Está en la página 1de 9

KASUS PERSAINGAN USAHA

Chevron divonis denda Rp 2,5 miliar


Oleh Yudho Winarto - Kamis, 16 Mei 2013

JAKARTA. Raksasa perusahaan minyak Chevron Indonesia Company divonis
bersalah melakukan tindakan diskriminasi dalam tender export pipeline front
end enggineering & design contract. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) menghukum Chevron membayar denda sebesar Rp 2,5 miliar.

"Menyatakan bahwa terlapor I (Chevron) terbukti secara sah dan menyakinkan
melanggar Pasal 19 Huruf D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," kata
Ketua Majelis Komisi Muhammad Nawir Messi, Kamis (16/5).

Dalam Pasal 19 Huruf d disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau
beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku uasaha lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Sementara itu, Majelis Komisi juga memutuskan bahwa PT Worley Parsons
Indonesia (terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 19 Huruf D UU No. 5
Tahun 1999. Chevron disebutkan melakukan praktek diskriminasi terhadap
peserta tender lainnya yakni PT Wood Group Indonesia. Sementara itu,
Chevron telah menetapkan PT Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang
tender.

Terkait putusan ini, Stefanus Haryanto, Kuasa Hukum Chevron, enggan untuk
memberikan komentarnya. "No comment ya," katanya. Hal serupa juga
disampaikan oleh Mochmad Fachri selaku kuasa hukum Worley Parsons.
Perkara ini berawal dari penyelidikan terhadap Resume Monitoring KPPU RI
mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Dugaan Pelanggaran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan Tender Export Pipeline Front End
Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron
Indonesia Company, yang dilakukan oleh Chevron Indonesia Company sebagai
Terlapor I dan PT Worley Parsons Indonesia sebagai Terlapor II.

Objek perkara ini adalah Tender Export Pipeline Front End Engineering &
Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company
dengan total estimate contract value sebesar 4.690.058 US$. Tender ini
menggunakan sistem pemasukan penawaran dua tahap berdasarkan PTK 007
Revisi 1 Tahun 2009, yang terdiri dari tahap teknis dan tahap komersial.

Sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/chevron-divonis-denda-rp-25-miliar


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 5
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
d. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Dalam kasus ini Chevron Indonesia Company melakukan tindakan
diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group
Indonesia dalam tender export pipeline front end enggineering & design
contract. Sementara itu, Chevron Indonesia Company telah menetapkan PT
Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang tender. Hal ini berarti
Chevron Indonesia Company telah melanggar Pasal 19 huruf d Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Bagian Kedua Tentang Pidana Pokok Pasal 48
1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14,
Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam
UNDANG-UNDANG NOMOR .5 TAHUN 1999 25
pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam
pidana
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.








JUM'AT, 25 MEI 2012 | 19:18 WIB
Hambat Importir Umum, BMW
Didenda Rp 1,5 Triliun
TEMPO.CO, Frankfurt - BMW kini tersandung kasus hukum di Swiss. Setelah
dituding menghambat bisnis importir umum, pabrikan mobil mewah asal Jerman itu
dikenai denda sebesar US$ 163 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun.

Seperti diberitakan Autonews, Jumat 25 Mei 2012, otoritas persaingan usaha Swiss
menjerat BMW dengan sanksi denda lantaran menghalang-halangi pemesanan
langsung maupun paralel dari importir perseorangan di negara tersebut.

Pada Oktober 2010, pemerintah Swiss menemukan fakta bahwa BMW melarang
warga Swiss membeli mobil di beberapa negara Eropa seperti Jerman, Islandia
maupun Norwegia. Langkah ini diduga dilakukan BMW lantaran banyak dealernya
yang merugi.

Warga Swiss rupanya memilih membeli mobil di luar negeri dan membawanya
pulang melalui jalur impor perseorangan. Sebabnya, harga jual di dealer dalam
negeri cukup mahal.

Sebagai contoh, untuk konsumen Swiss BMW menjual sedan seri 5 seharga US$
65.090 atau sekitar Rp 617 juta pada akhir 2010. Harga jual ini sudah termasuk
pajak pertambahan nilai sebesar 7,6 persen. Padahal di Jerman harga mobil itu
cuma US$ 52.660 atau sekitar Rp 499,2 juta.

Menanggapi masalah ini. manajemen BMW mengatakan akan menempuh langkah
banding. Perusahaan itu tengah menyiapkan argumen untuk membantah tuduhan
pemerintah Swiss. "Akan kami ajukan dalam bulan ini, sebelum masa tenggat
berakhir," katanya.
















Gara-Gara Diskriminasi, KPPU Hukum Chevron
Rp2,5 Miliar
Ada kesalahan tulis atau typo error pada dokumen
Jangan anggap enteng sebuah typo error alias kesalahan ketik. Apalagi jika typo
error tersebut berkaitan dengan dokumen tender. Buktinya, gara-gara salah ketik,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuat Chevron Indonesia
Company harus merogoh kocek sangat dalam demi membayar harga kesalahan
tersebut, yaitu senilai Rp2,5 miliar.
Kesalahan tersebut ditemukan KPPU karena sebuah laporan tentang dugaan
diskriminasi yang dilakukan oleh Chevron kepada PT Wood Group Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf d UU No 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kesalahan penting Chevron di mata KPPU adalah mengubah titel senior untuk
titel lead dalam Formulir Estimated Cummulative CTR Price and Man Hour.
Adapun alasan Chevron mengubah titel tersebut lantaran typo error alias salah
ketik semata. Namun, KPPU tidak dapat menerima alasan tersebut. Menurut
KPPU, hal tersebut bukanlah typo error semata.
KPPU melihat ada tiga titel yang menggunakan posisi senior dan lead,
yaitu Pipeline Senior Engineer (Deepwater), Pipeline Senior Engineer (Shallow
Water), dan Lead Flow Assurance Engineer. Dan majelis melihat tiga titel
tersebut memiliki posisi senior dan lead. Padahal untuk posisi senior dan
lead adalah dua istilah yang berbeda.
Dua istilah posisi ini juga tercantum dalam Proposed Organisation Chart dan
TabelMinimum Key Personnel. Namun, majelis menemukan tiga titel yang
tercantum dalamProposed Organisation Chart berada dalam level yang sama.
Atas kekeliruan ini, majelis berpandangan akan terjadi pemahaman yang berbeda
antara PT Worley Parsons Indonesia sebagai pemenang tender dengan PT Wood
Group Indonesia. Alhasil, pemahaman yang berbeda tersebut juga akan
memberikan konsekuensi yang berbeda pula pada saat Chevron melakukan
evaluasi komersial yang berakibat gugurnya Wood Group.
Selain itu, diskriminasi lain yang dilakukan Chevron adalah tidak diatur dan
dijelaskannya secara detail mengenai metode evaluasi komersial kepada peserta
tender. Chevron tidak pernah menjelaskan kepada peserta bahwa kepatuhan dan
konsistensi dokumen penawaran teknis dan penawaran komersial dapat
mendiskualifikasikan peserta. Tindakan ini juga telah merugikan Wood Group.
Soalnya, Chevron telah menggugurkan Wood Group lantaran dianggap tidak
konsisten dalam mengajukan penawaran komersial dengan Komitmen Teknis
meskipun Wood Group mengajukan penawaran harga terendah.
Selain dituding diskriminasi, Chevron juga dilaporkan telah melakukan
persekongkolan dengan PT Worley Parsons Indonesia sebagaimana diatur dalam
Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999. Persekongkolan tersebut terkait dengan
pengaturan pemenang untuk tender Export Pipeline Front End Engineering &
Design Contract (No C732791) di Lingkungan Chevron.
Akan tetapi, KPPU memutuskan untuk meloloskan Chevron dari tudingan
bersekongkol. Soalnya, KPPU tidak menemukan bukti yang kuat atas tudingan
tersebut. Bahkan, KPPU menyatakan investigator telah keliru dalam memahami
diskualifikasinya PT Wood Group Indonesia.
Untuk diketahui, investigator KPPU menyatakan bahwa Chevron terbukti
bersekongkol untuk memenangkan PT Worley Parsons Indonesia. Hal ini terlihat
dari dua cara yang dilakukan Chevron, yaitu dari pemberian CTR Man
Hour pada pre-bid meeting tertanggal 7 April 2010 dan pemberian Hypothetical
Man Hour.
Menurut investigator, CTR Man Hour yang diberikan kepada seluruh peserta
tender dalam amplop tertutup tersebut telah diisi untuk PT Worley Parsons
Indonesia. Sementara itu, peserta tender lain hanya memperolah CTR Man
Hour yang masih kosong. Namun, hal ini dibantah oleh Chevron dan PT Worley
Parsons Indonesia. Mereka mengatakan CTR Man Hour tidak diberikan dalam
amplop tertutup dan belum diisi. Atas hal ini, Majelis Komisi tidak sepakat
dengan investigator dan menyatakan tidak terdapat bukti yang meyakinkan.
Begitu pula dengan Hypothetical Man Hour. Investigator menyimpulkan bahwa
Chevron telah memberikan Hypothetical Man Hour yang telah terisi mengenai
distribusi ekspatriat dan nasional kepada PT Worley. Namun, Chevron tidak
melakukan hal yang sama kepada peserta tender yang lain. Akan tetapi, atas hal
ini, lagi-lagi Majelis Komisi tidak sependapat dengan investigator lantaran tidak
ada cukup bukti yang meyakinkan.
Menyatakan Chevron Indonesia Company melanggar Pasal 19 huruf d dan
memerintahkan untuk membayar denda sebesar Rp2,5 miliar, putus ketua majelis
Komisi,Nawir Messi,dalam persidangan, Kamis (16/5).
Sementara itu, kuasa hukum Chevron, Stephanus Heryanto enggan berkomentar
kepada wartawan. No Comment, ya, ucapnya sambil tersenyum.



Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51961a21c81b5/gara-gara-
diskriminasi--kppu-hukum-chevron-rp2-5-miliar


Analisis Kasus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT

Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
e. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
f. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
g. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau
h. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Dalam kasus ini Chevron Indonesia Company melakukan tindakan
diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group
Indonesia dalam tender export pipeline front end enggineering & design
contract senilai US$ 4,69 juta. Chevron Indonesia Company telah
memberikan Hypothetical Man Hour yang telah terisi mengenai distribusi
ekspatriat dan nasional kepada PT Worley Parsons Indonesia. Namun,
Chevron Company Indonesia tidak melakukan hal yang sama kepada peserta
tender yang lain. Hal ini berarti Chevron Indonesia Company telah
melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Bagian Kedua Tentang Pidana Pokok Pasal 48
4. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14,
Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam)
bulan.
5. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
6. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Berdasarkan Pasal 48 pelanggaran Pasal 19 diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan. Namun
berdasarkan Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Chevron Indonesia Commpany wajib membayar denda sebesar Rp.
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) yang harus disetor ke
Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).



Terbukti Terlambat Melapor, KPPU Menghukum PT
Muarabungo Plantation


KPPU.go.id (08/04), Terbukti terlambat melapor atas pengambilalihan saham
PT Tandan Abadi Mandiri oleh PT Muarabungo Plantation, Majelis Komisi
memutuskan bahwa PT Muarabungo wajib membanyar denda sebesar Rp
1.249.000.000 (satu miliar dua ratus empat puluh sembilan juta rupiah). Dalam
putusannya, Majelis Komisi menyatakan bahwa PT Muarabungo Plantation
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999
juncto Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010.
Majelis Komisi yang terdiri dari R. Kurnia Syaranie, sebagai Ketua Majelis
Komisi, Tresna P. Soemardi dan Munrokhim Misanam sebagai anggota menilai
bahwa PT Muarabungo Plantation telah melakukan pengambilalihan atas saham
PT Tandan Abadi Mandiri yang berlaku efektif secara hukum pada 15 Oktober
2012 sesuai dengan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
AHU-AH.01.10-05810 tentang Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data
Perseroan PT Tandan Abadi Mandiri.
Selanjutnya, Majelis Komisi berpendapat nilai aset dan nilai omset gabungan
setelah PT Muarabungo melakukan pengambilalihan saham PT Tandan Abadi
Mandiri telah memenuhi batas minimal nilai aset dan nilai omset ganbungan yang
wajib dilaporkan kepada Komisi, sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU
No. 5 Tahun 1999. Berdasarkan jangka waktu Surat Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor AHU-AH.01.10-05810 tentang Penerimaan Pemberitahuan
Perubahan Data Perseroan PT Tandan Abadi Mandiri, dan waktu pemberitahuan
Terlapor kepada KPPU, maka PT Muarabungo Plantation telah melakukan
keterlambatan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan selama 76 hari.

Bagian Keempat
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Pasal 28
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
diatur dalam Peraturan Pemerintah.



Pasal 29
1. Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau
nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada
Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut.
2. Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata
cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Dalam kasus ini terdapat beberapa hal dimana :
1. PT Muarabungo Plantation telah melakukan pengambilalihan atas saham PT
Tandan Abadi Mandiri yang berlaku efektif secara hukum pada tanggal 15
Oktober 2012 sesuai dengan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor AHU-AH.01.10-05810 tentang Penerimaan Pemberitahuan
Perubahan Data Perseroan PT Tandan Abadi Mandiri;
2. Nilai aset dan nilai omset gabungan setelah Terlapor melakukan
pengambilalihan saham PT Tandan Abadi Mandiri telah memenuhi batas
minimal nilai aset dan nilai omset ganbungan yang wajib dilaporkan kepada
Komisi, sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999;
3. Berdasarkan jangka waktu Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor AHU-AH.01.10-05810 tentang Penerimaan Pemberitahuan
Perubahan Data Perseroan PT Tandan Abadi Mandiri, dan waktu
pemberitahuan Terlapor kepada KPPU, maka Terlapor telah melakukan
keterlambatan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan selama 76
(tujuh puluh enam) hari;

Berdasarkan alat bukti, fakta serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas,
maka PT Muarabungo Plantation telah melanggar Pasal 29 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2010

Bagian Kedua Tentang Pidana Pokok Pasal 48
1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14,
Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam)
bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Menghukum Terlapor, membayar denda sebesar Rp.1.249.000.000.- (Satu Miliar
Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Juta Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara
sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha.

También podría gustarte