tumpukan yang besar sekali,
tumpukan seluruh herbivora akan tampak kecil di
sebelah tumpukan tumbuhan tersebut. Akan tetapi,
tumpukan

herbivora

akan

jauh

lebih

besar

dibandingkan dengan suatu tumpukan konsumen


sekunder. Jumlah energi yang tersedia bagi masingmasing tingkat trofik ditentukan oleh produktivitas
primer bersih dan efisiensi pengubahan energi makanan
menjadi biomassa di setiap mata rantai pada rantai
makanan.

113

5.4.3. Produktivitas Sekunder


Laju pengubahan energi kimia pada makanan
yang dimakan oleh konsumen ekosistem menjadi
biomassa baru mereka sendiri disebut produktivitas
sekunder ekosistem terse-but. Bayangkan perpindahan
bahan organik dari produsen ke herbivora, yang
merupakan konsumen primer. Di sebagian besar
ekosistem, herbivora hanya mampu memakan sebagian
kecil bahan tumbuhan yang dihasilkan, dan herbivora
tidak dapat mencerna seluruh senyawa organik yang
ditelannya.

Kalori
200 J
Feses
100 J

Pertumbuhan
33 J

Respirasi
67 J

Gambar 5.4. Pembagian energi dalam suatu rantai makanan

Gambar

5.4

merupakan

suatu

diagram

yang

disederhanakan tentang bagaimana energi yang


diperoleh konsumen dalam bentuk makanan dapat
dibagi. Dari 200 J (48 kalori) yang dikonsumsi oleh
seekor ulat, hanya sekitar 33 J (seperenam) yang
digunakan untuk pertumbuhan. Sisanya dibuang
sebagai feses atau digunakan untuk respirasi seluler.
114

Tentunya, energi yang terkandung dalam feses tidak


hilang dari ekosistem, energi itu masih dapat
dikonsumsi oleh detritivora. Akan tetapi, energi yang
digunakan untuk respirasi hilang dari ekosistem.
Dengan demikian, jika radiasi matahari merupakan
sumber utama energi untuk sebagian besar ekosistem,
maka kehilangan panas pada respirasi adalah tempat
pembuangan utama. Hal inilah yang menyebabkan
energi dikatakan mengalir melalui, bukan didaur di
dalam ekosistem. Hanya energi kimia yang disimpan
sebagai pertumbuhan (atau produksi keturunan) oleh
herbivora yang tersedia sebagai makanan bagi
konsumen sekunder. Dalam satu sisi, contoh-contoh
kita sesungguhnya menaksir terlalu tinggi pengubahan
produktivitas primer menjadi produktivitas sekunder
karena kita tidak memasukkan semua tumbuhan yang
tidak dikonsumsi oleh herbivora tersebut. Fakta
bahwa ekosistem alamiah umumnya kelihatan hijau,
ekosistem

tersebut

mengandung

banyak

sekali

tumbuh-tumhuhan yang menandakan bahwa banyak


produktivitas primer bersih tidak diubah dalam jangka
pendek menjadi produktivitas sekunder. Karnivora
sedikit lebih efisien dalam mengubah makanan ke
dalam biomassa, terutama karena daging lebih mudah
dicerna dibandingkan dengan tumbuhan. Akan tetapi

115

dalam

banyak

kasus,

konsumen

sekunder

menggunakan lebih banyak energi yang mereka


asimilasikan untuk respirasi seluler, yang secara
dramatis menurunkan jumlah energi kimia yang
tersedia bagi tingkat trofik berikutnya. Hewan
endoterm, secara khusus, menghabiskan sebagian
besar

energi

yang

diasimilasikannya

untuk

mempertahankan suhu tubuh yang tinggi dan relatif


konstan.

5.4.4. Efisiensi Ekologis dan Piramid Ekologi


Efisiensi

ekologis

(ecological

efficiency)

adalah persentase energi yang ditransfer dari satu


tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya, atau rasio
produktivitas bersih pada satu tingkat trofik terhadap
produktivitas bersih pada tingkat trofik di bawahnya.
Efisiensi ekologis sangat bervariasi pada organisme,
yang umumnya berkisar mulai dari 5% sampai 20%.
Dengan kata lain 80% sampai 95% energi yang
tersedia pada satu tingkat trofik tidak pernah
ditransfer ke tingkat berikutnya. Hilangnva energi
secara multiplikatif dari suatu rantai makanan dapat
digambarkan sebagai diagram piramida produktivitas
(pyramid of productivity), di mana tingkat trofik
ditumpuk dalam balok-balok dengan produsen primer

116

sebagai dasar piramida itu. Ukuran setiap balok itu


sebanding
tingkat

dengan

trofik

produktivitas

(per

satuan

masing-masing

waktu).

Piramida

produktivitas berbentuk khusus, yaitu sangat berat di


bagian dasar karena efisiensi ekologis yang rendah
(Gambar 3.5).

Gambar 3.5. Piramida produktivitas

Satu konsekuensi ekologis yang penting dari


penurunan transfer energi melalui suatu jaring-jaring
makanan

dapat

digambarkan

dalam

piramida

biomassa, di mana setiap tingkat menggambarkan


biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass)
dalam suatu tingkat trofik. Piramida biomassa
umumnya menyempit secara tajam dari produsen di
bagian dasar ke karnivora tingkat atas di bagian ujung,
karena transfer energi antara tingkat-tingkat trofik

117

adalah sedemikian tidak efisiennya (Gambar 3.5).


Akan tetapi, beberapa ekosistem akuatik memiliki
piramida biomassa yang terbalik dengan konsumen
primer melebihi produsen. Di perairan Terusan
Inggris, misalnya, biomassa zooplankton (konsumen)
lima kali berat fitoplankton (produsen) (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Piramida biomasa ekosistem akuatik

Piramida biomassa yang terbalik seperti itu terjadi


karena

zooplankton

mengkonsumsi

fitoplankton

sedemikian cepatnya, sehingga produsen tersebut


tidak pernah membentuk suatu populasi berukuran
besar atau standing crop. Fitoplankton tumbuh,
berproduksi,

dan

dikonsumsi

Fitoplankton

memiliki

suatu

secara
waktu

cepat.

pergantian

(turnover time) yang singkat, atau biomassa tanaman

118

tegakan yang lebih rendah dibandingkan dengan


produktivitasnya.

Namun

demikian,

piramida

produktivitas untuk ekosistem ini adalah terbalik,


seperti piramida pada Gambar 3.6 karena fitoplankton
memiliki

produktivitas

yang

lebih

tinggi

dibandingkan dengan zooplankton. Kehilangan energi


secara multiplikatif pada rantai makanan sangat
membatasi biomassa kesauruhan karnivora tingkat
atas yang dapat didukung oleh setiap ekosistem.
Hanya sekitar satu seperseribu energi kimia yang
disediakan melalui fotosintesis yang dapat mengalir
melalui

semua

jaring-jaring

makanan

hingga

mencapai konsumen tersier, seperti burung elang dan


hiu. Hal ini menjelaskan mengapa jaring-jaring
makanan umumnya meliputi hanya tiga sampai lima
tingkat trofik. Hal tersebut dikarenakan tidak ada
energi yang mencukupi dalam jaring-jaring makanan
tersebut untuk mendukung tingkat trofik lainnya.
Pemangsa

pada

tingkat

trofik

atas

cenderung

merupakan hewan yang cukup besar, biomassa yang


terbatas

pada

puncak

suatu

piramida

ekologi

terkonsentrasi dalam jumlah individu yang relatif


sedikit. Peristiwa ini tercermin dalam piramida jumlah
(pyramid of numbers) di mana ukuran masing-masing
balok

itu

sebanding

dengan

jumlah

individu

119

organisme yang terdapat pada masing-masing tingkat


trofik. Populasi pemangsa pada umumnya sangat
sedikit, dan hewan tersebut sangat jarang di dalam
habitat tersebut. Sebagai akibatnya, banyak pemangsa
sangat rentan terhadap kepunahan, dan juga terhadap
konsekuensi evolusioner akibat ukuran populasi yang
kecil.

Gambar 3.7. Piramida jumlah

Dinamika aliran energi memiliki implikasi


penting bagi populasi manusia. Memakan daging
merupakan suatu cara memperoleh produktivitas
fotosintetik yang relatif tidak efisien. Seorang
manusia akan mendapatkan jauh lebih banyak kalau
dengan memakan biji-bijian secara langsung sebagai
konsumen primer, dibandingkan dengan mengolah
sejumlah biji-bijian yang sama melalui tingkat trofik
lainnya dan memakan sapi pemakan biji-bijian

120

tersebut. Pada kenyataannya, pertanian di seluruh


dunia dapat berhasil memberi makan lebih banyak
orang dibandingkan dengan yang saat ini dilakukan
jika semua yang kita konsumsi hanya tumbuhtumbuhan, sebagai konsumen primer yang lebih
efisien.

5.5. Siklus Unsur Kimia Dalam Ekosistem


Meskipun ekosistem menerima masukan energi
matahari yang pada prinsipnya tidak akan habis, unsur
kimia hanya tersedia dalam jumlah terbatas. (Meteorit
yang kadang-kadang menubruk bumi adalah satu-satunya
sumber materi dari luar bumi). Dengan demikian,
kehidupan di bumi bergantung pada siklus ulang (daur
ulang) unsur-unsur kimia yang penting. Bahkan ketika
suatu

individu

organisme

masih

hidup,

banyak

persediaan zat kimianya berputar secara terus-menerus,


ketika nutrien diserap dan hasil buangan dilepaskan.
Pada saat suatu organisme mati, atom-atom yang
terdapat dalam molekul kompleks organisme tersebut
dikembalikan sebagai senyawa-senyawa yang lebih
sederhana ke atmosfer, air, atau tanah melalui penguraian
oleh bakteri dan fungi. Penguraian ini-melengkapi
kumpulan nutrien anorganik yang digunakan oleh
tumbuhan dan organisme

autotrof lainnya

untuk

121

membentuk suatu bahan organik baru. Karena perputaran


nutrien melibatkan komponen biotik dan abiotik suatu
ekosistem, perputaran itu juga disebut siklus biogeokimia
(biogeochemical cycle).
Lintasan spesifik suatu bahan kimia melalui suatu
siklus biogeokimia bervariasi menurut unsur yang
dimaksud dan pada struktur trofik suatu ekosistem. Akan
tetapi kita dapat mengenali dua kategori umum siklus
biogeokimia. Bentuk gas dari unsur karbon, oksigen,
sulfur, dan nitrogen, ditemukan dalam atmosfer, dan
siklus unsur-unsur ini pada dasarnya adalah global.
Sebagai contoh, sejumlah atom karbon dan oksigen yang
diperoleh

tumbuhan

dari

udara

sebagai

CO2,

kemungkinan telah dilepaskan ke atmosfer melalui


respirasi seekor hewan yang berada tidak jauh dari
tumbuhan tersebut. Unsur lain yang kurang aktif dalam
lingkungan yang meliputi fosfor, kalium, kalsium, dan
unsur-unsur yang ada dalam jumlah kecil, umumnya
bersiklus dalam skala yang lebih lokal, paling tidak
dalam jangka waktu yang pendek. Tanah adalah
reservoir abiotik utama unsur-unsur tersebut, yang
diserap oleh akar tumbuhan dan akhirnya dikembalikan
ke tanah oleh pengurai, umumnya di sekitar lokasi yang
sama. Model umum siklus nutrient yg menunjukkan
reservoir atau kompartemen utama unsure-unsur dan

122

proses yang mentransfer unsur-unsur diantara reservoirreservoir tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8. Model umum siklus nutrien

Sebagian besar nutrien terakumulasi dalam empat


reservoir,

yang

masing-masing

ditentukan

oleh

dua

karakteristik, yaitu apakah reservoir itu mengandung bahan


organik atau anorganik dan apakah bahan-bahan (materi)
tersedia secara langsung atau tidak langsung untuk digunakan
oleh organisme. Satu kompartemen bahan organik terdiri dari
organisme hidup itu sendiri dan detritus; nutrien ini tersedia
bagi organisme lain ketika konsumen itu saling memakan
satu sama lain dan ketika detritivora mengkonsumsi bahan
organik tidak hidup. Kompartemen organik kedua termasuk
deposit organisme-organisme yang suatu waktu pernah hidup

123

(batu bara, minyak, dan gambut) yang "terfosilkan", dimana


nutrien tidak dapat diasimilasi secara langsung. Bahan-bahan
dipindahkan

dari

kompartemen

organik

hidup

ke

kompartemen organik yang terfosilkan pada masa silam,


ketika organisme itu mati dan terkubur oleh sedimentasi
selama jutaan tahun untuk menjadi batu bara dan minyak.
Nutrien juga ditemukan dalam dua kompartemen anorganik,
yang satu adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien
tersebut tersedia untuk digunakan oleh organisme dan satu
lagi adalah kompartemen di mana nutrien-nutrien tersebut
tidak tersedia untuk digunakan oleh organisme lain.
Kompartemen anorganik yang tersedia meliputi zat-zat
(unsur dan senyawa) yang larut dalam air atau terdapat di
tanah atau udara. Organisme mengasimilasi bahan-bahan dari
kompartemen itu secara langsung dan mengembalikan
nutrien ke dalamnya melalui proses respirasi, ekskresi dan
dekomposisi (penguraian) yang cukup cepat. Unsur-unsur
pada kompartemen anorganik yang tidak tersedia terikat
dalam bebatuan. Meskipun organisme tidak dapat masuk ke
dalam kompartemen ini secara langsung, nutrien secara
perlahan-lahan akan menjadi tersedia untuk digunakan
melalui pelapukan dan erosi. Dengan cara serupa, bahanbahan organik yang tidak tersedia berpindah ke dalam
kompartemen nutrien anorganik yang tersedia melalui erosi

124

atau ketika bahan bakar fosil dibakar dan unsur-unsurnya


menjadi uap.
Menjelaskan siklus biogeokimia dalam teori umum
jauh lebih sederhana dibandingkan dengan secara nyata
melacak unsur-unsur melalui siklus ini. Ekosistem-ekosistem
tidak

saja

sangat

kompleks,

tetapi

umumnya

juga

mempertukarkan paling tidak sebagian zat-zatnya dengan


wilayah lain. Bahkan dalam kolam sekalipun, yang memiliki
perbatasan yang jelas, terdapat beberapa proses yang
menambahkan dan mengeluarkan nutrien pokok pada
ekosistem itu. Mineral yang terlarut dalam air hujan atau
yang mengalir dari lahan di sebelahnya akan menambah
mineral ke dalam kolam tersebut, seperti halnya serbuk sari
yang kaya nutrien, daun yang berguguran dan bahan-bahan
lain yang terkandung di udara. Selain itu, tentunya, terdapat
siklus karbon, oksigen dan nitrogen antara kolam tersebut dan
atmosfer. Burung bisa memakan ikan atau larva akuatik
serangga, yang mendapatkan persediaan nutriennya dari
kolam tersebut, dan sejumlah nutrien tersebut kemudian bisa
diekskresikan (dikeluarkan) di darat yang jauh dari daerah
drainase kolam tersebut. Melacak aliran masuk dan aliran
keluar padai ekosistem terestrial yang kurang jelas bahkan
lebih sulit lagi batas-batasnya. Namun demikian, para ahli
ekologi telah membentuk skema umum untuk siklus kimia
pada beberapa ekosistem, seringkali dengan menambahkan

125

sejumlah kecil perunut (tracer) radioaktif yang membuat


peneliti bisa mengikuti unsur kimia melalui berbagai
komponen biotik dan abiotik ekosistem tersebut.

5.5.1. Siklus Air


Meskipun hanya sebagian kecil air di Bumi
yang terdapat pada materi hidup, air sangat penting
bagi organisme hidup. Selain kontribusi air secara
langsung

bagi

kelestarian

hidup

lingkungan,

pergerakannya di dalam dan antarekosistem juga


mentransfer
biogeokimia.

zat-zat

lain

Siklus air

dalam

beberapa

siklus

digerakkan oleh energi

matahari, dan sebagian besar terjadi di antara lautan


dan atmosfer melalui penguapan (evaporasi) dan curah
hujan (presipitasi) (Gambar 3.9).

Gambar 5.9. Siklus air

126

Jumlah air yang menguap dari lautan melebihi


presipitasi di atas lautan, dan kelebihan uap air
dipindahkan oleh angin ke daratan. Di atas permukaan
daratan, presipitasi melebihi evaporasi dan transpirasi,
yaitu hilangnya air melalui euaporasi pada tumbuhan.
Aliran permukaan dan air tanah dari darat akan
menyeimbangkan aliran bersih uap air dari lautan ke
daratan. Siklus air berbeda dari siklus lainnya karena
sebagian besar aliran air melalui ekosistem terjadi
melalui proses fisik, bukan proses kimia; selama
evaporasi,

transpirasi,

mempertahankan

dan

bentuknya

presipitasi,

sebagai

H2O.

air
Suatu

pengecualian yang penting secara ekologis (meskipun


tidak secara kuantitatif) adalah perubahan air secara
kimia selama proses fotosintesis.

5.5.2. Siklus Karbon


Karbon merupakan bahan penyusun dasar
semua senyawa organik. Pergerakannya melalui suatu
ekosistem berbarengan dengan pergerakan energi,
melebihi zat kimia lain; karbohidrat dihasilkan selama
fotosintesis dan CO2 dibebaskan bersama energi selama
respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal balik
fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu

127

hubungan antara lingkungan atmosfer dan lingkungan


terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon dalam
bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daunnya dan
menggabungkannya

senyawa

tersebut

membentuk

bahan organik melalui proses fotosintesis. Sejumlah


bahan organik tersebut kemudian menjadi sumber
karbon

bagi

konsumen.

Respirasi

oleh

semua

organisme mengembalikan CO2 ke atmosfer.

Karbondioksida (CO2)
Respirasi
Respirasi
Air
Dekomposisi
Kombinasi

Fotosintesis

Makan

Tumbuhan

Hewan

2+

Mg

Mati

Mati

Bikarbonat
Pembakaran
Karbonat

Serasah

Presipitasi
Batuan Karbonat

Bahan Bakar
Fosil

Pembusukan
Dekomposer

Gambar 5.10. Siklus nitrogen

Kesetimbangan pertukaran karbon (antara yang


masuk dan keluar) antarreservoir karbon atau antara satu
putaran (loop) spesifik siklus karbon (misalnya atmosfer biosfer) dikenal sebagai neraca karbon. Analisis neraca
karbon dari sebuah pool atau reservoir dapat memberikan
128

informasi tentang apakah pool atau reservoir berfungsi


sebagai sumber (source) atau penyimpan (sink) karbon
dioksida. Terdapat 5 (lima) pool karbon (C pool) di alam,
yaitu lautan (oceanic pool), tanah (pedologic pool), atmosfer
(atmosferic pool), bahan bakar fosil (geological pool) dan
makhluk hidup (biotic pool) (Lal, 2008).

Gambar 5.11. Neraca karbon global

Pool lautan (oceanic C pool) merupakan pool terbesar


di alam. Lautan dapat menyimpan karbon sebesar 38.400 Pg
dimana sebagian besar berupa ion bikarbonat. Pada daerah
laut, terdapat tiga daerah penyimpan karbon, yaitu permukaan
laut, lapisan dalam dan bahan organik total. Permukaan laut
menyimpan karbon sebesar 670 Pg, lapisan yang lebih dalam
sebesar 36.730 Pg dan bahan organik total di lautan

129

menyimpan karbon sebesar 1.000 Pg (Lal, 2008). Pool laut


akan menyerap karbon dioksida dari atmosfer sebesar 92,3 Pg
dan akan melepaskan karbon ke atmosfer sebesar 90 Pg per
tahun. Dengan demikian terjadi surplus sebesar 2,3 Pg karbon
per tahun (Lal, 2008).
Pool geologi (geological C pool) merupakan pool
penyimpan karbon terbesar kedua. Pool geologi termasuk
didalamnya bahan bakar fosil dapat menyimpan karbon
sebesar 4.130 Pg. Dari 4.130 Pg karbon, 85% diantaranya
(3.510.,5 Pg) terdapat pada batu bara, 5,5% (227,15 Pg)
terdapat pada minyak bumi, 3,3% (136,29 Pg) terdapat pada
gas alam dan 6,2% (256,06 Pg) terdapat pada gambut (Lal,
2008). Pool geologi hanya memiliki hubungan satu arah
dengan atmosfer, artinya pool geologi tidak menyerap karbon
dari atmosfer tetapi akan melepaskan karbon ke atmosfer jika
dilakukan

aktivitas

pembakaran.

Hasil

dari

aktivitas

pembakaran bahan bakar fosil menyumbang sebesar 7,0 Pg


karbon per tahun (Lal, 2008).
Pool tanah (pedological C pool) merupakan pool
terbesar ketiga yang mampu menyimpan karbon sebanyak
2.500 Pg karbon pada kedalaman 1 m. Karbon dalam tanah
tersimpan dalam dua komponen berbeda yaitu pool karbon
organik tanah (soil organic carbon) yang menyimpan 1.550
Pg karbon dan pool karbon inorganik tanah (soil inorganik
carbon) yang menyimpan 950 Pg karbon (Batjes, 1996).

130

Karbon organik tanah mencakup sisa-sisa binatang dan


hewan yang telah terdekomposisi, bahan kimia hasil sintesis
secara mikrobiologi dan atau secara kimia dari pemecahan
produk serta tubuh mikroorganisme hidup, binatang kecil dan
produk dekomposisi lainnya (Schnitzer, 1991). Pool karbon
inorganik tanah terdiri atas elemen karbon dan mineral
karbonat seperti kalsit, dolomit, gipsum, bahan berkarbonat
primer dan bahan bekarbonat sekunder. Bahan berkarbonat
primer berasal dari perombakan batuan induk oleh aktivitas
cuaca, sedangkan bahan berkarbonat sekunder dibentuk dari
reaksi antara karbon dioksida (CO2) di atmosfer dengan Ca2+
dan Mg2+ yang berasal dari luar lingkungan ekosistem.
Karbon inorganik tanah merupakan unsur pokok yang sangat
penting pada daerah arid atau semi arid (Lal, 2008). Tanah
akan menyimpan karbon dari makhuk hidup yang telah mati
dalam bentuk biomasa di bawah tanah sebesar 60 Pg per
tahun. Sementara itu, sebanyak 60 Pg karbon per tahun
dilepaskan ke atmosfer melalui aktivitas respirasi tanah.
Aktivitas penggundulan hutan menyebabkan terjadinya erosi
tanah yang mengakibatkan pelepasan karbon sebesar 0,8-1,2
Pg per tahun ke atmosfer dan sebanyak 0,6 0,2 Pg karbon
per tahun dilepaskan ke badan perairan (Lal, 2008).
Pool atmosfer (atmospheric C pool) hanya mampu
menyimpan karbon sebanyak 760 Pg. Pada pool atmosfer
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,5 Pg C per tahun

131

atau 0,46% per tahun dari pelepasan emisi oleh pool lainnya,
khususnya akibat perubahan tata guna lahan, pembakaran
bahan bakar fosil dan perusakan hutan (Lal, 2008).
Pool biotik (biotic C pool) menyimpan karbon sebesar
560 Pg. Perpaduan antara pool tanah (pedologic C pool) dan
pool biotik (biotic C pool) disebut sebagai pool kabon daratan
(teresterial C pool). Pool biotik akan menyerap sebanyak 120
Pg karbon per tahun dari atmosfer melalui aktivitas
fotosintesis dan melepaskan sekitar 60 Pg karbon melalui
aktivitas respirasi tumbuhan. Jika mengalami deforestasi,
maka pool biotik akan melepaskan karbon ke atmosfer
sebesar 1,6 Pg per tahun. Aktivitas antropogenik akan
melepaskan sebanyak 8,6 Pg karbon per tahun ke atmosfer
dan 5,1 Pg atau 60% diantaranya akan diserap oleh pool
daratan. Hal ini menunjukkan peranan penting pool daratan
dalam siklus karbon global. Ekosistem daratan merupakan
penyerap karbon utama melalui fotosintesis serta menyimpan
CO2 dalam organisme hidup dan bahan organik yang telah
mati (Lal, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
pada dasarkan konsentrasi karbon dioksida di alam dalam
keadaan seimbang. Jumlah karbon total yang dilepas ke
atmosfer sebesar 210 Pg per tahun, sedangkan yang mampu
diserap sebesar 212,3 Pg per tahun sehingga ada surplus 2,3
Pg per tahun. Dalam kondisi alami tidak terjadi akumulasi

132

gas CO2 di atmosfer. Namun, adanya aktivitas manusia


berupa pembakaran bahan fosil dan perusakan hutan
menyebabkan penambahan karbon dioksida ke atmosfer
sebesar 8,4 9 Pg per tahun. Hal ini menyebabkan terjadinya
akumulasi CO2 sebesar 6,1-6,7 Pg per tahun karena tidak
dapat diserap oleh pool lainnya.
Siklus karbon diperumit lagi dalam lingkungan
akuatik melalui interaksi CO2 dengan air dan batu kapur.
Karbon

dioksida

yang

terlarut

membentuk asam karbonat

bereaksi

(H2CO3).

dengan

air

Asam karbonat

selanjutnya bereaksi dengan batu kapur (CaCO3) yang sangat


berlimpah pada kebanyakan perairan, termasuk lautan, untuk
membentuk ion bikarbonat dan karbonat:
H2O + CO2 H2CO3
H2CO3 + CaCO3 Ca(HCO3)2
2 HCO4Bikarbonat

2 H + 2 CO3

Ca2+ + 2 HCO3

2-

Karbonat

Ketika CO2 digunakan dalam fotosintesis di lingkungan


akuatik dan laut, kesetimbangan urutan reaksi ini bergeser ke
arah kiri, yang mengubah bikarbonat kembali menjadi CO2.
Dengan demikian, bikarbonat akan berfungsi sebagai
reservoir CO2. Autotrof akuatik bisa juga menggunakan
bikarbonat terlarut secara langsung sebagai sumber karbon.

133

Secara keseluruhan, jumlah karbon yang terdapat dalam


berbagai bentuk anorganik di lautan, tidak termasuk sedimen,
adalah sekitar 50 kali yang tersedia di atmosfer. Karena
reaksi anorganik CO2 ini dalam air, dan juga pengamjikannya
oleh fitoplankton laut, lautan bisa berfungsi sebagai suatu
"penyangga (buffer)" penting yang dapat menyerap sejumlah
CO2, yang ditambahkan ke atmosfer dengan cara pembakaran
bahan bakar fosil.

5.3.3. Siklus Nitrogen


Nitrogen merupakan salah satu unsur kimia
utama lain dalam ekosistem. Nitrogen ditemukan pada
semua asam amino, yang merupakan penyusun protein
organisme-organisme. Nitrogen tersedia bagi tumbuhan
hanya dalam bentuk mineral: NH4+ (amonium) dan
NO3- (nitrat). Meskipun atmosfer Bumi hampir 80%nya terdiri atas nitrogen, unsur ini sebagian besar
terdapat dalam bentuk gas nitrogen (N2 yang tidak
tersedia bagi tumbuhan. Nitrogen memasuki ekosistem
melalui dua jalur alamiah, yang keutamaan relatifnya
sangat bervariasi dari satu ekosistem ke ekosistem yang
lain. Sekitar 5% sampai 10% nitrogen yang yang
memasuki ekosistem dapat digunakan. Dalam proses
ini, NH4+ dan NO3 -, kedua bentuk nitrogen yang
tersedia bagi tumbuhan, ditambahkan ke tanah melalui

134

kelarutannya dalam air hujan atau melalui pengendapan


debu-debu halus atau butiran-butiran lainnya. Beberapa
tumbuhan, seperti Bromeliad epifit yang ditemukan
pada kanopi hutan hujan tropis memiliki akar udara
yang dapat mengambil NH4+ dan NO3-, secara langsung
dari atmosfer.

Gambar 5.11. Siklus nitrogen

Jalur lain untuk masuknya nitrogen ke ekosistem


adalah melalui fiksasi nitrogen (nitrogen fixation). Hanya
prokariota tertentu yang dapat memfiksasi nitrogen yaitu,
mengubah N2 menjadi mineral yang dapat digunakan untuk
mensintesis senyawa organik bernitrogeti seperti asam amino.

135

Prokariota merupakan mata rantai yang penting pada


beberapa titik dalam siklus nitrogen. Nitrogen difiksasi dalam
ekosistem terestrial oleh bakteri tanah yang hidup bebas
(nonsimbiotik) dan juga oleh bakteri simbiotik (Rhizobium)
dalam nodul akar legum dan tumbuhan tertentu lainnya.
Beberapa sianobakteri memfiksasi nitrogen dalam ekosistem
akuatik. Organisme yang memfiksasi nitrogen, tentunya
sedang memenuhi kebutuhan metaboliknya sendiri, tetapi
kelebihan amonia yang dibebaskan oleh organisme tersebut
menjadi tersedia bagi organisme lain. Selain dari sumber
alami nitrogen yang dapat digunakan ini, fiksasi nitrogen
secara industri dapat digunakan untuk pembuatan pupuk,
yang sekarang ini memberikan sumbangan utama dalam pool
mineral bernitrogen dalam ekosistem terestrial dan akuatik.
Produk langsung fiksasi nitrogen adalah amonia (NH3). Akan
tetapi, paling tidak sebagian besar tanah menjadi sedikit
bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke dalam tanah akan
menangkap sebuah ion hidrogen (H+) untuk membentuk
amonium, NH4+, yang dapat digunakan secara langsung oleh
tumbuhan. NH3 adalah gas, sehingga dapat menguap kembali
ke atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7.
NH3 yang hilang dari tanah ini kemudian dapat membentuk
NH4+ di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+
dalam curah hujan berkorelasi dengan pH tanah dalam
kisaran wilayah yang luas.

136

Pendaurulangan

nitrogen

secara

lokal

melalui

pengendapan atmosfer ini bisa sangat jelas di daerah


pertanian, dimana baik pemupukan nitrogen dan kapur (suatu
basa yang menurunkan keasaman tanah) digunakan secara
luas. Meskipun tumbuhan dapat menggunakan amonium
secara langsung, sebagian besar amonium dalam tanah
digunakan oleh bakteri aerob tertentu sebagai sumber energi;
aktivitasnya mengoksidasi amonium menjadi nitrit (NO2-)
dan kemudian menjadi nitrat (NO3-), suatu proses yang
disebut nitrifikasi. Nitrat yang dibebaskan dari bakteri ini
kemudian dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan diubah
menjadi bentuk organik, seperti asam amino dan protein.
Hewan hanya dapat mengasimilasikan nitrogen organik
dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Beberapa
bakteri dapat memperoleh oksigen yang mereka perlukan
untuk metabolisme dari nitrat bukan dari O2, dengan kondisi
anaerob. Sebagai akibat dari proses denitrifikasi ini, beberapa
nitrat diubah kembali menjadi N2, yang kembali ke atmosfer.
Perombakan dan penguraian nitrogen organik kembali ke
amonium, merupakan suatu proses yang disebut amonifikasi,
yang sebagian besar dilakukan oleh bakteri dan fungi
pengurai. Proses ini akan mendaur ulang sejumlah besar
nitrogen ke dalam tanah. Secara keseluruhan, sebagian besar
siklus bernitrogen dalam sistem alamiah melibatkan senyawa
bernitrogen dalam tanah dan air, bukan N2 atmosfer.

137

Meskipun fiksasi nitrogen penting dalam pembentukan pool


nitrogen

yang

tersedia,

menyumbangkan

sebagian

fiksasi
kecil

dari

nitrogen
nitrogen

hanya
yang

diasimilasikan setiap tahun oleh total vegetasi. Namun


demikian, banyak spesies umum tumbuhan bergantung pada
asosiasi mereka dengan bakteri pemfiksasi nitrogen untuk
menyediakan nutrien yang esensial tersebut dalam bentuk
yang dapat mereka asimilasikan. Jumlah N2 yang kembali ke
atmosfer melalui denitrifikasi juga relatif kecil. Pokok yang
penting adalah bahwa meskipun pertukaran nitrogen antara
tanah dan atmosfer sangat berarti dalam jangka panjang,
sebagian besar nitrogen pada sebagian besar ekosistem didaur
ulang secara lokal melalui penguraian dan reasimilasi.

3.5.4. Siklus Fosfor


Organisme memerlukan fosfor sebagai bahan
penyusun utama asam nukleat, fosfolipid, ATP dan
pembawa energi lainnya, serta sebagai salah satu
mineral penyusun tulang dan gigi. Dalam beberapa hal,
siklus fosfor lebih sederhana dibandingkan dengan
siklus karbon atau siklus nitrogen. Siklus fosfor tidak
meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak ada
gas yang mellgandung fosfor secara signifikan. Selain
itu, fosfor hanya ditemukan dalam satu bentuk
anorganik penting yaitu fosfat (PO43-) yang diserap oleh

138

tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik.


Pelapukan bebatuan secara perlahan-lahan menambah
fosfat ke dalam tanah (Gambar 5.12).

Gambar 5.12. Siklus fosfor

Setelah produsen menggabungkan fosfor ke


dalam

molekul

biologis,

fosfor

dipindahkan ke

konsumen dalam bentuk organik, dan ditambahkan


kembali ke tanah melalui ekskresi fosfat tersebut oleh
hewan dan oleh kerja pengurai bakteri dan fungi
pengurai pada detritus. Humus dan partikel tanah
mengikat fosfat, sedemikian rupa sehingga siklus fosfor
cenderung menjadi cukup terlokalisir dalam ekosistem.
Akan tetapi, fosfor benar-benar tergelontor ke dalam

139

badan air, yang secara perlahan-lahan mengalir dari


ekosistem terestrial ke laut.
Erosi hebat dapat mempercepat pengurasan
fosfat, tetapi pelapukan bebatuan umumnya sejalan
dengan hilangnya fosfat. Fosfat yang mencapai lautan
secara perlahan-lahan terkumpul dalam endapan,
kemudian tergabung ke dalam batuan, yang kemudian
dapat menjadi bagian dari ekosistem terestrial sebagai
akibat proses geologis yang meningkatkan dasar laut
atau menurunkan permukaan laut pada suatu lokasi
tertentu. Dengan demikian, sebagian besar fosfat
bersiklus ulang secara lokal di antara tanah, tumbuhan,
dan konsumen atas dasar skala waktu ekologis,
sementara suatu siklus sedimentasi secara bersamaan
mengeluarkan dan memulihkan fosfor terestrial selama
waktu geologis. Pola umum yang sama berlaku juga
bagi nutrien lain yang tidak memiliki bentuk yang
terdapat di atmosfer. Dalam suatu ekosistem akuatik
yang belum secara serius diubah oleh aktivitas manusia,
rendahnya fosfat terlarut sering kali membatasi
produktivitas primer. Akan tetapi, pada banyak kasus,
kelebihan

(bukan

keterbatasan)

fosfat

adalah

permasalahan juga. Penambahan fosfat dalam bentuk


limbah kotoran cair dan aliran permukaan dari ladang
pertanian yang dipupuk merangsang pertumbuhan alga

140

dalam ekosistem akuatik, yang seringkali memiliki


akibat negatif, seperti eutrofikasi.
Laju dimana nutrien bersiklus dalam ekosistem
yang berbeda-beda sungguh sangat beragam, yang
sebagian besar disebabkan oleh perbedaan dalam laju
penguraian. Dalam hutan hujan tropis, sebagian besar
bahan organik mengalami penguraian dalam tempo
beberapa bulan sampai beberapa tahun, sementara pada
hutan beriklim sedang, penguraian berlangsung dalam
tempo rata-rata 4 sampai 6 tahun. Di daerah tundra,
penguraian membutuhkan waktu sampai 50 tahun, dan
dalam suatu ekosistem akuatik, di mana sebagian besar
penguraian terjadi di dasar lumpur anaerob, proses itu
bahkan bisa terjadi lebih lambat lagi. Suhu dan
ketersediaan air serta O2, mempengaruhi seluruh laju
penguraian dan demikian juga waktu siklus nutrien.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi siklus nutrien
adalah keadaan kimiawi tanah lokal dan frekuensi
peristiwa kebakaran. Di beberapa bagian hutan hujan
tropis, nutrien pokok seperti fosfor ditemukan dalam
tanah pada kedalaman jauh di bawah kedalaman khas
suatu hutan temperate. Pertama kali hal ini mungkin
terlihat sebagai suatu paradoks, karena hutan tropis
umumnya memiliki produktivitas yang sangat tinggi.
Kunci

untuk

memecahkan

teka-teki

ini

adalah

141

penguraian yang cepat di daerah tropis yang disebabkan


oleh suhu yang hangat dan presipitasi yang berlimpah.
Selain itu, biomassa yang sangat besar dalam hutan
tersebut menyebabkan adanya kebutuhan yang tinggi
akan

nutrien,

yang

diserap

hampir

secepat

pembentukan nutrien tersebut melalui penguraian.


Sebagai akibat penguraian yang cepat, relatif sedikit
bahan organik yang terakumulasi sebagai lapisan daun
pada bagian dasar hutan hujan tropis; sekitar 75%
nutrien dalam ekosistem ditemukan dalam batang
pohon yang berkayu, dan sekitar 10% terkandung
dalam tanah. Konsentrasi beberapa nutrien yang relatif
rendah dalam tanah hutan hujan tropis disebabkan oleh
waktu siklus yang cepat, bukan akibat kelangkaan
unsur-unsur ini secara keseluruhan dalam ekosistem.
Dalam hutan temperate, di mana penguraian jauh lebih
lambat, tanah bisa mengandung 50% dari semua bahan
organik dalam ekosistem tersebut. Nutrien yang
ditemukan dalam detritus hutan temperata dan dalam
tanah bisa tetap berada di sana, selama periode waktu
yang

cukup

lama

sebelum

diasimilasikan

oleh

tumbuhan. Dalam suatu ekosistem akuatik, sedimen


dasar

sebanding

dengan

lapisan

detritus

dalam

ekosistem terestrial, namun berbeda dalam hal laju


penguraian yang sangat lambat dan fakta bahwa alga

142

dan tumbuhan akuatik umumnya mengasimilasikai


nutrien secara langsung dari air. Dengan demikian,
sedimen seringkali merupakan suatu buangan nutrien,
dan ekosisten akuatik hanya dapat sangat produktif jika
di sana terdapat pertukaran antara lapisan dasar air
dengan lapisan permukaan.

143

DAFTAR PUSTAKA

Burslem, D, M.Pinard and S. Hartley. 2005. Biotic


interaction in the tropics: Their role in the
maintenance of species diversity. UK. Cambridge
University Press.
Campbell, N. A. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta
Debano, L.E. D.G. Navy, P.E. Efolion. 1998. Fire Effect on
Ecosystems. John Willey & Sons, Inc. New York.
Desmukh, I. 1986. Ecology and Tropical Biology. Blackwell
scientific Publication Ltd. Oxford.
Ewuise, J.Y. 1980. Elements of tropical Ecology. Heineman
Educational Books, Inc. New Hampshire.
Ernst-Schulze, E. Beck and Muller. 2005. Plant Ecology.
Germany. Springer
Heddy, S., S. B Soemitro, dan S. Soekartomo. 1986.
Pengantar Ekologi. Rajawali. Jakarta
Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta. Bumi Aksara
Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publising
Company New York.
Lansberg, J.J. and S.T. Grower. 1997. Application
Physiological Ecology to Forest Management.
Academic Press, Inc. California.
Molles, MC. 2008. Ecology: concept and aplication. New
York. Mc Graw Hill.
Odum, Eugene P.1993. Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press.
Yogyakarta
Rahardjanto, A. 2001. Ekologi Umum. UNM Press. Malang
Ranta, E, P Lundberg and V Kaitala. 2006. Ecology of
Populations.
Cambridge. Cambridge University
Press.
Setiadi, Y. 1983. Pengertian Dasar Tentang Konsep
Ekosistem. Fakultas kehutanan IPB. Bogor

144

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan


Pembangunan. Djambanan. Jakarta
Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB.
Bandung
Syamsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. UNP
press. Padang
Vickery, M.L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John
Wiley & Sons, Ltd. Toronto.
Waring, R.H., W.H. Schleisinger. 1985. Forest Ecosystems
Concept and Management. Academic Press, inc.
London.
Whelan, R.J. 1995. The Ecology of Fire Cambridge
University Press. Great Britain.
Whitemore, T.C. and C.P. Burnham. 1984. Tropical Rain
Forest of The Far East. Oxford University Press.
Walton Street, Oxford.
Wolf, L dan S.J McNaughton. 1990. Ekologi Umum. UGM
press. Yogyakarta
Zahran, MA. 2009. ClimateVegetation. New York. Springer

145

También podría gustarte