Está en la página 1de 26

BAB 1

Pendahuluan
Pengertian bank dan jenis nya
Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk
menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana
tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-macam dan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia
beserta arti definisi / pengertian masing-masing bank.
Jenis-Jenis Bank :
1. Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968
yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana,
mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan
pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu
sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
2. Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan uang menawarkan berbagai layanan produk dan jasa
kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat
dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual
beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang
berharga, dan lain sebagainya.
3. Bank Perkreditan Rakyat / BPR
Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah
operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan
kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum,
menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat
bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.








Profil bank century
PT Bank Century Tbk
PT. BANK CENTURY, Tbk.
Alamat Kantor Pusat/Office:
GD. SENTRAL SENAYAN I , JL. ASIA AFRIKA NO.8, JKT
Telepon/Phone: (021) 5724180 (HUNTING)

didirikan pada 6 Desember 2004 merupakan hasil merger tiga bank yakni Bank CIC
International, Bank Pikko dan Bank Danpac sejak 21 November 2008 diambil alih oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

berubah nama menjadi PT Bank Mutiara.

Pemegang Saham
Public : 45.26 %
Chinkara Capital Ltd. : 27.7 %
Klaas Consultant : 11.93 %
Outlook Investment : 5.42 %
UOB Kay Hian Pte Ltd : 5.41 %
CFGL FCC : 4.28 %

Board of Commissioner:
President Commissioner : Drs. Sulaiman Ahmad Basyir, SH
Vice President Commissioner : Muhammad Arif Khan
Commissioner : Drs. Rusli Prakarsa
Commissioner : Poerwanto Kamsjadi
Independent Commissioner : Drs. Rusli Prakarsa
Independent Commissioner : Muhammad Arif Khan
Independent Commissioner : Poerwanto Kamsjadi

Board of Directors:
Presiden Director : Anwary Surjaudaja
Director : Drs. Hamidy
Director : Edward Mandahar Situmorang
Director : Hermanus Hasan Muslim
Director : Laurence Kusuma
Director : Sriyono

Audit Committee:
Chairman of Audit Committee : Poerwanto Kamsjadi
Audit Committee : Razaly Hasman
Audit Committee : Yusuf Subianto

Corporate Secretary:
Corporate Secretary : Deddy Triyanab


Karakteristik keuangan bank

Bank adalah unit usaha yang mempunyai karakteristik keuangan yang berbeda dibandingkan
perusahaan pada umumnya. Perbedaan ini karena mayoritas sumber dana (source of funds)
bank adalah dari utang atau pinjaman dalam bentuk dana simpanan masyarakat (Dana Pihak
Ketiga /DPK). Sementara modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) hanya merupakan minoritas,
yaitu sesuai ketentuan Bank for International Settlement (BIS) maupun Bank Indonesia (BI)
diperbolehkan sampai dengan minimal sebesar 8%. Yang berarti besarnya pinjaman bank bisa
mencapai 1.250% dari modal (100% dibagi 8%). Hal ini berbeda dengan perusahaan biasa,
dimana perbandingan utang dan modal (debt to equity ratio) yang dianggap sehat adalah tidak
boleh lebih dari 200%.

Disamping itu, tenor dari utang atau pinjaman DPK jangka waktunya pendek yaitu deposito 1
bulan sampai 12 bulan, giro dan tabungan jangka waktunya lebih pendek lagi karena bisa
ditarik kapan saja. Sementara penggunaan dana DPK, sebagian besar diinvestasikan pada
portfolio kredit yang berjangka waktu lebih panjang (1 tahun sampai 10 tahun).
Dari pengelolaan sumber dan penggunaan dana tersebut ada risiko perbedaan jangka waktu
(asset liability mismatch). Yang bila tidak dikelola dengan baik, bank bisa mengalami kesulitan
likuiditas. Namun manajemen bank yang profesional umumnya dapat mengelola sumber dan
penggunaan dana ini dengan baik melalui penyediaan cadangan likuiditas dalam bentuk
primary reserve dan secondary reserve.

Primary reserve sebagai cadangan likuiditas yang utama terdiri dari aktiva yang paling likuid
(most liquid assets) karena dapat segera dijadikan uang kas (cash) dan relative bebas
risiko. Asset yang masuk dalam kategori ini adalah uang kas, giro pada BI dan giro pada bank
lain (termasuk giro wajib minimum pada BI), deposito pada bank lain, penempatan pada BI
dan penempatan pada bank lain serta surat berharga BI dan Surat Utang Negara (SUN).
Primary reserve disebut juga sebagai liquid asset yang ukuran ideal rationya (quality level)
adalah minimal sebesar 20%.

Sementara secondary reserve yangberfungsi sebagai penyangga primary reserve, portfolio
asset terdiri dari investasi jangka pendek yang relative berisiko rendah (moderately liquid
assets) seperti surat berharga dengan kriteria short term, high quality dan marketable (mudah
diperjualbelikan). Adapun surat berharga yang memenuhi kriteria tersebut adalah obligasi
BUMN/BUMD dan obligasi swasta yang likuid. Pencadangan ini tidak ada ukuran idealnya
karena tergantung dari kondisi keuangan masing-masing bank seperti besarnya kekurangan
maupun kelebihan dana bank (excess fund).

Primary reserve dan secondary reserve dibentuk untuk berjaga-jaga jika terjadi penarikan dana
yang predictable (bisa diprediksi) misalnya karena adanya deposito yang akan jatuh tempo atau
keperluan dana untuk pencairan kredit. Namun jika terjadi rush, tidak ada bank yang
mempunyai cadangan cukup untuk membayar dana masyarakat yang ditarik. Kesimpulannya,
dengan karakteristik keuangan bank seperti tersebut diatas, bank sangat rentan (vulnerable)
jatuh dalam kesulitan likuiditas apabila terjadi rush.
Tabel 1
Neraca Bank Umum Per 30 November 2008

Aktiva % Passiva %
Primary Reserve (giro pada BI dan
bank lain, deposito pada bank lain,
call money pd BI dan bank lain,
SBI/SUN)
23.00%
Kewajiban : Dana Pihak Ketiga
(DPK)
77.66%
Secondary Reserve (surat berharga /
obligasi BUMN / BUMD, swasta yang
berkualitas tinggi dan marketable)
5.00%
Kewajiban Lainnya
(kewajiban pada BI, interbank call
money, surat berharga yang
diterbitkan dan pinjaman yang
diterima)
12.78%
Kredit 60.00%

Lain-lain (tagihan, aktiva tetap dll) 12.00% Modal 9.55%
Total 100.00% Total 100.00%
Sumber data BI Statistik Perbankan Indonesia Volume 6 No. 12, November 2008, diolah.
Kondisi Keuangan Perbankan Nasional per 30 November 2008

Untuk menguji kesimpulan diatas, penulis mempergunakan data 120 bank umum per 30
November 2008, dan mengkonversinya menjadi suatu neraca yang dapat menginformasikan
gambaran secara umum mengenai kondisi keuangan perbankan nasional pada waktu
dilakukannya penyelamatan Bank Century tanggal 21 November 2008. Data diambil dari
website Bank Indonesia (www.bi.go.id) Buku Statistik Perbankan Indonesia Volume 6 No. 12,
November 2008 - Kegiatan Usaha Bank Umum Tabel 1.1.

Untuk memudahkan pembahasan, sisi aktiva pada Tabel 1 saya kelompokkan berdasarkan
tingkat likuiditasnya yaitu dari yang paling likuid (primary reserve 23%), cukup likuid (secondary
reserve 5%), kurang likuid (kredit 60%) dan tidak likuid (tagihan dan aktiva tetap 12%).
Sementara dari sisi pasiva dikelompokkan berdasarkan jenis dan jangka waktu pinjaman yaitu
dari yang paling pendek (DPK 77,66%), menengah panjang (kewajiban lainnya 12.78%) dan
modal 9.55%.

Ratio primary reserse atau liquid asset sebesar 23% berada di atas quality level (20%) yang
berarti sebagai cadangan, ketersediaan aktiva yang paling likuid ini cukup memadai untuk
mendukung likuiditas. Sementara ratio secondary reserve walaupun tidak ada ukuran idealnya,
pencadangan sebesar 5% dianggap kurang memadai karena pada saat krisis global waktu itu,
harga surat berharga sedang jatuh sekitar 20% - 50% dari nilai parnya. Terlebih lagi kalau surat
berharga yang dimiliki terdiri dari obligasi yang berkualitas rendah seperti yang dimiliki Bank
Century, maka pencadangan secondary reserve bisa menjadi tidak ada harganya alias nihil.

Dan jika terjadi rush pada bulan November 2008 dan ada penarikan DPK sebesar 30%, maka
cadangan primary reserve yang hanya tersedia sebesar29.61% dari DPK(23% : 77,66%)
tersedot habis dan akan ada bank-bank nasional yang jatuh dalam kesulitan likuiditas sehingga
membuatnya menjadi tidak mampu menjalankan bisnisnya. Karena dengan habisnya primary
reserve, bank masih harus mencari dana untuk memenuhi giro wajib minimum di Bank
Indonesia, menyiapkan pelunasan pinjaman interbank maupun mendanai pembiayaan kredit.

Apakah mungkin penarikan dana sebesar 30%? Dari laporan keuangan publikasi Bank Century,
DPK per 30 September 2008 sebesar Rp. 11 triliun melorot hingga mencapai Rp. 5 triliun per 31
Desember 2008, yang berarti dana yang keluar mencapai 54%. Padahal tanggal 21 November
Bank Century tidak jadi ditutup, namun dana yang keluar tetap saja mengalir deras sampai
akhir Desember 2008. Jadi perkiraan rush sebesar 30% adalah suatu hal yang sangat mungkin
terjadi di perbankan nasional.

Saat itu di kwartal keempat 2008, kesulitan likuiditas bukan saja terjadi pada bank-bank
menengah kecil yang dananya bermigrasi ke bank-bank besar. Tetapi kondisi likuiditas di bank-
bank besar juga sangat ketat, yang ditandai dengan dibentuknya command center yang khusus
bertugas untuk memantau keluar masuknya dana bank setiap hari.
Dari data empiris, memang tidak diperoleh informasi yang menyebutkan besaran dana yang di
rush pada satu bank. Informasi yang ada hanya menyatakan bahwa jika bank yang di
rush tidak memiliki uang kas yang cukup dan para deposan tidak dapat menarik uangnya maka
akan lebih banyak deposan yang berusaha menarik simpanan mereka.

Isu rush bukan saja terjadi untuk hal-hal yang terkait dengan keuangan bank, tetapi juga
yang non keuangan seperti kasus BCA pada bulan Mei 1998 yang di rush oleh nasabahnya
yang khawatir BCA akan likuidasi karena adanya saham keluarga mantan Presiden Soeharto.
Seperti diketahui akhirnya BCA diambilalih oleh pemerintah dan menjadi bank BTO (bank take
over) yang kemudian direkapitalisasi karena kesulitan mendapatkan kembali sumber
pendanaan dari DPK.
Bank yang kesulitan likuiditas akan menjadi bank gagal

Pada keadaan normal, bank yang kesulitan likuiditas bisa mencari pinjaman jangka pendek ke
pasar uang antar bank (interbank call money). Namun pada saat itu (November 2008 Maret
2009) sulit untuk mendapatkan dana dari interbank karena bank-bank besar tidak mau
memberikan pinjaman money market ke bank menengah kecil karena khawatir dana yang
dipinjam tidak akan kembali alias macet.

Pilihan terakhir mencari pinjaman untuk mengatasi likuiditas adalah ke Bank Indonesia sebagai
lender of the last resort. Karena dengan sudah habisnya primary reserve dan nihilnya
secondary reserve, asset bank yang masih berharga dan bisa dijadikan agunan ke Bank
Indonesia hanya tinggal porfolio kredit (asset kredit inipun harus kolektibilitas lancar dalam 3
bulan terakhir untuk bisa dijadikan agunan fasilitas pinjaman jangka pendek dari Bank
Indonesia).

Apakah Bank Indonesia mau memberikan pinjaman? Kalau satu dua bank yang membutuhkan
bantuan likuiditas, mungkin Bank Indonesia masih bisa menggelontorkan likuiditasnya.
Namun kalau ada 23 bank yang pada bulan November 2008 itu benar-benar jatuh dalam
kesulitan likuiditas dan semuanya mengajukan pinjaman, Bank Indonesia mungkin tidak akan
sanggup memenuhi permintaan tersebut karena jumlahnya yang sangat besar. Terlebih lagi
sudah ada pengalaman buruk dalam mengucurkan BLBI akibat krisis moneter 1997, dimana
pemberian pinjaman likuiditas seperti ini berpotensi bermasalah dan akan membebankan
keuangan negara. Rasanya Bank Indonesia tidak akan mau jatuh lagi di lubang yang sama.

Dengan tidak adanya bantuan likuiditas, bank-bank yang bermasalah menjadi insolvent -karena
utangnya lebih besar dari pada aktivanya- dan bank yang sudah tidak dapat disehatkan lagi
akan ditetapkan sebagai bank gagal oleh Bank Indonesia. Selanjutnya -jika bank gagal tidak
ingin diselamatkan- LPS harus membayar dana nasabah yang dijamin. Berapa besar dana
yang diperlukan? Dengan asset LPS yang hanya sebesar Rp. 14 triliun, tentunya dana dan
modal LPS tidak akan cukup untuk membayar simpanan nasabah yang dijamin. Namun LPS
tidak boleh bangkrut dan wajib membayar simpanan nasabah yang di bawah nilai penjaminan.
Undang Undang LPS menegaskan bahwa, dalam hal modal LPS kurang dari modal awal maka
Pemerintah dengan persetujuan DPR menutup kekurangan tersebut. Berapa besar tambahan
modal yang harus disetor Pemerintah dan DPR? Jawabannya pasti berkali-kali lipat dari dana
talangan Bank Century yang Rp. 6,7 triliun.

Jadi berdasarkan karakteristik dan kondisi keuangan bank seperti yang telah dibahas diatas,
adalah suatu hal yang logis diambilnya keputusan bail out Bank Century oleh KSSK.

Demikian analisa ini disampaikan, semoga dapat menjadi tambahan referensi bagi para wakil
rakyat yang sedang bekerja untuk kebenaran.

Kronologis
Merger
Hasil merger tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century
yang sebelum merger ketiga bank tersebut didahului dengan adanya akuisisi Chinkara Capital
Ltd yang berdomisili hukum di Kepulauan Bahama dengan pemegang saham mayoritas adalah
Rafat Ali Rizvi
Persetujuan prinsip atas akuisisi diputuskan dalam rapat dewan gubenur Bank Indonesia pada
27 November 2001 dengan memberikan persetujuan akuisisi meski Chinkara Capital Ltd tidak
memenuhi persyaratan administratif berupa publikasi atas akuisisi oleh Chinkara Capital Ltd,
laporan keuangan Chinkara untuk tiga tahun terakhir, dan rekomendasi pihak berwenang di
negara asal Chinkara Capital Ltd dan rapat dewan gubenur Bank Indonesia hanya
mensyaratkan agar ketiga bank tersebut melakukan merger, memperbaiki kondisi bank,
mencegah terulangnya tindakan melawan hukum, serta mencapai dan mempertahankan rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) 8%.
Izin akuisisi pada akhirnya diberikan pada 5 Juli 2002 meski dari hasil pemeriksaan BI terdapat
indikasi adanya perbuatan melawan hukum yang melibatkan Chinkara Capital Ltd, pada Bank
CIC akan tetapi Bank Indonesia tetap melanjutkan proses merger atas ketiga bank tersebut
meski berdasarkan hasil pemeriksaan BI periode tahun 2001 hingga 2003 ditemukan adanya
pelanggaran signifikan oleh ketiga bank tersebut antara lain, pada Bank CIC, terdapat transaksi
Surat-surat berhaga (SSB) fiktif senilai US$ 25 juta yang melibatkan Chinkara Capital Ltd dan
terdapat beberapa Surat-surat berhaga (SSB) yang berisiko tinggi sehingga bank wajib
membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang berakibat rasio kecukupan
modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) menjadi negatif, serta pembayaran kewajiban general
sales management 102 (GSM 102) dan penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam jumlah
besar yang mengakibatkan bank mengalami kesulitan likuiditas, serta pelanggaran Posisi
Devisa Neto (PDN). pada Bank Pikko terdapat kredit macet Texmaco yang ditukarkan dengan
medium term note (MTN) Dresdner Bank yang tidak punya notes rating dan berkualitas rendah
dibawa masuk dalam merger Bank Century,
[6]
sehingga bank wajib membentuk Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang berakibat rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio (CAR)) menjadi negatif. Proses akuisisi seharusnya dapat dibatalkan jika
mengacu pada persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam persetujuan akuisisi
tanggal 5 Juli 2002, persyaratan tersebut antara lain menyebutkan apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap Bank CIC terbukti bahwa bilamana Chinkara Capital Ltd sebagai
pemegang saham bank melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan
akan tetapi pada 6 Desember 2004, Bank Indonesia malah memberikan persetujuan merger
atas ketiga bank tersebut.
Pemberian persetujuan merger tersebut dipermudah berdasarkan catatan Direktur Direktorat
Pengawasan Bank kepada Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Gubernur Senior Bani
Indonesia pada 22 Juli 2004. Bentuk kemudahan tersebut adalah berupa Surat-surat berhaga
(SSB) pada Bank CIC yang semula dinilai macet oleh Bank Indonesia menjadi dinilai lancar
sehingga kewajiban pemenuhan setoran kekurangan modal oleh pemegang saham pengendali
(PSP) menjadi lebih kecil dan akhirnya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR))
seolah-olah memenuhi persyaratan merger, termasuk hasil fit and propper test sementara
atas pemegang saham dalam hal ini Rafat Ali Rizvi yang dinyatakan tidak lulus lalu ditunda
penilaiannya dan tidak diproses lebih lanjut. pemberian kelonggaran tersebut tidak pernah
dibahas dalam forum dewan gubenur Bank Indonesia namun hanya dilaporkan dalam catatan
Direktur Direktorat Pengawasan Bank tanggal 22 Juli 2004. Dalam proses pemberian izin
merger terjadi manipulasi oleh Direktur Bank Indonesia yang menyatakan seolah-olah Gubernur
Bank Indonesia memberikan disposisi bahwa merger ketiga bank tersebut mutlak diperlukan,
kembali Bank Indonesia tidak menerapkan aturan dan persyaratan dalam pelaksanaan akuisisi
dan merger sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direksi BI No 32/51/KEP/DIR
tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi
Bank Umum, SK Direksi BI No 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas
Aktiva Produktif demikian pula dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 2/l/PBI/2000 tanggal
14 Januari 2000 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (fit and propper test)
sebagaimana terakhir diubah dengan PBI No 5/25/PBI/2003 tanggal 10 November 2003.
Pasca merger
Selama periode tahun 20052008, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BI atas Bank Century
yang diterbitkan pada 31 Oktober 2005, diketahui bahwa posisi rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio (CAR)) Bank Century per 28 Februari 2005 (dua bulan setelah merger) adalah
negatif 132,5% bila sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Bank Minimum Bank Umum dan PBI
No.6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagaimana
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/38/PB 1/2005, seharusnya Bank Century
ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus sejak adanya Laporan Hasil Pemeriksaan
Bank Indonesia atas Bank Century diterbitkan pada 31 Oktober 2005.
Bank Indonesia kemudian kembali menyetujui untuk tidak melakukan penyisihan 100% atau
pengakuan kerugian membentuk yang berbentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) terhadap Surat-surat berhaga (SSB) tersebut padahal menurut Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No 7/2/ PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum,seharusnya
atas Surat-surat berhaga (SSB) tersebut dilakukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) atau penyisihan cadangan kerugian sebesar 100% dengan demikian hal tersebut sudah
dapat merupakan rekayasa akuntansi yang dilakukan Bank Century agar laporan keuangan
bank tetap menunjukkan kecukupan modal dan ini kembali disetujui oleh Bank Indonesia
sebagai pengawas bank-bank.
Pada tanggal 17 Pebruari 2006, Bank Century melakukan Perjanjian Asset Management
Agreement (AMA) dengan Telltop Holdings Ltd, Singapore yang akan berakhir pada tanggal 17
Pebruari 2009, dalam rangka penjualan surat-surat berharga Bank sebesar US$ 203,4 juta
Selanjutnya dalam rangka pejualan surat berharga tersebut Telltop Holdings Ltd menyerahkan
Pledge Security Deposit sebesar US$ 220 juta di Dresdner Bank (Switzerland) Ltd. Perjanjian
AMA tersebut telah diamandemen pada tahun 2007, dengan penambahan surat-surat berharga
yang dikelola oleh Telltop Holding Ltd menjadi US$ 211,4 juta kemudian sebelum perjanjian
AMA tersebut berakhir, pada tanggal 28 Januari 2009 Bank telah melakukan konfirmasi hasil
realisasi penjualan surat-surat berharga tersebut kepada Telltop Holdings Ltd oleh karena
belum ada jawaban Bank Century melakukan klaim atas Pledge Security Deposit sebesar US$
220 juta kepada Dresdner Bank (Switzerland) Ltd.
[7]

Bank ini mengalami berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan kepemilkan Surat-surat
berhaga (SSB) antara lain US Treasury Strips, (Separate Trading of Registered Interest and
Pricipal Securities) sebanyak US$ 177 juta (sejumlah US$ 115 juta dari US Treasury strips telah
dijaminkan kepada Saudi National Bank Corp sesuai dengan perjanjian tgl 7 Desember 2006
untuk menjamin fasilitas L/C Confirmation. Sisa instrumen ini sebesar US$ 13 juta dipegang
oleh First Gulf Asian Holdings sebagai custodian dan $45 juta dipegang oleh Dredner Bank
sebagai custodian) dan negotiable certificates of deposit {NCD). Terdiri dari negotiable
certificates of deposit {NCD) National Australia Bank, London sebesar US$ 45 juta, Nomura
Bank International Plc. London sebesar US$ 38 juta dan Deutsche Bank sebesar US$ 8 juta
yang secara fisik penguasaan negotiable certificates of deposit {NCD) tersebut berada pada
First Gulf Asian Holdings (Chinkara Capital Limited) selaku custodian bagian pelanggaran Batas
Maksimal Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN) oleh pengurus bank.

BAB 2
Regulasi perbankan dan permasalahn bailout bank century
Bailout dapat dilakukan apabila memnuhi persyaratan CAR (rasio kecukupan modal)
yaitu minimal 8%
(CAR century adalah -3.5% saat di bailout)
- Versi pemerintah-
Bailout century adalah langkah tepat (karena berdampak sistemik)
5 alasan bank century berdampak sitemik
Kita lihat dampak pertama, yaitu kondisi sistem pembayaran.
Sistem pembayaran boleh jadi berjalan normal, namun dengan gejala
segmentasi di pasar uang antarbank (PUAB) yang makin meluas.

Bukan hanya itu. Terdapat potensi kerentanan apabila terjadi flight to quality
atau capital outflow yang mengakibatkan bank-bank menengah-kecil akan mengalami
kesulitan likuditas.

Bahkan, terdapat 18 bank yang berpotensi mengalami kesulitan
likuiditas bila hal tersebut terjadi. Di sisi lain, ada lima bank yang
memiliki karakteristik mirip Bank Century diduga akan mengalami
kesulitan likuiditas.

Kepanikan seperti itu membuat bank-bank cenderung menahan
likuiditas, baik rupiah maupun valuta asing (valas), untuk keperluan
likuiditasnya masing-masing.

Kondisi seperti ini akan membahayakan bank-bank yang tidak memiliki kekuatan
likuiditas yang cukup.

Lebih mengerikan lagi, jika kemudian muncul rumor atau berita negatif mengenai
kegagalan bank dalam settlement kliring/real time gross settlement (RTGS), hal
ini akan dengan cepat memicu terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat dan
berpotensi menimbulkan bank run.

Disebut-sebut, dari 23 bank tersebut ada Rp30 triliun yang
berpotensi fligt to quality. Dari jumlah itu, ada sekitar Rp18 triliun
yang akan menjadi beban LPS jika dilakukan penutupan.


Kedua, dampak terhadap pasar keuangan. Ketika itu, situasi pasar keuangan masih
relatif labil dalam menyerap berita-berita negatif.

Waktu itu terdapat potensi sentimen negatif di pasar keuangan,
terutama dalam kondisi pasar yang sangat rentan terhadap berita-berita
yang dapat merusak kepercayaan terhadap pasar keuangan.

Ketiga, dampak kepercayaan publik atau psikologis pasar.
Penutupan bank dapat menambah ketidakpastian pada pasar domestik dan
diyakini dapat berakibat fatal pada psikologi pasar yang sedang
sensitif.

Pada waktu itu rumor kalah kliring dan situasi rawan fligt to quality sedang
terjadi dengan isu-isu bank kekurangan likuiditas dan negera-negara tetangga
menerapkan kebijkan penjaminan 100%.

Psikologi pasar inilah yang bisa memorak-porandakan sistem keuangan, kendati
bank tersebut berukuran kecil.

Keempat, berdampak pada bank lain. Jujur, harus diakui,
jika dilihat dari peran bank memang tidak signifikan dalam hal
fungsinya sebagai lembaga intermediasi atau pemberian kredit, ukuran
bank, substitutability, dan keterkaitan dengan bank atau lembaga keuangan lain.

Namun, dari sisi jumlah nasabah dan jaringan kantor cabang, bank ini
termasuk memiliki jumlah nasabah yang cukup besar (65.000 nasabah) dan
jaringan cukup luas di seluruh Indonesia dengan 65 kantor.

Itu artinya, dalam kondisi pasar yang normal, jika bank ini ditutup,
diperkirakan relatif tidak akan menimbulkan dampak sistemik bagi bank
lain.

Namun, dalam kondisi pasar yang saat itu cenderung rentan terhadap
berita-berita negatif, penutupan bank berpotensi menimbulkan contagion effect
berupa upaya rush terhadap bank-bank lain, terutama peer banks atau bank yang
lebih kecil.

Situasinya ketika itu sedang terjadi penurunan kepercayaan
masyarakat akibat psikologi pasar yang tidak menentu. Bahkan, akan
menimbulkan kekacauan yang lebih besar dan dapat menyeret bank-bank
lain.

Kelima, kondisi sektor riil dan sistem keuangan. Saat itu,
menurut data-data, kondisi sistem keuangan mengalami tekanan sejalan
dengan kondisi ekonomi dan keuangan global yang terus memburuk.

Hal yang sama juga terjadinya penurunan cadangan devisa dan tekanan
terhadap nilai tukar rupiah. Namun, karena perannya pada pemberian
kredit terhadap sektor riil tidak signifikan, kegagalan bank ini
memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap sektor riil

Nah, jika memperhatikan kenyataan pada November 2008, permasalahan
yang terjadi pada Bank Century berpotensi menimbulkan dampak sistemik,
terutama melalui jalur psikologi pasar, sistem pembayaran, dan pasar
keuangan. Psikologi pasar bisa merembet ke bank-bank yang lebih besar
sehingga menimbulkan kekacauan (rush).

Itu artinya, kondisi saat pengambilalihan perlu diperhatikan. Tidak
bisa dilihat dari kacamata sekarang ini. Hanya, sialnya, dalam situasi
yang sistemik dengan psikologi pasar yang tak menentu, celakanya
terjadi pada Bank Century, yang sebelum diambil alih dikelola dengan
penuh moral hazard.


Penjelasan lanjutan dampak sistemik

Kriteria suatu bank dapat dikategorikan berdampak sistemik tidak dinyatakan secara eksplisit
dalam Undang-undang. Tidak dinyatakan kriteria ini secara eksplisit disebabkan 2 alasan utama
yaitu :

Berpotensi menimbulkan moral hazard

Memanfaatkan celah hukum dan keadaan demi keuntungan pribadi dan pihak lain merupakan
perilaku yang sering di dunia bisnis apabila tidak diatur dan kelola sebaik-baiknya. Keterbukaan
kebijakan sangat penting tetapi keterbukaan yang berlihan bagaimanapun juga dapat
berbahaya. Bagi seseorang yang merasa terdesak akibat kegiatan usaha yang tidak
menguntungkan bukanlah sesuatu yang mustahil bagi mereka untuk melakukan tindakan-
tindakan yang nekad untuk memanfaat semua keadaan demi keselamatan usahanya atau ke
luar dari bisnisnya dengan cara-cara yang kurang wajar dan merugikan pihak lain.

Demikian halnya dengan di dunia perbankan, Jika semua bank tahu tentang kriteria berdampak
sistemik, dikhawatirkan bank-bank itu akan dengan sengaja mengkondisikan diri masuk ke
kriteria berdampak sistemik agar bisa minta bantuan pemerintah. Hal ini dapat mendorong
manajemen bank tidak berhati-hati (prudent) dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Ini adalah
bentuk dari moral hazard.

Pengukuran Dampak Sistemik Bersifat Situasional

Dampak sistemik bisa diakibatkan banyak hal, internal maupun eksternal. Hal internal adalah
masalah di dalam lembaga bank itu sendiri. Sedangkan eksternal bisa berupa bencana alam,
krisis keuangan global maupun serangan teroris. Ini menyebabkan dampak sistemik sulit
ditentukan batasannya. Suatu lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak sistemik pada
situasi tertentu, namun tidak berdampak sistemik pada situasi berbeda. Perlu professional
judgement untuk memutuskan hal tersebut.

Namun, dalam melakukan penilaian dampak sistemik, Bank Indonesia mencoba mengadaptasi
sistem penilaian berdasarkan framework MoU Uni Eropa. Framework tersebut melakukan
penilaian dampak sistemik dari aspek sistem aspek sistem keuangan, pasar keuangan, sistem
pembayaran dan sektor riil.



Selain aspek di atas, Bank Indonesia juga menambahkan satu aspek lagi yaitu aspek psikologi
pasar. Penambahan aspek psikologi pasar ini ditambahkan karena merujuk pengalaman
Indonesia pada krisis 1997-1998 lalu sehingga perlu dimasukkan untuk mencegah krisis serupa
terulang. Pada masa itu, penutupan 16 bank yang hanya menguasai 2,3% dari total aset
perbankan berdampak psikologis negatif bagi pasar keuangan. Ini berujung pada penarikan
besar-besaran dana nasabah di bank-bank lain sehingga mengakibatkan krisis perbankan dan
merambah pada krisis keuangan dan sektor lainnya.

Versi Menkeu Sri Mulyani
penyelamatan bank century menyelamatkan rakyat
"Dengan krisis dapat dicegah maka prediksi ekonom seperti pengangguran, terjadinya
PHK tidak terjadi, performance (kinerja) ekonomi tetap bagus, nilai tukar bisa dijaga,
tingkat investasi dapat membaik,"

Kronologi

13 November 2008
BI mengundang Menkeu untuk rapat konsultasi melalui teleconference. Sri Mulyani berada di
Washington, Amerika Serikat, bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), untuk
menghadiri pertemuan G20.
16 November 2008
BI mengundang Menkeu untuk rapat konsultasi mengenai permasalahan Bank Century.
20 November 2008
BI menyampaikan surat Kepada Menkeu, dengan No 10/232/GBI/Rahasia tentang Penetapan
Status Bank Gagal Bank Century dan penanganan tindak lanjutnya yang isinya ditengarai
sistemik dan mengusulkan langkah penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
sesuai pasal 18 Perpu Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK).
BI dan Menkeu rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), membahas Bank Century.
Perpu JPSK Pasal 1 angka 9 Bank Gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan
dan membahayakan kelangsungan usahanya serta tidak dapat lagi disehatkan oleh BI sesuai
dengan kewenangan yang dimilikinya.
21 November 2008
Rapat KSSK menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal berdasarkan assesment. BI
meminta pertemuan KSSK menyatakan Century adalah Bank Gagal, jika tidak ditangani dengan
benar berdampak sistemik.
Komite Koordinasi menetapkan penyerahan Bank Century kepada LPS. Landasannya UU LPS
Pasal 1 ayat 9 (UU 24 tahun 2004) Komite Koordinasi yang terdiri dari BI, Menkeu, dan LPS.
Kami serahkan ke LPS karena disebut BI sebagai Bank Gagal yang menyebabkan sistemik
sehingga harus diserahkan ke LPS. Sejak itu, penanganan Bank Century diserahkan ke LPS.
Surat No 01/KK.012008 ditandatangani Komite Koordinasi Menkeu, Gubernur BI, Ketua
Komisioner LPS tertanggal 21 Nov 2008.
27 Agustus 2009
Sampai kini BI tak pernah menggunakan fasilitas pendanaan darurat (FPD). Jika tak gunakan
FPD, maka tidak ada implikasi ke APBN. Penanganan sepenuhnya oleh LPS, tetapi tidak
berimplikasi ke APBN. Jadi, ini ditangani sepenuhnya oleh LPS.


Versi LPS
bailout sesuai UU
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan seluruh suntikan dana bailout (Penyertaan
Modal Sementara/PMS) yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp 6,7triliun sudah
sesuai dengan UU LPS, sehingga hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
menyatakan dana bailout Rp 2,8 triliun tidak berdasarkan 13egar tidak benar.

Demikian disampaikan oleh Kepala Eksekutif LPS, Firdaus Djaelani di Kantor Pusat Bank
Mutiara, Jakarta, Kamis (26/11/2009).

LPS melakukan PMS sesuai dengan undang-undang LPS dimana hal tersebut digunakan
untuk memenuhi CAR (Rasio Kecukupan Modal) Century sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia (BI), ujarnya.

Dikatakan Firdaus, Perpu No. 4 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang
ditolak oleh DPR arahnya hanya kepada kebijakan yang diambil oleh Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) dimana KSSK mengambil keputusan bahwa Bank Century dinyatakan gagal
dan berdampak sistemik. Lalu kemudian menyerahkan kepada LPS sesuai dengan UU LPS.

Perpu tersebut stop sampai di KSSK menyerahkan kepada LPS sesuai undang-undang. LPS
juga menjalankan penyelamatan dengan memberikan PMS sesuai undang-undang. Jadi tidak
ada hubungannya antara Perpu yang ditolak dan dicabut oleh DPR kepada PMS yang
dilakukan LPS, karena LPS menjalankan sesuai dengan undang-undang, papar Firdaus.

Ia juga menegaskan UU LPS tidak mewajibkan LPS untuk melakukan pemberitahuan lebih dulu
kepada Komite Koordinasi ataupun kepada DPR mengenai dana penyertaan modal.

Selain itu Firdaus memaparkan, jika pada saat dicabutnya Perpu JPSK oleh DPR dan di saat itu
suntikan dana ke Bank Century dihentikan dan Century harus ditutup, maka 13egara akan rugi
hingga Rp 6,9 triliun.

Hal ini dikarenakan untuk tahap sebelumnya LPS telah memberikan PMS sebesar Rp 3,9
triliun jika ditambahkan dengan biaya penggantian dana nasabah sebesar Rp 3 triliun maka
kerugian 13egara akan mencapai Rp 6,9 triliun dan tidak akan kembali dana tersebut, tuturnya.

Namun, lanjutnya, dana bailout sebesar Rp 6,7 triliun yang telah digelontorkan kemungkinan
masih akan kembali sangat besar. Dan manajemen pun telah optimis Century saat ini dengan
nama Mutiara akan terjual sama dengan nilai bailout , pungkasnya.
-kenyataan di lapangan-

Dana Bank Century Rp 200 M Mengalir ke Sopir Taksi ???
Usai penangkapan mantan pemilik Bank Century Robert Tantular, dana Bank Century
tampaknya masih mengalir terus. Terungkap, sopir taksi di wilayah Ciputat, Jakarta Selatan
menerima Rp 200 miliar. Ada pula tukang bengkel di Makassar yang memiliki dana sekitar Rp
35 miliar.
Anggota Pansus dari PKS, Andi Rahmat menanyakan hal tersebut kepada mantan Kabareskrim
Komjen Pol Susno Duadji, di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/1/2010)

Hanya balas jasa
Bank century bukanlah bank besar, bank ini diselamatkan bukan untuk menyelamatkan
perekonomian dari dampak sistemik , melainkan hanya untuk menyelamatkan beberapa pihak
atas sebagai bagian dari balas jasa.
Bank sejenis yakni bank IFI justru di tutup tanpa berperkara panjang lebar tanpa tujuan dan alas
an apalagi penjelasan.

Nilai jual bank century rendah LPS merugi 5 triliyun
Menurut kalkulasi ekonom yang juga anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo, dengan
ekuitas Bank Century yang saat ini di kisaran Rp 500 miliar, jika kinerja perusahaan bisa
meningkat pun, nilai ekuitas pada November 2011 hanya sekitar Rp 1,5-2 triliun. Angka tersebut
jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan dana bailout Rp 6,7 triliun yang sudah disuntikkan
LPS. Artinya, LPS berpotensi merugi hingga Rp 4,5-5 triliun.

_keganjilan di lapangan_
KSSK tidak bisa menjamin penggelontoran dana
Konstruksi persoalannya begini; KSSK itu beranggotakan Menteri keuangan dan Gubernur BI.
Ketuanya dijabat Menteri Keuangan. Kalau biaya bailout Bank Century Rp 6,7 trilyun, jumlah ini
harus dilihat sebagai keputusan KSSK. Juga berarti keputusan dua anggota KSSK, yakni
Menkeu dan Gubernur BI. Akan tetapi, kalau di kemudian hari (mantan) Ketua KSSK mengaku
hanya bertanggungjawab atas sebagian kecil dari total biaya talangan itu, bukankah klaim itu
mencerminkan ketidak beresan? Sama artinya dengan mengatakan pertanggungjawaban atas
jumlah terbesar biaya talangan bisa ditanyakan ke anggota KSSK lainnya. Jadi, organisasi
seperti apa KSSK itu? Itulah alasan kita untuk prihatin dan cemas.

Pembayaran berlebih ???
Ketika bersaksi di Pansus DPR 12 Januari 2010, Robert Tantular mengaku menerima kelebihan
pembayaran dari LPS sampai Rp 1 trilyun. Sedangkan di pengadilan, Robert mengaku hanya
mengajukan permintaan dana bailout Rp 2,7 trilyun. Tentu saja Robert terkejut saat tahu total
dana bailout sampai Rp 6,7 trilyun.

Sri Mulyani di tipu ???
Dana talangan yang semula ditetapkan KSSK hanya Rp 632 miliar berubah dan membengkak
menjadi Rp 6,7 trilyun, hanya dalam rentang waktu dua hari. Juga 'gendeng', karena sebagian
besar penyerahan dana talangan dilakukan dengan pembayaran tunai. Pansus akan minta
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk bercerita tentang bagaimana uang sebanyak itu
diangkut ke sana ke mari.
Sri mulyani pun berdalih saya ditipu oleh Bank Indonesia
(mentri keuangan ditipu bank B.I ??? )
Kepada Pansus, Sri Mulyani menegaskan hanya bertanggungjawab atas biaya bailout
berjumlah Rp 632 milyar. Lho, koq bisa begitu? Lantas, siapa dong yang harus
mempertanggungjawabkan dana talangan sisanya yang Rp 6,068 trilyun itu? Sesederhana dan
seamburadul itukah pengelolaan dan pertanggungjawaban atas pengunaan uang negara?
Dari pengakuan mantan Gubernur BI Boediono di Pansus, mestinya tak ada lagi dana talangan
untuk Bank Century setelah kuartal I (Januari-Maret) 2009. Pertimbangannya, periode krisis
telah berakhir. Nyatanya, bank yang dikelola perampok itu tetap menerima dana bailout sampai
dengan 24 Juli 2009. Pertanyaan kita, siapa merampok siapa?
Betapa rapuhnya manajemen krisis saat itu sehingga segala sesuatunya dilaporkan kepada
Presiden Ad-interim saat itu hanya via Layanan pesan singkat (SMS) per telepon seluler.
Konyolnya, SMS itu tidak ditindaklanjuti dengan laporan resmi tertulis.
Bagi Kita yang awam, dampak sistemik berarti terjadi gelombang rush. Tetapi, ketika dana
bailout diberikan ke Bank Century Rp 689 miliar antara 14 hingga 18 November 2008, tidak ada
rush dari nasabah. Pengambilan/penarikan uang justru dilakukan oleh Robert Tantular dan
sejumlah nasabah besar. Demikian juga ketika disetujui pemberian dana talangan berikutnya
sebesar Rp 1 trilyun. Penarikan dana lagi-lagi dilakukan oleh Robert dkk, bukan nasabah biasa.
(bailout adalah penyelamatan nasabah besar bukan penyelamatan bangsa ???)
Analisa dampak sistemik tidak terukur, hanya mengacu pada analisa psikologis yang terkesan
sangat subyektif.

SBY Heran, Mengapa Bank Century Diselamatkan?
Jikalau SBY yg diberi laporan dari Sri Mulyani saja bingung, bagaimana mereka yang hanya
bisa tinggal menerima saja ???
'10 Keganjilan Bank Century versi Partai Golkar'.

1. Bank Century sebenarnya sudah tidak layak merger, namun tetap dipaksakan.

2. Pengawasan atas bank hasil merger tidak maksimal. Bank Indonesia (BI) seharusnya sudah
memasukkan Bank Century dalam kategori bank dalam pengawasan khusus sejak Oktober
2005.

3. Aturan rasio kecukupan modal (CAR) yang diubah dari 8 persen menjadi 0 persen hanya
agar Bank Century mendapatkan kucuran dana melalui skema FPJP.

4. Bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dilakukan dengan alasan agar tidak menimbulkan
dampak sistemik jika Bank Century ditutup. Padahal BI tidak menggunakan ukuran-ukuran yang
jelas tentang apa yang dimaksud dengan dampak sistemik.

5. Opsi bailout melalui skema penyertaan modal sementara oleh LPS pada hakikatnya
menggunakan uang negara. Sebab, modal awal LPS sebesar Rp 4 triliun berasal dari APBN.
Dalam pasal 81 ayat 2 UU LPS, secara jelas disebutkan "Kekayaan LPS merupakan aset
negara yang dipisahkan."

6. Informasi tentang kondisi CAR Bank Century tidak aktual, sehingga keputusan yang diambil
tentang besaran dana untuk bailout berbeda secara tajam dari semula Rp 689 miliar menjadi
Rp 6,7 triliun.

7. Ada kerancuan dalam dasar hukum yang digunakan untuk melakukan bailout Bank Century.
Perppu tentang jaringan pengaman sektor keuangan yang menjadi dasar menolong Bank
Century telah ditolak DPR untuk menjadi UU sementara kucuran dana tetap terjadi. Pemerintah
bersikeras dasar hukum bailout adalah UU tentang LPS. Jadi ada atau tidak ada perppu, ditolak
atau diterima, Bank Century tetap akan diselamatkan berdasarkan UU LPS.

8. Pengucuran FPJP yang dilakukan BI kepada Bank Century sebesar Rp 689 miliar penuh
dengan masalah. Misalnya, penyerahan dokumen jaminan yang dilakukan setelah dana
dikucurkan, jumlah jaminan berupa aset kredit yang diserahkan di bawah 150 persen serta
kualitas aset kredit yang ternyata disandarkan pada agunan berupa deposito yang berpotensi
merugikan negara bila Bank Century akhirnya berstatus bank gagal.

9. Terjadi penyalahgunaan dana FPJP justru saat Bank Century berada di bawah pengawasan
khusus BI pada periode 6 November 2008 hingga dinyatakan bailout pada 20-21 November
2008. Dana FPJP yang totalnya Rp 689 miliar digunakan pemilik Bank Century untuk menutupi
penyimpangan-penyimpangan yang sebelumnya dilakukan.

10. Terjadi penarikan dana oleh pihak-pihak yang mestinya masuk dalam daftar negatif Bank
Indonesia pasca bailout. Dengan demikian berarti dana tersebut disedot dari penyertaan modal
sementara LPS yang akhirnya membengkak dari kebutuhan awal Rp 689 miliar jadi Rp 6,7
trilun.

-versi oposisi-
Versi J.K
bailout century adalah ILEGAL
Polemik kucuran dana penyelamatan Bank Century Rp 6,7 triliun terus saja bergulir. Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla menilai kebijakan menggelontorkan dana triliunan itu tidak
memiliki dasar hukum yang jelas.
"Ya tidak, karena perppu itu dalam UUD mengatakan bila tidak diterima oleh DPR maka harus
dicabut waktu itu juga. Jadi tak berlaku lagi, semua pengucuran Desember tentu tidak di bawah
payung Perppu itu," tegas JK di Makassar, Sabtu (26/9).
Menurut Kalla, ketika Perppu No 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
(JPSK) yang menjadi dasar penyelamatan Bank Century tidak diterima DPR pada 18 Desember
2008, maka berarti Perppu tersebut tidak berlaku
Apa? Bantuan? Kenapa harus dibantu. Ini perampokan. Lapor ke polisi,
Perintah Kalla kepada Sri Mulyani dan Boediono yang ditanggapi dingin.









Versi Rizal Ramli

Menurut mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, selain proses pengucuran dana talangan
terhadap Bank Century sarat dengan pelanggaran, dua pejabat itu cenderung mengikuti cara-
cara IMF dalam mengatasi bank gagal. Jadi pilihannya hanya ada dua, likuidasi atau bailout.
"Menurut saya, alasan-alasan yang disampaikan Sri Mulyani, BI, dan LPS itu tidak koheren, dan
terlalu membesar-besarkan Bank Century. Econit sudah meramalkan akan ada krisis tahun
2008. Begitu kejadian, Boediono malah mengikuti saran IMF dengan menaikkan suku bunga,
sementara Menkeu melakukan pengetatan fiskal.
Padahal negara-negara maju justru melakukan pelonggaran. Kebijakan blunder yang mengikuti
saran IMF inilah yang menyebabkan bank-bank menengah ke bawah--yang semula sehat--
menjadi kesulitan likuiditas."
Khusus untuk Century, BI mengeluarkan PBI baru yang menurunkan persyaratan bailout dari
8% ke 0%. Tapi kan kenyataannya Bank Century itu CAR-nya sudah negatif 3,5%. Jadi
sebetulnya tidak boleh ada bailout sama sekali. Ini namanya melanggar aturan yang dibikin
sendiri."

Bailout century = perampokan
"Iya, ini tindakan kriminal. Sebab ada pemberian kredit kepada pihak terkait sebesar Rp 592,24
miliar. Ini jelas melanggar aturan legal lending limit. Lantas memberikan fasilitas L/C sebesar
US$ 172,13 juta, juga kepada pihak yang terkait dengan bank. Ada penggelapan bank note
US$ 18 juta, pengeluaran biaya operasional fiktif Rp 211,01 miliar dan US$ 3,75 juta. Biaya pra-
merger Rp 325,30 miliar. Itu semua dibebankan kepada dana bailout. Apa ini namanya, kalau
bukan perampokan!
Parahnya, perampokan ini didukung oleh kebijakan para pejabat negara. Jadi, pernyataan Sri
Mulyani yang menyebutkan bahwa bailout itu sudah sesuai prosedur, prosedur yang mana?
Dari situ saja ketahuan ngibulnya.
(Tanya = T)

T: Kalau alasan kondisi makro ekonomi global yang saat itu sedang krisis?

"Sebetulnya Indonesia tidak terkena dampak yang terlalu parah, karena ekspor kita hanya 25%
dari GDP. Jadi kalau Indonesia terkena dampak kecil, itu bukan karena prestasi pemerintah
dalam meredam. Sebab kondisi perbankan dan moneter kita bagus-bagus saja. Tapi karena
pejabat kita terlalu mendengarkan nasihat IMF untuk mengetatkan kebijakan moneter, akhirnya
bank-bank yang sehat jadi kesulitan likuiditas."

T: Sri Mulyani juga beralasan dengan menunjukkan adanya penurunan pada indeks harga
saham gabungan?

"Itu juga tidak ada hubungannya. Indeks turun karena banyak saham-saham di BEI yang sudah
over valued (ratio price/earning ada yg sampai 400X). Bahkan cenderung ke arah bubble. Ini
lantaran gencarnya aksi goreng-menggoreng saham. Jadi enggak ada hubungannya dengan
Century. Sebab akibatnya enggak nyambung. Itu alasan yang dicari-cari."

T: Lalu alasan nilai tukar rupiah yang juga merosot?

"Nilai tukar rupiah itu dinamikanya lain. Seperti sekarang, nilai tukar rupiah menguat terus, apa
karena ekonomi Indonesia membaik? Bukan. Itu kan karena dolarnya saja yang melemah."

T: Opsi buat Century kan cuma ada dua, dilikuidasi atau diselamatkan?

"Saya kasih contoh, ketika saya jadi Menko. Waktu itu, akhir tahun 2000, BII mengalami rush
karena Grup Sinar Mas mengalami beban utang yang besar di luar negeri. Saya juga khawatir,
karena bank itu skalanya besar, jauh lebih besar dari bank ecek-ecek ini (Century--red). Jadi
pasti akan ada dampak berantai.

Saat itu saya menerima memo dari IMF, hanya ada dua pilihan; melikuidasi BII dengan dana
sekitar Rp 5 triliun atau disuntik lagi Rp 4 triliun. Sepertinya tidak ada jalan lain.

Tapi akhirnya saya ambil cara lain. Saya ingat, waktu itu hari Sabtu, saya panggil Pak Neloe,
Presdir Bank Mandiri, dan Pak Anwar Nasution yang waktu itu Deputi Senior BI. Lalu saya
sampaikan agar Bank Mandiri mengambil alih BII supaya ada payung kepercayaan dan
nasabah tidak merasa khawatir. Dengan catatan, tidak boleh ada transaksi satu rupiah pun."

T: Lalu?
"Saya bilang ke mereka berdua, kalau bocor di BI, saya uber Pak Anwar. Kalau bocornya di
Mandiri, saya pecat Pak Neloe. Hari Seninnya kami bikin press conference, mengabarkan hal
ini.

Lantas, saya ganti seluruh direksi BII. Saya minta mereka untuk mengumpulkan seluruh
nasabah, dan menunjukkan rekaman upacara take over itu. Kalau masih ada yang ragu-ragu,
kita beri bonus bunga 1%. Hasilnya, dalam waktu enam minggu, nasabah yang tadinya kabur
balik lagi. Kondisi BII pun normal kembali.

Kemudian saya minta Pak Neloe untuk mengumumkan take over itu batal dengan alasan tidak
cocok.

Coba kalau saya ikuti saran IMF waktu itu, negara akan dirugikan. Rizal Ramli juga mungkin
akan diperiksa oleh Kejaksaan Agung. Jadi saya menyelamatkan BII tanpa keluar sepeser uang
pun.

Makanya, perlu dipertanyakan, apa motif mereka menyelamatkan Bank Century?"

T: Apa kondisi BII waktu itu sama dengan Bank Century ketika kolaps?

"Kalau dilihat dari ukuran bank, dana nasabah, transaksi antarbank, BII berkali-kali lebih besar
dari bank ecek-ecek ini (Century--red)."

T: Artinya Bank Century sebetulnya bisa di-take over oleh Bank Mandiri atau Bank lain?

"Ada cara lainlah yang bisa dilakukan."

T: Kalau Bapak sendiri dalam posisi Sri Mulyani, apa yang akan dilakukan untuk memecahkan
masalah Century ini?

Pertama, tangkap pemilik dan pengurus bank yang kriminal (karena Budiono menolak
menangkap Robert Tantular, JK memberi perintah POLRI utk menangkap RT dalam 3
jam..Red). Ganti manajemennya. Lalu lihat petanya, kalau kondisinya memang sudah terlalu
parah, ditutup saja. Kalaupun diselamatkan, biayanya tidak akan begitu besar."

T: Perkiraan bapak berapa biaya yang dibutuhkan untuk menyelamatkan Century?

"Kalau nasabah yang di bawah Rp 2 miliar, paling biayanya di bawah Rp 1,3 triliun."

T: Ketua Dewan Komisioner LPS, Rudjito, bilang, dana nasabah di bawah Rp 2 miliar ada Rp
5,5 triliun. Kok bisa beda angkanya?

"LPS pun sama ngibulnya, karena nasabah Budi Sampoerna kan duitnya dipecah-pecah jadi
Rp 2 miliar dalam 247 rekening. Jadi ini akal-akalan Robert Tantular dan Dewi Tantular, duit
nasabah yang gede-gede dipecah-pecah ke banyak rekening, jadi Rp 2 miliar tiap rekening.
Artinya LPS memberikan laporan yang tidak benar."

T: Sinar Mas mau mengambil Century, tapi dilarang oleh BI, apa itu juga bisa jadi solusi
masalah di Century?

"Saya enggak mau masuk area itu."

T: Boediono bilang nanti kalau Century sudah baik, akan dijual lagi dan duitnya bisa balik.

"Track record Pak Boediono sama sekali jauh dari itu. Dia kan melakukan penyelamatan lewat
BLBI 10 tahun yang lalu. Ternyata, bank-bank yang dijual, recovery rate-nya rata-rata cuma
28%. Jadi track record Boediono mengatakan dia enggak mampu."

Versi kwik kian gie
Kwik Kian Gie: Menkeu itu Profesor Kodok
Ekonomi - / Kamis, 19 November 2009 16:10 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Alasan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengucurkan
dana talangan sebesar Rp6,7 triliun untuk Bank Century karena alasan sistemik dianggap
sebagai pernyataan "profesor kodok". Profesor kodok adalah orang yang memberikan analisa
tanpa mengetahui kondisi lapangan.

Hal itu diutarakan pengamat ekonomi perbankan Kwik Kian Gie pada diskusi bertema
"Membongkar Skandal Bank Century" di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (19/11).

Menurut Kwik, alasan sistemik adalah soal psikologi. Dia memberi contoh, ada seorang
profesor dan seekor kodok di pinggir sungai. Profesor kemudian ditanya seoarang anak jalanan
mengenai berapa kali kah kodok meloncat untuk menyebrang sungai.

"Si profesor itu menjawab, Anda bagi saja lebar sungai dengan jauh seekor kodok sekali
meloncat. Anak itu bilang salah, karena sekali meloncat, kan kodok itu berenang," cerita dia
disambut gelak tawa peserta diskusi.

Artinya, kata Kwik, si profesor memberikan pernyataan tanpa penguasaan lapangan. Dalam hal
ini, mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri itu menilai alasan sistemik
Menkeu Sri Mulyani terhadap kasus Bank Century tidak tepat.

"Saya tidak tahu apakah menteri tidak mengerti lapangan atau bodoh atau pura-pura bodoh."
cibirnya.

Mantan Menteri Koordinator Perekonomian itu menjelaskan, suatu bank dikatakan sistemik jika
masalahnya tidak diatasi, akan menimbulkan utang kepada bank lain. Bila bank lain itu tak
dibayar, maka akan menyebabkan kebangkrutan.

"Jadi akhirnya akan menimbulkan kekacauan ekonomi. Kalau Bank Century kan tidak karena itu
bank kecil dan nasabahnya sedikit," tutur dia.

Kwik menganggap keputusan Menkeu Sri Mulyani, mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono
dan Sekertaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) Raden Pardede terkesan
dipaksakan. Selain itu, kenapa dana talangan Rp6,7 triliun mudah dicairkan untuk deposan
besar. Tapi tidak dengan nasabah kecil.

"Setelah dicair, lalu gampang sekali ganti nama dengan iklan besar-besaran," kata dia.

Karena itu, Kwik meminta agar inisiator hak angket Bank Century tidak masuk angin
(melempem) di tengah jalan. Aliran dana talangan tersebut juga harus dibongkar

Kwik Kian Gie: Sudah Busuk dari Benihnya

Kamis, 19 November 2009, 19:21:27 WIB

Sebelum DPR menggunakan hak angketnya, masyarakat sudah sangat gaduh dan ramai
membicarakan skandal Century. Dalam pembicaraan dari mulut ke mulut, bahwa urusan
Century menyangkut skandal besar. Sampai Presiden SBY mengatakan dirinya banyak disebut-
sebut terlibat dan semuanya tidak benar dan akan diambil tindakan.

"Apakah ada indikasi-indikasi, saya menduga yang didasarkan atas laporan tertulis yang
namanya Laporan Kemajuan Investigasi atas Bank Century 26 September 2009 yang
ditandatangani Suryo Ekowoto Suryadi selaku penanggungjawab pemeriksaan. Ada
stempelnya. Resmi semua. Mengapa laporan BPK yang resmi yang pernah dikatakan Anwar
Nasution akan diberikan ke DPR dulu seolah-olah sebuah dokumen yang rahasia, tetapi di
lembaran kertasnya tidak ada tulisan rahasia. Beberapa waktu lalu saya diminta oleh F-PDIP
untuk memberikan paparan soal itu," kata mantan Ketua DPP PDI Perjuangan ini di Press room
DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/11).

Kwik memaparkan reputasi bank-bank yang marger membentuk Bank Century. Bank yang
bergabung itu adalah bank yang terkenal kejahatannya yaitu Bank CIC, Bank Danpac yang
pemiliknya adalah kerabat dari pemilik Bank CIC dan Bank Piko. Reputasi bank tersebut
menurut Kwik sangat buruk namun Bank Indonesia memberi ijin untuk membentuk Bank
Century. Padahal, pembentukan Bank Century awalnya dibuat oleh pemilik Bank Century dan
Bank Piko yang melakukan merger. Dalam laporannya hasil audit untuk Bank CIC dan Bank
Piko tersebut disclaimer. Inilah yang menjadikan dasar bagi BI untuk memberikan persetujuan
pembentukan Bank Cenury.

Kemudian aset berupa surat-surat berharga yang macet dianggap lancar untuk memulihkan
pembentukan Bank Century. Dalam laporan BPK jelas sekali disebutkan ada surat-surat
berharga yang sangat bermasalah dan surat berharga senilai 116 juta dolar dikuasai
pemiliknya. Ironisnya, pemilik dan pimpinan Bank Century disetujui oleh BI tanpa fit and proper
test.

Mengenai alasan dampak sistemik, kalau bank Century dibiarkan bangkrut maka Bank Century
tidak akan bisa membayar utang ke bank lain dan bank lain tersebut akan kehilangan uang
dalam jumlah besar dan ikut bangkrut dan ekonomi kacau. Itu yang namanya sistemik.
Keputusan Bank Century berdampak sistemik terlalu dipaksakan. Hanya ada bank rusak kalau
ada bank yang punya tagihan ke Bank Century tetapi tidak terbayar.

Versi pansus

- Fraksi Partai Demokrat menilai, secara keseluruhan proses penyelamatan Bank
Century sudah disesuai dengan prosedur perundangan yang berlaku. Tidak ditemukan
juga aliran dana ke parpol atau ke capres sebagaimana dituduhkan.
- Fraksi PDIP menilai, mantan Gubernur BI Boediono dan mantan Ketua KSSK Sri
Mulyani harus bertanggungjawab atas berbagai kebijakan soal proses dan bailout Bank
Century.
- Fraksi Partai Golkar juga menilai ada penyimpangan aliran dana Bank Century dan itu
berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi BPK Atas Kasus Bank Century
Tbk, disebutkan dua penyimpangan terkait aliran dana FPJP dan PMS yaitu Bank
Century melakukan Pembayaran Dana Pihak Ketiga Terkait Bank Selama Bank Century
Berstatus Sebagai Bank Dalam Penanganan Khusus Sebesar Rp 938,645 juta, yang
melanggar aturan PBI tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank
sebagaimana diubah dengan PBI No 7/38/PBI/2005
- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendapat giliran kelima menyampaikan
pandangan akhir terkait kasus Bank Century. Seperti disampaikan anggota Pansus,
Romahur Muzy, kasus Century diduga merugikan keuangan negara. Keuangan Bank
Indonesia adalah keuangan negara. Dana LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) untuk
mengambil alih Bank Century melalui pinjaman modal sementara (PMS) sepenuhnya
ranah keuangan negara, kata dia di Gedung Dewan, Senayan, Jakarta, Rabu 24
Februari 2010 dini hari.
- Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) mengindikasikan adanya modus tindak pidana
perbankan dalam kasus Bank Century. Kami menemukan beberapa perilaku yang
mengarah kepada tindak pidana perbankan, kata anggota Panitia Angket dari Partai
Amanat Nasional, Asman Abnur, dalam penyampaian pandangan akhir Fraksi terkait
kasus Bank Century, di rapat Panitia Angket, Selasa (23/2), di Gedung DPR/MPR RI.
- Fraksi Partai Hanura dalam pandangan akhir fraksinya terkait Kasus Bank Century
memandang bahwa Boediono-Sri Mulyani adalah pihak yang bertanggungjawab soal
Bank Century sehingga perlu diproses hukum. Terutama Boediono perlu diprotes
sampai Mahkamah Konstitusi.
- Fraksi PKS dalam pembacaan akhir pandangan terhadap kasus Bank Century
mengemukakan ada penyimpangan dalam pengelolaan Bank Century yang dilakukan
para pengurus bank yang berakibat memburuknya kondisi bank berupa memburuknya
likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas
- Meski tak menyebut nama, salah satu butir pandangan akhir Fraksi Partai Gerindra
menyatakan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa para
pejabat Bank Indonesia yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses
pengucuran dana talangan Bank Century.



Versi Anwar Nasution
Anwar Nasution: Bank Century Tidak Berdampak Sistemik
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Anwar Nasution, mengatakan kegagalan
operasional Bank Century pada November 2008 tidak berdampak sistemik terhadap sektor
perbankan nasional karena hanya bank kecil.

"Bank Century tidak memiliki peran penting di PUAB (pasar uang antar-bank), peranannya
hanya sekitar 0,4 persen," kata Anwar Nasution ketika memberikan kesaksian pada rapat
Panitia Angket Kasus Bank Century di Gedung DPR, Jakarta, Senin petang.

Dia menjelaskan, jika penyelamatan Bank Century dilakukan dengan pertimbangan kegagalan
operasionalnya berdampak sistemik, hal itu merupakan kesalahan indikator.

Menurut Anwar, dari pendekatan PUAB dan pasar devisa yang digunakan untuk menilai posisi
bank, Century tidak akan berdampak sistemik.

"Bahkan dari Rp6,7 triliun dana `bailout` ke Bank Century, yang dialokasikan untuk PUAB
hanya Rp300 miliar, sangat tidak sebanding," kata Anwar.
Anwar menegaskan, seharusnya Bank Century tidak perlu diselamatkan. "Apalagi selama
beroperasi sejak Februari 2005 hingga diselamatkan pada Nopmber 2008, selalu melakukan
pelanggaran," katanya.

Menurut mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini banyak pelanggaran yang
dilakukan Bank Century, antara lain pencurian uang senilai 12 juta dolar AS yang dilakukan
Dewi Tantular yakni keluarga pemilik Bank Century Robert Tantular.

"Sejumlah pelanggaran yang dilakukan Bank Century merupakan cermin lemahnya
pengawasan BI," kata Anwar.

Pada saat terjadi sejumlah pelanggaran di Bank Century, dirinya sudah tidak menduduki
jabatan Gubernur Senior BI karena telah terpilih sebagai ketua BPK.

Menurut Anwar, nasabah Bank Century hanya beberapa ribu orang saja dan bukan masyarakat
kelas bawah.

Dari seluruh nasabah Bank Century, kata dia, di antaranya ada 40 nasabah kelas kakap yang
mengusai sekitar 40 persen aset bank tersebut.
"Ini menunjukkan kegagalan operasional Bank Century hanya berdampak pada sejumlah
nasabah saja," katanya.

Versi Muhammad Qodari
Bank Century Tak Berdampak Sistemik
Direktur Indo Barometer, Muhammad Qodari mengatakan, survei yang diselenggarakan
lembaganya menunjukkan bahwa masyarakat percaya Bank Century tidak akan berdampak
sistemik apabila tidak diselamatkan.
Mayoritas setuju tidak sistemik, ungkap Qodari saat jumpa pers hasil survei tersebut di Hotel
Atlet Century, Jakarta, Minggu (24/1).
Survei mengenai Kasus Bank Centruy di Mata Publik diselenggarakan pada 8-18 Januari
2010. Survei dilakukan di 33 provinsi di Indonesia dengan jumlah responden 1.200 orang.
Margin of error kurang lebih sebesar tiga persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Menurutnya, Indo Barometer melakukan survei itu untuk mengetahui pendapat masyarakat
mengenai dua pendapat yang berbeda menyangkut tindakan pemerintah dan BI yang
memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dari kebangkrutan, dengan memberikan
dana penyelamatan sebesar Rp6,7 triliun, November 2008 lalu.
Dari survei diperoleh pendapat, pertama; kebangkrutan Bank Century harus dihindari supaya
kebangkrutan ini tidak menular kepada bank-bank lain. Bank lain akan mengalami nasib sama
seperti Bank Century, jika Century bangkrut. Karena itu, Bank Century harus diselamatkan dari
kebangkrutan.
Pendapat kedua, kebangkrutan Bank Century tidak akan menular kepada bank lain. Bank lain
tetap hidup dan beroperasi meskipun Bank Century bangkrut. Karena itu, Bank Century
harusnya dibiarkan saja bangkrut.
Dari dua pendapat tersebut, masyarakat yang setuju dengan pendapat pertama 24,7 persen.
Sedangkan masyarakat yang setuju kedua 38,7 persen. Adapun yang menjawab tidak tahu
36,7 persen.
Dengan demikian jelas, pendapat mayoritas mengatakan Century tidak menimbulkan sistemik
jika tidak diselamatkan.

Versi Hendri Saparini
Hendri Saparini: Penutupan Bank Century Tidak Berdampak Sistemik
Ekonomi - / Kamis, 21 Januari 2010 10:26 WIB
Direktur Eksekutif Econit Advisory Group, Hendri Saparini, berpendapat, penutupan Bank
Century tidak akan berdampak sistemik. Pasalnya, krisis yang terjadi pada 2008 berbeda
dengan krisis 1997-1998.

Ditemui sebelum melakukan rapat konsultasi dengan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR
untuk Bank Century di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/1), Hendri memaparkan, pada 1997-
1998 terdapat dua kondisi krisis, yakni moneter dan perbankan. Kedua sektor ekonomi itu
mengalami shok. Sedangkan pada 2008 hanya terjadi krisis perbankan.

"Berbeda dengan 1997-1998, sektor moneter pada 2008 sudah ditata. Jadi, ketika itu bukan
gejolak ekonomi yang berdampak langsung," ujar Hendri. Artinya, tegas Hendri, penarikan dana
besar-besaran (rush) pada Bank Century tidak akan membuat krisis sama seperti 1997-1998.
Gejolak pada 2008 terjadi karena liberalisasi.

Hendri menyatakan, hal tersebut yang akan disampaikan di hadapan Pansus bank yang
berganti nama Bank Mutiara. Ia juga akan mengungkapkan sejumlah data yang ditulis pada
buku putih Departemen Keuangan yang dinilai tidak tepat.

"Saya rasa teman-teman Pansus ingin tahu pandangan apakah ini karena krisis, apakah ini
berdampak sistemik. Saya juga akan mengupas sejumlah data yang ada pada buku
Departemen Keuangan yang tidak pas," tandas Hendri tanpa mau menjelaskan data yang
dimaksud.

También podría gustarte