Está en la página 1de 9

BAB I

Pendahuluan
Kemacetan Lalu Lintas DKI Jakarta
Kemacetan lalu lintas telah menjadi masalah yang kronis di wilayah DKI Jakarta. Nyaris
setiap hari masyarakat yang menggunakan transportasi darat (kecuali kereta api) di Jakarta
dipusingkan oleh kemacetan yang seperti tiada habisnya. Berbagai usaha pemerintah daerah
DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan pun telah dilakukan akan tetapi belum membuahkan
hasil. Bahkan kini kemacetan di Jakarta justru bertambah parah. Jika sebelumnya kemacetan
hanya terjadi di saat pagi hari (jam berangkat kantor) dan sore hari (jam pulang kantor), kini
kemacetan nyaris terjadi sepanjang hari di banyak titik di jalan-jalan di Jakarta.
Kemacetan adalah kondisi dimana terjadi penumpukan kendaraan di jalan. Penumpukan
tersebut disebabkan karena banyaknya kendaraan tidak mampu diimbangi oleh sarana dan
prasana lalu lintas yang memadai. Akibatnya, arus kendaraan menjadi tersendat dan kecepatan
berkendara pun menurun. Rata-rata kecepatan berkendara di Jakarta saat ini berada di kisaran
15 km/jam, yang menurut standar internasional angka ini tergolong sebagai macet. Angka ini di
bawah angka kecepatan berkendaraan di kota di dunia, seperti misalnya Tokyo. Data ini
menunjukkan bahwa kondisi kemacetan di Jakarta cukup parah. Kemacetan ini disebabkan
karena melonjaknya jumlah kendaraan bermotor yang ada di Jakarta. Tingginya tingkat
pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta ini tidak diimbangi oleh meningkatnya sarana dan
prasarana lalu lintas yang memadai. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta
diperkirakan berada di kisaran 5-10% per tahun dengan motor sebagai porsi terbesar
penyumbangnya. Berbanding kontras dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor,
pertumbuhan panjang jalan bahkan kurang dari 1% per tahunnya. Akibatnya, kendaraan
bermotor semakin menumpuk di jalanan Jakarta dan kemacetan pun tidak terhindari.
Kemacetan pada akhirnya menimbulkan banyak sekali kerugian terhadap masyarakat
dan negara. Kerugian yang paling nyata adalah pemborosan bahan bakar. Pakar Transportasi,
Danang Parikesit, menyatakan, menurut survei, masyarakat Jakarta akan menghabiskan 6-8%
PDB untuk biaya transportasi. Padahal idealnya menurut standar internasional adalah 4% dari
PDB. Pemborosan ini membuat uang seharusnya digunakan/dialokasikan masyarakat untuk
penggunaan lain harus dikeluarkan untuk biaya transportasi. Kondisi ini jelas merugikan
masyarakat. Selain itu, kemacetan juga menciptakan dampak yang lainnya, yaitu kerusakan
lingkungan akibat polusi udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Di beberapa titik di
jalanan Jakarta tingkat polusi udara telah melebihi batas yang diperbolehkan. Hal ini
disebabkan oleh tingginya jumlah penggunaan kendaraan bermotor dimana setiap kendaraan
bermotor pasti mengeluarkan gas buangan. Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor,
semakin banyak pula gas buangan dan semakin tinggi pula tingkat polusi udara. Belum lagi
terdapat fakta bahwa masih ada banyak kendaraan tua yang telah berumur lebih dari 10 tahun
yang masih melintas di jalanan Ibukota. Karena telah diproduksi puluhan tahun lalu, teknologi
yang digunakan pun sudah tertinggal dan akibatnya gas emisi yang dikeluarkan lebih tinggi dari
rata-rata kendaraan bermotor yang diproduksi dalam kurun 10 tahun terakhir. Kurangnya
ketatnya aturan dan pengawasan dari pemerintah membuat kendaraan-kendaraan masih bebas
berlalu-lalang. Dan pada akhirnya, masyarakat pulalah yang dirugikan akibat kondisi ini. Tingkat
kesehatan masyarakat pengguna jalan akan terganggu oleh tingginya tingkat polusi udara di
Jakarta. Lebih jauh lagi, pencemaran udara tersebut akan ikut mempercepat pemanasan global
yang kini telah menjadi isu utama di dunia. Dampak terakhir yang ditimbulkan kemacetan dan
paling dirasakan oleh masyarakat adalah terbuangnya waktu secara percuma. Waktu produktif
yang seharusnya dapat digunakan oleh para pekerja justru harus dihabiskan di jalan raya. Tidak
hanya itu, menghabiskan waktu berjam-jam di perjalanan ternyata juga memberikan dampak
yang cukup buruk bagi psikologis para pengguna jalan. Menurut salah satu survei, kemacetan
merupakan salah satu penyumbang terbesar penyebab stress yang dialami oleh penduduk di
DKI Jakarta. Hasil penelitian Yayasan Pelangi menaksir kerugian yang diakibatkan dari segi
waktu, biaya bahan bakar, dan biaya kesehatan mencapai 12,8 triliun tiap tahunnya.
Pemerintah Daerah DKI Jakarta sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk
menanggulangi kemacetan. Pelebaran dan pembangunan jalan adalah salah satunya.
Pemerintah daerah telah banyak menggusur pemukiman di Jakarta agar dapat melebarkan
jalan yang telah ada. Ini dimaksudkan agar tingkat kemacetan di jalan-jalan tersebut dapat
dikurangi dan arus kendaraan menjadi lebih lancar. Sementara itu, pemerintah juga
membangun sejumlah jalan baru sehingga alternatif jalan menjadi lebih banyak dan kepadatan
kendaraan tidak terkonsentrasi hanya di satu titik. Namun semua upaya itu dianggap gagal.
Pertumbuhan panjang jalan jauh tertinggal dibanding pertumbuhan jumlah kendaraan.
Pertumbuhan panjang jalan yang hanya sekitar 1% per tahun tidak akan mampu
mengakomodasi jumlah kendaraan yang tiap tahunnya meningkat 5-10%. Upaya lainnya yang
dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menerapkan aturan three in one. Langkah ini cukup
efektif untuk mengatasi kemacetan karena dengan adanya aturan ini, kendaraan pribadi
dengan 1-2 penumpang tidak dapat melintasi jalan three in one. Akibatnya, penggunaan
kendaraan pribadi dapat dihindari dan kemacetan pun dapat dikurangi. Salah satu contohnya
adalah di kawasan Sudirman, Jakarta. Namun kebijakan ini tidak lantas mampu menjawab
permasalahan kemacetan di Jakarta. Aturan ini relatif sulit untuk diterapkan di jalan-jalan
lainnya. Selain itu, penyimpangan-penyimpangan seperti joki three in one juga membuat
kebijakan ini tidak efektif. Kehadiran joki membuat pengguna kendaraan pribadi dapat
mengelabui aturan dan kemacetan pun tidak akan berkurang. Dan program pemerintah daerah
yang terakhir dan baru-baru ini berhasil direalisasikan adalah Busway. Busway yang telah
beroperasi sejak 15 Januari 2004 ini meniru sistem transportasi yang ada di Bogota, Kolombia.
Ide angkutan transportasi massal ini diharapkan dapat mampu mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi dan beralih ke Busway. Namun hasilnya kurang memuaskan. Seperti yang
telah disebutkan, jumlah kendaraan bermotor bertambah hingga 10% per tahunnya. Ini
menunjukkan bahwa Busway tidak berpengaruh signifikan untuk mengurangi jumlah kendaraan
bermotor. Tidak adanya Busway di seluruh wilayah Jakarta membuat pemilik kendaraan pribadi
lebih memilih untuk menggunakan kendaraannya. Orang akan berpikiran bahwa naik Busway
akan menyulitkan mereka karena mereka harus berjalan ke halte Busway, naik Transjakarta
Busway, turun, dan berjalan lagi ke kantor mereka. Sebagian beranggapan akan lebih mudah
dan simple bila menggunakan kendaraan pribadi. Inilah yang membuat Busway tidak terlalu
signifikan mengurangi jumlah penggunaan kendaraan pribadi dan gagal mengatasi kemacetan.
Tidak seperti di Indonesia, di Amerika Serikat, penggunaan kendaraan pribadi dapat
diatasi dengan mendisinsentif pengguna kendaraan pribadi dengan pajak tinggi. Kebijakan ini
berjalan baik sehingga kemacetan pun relatif tidak ada di Amerika Serikat. Belum pula
penerapan tarif yang begitu tinggi untuk tempat parkir di sana. Satu jam parkir bisa dikenakan
tarif 14-17 US Dollar. Sebuah angka yang tidak kecil yang membuat penduduk Amerika Serikat
berpikir ulang untuk menggunakan kendaraan pribadi. Pada akhirnya mereka lebih memilih
untuk menggunakan angkutan umum atau berjalan kaki menuju tempat kerja dan sekolah.
Contoh lainnya dalam penanggulangan kemacetan adalah Singapura. Negara kecil yang terletak
di dekat Pulau Sumatera ini sejak tahun 1989 telah mengoperasikan Mass Rapid Transportation
(MRT). Kendaraan pengangkut massal berupa kereta api bawah tanah ini menuai kesuksesan
karena mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. MRT lebih dipilih oleh penduduk
Singapura karena selain cepat, fasilitas yang ada pun memadai. Kemacetan pun dapat diatasi
oleh karena MRT.
Tingginya tingkat penggunaan kendaraan bermotor mengindikasikan tingginya
kebutuhan akan sarana dan prasarana lalu lintas yang memadai. Namun di DKI Jakarta,
kebutuhan tersebut belum dapat terakomodasi karena sarana dan prasarana lalu lintas masih
jauh dari kata memadai. Jalan rusak masih banyak dan jalan baru belum dibangun sementara
penambahan jumlah kendaraan tidak mengenal kata berhenti. Sebaiknya pemerintah daerah
juga berfokus pada bagaimana cara mengontrol jumlah kendaraan yang ada di Jakarta.
Mengendalikan jumlah kendaraan bermotor dapat dilakukan secara langsung dengan
penerapan pajak tinggi bagi pemilik kendaraan pribadi seperti yang ada di Amerika Serikat.
Pajak tinggi akan langsung mendisinsentif masyarakat untuk memiliki kendaraan. Akan tetapi
kebijakan tersebut tentu akan sulit diterima oleh para pemilik kendaraan pribadi saat ini.
Tampaknya ini bukan solusi yang akan mudah dicapai dalam waktu dekat. Kontrol jumlah
kendaraan bermotor juga dapat dilakukan secara langsung oleh pemerintah dengan
menertibkan sejumlah kendaraan tua yang seharusnya tidak boleh lagi dipakai. Ini penting
untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara di DKI Jakarta.
Kontrol jumlah kendaraan pribadi juga dapat dilakukan dengan perbaikan pada sejumlah
angkutan umum yang ada di Jakarta. Angkutan umum yang ada di Jakarta masih sangat jauh
dari kata memadai. Buruknya pelayanan membuat sebagian orang memilih untuk tidak
menggunakannya. Pemerintah perlu menetapkan standar untuk angkutan umum, sekaligus
memberikan bantuan kepada pengusaha-pengusaha angkutan umum. Hal ini dimaksudkan agar
angkutan umum dapat mengubah citra diri. Angkutan umum harus diperbaiki dari sisi
pelayanan dan juga dari kendaraan yang digunakan itu sendiri. Angkutan umum berpengaruh
besar dalam upaya mengurangi kemacetan. Selain angkutan umum yang telah ada, kebijakan
baru pemerintah daerah untuk membangun MRT seperti yang ada di Singapura perlu
secepatnya direalisasikan. MRT akan mengurangi kemacetan asalkan, MRT dapat memberikan
pelayanan yang memadai bagi masyarakat. Tanpa itu, masyarakat akan kembali lagi
menggunakan kendaraan pribadi. Seperti halnya Busway, MRT juga agak diragukan oleh banyak
pihak belakangan ini. MRT dianggap tidak cocok untuk kondisi tanah Jakarta dan keadaannya
yang sering banjir. Namun diharapkan dengan adanya berkembang pesatnya teknologi,
masalah-masalah itu dapat diatasi dan MRT dapat segera dibangun.
Selain MRT, pemerintah daerah juga meluncurkan ide lainnya untuk mengatasi
kemacetan, yaitu Electronic Road Pricing (ERP). Dalam sistem ERP ini, kendaraan yang akan
melewati sejumlah jalan di Jakarta pada jam sibuk akan dikenai tarif. Sama dengan aturan three
in one, kebijakan ERP ini tampaknya akan mampu mengatasi kemacetan di sejumlah titik di
jalanan Jakarta. Namun lagi-lagi ERP ini perlu dikaji lebih mendalam. Penerapan tariff ini akan
merugikan bagi kendaraan yang mengangkut barang, seperti truk dan trailer. Ongkos
transportasi akan meningkat dan ini mendorong harga barang mereka meningkat dan menjadi
tidak kompetitif. Kenaikan harga barang ini tentu akan merugikan pengusaha tersebut dan
masyarakat secara umum. Meskipun begitu, ide ERP ini merupakan ide yang bagus untuk
mengatasi kemacetan dan diharapkan dapat segera direalisasikan.
Kemacetan telah menjadi isu yang sangat serius dalam beberapa tahun terakhir.
Dikhawatirkan di tahun 2015 mendatang wilayah DKI Jakarta akan mengalami kemacetan total.
Perlu perhatian dan upaya serius dari pemerintah daerah untuk menanggulangi kemacetan.
Selain itu, masyarakat juga harus turut andil dalam mengurangi kemacetan.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/11/15/kemacetan-lalu-lintas-dki-jakarta

Uraian Fenomena meliputi:
Penyebab timbulnya fenomena kemacetan :
Banyaknya kendaraan tidak mampu diimbangi oleh sarana dan prasana lalu
lintas yang memadai
Kurangnya ketatnya aturan dan pengawasan dari pemerintah membuat
kendaraan-kendaraan masih bebas berlalu-lalang
Regulasi pemerintah untuk jumlah kendaraan yang masuk ke Indonesia kurang
dijalankan dan diawasi sepenuhnya ditambah jumlah rongsokan yang semakin
banyak akibat pemasukan tidak diimbangi penarikannya.
Kurangnya disiplin pengendara dan kepedulain terhadap rambu lalu lintas
Penyalahagunaan badan jalan oleh pedagang kaki lima
Dampak fenomena kemacetan :
Pemborosan waktu
Pemborosan BBM
Rawan kecelakaan
Polusi udara dan suara
Upaya yang telah dilakukan pemerintah :
Memperlebar jalan protokol
Memberlakukan jalur 3 in 1 pada jam dan jalan tertentu
Memberlakukan sistem One way
Membuat transportasi umum yang nyaman dan murah guna mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi
Mengatur jam-jam kantor dan anak sekolah untuk mengurangi kemacetan
Pengoptimalan penggunaan jalan tol
Menaikkan harga BBM dan regulasi penjatahan
Sosialisasi dini ke sekolah-sekolah tentang lalu lintas
Reaksi Industri dan masyarakat :
Masyarakat meminta pemerintah memperbanyak sarana angkutan umum,
sehingga pemilik kendaraan pribadi dapat beralih ke kendaraan umum.
Masyarakat menghimbau pemerintah meningkatkan keamanan, karena seperti
yang kita tahu , menggunakan angkutan umum terutama bis dan angkot itu
rawan kasus kriminal, sehingga masyarakat enggan menggunakan angkutan
umum dan lebih memilih menggunakan angkutan pribadi.
Reaksi Industri, Industri akan tetap memproduksi kendaraan. Mengingat itu
merupakan kebutuhan masyarakat sendiri untuk mempunya kendaraan pribadi.
Jika ada kebijakan pemberhentian produksi maka perusahaan akan mengalami
kerugian.
Beberapa masyarakat juga sudah ada yang mengkampanyekan GO GREEN agar
mengurangi kemaceta yang mengakibatakan polusi udara dan suara. Untuk
Industri, mereka mulai memproduksi bahan-bahan ramah lingkungan, dan
mengurangi pemakaian BBM pada proses produksi.
Masyarakat sangat mendukung dengan adanya Trans Jakarta, karena dinilai lebih
nyaman, murah, dan waktu yang efektif, karena Trans Jakarta mempunyai Jalur
sendiri sehingga terhindar dari kemacetan.

BAB II
Pendekatan Teoritis dan Praktis
Menurut teori etika bisnis dari Von der Embse dan R.A. Wagley yaitu Utilitarian
Approach yang berbunyi Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena
itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan
biaya serendah-rendahnya.
Bila teori tersebut dikaitkan dengan fenomena kemacetan lalu lintas dijakarta, dapat
disimpulkan bahwa, Kemacetan terjadi atas andil dari produsen maupun konsumen. Dari pihak
produsen, hendaknya penjualan produk bertambah, baik mobil maupun motor dibarengi
dengan konsekuensi penarikan atau pengumpulan motor/mobil yang sudah lewat dari jangka
pemakaian. Bentuk konsekuensi yang harus dijalankan oleh produsen adalah penerapan
program CSR didalam perusaah produsen kendaraan tersebut.
Regulasi Pemerintah :
Berdasarkan UUD no 22 tahun 2009 bahwa : bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai
bagiandari sistem transportasi nasional harus dikembangkanpotensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan,keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas danAngkutan
Jalan dalam rangka mendukung pembangunanekonomi dan pengembangan wilayah
Undang-undang no 40 tahun 2007 tentang perseroan dan CSR
Pelaku industri adalah produsen kendaraan seperti yamaha, astra, toyota, dll
Intensitas kejadian fenomena di industri: tingginya persaingan antar produsen kendaraan
menuntut para pelaku industri untuk membuat inovasi-inovasi dalam membuat kendaraan baru
dan memproduksi kendaraan sebanyak-banyaknya dan menjualnya di indonesia yang
merupakan konsumen terbesar dengan regulasi pemerintah yang lemah sehingga memudah
kan mereka untuk memasarkan produk mereka yang mana akibatnya adalah jumlah kendaraan
yang berlebih dan menyebabkan kemacetan .
BAB III
Solusi dan saran :
Semakin Tingginya tingkat kemacetan di indonesia seharusnya pemerintah lebih memperkuat
dan mengawasi regulasi yang berkaitan dengan kendaraan tsb mulai dari regulasimasuknya
kendaraan , regulasi ke perusahaan-perusahaan produsen kendaraan , dan regulasi lalu lintas .
Juga penerapan CSR dari perusahaan terkait , dan yang paling peting adalah kesadaran semua
masyarakat akan pentingnya disiplin lalu lintas . Pengurangan tingkat konsumtif oleh
masyarakat Indonesia akan pembelian kendaraan dan lebih mempergunakan kendaraan umum
daripada kendaraan pribadi .

También podría gustarte