Está en la página 1de 4

Perjalanan Hidup Prof. Dr. Ing. Bj.

Habibie
Ketika beliau pergi haji akhir tahun 1982, mendapatkan pujian, Habibie, dunia ini tidak tuli dan
buta. Bahwa, didunia ini terdapat ilmuwan muslim yang mengangkat nama Islam dimata dunia
dengan prestasi dan progresifitas.
-Pengeran Sultan Abdul Aziz (Saudi Arabia)-

Siapa yang tak kenal dengan ilmuwan Islam di abad modern ini, manusia pintar, genius dan
mungkin diantara 130 juta penduduk Indonesia. Berbagai ilmu eksakta, sosial, politik dan aeronik
telah dikuasai walaupun secara otodidaks maupun akademik. Perjalan hidup B.J. Habibie merupakan
pelajaran hidup seorang ilmuwan tanah air yang sukses dimata dunia bukan hanya fiktif ataupun
rekayasa melainkan realitas yang nyata dan fakta. Oleh sebab itu pada rubrik ini kita akan
mengetahui, siapakah BJ. Habibie? Bagaimanakah beliau mendapatkan prestasi yang gemilang dimata
dunia? Faktor apakah yang mendasari kesuksesan beliau baik di Indonesia maupun dirantau?
Bj. Habibie lahir di Pare-Pare tepatnya provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936
dengan nama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti
Marini Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak kecil beliau telah
membangun begron masa depannya yang cemerlang baik dari segi spiritual maupun intelektual.
Belajar, membantu orang tua, mengaji dan shalat merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah
ditinggalkan. Oleh sebab itu, sejak duduk di bangku sekolah beliau adalah murid yang jenius, ramah,
sopan dan tidak sombong. Sehingga pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika, fisika, kimia,
stereo dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai yang baik sekali.
Namun sejak 3 September 1950, bapak beliau meninggal karena mengalami serangan jantung
ketika menunaikan shalat Isya. Dengan perasaan duka yang mendalam R.A Tuti Marini menadahkan
tangan kepada Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi hari-hari selanjutnya. Setelah
beberapa saat setelah kematian suaminya beliau langsung memutuskan kepada anak laki-laki
pertamanya yaitu Habibie untuk pindah ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya.
Tetapi jauh dari kehidupan anaknya yang rajin dan tekun belajar, Ny. R.A Tuti Marini tidak
merasa tenang, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Ujung Pandang sekeluarga untuk
transmigrasi ke Bandung dengan menjual rumah dan kendaraannya. Selama menjadi mahasiswa di
ITB Habibie memang banyak tertarik dibidang aeromodeling atau model pesawat terbang yang ia buat
sendiri.

Menjadi Mahasiswa di Aachean

Pada tahun lima puluhan, belajar diluar negeri masih merupakan hal yang langka, baik dengan
beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. Tetapi Ny. R. A Tuti Marini sudah bertekad kepada anak-
anaknya untuk melanjutkan pendidikan semaksimal kemampuannya, termasuk keluar negeri B.J.
Habibie mendengar sendiri malam ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung
delapan bulan berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya, bahwa
cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan. Itulah yang membuat Habibie
tidak heran ketika diajak runding ibunya. Nak, kamu sudah saya dapatkan beasiswa untuk keluar
negeri. Sudah ada izin dari P dan K, katanya.
Kebetulan pada suatu hari ia bertemu dengan Kenkie (Laheru) temannya di ITB. Laheru
mengatakan ia akan pergi ke Jerman melanjutkan pendidikan. B.J. Habibie langsung menyatakan
bahwasannya ia juga berniat, tetapi bagaimana bisa memperoleh izin dan visa ? Laheru menjawab,
sementara ini yang paling penting adalah menghubungi kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan Jakarta.
Beliau langsung berangkat ke Jakarta dan menemui petugas yang berwenang. Waktu itu
beliau ditanya jurusan apa yang paling dikuasai? Beliau menjawab fisika yang termasuk jurusan
aeronautika atau intruksi pesawat terbang. Ibu beliau mengirim Habibie keluar negeri dengan alasan,
Saya memilih Habibie karena anak itu kelihatan lebih serius dalam hal belajar. Sampai-sampai dibalik
pintupun ia bisa membaca buku dengan asyiknya. Sebetulnya, adiknya ada yang ingin melanjutkan
sekolah ke luar negeri tapi bagaimana lagi waktu itupun, saya harus melepas seluruh uang tabungan,
dan sebagai janda saya tidak memiliki koneksi, sehingga terpaksa saya harus berjuang sendiri demi
anak.
Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus
sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari.
Sebelum berangkat ke Jerman, beliau bertemu Prof. Dr. Muhammad Yamin selaku Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, yang waktu itu mengelus-ngelus kepalanya dan berkata, Kamu inilah
harapan bangsa. Nasehat tersebut merupakan ujian yang harus dilalui dengan sukses oleh B .J.
Habibie.

Hidup di Rantau

Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang
belajar di sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau swasta
dari pada teman-temannya yang lain
Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan
ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan
kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan
waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.
Dalam kelas-kelas yang diikutinya Habibie kadang-kadang menarik perhatian. Pernah suatu
hari Habibie mengikuti kuliah yang diberikan oleh Prof. Ebner, tetapi karena terlambat beberapa
menit ia masuk ruangan kuliah dengan berhati-hati. Kira-kira setengah jam kemudian, Prof. Ebner
berhenti dan menanyakan kepada mahasiswa apakah ada yang belum jelas ataupun bertanya. Tiba-tiba
beliau angkat bicara dengan langsung mendebat, sehingga suasana mulai berubah. Dan semakin lama
perdepatanpun semakin seru, sampai akhirnya semua mahasiswa satu persatu meninggalkan tempat
karena makin panjangnya perdebatan.
Disamping aktif menjadi mahasiswa jurusan aeronik, ternyata kiprah Habibie dalam dunia
sosial sangat bagus, beliau mengadakan seminar PPI yang mengupas masalah pembangunan, politik,
ekonomi serta sosial di Indonesia.pada tahun 1959 dengan penuh perjuangan dan usaha yang tidak
mudah, sehingga beberapa perusahaan beliu kunjungi untuk meminta dana dari proposal yang beliau
buat sendiri. Seminar tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang
berdomisili di Eropa.
Sementara seminar terealisasikan, beliau terkapar sakit dan mendekam di klinik universitas
Bonn dikarenakan serangan influenza yang virus-virusnya masuk ke jantung. Sehingga selama 24
jam, dalam keadaan tidak sadar tiga kali dikembalikan kekamar mayit dari bangsal biasa. Namun,
Allah masih memberikan kesempatan bagi beliau untuk meneruskan perjuangannya, dan saat sadar
beliau menciptakan sajak, yaitu:
Sajak ini, mengisahkan tekad dan kepasrahannya dalam mengabdi untuk mencapai
kemakmuran bangsa bukan untuk dilihat orang tetapi merupakan kewajiban generasi bangsa baik
individu maupun kelompok.
Memang tekad suci dan kuat, serta tujuan belajar serta hidup yang suci menjadi dasar kesuksesan
beliau dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar Diploma Ing., dengan nilai
Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja
di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah
wagon yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar.
Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia terapkan pada wagon
dan akhirnya berhasil.
Sedangkan pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian
summacumlaude dengan angka rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer
Maschinenwesen Aachean. Belum lagi penemuan beliau tentang pemecahan persoalan penstabilan
konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi oleh Perusahaan HFB (Hamburger Flugzeugbau)
yang kini berubah menjadi MBB (Messerschmitt Bolkow Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat
diselesaikan oleh Habibie dalam waktu enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut
diabadikan oleh berbagai pihak yang dikenal dengan teori, faktor dan metode Habibie. Kegigihannya
dalam mempertahankan pendapat, baik mengenai program-program penelitian maupun yang lainnya
membuahkan hasil baginya. Sehingga pada tahun 1974, beliau sudah diangkat menjadi Wakil
Presiden dan Direktur Teknologi MBB. Amanat tersebut merupakan jabatan tertinggi yang diduduki
oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang diukir di Jerman bukan kunci keberhasilan dan kejayaan bagi beliau,
justru hal tersebut sebagai sarana dalam mempersiapkan diri jika kelak berada di tanah air. Pada umur
28 tahun, ketika itu Habibie belum bisa kembali pulang ke Indonesia justru beliau diberi tugas untuk
membina kader-kader bangsa yang sedang mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya, kader-kader
tersebut beliau berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui prakarsa yang tidak mudah untuk
meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30 orang Indonesia. Saat Habibie dipanggil untuk
pulang ke Indonesia, 30 orang tersebut bersama-sama beliau kembali ke tanah air guna menjalankan
tugas yang diberikan oleh presiden Suharto.

Kembali ke tanah air

Presiden Suharto langsung memberi instruksi kepada B.J. Habibie untuk merintis IPTN.
Bermodalkan semangat dan tekad yang kuat B.J.Habibie berangkat ke luar negeri guna mengajak
industri-industri pesawat terbang lainnya untuk bekerjasama. Di dalam usahanya itu, tantangan besar
siap dihalau. Bahkan tamparan keras dirasakan ketika akan berunding dengan sebuah industri pesawat
terbang di Kanada. Direktur utama perusahaan menolak untuk bertemu bahkan ketika asisten direktur
perusahaan menerimanya, dengan keras mereka menjawab tidak berminat untuk bekerja sama dengan
Indonesia dan yang perlu dimengerti oleh anda membangun industri pesawat terbang itu tidak mudah
Habibie seharusnya semua mengerti. Dengan kata lain, bangsa Indonesia tidak akan becus membuat
pesawat terbang. Karena itu jangan bermimpi.
Tidak ada usaha tanpa hasil didunia ini, akhirnya beliau mendapatkan mitra yaitu CASA
Spanyol yang setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar berbaling-baling ganda.
Kemudian berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau berhasil membuat persetujuan dengan MBB
untuk membuat Helikopter BO-105 dan sebagainya.
Menaiki jenjang karier di Indonesia banyak prestasi yang beliau raih, diantaranya: memimpin
industri IPTN, guru besar bidang konstruksi pesawat terbang di ITB, menjadi Menteri Riset dan
Teknologi, Wakil Presiden RI, Presiden RI, ketua ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia),
pemimpin umum The Habibie Center, dan masih banyak prestasi beliau yang diukir baik nasional
maupun Internasional. Beliau bagaikan mendayung diantara gelombang, kritik positif maupun tidak
membangun tiada henti. Namun apakah kata? Tiada orang yang sempurna didunia ini, maka tikaman
dan hujatan beliau hadapi dengan tenang serta tabah.

Charge dalam hidup

Walaupun sibuk dengan urusan bangsa, organisasi dan keluarga, namun nilai-nilai spiritual
tetap harus didepankan. Beliau tidak pernah lupa sholat lima waktu, sesekali shalat tahajjud, puasa
Senin-Kamis serta menunaikan ibadah haji. Selama di rantau dalam keadaan rindu kepada Tuhan, di
manapun tidak memilih tempat, ia berhenti untuk berdoa. Beliau ingat dengan ayahnya yang saleh.
Beliau biasa membawa tasbih kemanapun berada. Karena ibadah spiritual merupakan charge (mengisi
tenaga) dan secara biologis hal itu berarti menambah kalori dan energi.
Kesimpulannya,
perjalan hidup B.J.Habibie tidak selalu lurus dan indah, namun ibarat mendayung di antar
ribuan orang pintar pastilah ada cobaan, tikaman dan hujatan dari orang lain melalui kritik
positif maupun yang tidak membangun. Namun, semuanya beliau atasi dengan tenang serta
ibadah spiritul sebagai charge dalam hidup. Dan, berbakti kepada kedua orang tua bagi beliau
merupakan kunci kesuksesan utama yang membawa beliau kejenjang kesuksesan dan prestasi
baik tingkat dunia maupun Internasional.

También podría gustarte