Está en la página 1de 38

A.

I ntra Uterine Growth Restriction (IUGR)



I. Definisi
Istilah intrauterine gowth restriction (IUGR) sering digunakan secara bergantian
untuk menunjukkan pertumbuhan janin yang buruk, namun terdapat perbedaan minor secara
terminology.
SGA (small gestasional age) adalah apabila perkiraan berat janin ( EFW ) kehamilan
berada di bawah persentil 10. Dari janin SGA yang di di diagnose ;
40% adalah secara konstitusional kecil tetapi sehat, janin ini mencerminkan bangsa, berat
dan tinggi dari ibu bapak mereka
20% adalah secara intrinsik kecil sekunder oleh karena etiologi kromosomal atau
lingkungan dan sepertinya tidak bermanfaat untuk intervensi prenatal
40% adalah yang beresiko tinggi untuk menghasilkan perinatal yang buruk termasuklah
kematian dan mungkin mempunyai pertumbuhan intrauterine terhambat, suatu proses
patologi mungkin sudah sedia teridentifikasi
IUGR mengacu kepada pertumbuhan janin yang telah dibatasi oleh lingkungan gizi
yang tidak adekuat di dalam rahim, sehingga menyebabkan bayi baru lahir tidak mencapai
potensi pertumbuhannya. Bayi ini kurang beruntung sebelum mereka memasuki dunia.
Meskipun klarifikasi IUGR masih didasarkan kepada data referensi kurang standar ada tiga
kelompok yang berbeda, sering digambarkan pada gambar 1.2. Kurva referensi dalam
gambar ini adalah persentil 10 dari populasi referensi dan memperhitungkan usia kehamilan.
Bayi baru lahir di grup 1 adalah lahir setelah setidaknya usia kehamilan 37 minggu
dan berat badan lahir 2500 gram. Dalam sebagian besar populasi ini adalah kelompok
terbesar dari bayi baru lahir dipengaruhi oleh IUGR. Kelompok 2 yang baru lahir premature
dan berat kurang dari persentil 10 (berada di bawah kurva) tetapi mempunyai berat lahir
lebih besar dari 2500 gram.
Di Negara-negara berkembang tidak memungkinkan untuk menentukan usia gestasi
bayi. Malah, referensi kurva untuk usia kehamilan tidak secara luas digunakan. Oleh karena
itu, berat lahir rendah (< 2500 gram) sering digunakan sebagai tanda IUGR. Tingkat insiden
berat lahir rendah membantu untuk menggolongkan status gizi selama hidup janinj untuk
populasi, tetapi mereka tidak terlalu membantu. Hal ini karena insiden berat lahir rendah
pada bayi premature terlampau memperkirakan pertumbuhan yang buruk disebabkan oleh
factor gizi ( grup 2) di sisi lain, tingkat insiden berat lahir rendah pada bayi akan kurang
memperkirakan pertumbuhan buruk akibat factor gizi pada bayi karena tidak semua bayi
jatuh di bawah kurva persentil 10 ( grup 3 ).

Gambar 1. Pelbagai Tipe IUGR
II. Etiologi
Penyebab terjadinya IUGR terbagi menjadi tiga kategori mayor yaitu pengaruh dari
maternal , janin, dan plasenta.
1. Faktor maternal
Hipertensi dan penyakit vaskuler ( hipertensi gestasional, autoimun )
Diabetes
Infeksi viral dan parasit ( TORCH, malaria ) infeksi bacterial ( penyakit menular
seksual )
Hipoksemia maternal ( penyakit pulmonal, penyakit jantung sianotik, anemia berat )
Toksin-medikasi ( warfarin ). Antikonvulsan, agen neoplastik
Malformasi uterine dan fibroid
Trombofilia ( sindrom fosfolipid )
Berat badan ibu-kurang berat badan pada awal kehamilan, malnutrisi kalori-protein
atau ibu obesitas ( BMI tinggi )
Variasi sosio demografi
Merokok dan atau pemakaian alcohol, dan/atau pemakaian bahan lain
Wanita dengan pertumbuhan terhambat mempunyai riwayat kehamnilan atau
mempunyai kakak yang hamil IUGR
2. Faktor janin
Kelainan bawaan ( termasuk mereka dengan infeksi maternal )
Kelainan kromosom ( contoh sindrom turner dan sindrom down ) kelaianan genetic
lainnya yang tidak disebebkan masalah kromosom adalah seperti sindrom Russel-
Silver, pertumbuhan tulang skeletal abnormal dan beberapa sindrom lain
Sindrom transfusi kembar ke kembar
3. Faktor plasenta
Plasenta infark
Thrombosis pada pembuluh darah janin
Gangguan kronis premature
Vili plasenta edema
Anomaly cord

III. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memperngaruhi berat badan janin termasuk jenis kelamin yaitu
laki-laki lebih berat dari perempuan, paritas contohnya bayi yang lahir pertama lebih kecil,
etnis tergantung norma-norma yang berbeda, ketinggian, ukuran ibu yaitu ibu besar
mendapat bayti besar, jumlah janin yaitu berat lahir mengecil dengan meningkatkan jumlah
janin dan insulin yaitu faktor hormonal yang paling penting.
Normal pertumbuhan intera uteri terjadi dalam 3 tahap. Mitosis cepat dan konten
DNA meningkat ( hyperplasia ) terjadi selama trimester pertama ( kehamilan 4-20
minggu ). Trimester kedua ( umur kehamilan 20-2 minggu ) adalah periode hyperplasia
dan hipertropi dengan mitosis menurun tetapi peningkatan ukuran sel. Trimester ketiga (
umur kehamilan 28-40 minggu ) adalah periode peningkatan pesat dalam ukuran sel
dengan akumulasi lemak, otot, dan jaringan ikat. Hambatan pertumbuhan selama
trimester pertama menghasilkan janin yang sel berkurang tetapi ukuran normal,
menyebabkan IUGR simetris. Contohnya termasuk pengekangan pertumbuhan melekat
genetic, infeksi, dan kelainan kromosom bawaan. Hambatan pertumbuhan selama
trimester kedua dan ketiga menyebabkan ukuran sel mengecil dan berat badan janin
dengan efek kurang pada panjang dan pertumbuhan kepala yang mengarah ke IUGR
asimetris. Dengan onset kemudian, contoh termasu kekurangan atau defisiensi gizi
uteroplasenta selama trimester 3.

IV. Klasifikasi IUGR
1. IUGR Simetrik
Tipe IUGR ini menunjuk pada bayi dengan potensi penurunan pertumbuhan. Tipe
IUGR ini dimulai pada gestasi lebih awal dan semua fetus pada tipe ini menurut
perbandingan SGA. Lingkar dada dan kepala panjang dan beratnya semua dibawah
persentil 10 untuk usia kehamilan, tetapi bayti ini memiliki indeks Pinderal yang normal.
Tipe IUGR ini merupakan akibat dari hambatan pertumbuhan pada awal kehamilan. Pada
tahapan awal pertumbuhan embrio fetus, ditandai dengan mitosis pada usia kehamilan 4
sampai dengan 20 minggu yang disebut fase hiperplasti. Apabila ada kondisi patologis
selama fase ini akan mengurangi jumlah sel untuk bayi. IUGR simetrik terjadi pada 20-
30% pada fetus yang mengalami hambatan pertumbuhan. Keadaan ini disebabkan adanya
hambatan mitosis ketika terjadi infeksi dalam kandungan ( misalnya herpes simpleks,
rubella, cytomegalovirus, dan toksoplasma ), kelainan kromosom, dan kelainan
congenital. Harus diingat, bagaimanapun, fetus yang simetrik mungkin secara aturan
kecil dan menderita tetapi tidak smeuanya mengalami ketidaknormalan.
Secara umum, IUGR simetrik berhubungan dengan prognosis yang tidak baik, ini
berhubungan dengan kondisi patologis yang menyebabkannnya. Weiner dan Williamson
menujukkan ada tidak adanya factor resiko yang diidentifikasi dari ibu, diperkirakan 25%
beberapa fetus yang dinilai, hambatan pertumbuhan yang dimulai lebih awal terjadi pada
aneuploidy. Oleh karena itu, penilaian sample dasar pada umbilical ( percutaneus
Umbilical Blood Sampling), direkomendasikan untuk mengetahui kariotipe abnormal.

2. IUGR Asimetrik
Tipe IUGR asimetrik menunjuk pada hambatan pertumbuhan pada neonates dan
frekuensi terbanyak berhubungan dengan isufisiensi uteroplasental. Tipe IUGR ini
merupakan hasi keterlmabatan pertumbuhan. Tipe ini dan selalu terjadi sesudah minggu
ke 28 dari kehamilan. Pada kehamilan trimester II, pertumbuhan fetus normal ditandai
dengan adanya hipertropi. Pada fase hipertropi secara cepat telah terjadi peningkatan
ukuran sel dan pembentukan lemak, otot, tulang, dan jaringan yang lainnya.
Hambatan pertumbuhan fetus yang asimetrik total jumlah sel mendekati normal,
tetapi sel-sel tersebut mengalami penurunan atau pengecilan ukuran. Fetus IUGR
simetrik memiliki indek Ponderal yang rendah dibandingkan dengan rata-rata bawah
berat bayi, tetapi ukuran lingkar kepala dan panjang lengan adalah normal. Pada beberapa
kasus IUGR asimetrik pertumbuhan fetus adalah normal sampai dengan akhir trimester II
dan awal trimester III, ketika pertumbuhan kepala tetap normal, sedangkan pertumbuhan
abdominal lambat ( brain sparring effect ). Tipe asimetrik ini merupakan hasil dari
mekanisme kompensasi fetus dalam memberikan reaksi terhadap fase penurunan perfusi
plasent. Terjadinya pendistribusian ulang dari fetal cardiac output dengan penurunan
aliran ke otak, hari dan adrenal dan penurunan cadangan glikogen dan liver mass.
Bagaimanapun, isufisiensi plasenta adalah merugikan selama akhir kehamilan,
pertumbuhan kepala menjadi rata, dan ukurannya mungkin menjari turu pada kurva
pertumbuhan normal.
Diperkirakan 70-80% hambatan pertumbuhan pada fetus terjadi pada tipe ini.
IUGR seringkali berhubungan dengan penyakti ibu seperti Hipertensi Kronis, gangguan
ginjal, diabetes mellitus dengan vaskulopati, dan yang lainnya.

V. Diagnosis
1. Menentukan usia kehamilan
Menentukan usia kehamilan yang benar adalah penting. Menstruasi terakhir,
ukuran rahim, time of quickening ( gerakan kencang di perut ibu yang disebabkan oleh
aktivitas janin yang dirasakan oleh ibu untuk pertama kalinya ), dan pengukuran USG
awal digunakan untuk menentukan usai kehamilan.
2. Penilaian Janin
a. Diagnosis klinis
Riwayat pasien akan meningkatkan indeks kecurigaan mengenai pertumbuhan
suboptimal. Estimasi berat secara manual, pengukuran tinggi fundus secara serial, dan
perkiraan dari ibu tentang keaktifan aktifitas janin adalah ukuran klinis sederhana.
Ketidaktepatan dan inkonsistensi dapat mencegah keyakinan luas dalam metode-
metode klinis.
b. Evaluasi hormonal
Tes hormone itu pada satu waktu popular untuk penilaian IUGR tetapi jarang
digunakan sekarang. Estriol urin dan kadar human placental lactogen cenderung
rendah atau menurun pada kehamilan dengan IUGR meskipun terdapat variasi pada
beberapa individu.
c. Ultrasonografi
Karena kehandalannya menetukan usia kehamilan, kemampuan untuk mendeteksi
gangguan pertumbuhan janin dengan pengukuran antropomorfik, dan kemampuan
untuk mendeteksi anomaly janin, oleh Karena itu USG merupakan alat untuk
diagnosis yang diandalkan saat ini. Pengukuran antropomorfik berikut digunakan
dalam kombinasi untuk memprediksi penurunan pertumbuhan dengan tingkat akurasi
yang tinggi.
1) Biparietal diameter (BPD). Ketika pengukuran serial BPD kurang optimal 50-80%
bayi akan memiliki berat lahir di bawah normal.
2) Lingkar abdomen. Hati adalah organ pertama yang berdampak pada hambatan
pertumbuhan. Lingkar perut yang kecil merupakan tanda awal dari retardasi
pertumbuhan yang asimetris dan kekurangan daripada cadangan glikogen.
3) Rasio lingkar kepala untuk lingkar abdomen. Rasio ini biasanya berubah dengan
meningkatnya usia kehamilan. Pada trimester kedua, lingkar kepala lebih besar
dari lingkar abdomen. Pada kehamilan sekitar 32-36 minggu rasionya 1 : 1 dan
setelah 36 minggu lingkar abdomen lebih besar. Jika rasion kepala-abdomen < 1
akhir kehamilan adalah prediksi IUGR asimetris
4) Panjang femur. Panjang femur mempunyai korelasi yang baik dengan panjang
mahkota-tumit (crown-lump length, CRL) dan memberikan pengukuran awal
daripada panjang janin. Pengukuran serial panjang femur adalah sama efektifnya
dengan pengukuran kepala untuk mendeteksi IUGR simetris
5) Morfologi plasenta dan penilaian cairan ketuban dapat membantu dalam
membedakan janin konstitusional kecil dari sebuah retardasi pertumbuhan.
Sebagai contoh, penuaan plasenta dengan oligohidramnion menunjukkan bahaya
IUGR dan janin, sedangkan morfologi plasenta normal dengan jumlah normal
cairan ketuban menunjukkan janin dengan konstitusional kecil.
d. Pengukuran kecepatan gelombang dengan menggunakan alat doppler pada sirkulasi
ibu dan janin dapat mendeteksi IUGR. Penurunan kecepatan gelombang sirkulasi ibu
menunjukkan penurunan perfusi arteri uteroplasenta. Kecepatan gelombang yang di
deteksi oleh fetal Doppler pada sirkulasi arteri menunjukkan gawat janin kronis, fetal
distress, dan hipoksia. Resiko terbesar untuk IUGR dikaitkan dengan tidak adanya
aliran diastolic atau aliran balik dalam arteri umbilikalis.
3. Penilaian pada neonatus
a. Penurunan berat badan waktu usia kehamilan merupakan metode paling ringkas untuk
mendiagnosa IUGR. Namun, metode ini cenderung salah diagnosis secara
konstitusional dengan bayi kecil dan bayi yang ukuran pertumbuhan proporsional
terhambat.
b. Tampilan fisik. Apabila bayi tanpa dengan sindrom malformasi congenital dan
infeksi, kelompuk IUGR ini mempunyai ciri tampilan fisik. Bayi-bayi ini umumnya
kurus, dengan kulit mengelupas, dan longgar karena kehilangan tisu subkutan,
abdomen skafoid, dan kepala besar yang tidak proporsional.
c. Kurva Lubchenko mungkin sulit digunakan untuk memperkirakan terjadinya IUGR
Gambar 2. Klasifikasi bayi baru lahir berdasar Pertumbuhan intrauterine dan usia kehamilan
d. Indeks Ponderal dibawah persentil 10 membantu untuk mengidentifikasi neonatus
dengan IUGR terutama mereka yang berat badan lahir kurang dari 2500 g
Ponderal Indeks = berat dalam gram x ( 100/panjang dalam centimeter )

Jika indeks Ponderal kurang dari 2, hal ini menunjukkan IUGR simetris. IUGR
simetris terjadi ketika pertumbuhan janin dipengaruhi selama trimester pertama dan
penyebab termasuk terjadinya gangguan kromosom, kelainan genetic, hipertensi ibu
berat dan infeksi. Jika indeks Ponderal lebih dari 2,5 mengindikasikan IUGR
asimetris. IUGR asimetris terjadi ketika pertumbuhan janin dipengaruhi kemudian
dalam kehamilan dan sebab-sebab termasuk malnutrisi ibu dan penyakit pembuluh
darah ibu seperti pre-eklampsia dna hipertensi. Kondisi IUGR simetris adalah buruk.
e. Skor Ballard.
Usia kehamilan dihitung dengan menggunakan Modifikasi Skor Ballard. Ada
dua kelompok parameter yang akan dinilai dalam system penilaian. Mereka
kematangan fisik dan kematangan neuromuscular. Pemeriksaan ini paling akurat saat
30 hingga 42 jam usia kelahiran. Bayi IUGR mempunyai tingkat skala yang tinggi
berbanding bayi premature dengan berat yang sama, berbagai parameter yang akan
dinilai di bawah masing-masing adalah :
Maturitas Fizikal
Diperiksa kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, telinga, dan genital. Skor -1
ke 5 diberikan kepada masing-masing parameter berdasarkan temuan pada
pemeriksaan fisik dan tingkat kematangan
Maturitas Neuromuskular
Diperiksa postur, jendela pergelangan tangan, arm recoil, sudut poplitea, scarf sign,
tumit ke telinga/ skor -1 ke 5 diberikan kepada masing-masing parameter
berdasarkan temuan pada pemeriksaan fisik dan tingkat kematangan.



Gambar 3. Skor domain neuromuscular dan fisik
VI. Penemuan Klinis
Pada inspeksi pertama pada banyak bayi kecil masa kehamilan beberapa
karakterisktik fisik jelas segera menunjukkan adanya IUGR. Pada IUGR asimetrik, salah
satu segera terlihat adalah kepala tampak besar, namun lingkar kepala sebenarnya normal
atau hampir, ini karena dada dan terutama keliling perut berkurang. Kepala hanya terlihat
besar pada tubuhnya. Otak terhindar atau kurang dipengaruhi pada hambatan intrauterine
yang mungkin Karena gangguan intrauterine relative pada akhir kehamilan. Karena rasio
massa otak dengan massa hati adalah tinggi, hipoglikemia mungkin timbul pada bayi
tersebut. Lemak pada kulit subkutan menghilang dan kulit terlihat longgar dan kering.
Meskipun kulit mereka tampak pucat, banyak dari IUGR ini mengalami polisitemia;
hematokrit vena mereka mungkin lebih besar dari 60.
Pada IUGR asimetrik yang ekstrem massa otot pada pantat, paha dan pipi juga
berkurang. Oleh karena panjang tubuh bayi IUGR ini tidak berkurang seperti lemak
subkutan, maka bayi ini sering terlihat tipis dan panjang. Lipatan klulit longitudinal dipaha
menunjukkan penurunan berat lemak di bawah kulit, sebaliknya dengan lipatan paha
horizontal pada bayi yang lebih besar, menunjukkan status gizi Negara jauh lebih baik. Bayi
bermata lebar, mungkin karena terjadinya hipoksia kronis saat intrauterine. Perut terlihat
mendatar atau cekung ( skafoid ) bukan bulat seperti pada bayi dengan gizi yang baik. Saat
lahir, umbilicus umumnya tipis, berbeda dengan umbilicus biasa yang besar, abu-abu
berkilau dan lembab. Oleh karena semua umbilicus akan terlihat layu setelah lahir maka
kondisi umbilicus 24 jam usia kelahiran mempunyai signifkansi diagnostic yang kecil.
Rambut pada kulit kepala biasanya jarang. Sutura di kepala sering melebar akibat
pertumbuhan tulang terganggu. Ubun-ubun besar meskipun ukurannya besar teraba lembut
atau cekung sehingga menyebabkan tekanan intracranial meningkat sehingga mengakibatkan
sutura melebar. Sebagian besar bayi ini lebih aktif dari yang diperkirakan untuk berat lahir
rendah. Kekuatan tangisan mereka mungkin sangat mengesankan. Seringkali, tanda, ekspresi
wajah terbelalak dikombinasikan dengan menyodorkan lidah berulang yang merangsang
gerakan menghisap. Kesan keseluruhan semangat dan baik sering disalahartikan, karena
kesan ini adalah hasil dari stress yang disebabkan oleh hipoksia kronis saat intrauterine.
Banyak dari bayi mengalami kejang setelah 6-18 jam kemudian, terutama mereka yang
ubun-ubun besar keras akibat adanya edema otak dari hipoksia intrauterine. Sebaliknya pada
asfiksia perinatal berat bayi mengalami depresi sehingga terlihat flasid dan lethargi.
Pada IUGR simetrik pula, terlihat dalam bayi kecil masa kehamilan dengan
penampilan cukup berbeda dari yang dijelaskan di atas. Bayi ini, yang terjadi gangguan
lebih awal, sehingga tidak terlihat wasted, yaitu mereka kecil, tetapi kepala dan ukuran
tubuh proporsional. Kulit tidak berlebihan, tetapi lebih tebal ( dengan vaskuler subkutan
tidak jelas terlihat atau tidak tampak sama sekali ) dari yang diharapkan untuk bayi dengan
ukuran yang sama yang tumbuh sesuai masa kehamilan. Mereka umumnya sangat aktif dan
kemungkinan terjadinya hipoglikemik atau polisitemia sangat kecil. Bayi ini adalah
hipoplasia yang bisa ada malformasi atau terjadi infeksi pada awal intrauterine ( seperti
rubella atau penyakit inklusi cytomegalic ).
Dua tipe umum IUGR ini dapat di identifikasi dengan pengukuran tubuh dengan
mengacu pada kurva pertumbuhan intrauterine. IUGR asimetrik lebih umum terjadi
berbanding IUGR simetrik, gangguan tampaknya timbul pada trimester terakhir. Bayi ini
memiliki lingkar kepala dan panjang tubuh dalam persentil normal umumnya antara 25 dan
50 tetapi berat badan mereka di bawah persentil 10. Factor ibu yang berhubungan dengan
IUGR yang paling sering termasuk toksemia, hipertensi kronik, dan penyakit ginjal kronis.
Tipe kedua yaitu IUGR simetrik mungkin dimulai di awal kehamilan. Hal ini ditandai
dengan pengurangan merata di lingkar kepala, panjang tubuh dan berat. Semua ukuran ini
berada di bwah persentil 10 ( table 1 ). Factor yang berhubungan termasuk infeksi virus
intrauterine, kelainan kromosom, kelainan bawaan besar, genetis kecil tapi dinyatakan baik
bayi, dan mungkin ibu kekurangan gizi.








Tabel 1. Perbandingan tipe simetris dan asimetris
VII. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas janin dan bayi meningkat pada IUGR dan meningkat
tinggi apabila berat lahir bayi kurang dari persentil 5. IUGR pada saat kelahiran mungkin
berhubungan dengan resiko kesehatan dimana ini mungkin akan menetap hingga dewasa.
Diperkirakan bahwa istilah untuk bayi dengan berta 2.000-2.500 gram saat lahir
resiko kematian neonatal adalah empat kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat
2.500-3.000 gram dan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi berrat 3.000-
3.500 gram. Dalam Negara-negara berkembang dengan prevalensi berat badan lahir
rendah yang tinggi, bayi IUGR menyebabkan sebagian besar kematian neonatal.
Meskipun hubungan antara IUGR dan kematian meningkat paling kuat selama periode
neonatal awal ( tujuh hari ), dan meluas di luar waktu ini. Selain itu, ada peningkatan
resiko jangka diare pada bayi di bwah 2.500 gram dan peningkatan resiko pneumonia
pada bayi IUGR dalam negara-negara berkembang.
IUGR memiliki konsekuensi jangka panjang yang signifikan pada ukuran tubuh,
komposisi, dan kekuatan otot. Nayi IUGR yang baru lahir di Negara-negara industry
sebagiannya secara relative mempengaruhi selama dua tahun pertama kehidupan. Namun,
hal ini biasanya tidak cukup untuk mengimbangi pertumbuhan prenatal yang terhambat.
Bayi ini akan lebih pendek sekitar 5 cm dan lebih ringan 5 kg pada masa dewasa.
Beberapa, tapi tidak semua studi megaevaluasi hasil neurodevelopmental pada
bay iIUGR telah menunjukkan adanya disfungsi neurologis, terutama pada laki-laki
dengan status social rendah. Disfungsi neurologis berhubungan dengan deficit perhatian,
hiperaktif, kejanggalan, dan prestasi di sekolah buruk. Dampak pada perkembangan
kognitif dan perilaku dalam enam tahun pertama kehidupan masih belum jelas, meskipun
deficit dalam kognitif telah ditemukan pada anak dengan berat badan lahir sangat rendah.
Kebanyakan fungsi kekebalan tubuh telah terbukti terjadi penurunan pada bayi
IUGR. Semakin besar hambatan pada pertumbuhan janin,semakin besar pula penurunan
kompetensi kekebalan. penurunan nilai ini mungkin akan berlanjut sehingga masa
kanak-kanak. Satu studi menghubungkan bahwa pertumbuhan janin yang tidak
proporsional mengubah konsentrasi immunoglobulin E dalam kehidupan dewasa dan
juga menghubungkan kepada penyakit autoimun tiroid.
Terdapat bukti dari asosiasi antara pertumbuhan janin terhambat dan tekanan
darah, non insulin dependent diabetes, penyakit jantung koroner, dan kanker dalam
kehidupan dewasa. Hipotesis Barker mengatakan asal usul panyakti dengan gizi kurang
selama periode kritis pada awal kehamilan dan bayi meningkatkan resiko penyakit kronis
pada masa dewasa. Transisi gizi- yaitui pergeseran pola diet dan gaya hidup yang telah
dihasilkan dari urbanisasi dan pembangunan ekonomi yang cepat dapat mempercepat
munculnya awal undernutrition pada konsekuensi dewasa.
Dibawah adalah ringkasan konsekuensi pada kejadian IUGR yang sering terjadi
yaitu :
A. Hipoksia
1. Asfiksia perinatal
2. Hipertensi pulmonal persisten. Banyak bayi IUGR mengalami hipoksia
intrauterine yang kronis sehingga mengakibatkan penebalan abnormal otot polos
pada arteri kecil di pulmonal. Akhirnya aliran darah pulmonal menurun dan
mengakibatkan derajat hipertensi arteri pulmonal berubah. Oleh karena inilah bayi
IUGR beresiko terjadinya hipertensi pulmonal persisten. Penyakit membrane
hialin jarang terjadi pada IUGR karena bayi ini cenderung mengalami
pematangan paru sekunder akibat stress intrauterine kronis.
3. Sindrom distress nafas. Beberapa laporan mengatakan maturasi pilmonal janin
berhubung kait dengan IUGR, sekunder akibat stress intrauterine kronis.
4. Aspirasi mekonium. Terjadi pada 5-15% kelahiran dan biasanya terjadi pada bayi
pasca panjang. IUGR umum pada bayi pasca panjang.
B. Hipotermia
Termoregulasi baerkurang pada bayi IUGR karena hilangnya lemak subkutan. Bayi
IUGR sekunder akibat malnutrisi janin pada akhir kehamilan cenderung menjadi
kurus kering akibat hilangnya lemak subkutan. Mereka cenderung lebih mudah
hipotermi berbanding bayi premature.
C. Metabolik
I. Hipoglikemia. Metabolism karbohidrat serius terganggu dan bayi IUGR sangat
rawan untuk terjadi hipoglikemi akibat oleh hilangnya simpanan glikogen dan
kurangnya kapasitas glukoneogenesis. Oksidasi asam lemak bebas dan trigliserida
berkurang pada bayi IUGR, dimana hal ini membatasi sumber simpanan
alternative. Hiperinsulin, sensitive berlebihan terhadap insulin, dan defisiensi
pelepasan katekolamin waktu hipoglikemi a menyebabkan abnormal pada
mekanisme hormone regulasi saat periode hipoglikemi pada bay iIUGR.
II. Hiperglikemia. Bayi dengan kurang berat badan sangat rendah mempunyai sekresi
insulin yang rendah sehingga menyebabkan hiperglikemia.
III. Hipokalsemia. Hipokalsemia bisa terjadi pada bayi IUGR setelah asfiksia
D. Gangguan hematologik
Hiperviskositi dan polisitemia mungkin merupakan hasil dari meningkatnya kadar
eritropoetin sekunder akibat janin hipoksia berhubung dengan IUGR.
Trombositopenia, neutropenia, dan koagulasi profil berubah bisa terlihat pada bayi
IUGR. Polisitemia juga menyumbang terjadinya hipoglikemia dan mengarahkan
terjadinya cedera serebral.
E. Perubahan imunitas
Bayi IUGR mempunyai kadar igG yang rendah. Tambahan pula ukuran timus
berkurang 50% dan limfosit darah peripheral juga menurun.

VIII. Manajemen
Manajemen bayi kecil untuk usia kehamilan mulai dari periode kehamilan itu
sendiri. Diagnose antenatal merupakan kunci manajemen IUGR yang baik, yaitu
termasuklah :
A. Adanya faktor resiko maternal harus diwaspadai terjadinya IUGR oleh dokter
perbidanan. Selama pemeriksaan antenatal saat IUGR terdeteksi semua langkah harus
diambil untuk mengetahui penyebabnya.
B. Persalinan dan resusitasi
Jika dicurigai pertumbuhan janin terhambat harus dilakukan upaya memastikan
diagnosis ini, dan jika benar untuk menetukan apakah janin mengalami anomaly atau
berada dalam kondisi fisiologis yang buruk. Sejumlah praktisi telah melakukan
kordosintesis untuk menetukan kariotipe secara cepat karena deteksi aneuploidi letal
dapat meniadakan keharusan dilakukannya seksio sesaria. Sebaliknya, American College
of Obstetrician and Gynecologists memyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup data untuk
mewajibkan kordosentesis sebagai penatalaksanaan pertumbuhan janin terhambat. Waktu
pelahiran amat penting dan klinisi harus sering menimbang bahaya-bahaya pelahiran
preterm terhadap resiko kematian janin.


Hambatan Pertumbuhan Mendekati Aterm
Mengupayakan pelahiran kemungkinan memberikan hasil yang paling baik bagi
janin yang dianggap terhambat pertumbuhannya pada saat atau mendekat aterm. Bila
terdapat oligohidramnion yang signifikan, sebagian besat janin akan dilahirkan jika usia
gestasinya telah mencapai 34 minggu atau lebih. Dengan anggapan bahwa pola frekuensi
denyut jantung janin baikpelahiran pervaginam boleh dicoba. Sayangnya janin-janin
seperti ini sering kurang menoleransi persalinan daripada janin lain yang tumbuh dengan
baik dan seksio sesaria perlu dilakukan atas indikasi ancaman bahaya janin intrapartum.
Yang panting ketidakpastian diagnosis pertumbuhan janin terhambat seyogyanya
menunda dilakukannya intervensi sampai kematangan paru janin dipastikan.
Penatalaksanaan menunggu dipandu dengan menggunakan teknik surveilans janin
antepartum.
Hambatan Pertumbuhan Jauh Dari Aterm
Jika janin yang terhambat pertumbuhannya didiagnosis sebelum minggu ke 34
dan volume cairan amnion serta surveilans janin antepartum normal, dianjurkan
melakukan observasi. Dilakukan pencarian anomaly janin secara ultrasonografik.
Sonografi diulang dengan interval 2 sampai 3 minggu. Selama pertumbuhan berlangsung
baik dan evaluasi janin tetap normal, kehamilan diperbolehkan berlanjut sampai tercapai
kematangan janin jika tidak dilakukan pelahiran. Seringkali, amniosentesis untuk
penilaian maturitas paru dapat membantu pengambilan keputusan klinik.
Oligohidramnion amat menyiratkan adanya kegagalan pertumbuhan janin
walaupun volume cairan amnion yang normal tidak mencegah hambatan pertumbuhan
janin. Penapisan terhadap TORCH dan virus lainnya dianjurkan oleh beberapa klinisi,
tetapi beberapai menganggap ini tidak produktif untuk sebagian besar kasus.
Pada hambatan pertumbuhan jauh sebelum aterm tidak ada terapi khusus yang
akan memperbaiki keadaan. Tidak ada bukti bahwa tirah baring benar-benar
menghasilkan percepatan pertumbuhan janin dan memperbaiki hasil akhir pada janin
yang terhambat pertumbuhannya. Meskipun demikian, banyak klinisi menganjurkan
program tirah baring modifikasi dalam berbaring lateral sehingga curah jantung ibu dan
kiranya perfusi plasenta menjadi maksimal. Suplementasi zat gizi, ekspansi volume
plasma, terapi oksigen, obat antihipertensi, heparin, dan aspirin belum terbukti efektif.
Pada sebagian besar kasus hambatan pertumbuhan yang didiagnosis sebelum
aterm, tidak jelas etiologi jelas maupun terapi spesifiknya. Keputusan-keputusan
penatalaksanaan pada kasus seperti itu bergantung sepenuhnya pada penilaian risiko
relative kematian janin dengan evaluasi antepartum kontinu versus risiko pelahiran
preterm. Meskipun uji kesejahteraan janin baik pada banyak kasus memungkinkan
observasi yang aman dan pematangan yang berkelanjutan pada janin preterm yang secara
signifikan terhambat pertumbuhannya, terdapat kekhawatiran mengenai hasil neurologis
jangka panjangnya. Memang, meskipun umumnya dianggap bahwa berbagai macam uji
kesejahteraan janin tampaknya efektif dalam menurunkan risiko kematian janin, beberapa
pihak menetang kepercayaan ini. Weiner dkk melakukan uji nonstress, profil biofisik, dan
velosimetri arteri umbilikalis dalam 3 hari setelah pelahiran 135 janin yang pada saat
lahir dipastikan mengalami hambatan pertumbuhan.
Selain asidosis metabolic saat lahir yang diramalkan dengan tidak adanyaatau
membaiknya velosimetri arteri umbilikalis akhir-diastolik angka kesakitan dan kematian
pada janin terhambat pertumbuhannya terutama ditentukan oleh usia kehamilan dan berat
lahir dan bukan berdasarkan uji janin yang abnormal. Lebih lanjut, tidak ada bukti yang
meyakinkan bahwa skema uji-uji seperti ini menurunkan risiko hidup dengan deficit
neurologis jangka panjang. Jadi, panatalaksanaan optimal untuk janin preterm yang
terhambat pertumbuhannya masih menjadi masalah.
IX. Prognosis
Ketika pertumbuhan intrauterine terhambat terjadi pada awal kehamilan bayi
menunjukkan simetris dengan pertumbuhan panjang, berat, kepala dan lingkar perut
semua dibawah persentil 10 untuk suatu usia kehamilan. Ketika pertumbuhan intrauterine
terhambat terjadi pada akhir kehamilan pertumbuhan bayi asimetris dengan panjang dan
lingkar kepala normal namun berat badannya rendah oleh Karena proporsi jaringan
visceral dan lemak yang lebih rendah. Mortalitas neonatal bayi IUGR asimetris
dilaporkan lebih tinggi berbanding IUGR simetris, tetapi jika mereka bertahan mereka
memiliki prognosis yang lebih baik untuk pertumbuhan dan pengembangan jangka
panjang berbanding bayi IUGR simetris. Bayi IUGR mengalami relative sebagian
pertumbuhan lebih lambat berbanding dengan bayi-bayi yang sesuai berat lahir mereka
selama satu atau dua tahun pertama kehidupan. Setelah itu, anak-anak IUGR
mempertahankan posisi mereka dalam distribusi pertumbuhan dan tidak jauh ketinggalan.
Mereka tetap lebih pendek sekitar 5 cm dan lebih ringan 5 kg saat dewasa.
Disfungsi neurologis sering dikaitkan dengan gangguan deficit perhatian,
hiperaktif, lamban, dan prestasi buruk di sekolah. Disfungsi neurologis lebih sering
terjadi IUGR pada anak laki-laki dibanding perempuan, dan juga sering pada anak-anak
dengan keadaan social ekonomi rendah. Jika bayi IUGR adalah simetris dan pertumbuhan
kepala, sepertinya lebih berdampak pada fungsi neurologis dan tidak jelas apakah
intervensi diarahkan kepada bayi ini akan lebih baik. Untuk bayi IUGR asimetris
tindakan pencegahan asfiksia seharusnya akan mengurangi prevalensi cacat berat dan
ringan, terutama cerebral palsy dan gangguan mental sering terlihat dalam bayi.
Morbiditas perkembangan saraf terlihat 5-10 kali lebih sering pada bayi IUGR
dibandingkan dengan bayi appropriate gestational age (AGA). Hasil perkembangan saraf
tidak hanya bergantung pada penyebab IUGR saja tetapi juga bergantung pada kejadian-
kejadian buruk di saat neonatus ( misalnya asfiksia perinatal atau hipoglikemia ). Banyak
studi menunjukkan disfungsi otak minimal termasuk hiperakftif, rentang perhatian yang
pendek, dan masalah belajar.
Bayi dengan kelainan kromosom IUGR utama memiliki 100% timbulnya cacat.
Bayi dengan adanya bawaan infeksi seperti rubella congenital atau infeksi
sitomegalovirus dengan mikrosefali memiliki hasil yang buruk, dengan tingkat cacat
lebih dari 50%. Selain itu, bukti epidemiologi menunjukkan bahwa obesitas, diabetes
insulin tahan, dan penyakit jantung lebih umum di antara orang dewasa yang IUGR saat
lahir.


B. PREEKLAMSIA BERAT (PEB)

I. Definisi
Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsi,
dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria
didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau
+1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk
mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah
hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya
hipertensi terutama apabila disertai proteinuri merupakan pertanda buruk,sebaliknya
proteinuri tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka
kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24
jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan ginjal parah, filtrasi
glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat.
5

Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis,
iskemia dan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini
sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum.
5

Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada seorang
wanita yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut sebagai superimposed
on hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester kedua.
4

Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan
saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau
edema otak.
2

Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan
tanda di bawah ini
9
:
a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160 mmHg dan
desakan diastolik 90 mmHg.
b. Proteinuria: 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+.
c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum.
e. Edema paru dan sianosis.
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya
kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.
g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan
pandangan kabur.
h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase.
i. Hemolisis mikroangiopatik.
j. Trombositopenia < 100.000 cell/mm
3

k. Sindroma HELLP

Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin
disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang
dipicu oleh vesospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti
hemoglobinemia, hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang
parah.
Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung
dengan edema paru serta pertumbuhan janin terhambat nyata.
5


II. Etiologi
Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas namun ada
beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia.
a. Teori Genetik
Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang dapat
diturunkan secara resesiv (disebut teori resesiv). Preeklamsia dapat terjadi pada
penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu penderita atau saudara
perempuan penderita.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang sebenarnya
merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara imunologik dapat diterima
dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena kegagalan adaptasi imunologik yang
tidak terlalu kuat sehinga konsepsi tetap berjalan tapi sel-sel trophoblast tidak bisa
melakukan invasi ke dalam arteri spirales agar berdilatasi.
c. Teori Ischemia Plasenta
Ischemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang mengalami
dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang pembuluh darah di daerah
myometrium yaitu arteri spirales dan arteri basalis tidak melebar. Pelebaran arteri
spirales adalah akibat fisiologik invasi sel trophoblast ke dalam lapisan otot arteri
spirales, sehingga arteri spirales menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar.
Pada preeklamsia invasi sel-sel trophoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh
darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan
pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta sehingga
terjadi ischemia plasenta.
d. Teori Radikal Bebas
Ischemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toxin sehingga
menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga dihasilkan oleh ischemia
plasenta adalah radikal bebas yang merupakan produk sampingan metabolisme
oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Pada preeklamsia
sumber radikal bebas yang utama adalah plasenta yang mengalami ischemia. Radikal
bebas akan bekerja pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak.
Asam lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal bebas
lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi radikal bebas menjadi
tidak terkendali karena kadar antioksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Sel Endotel
Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan
peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia diduga bahwa sel tubuh yang
rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini
terbukti bahwa kerusakan sel endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai
pada preeklamsia.
Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang menyebabkan
preeklamsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan seringkali sukar
ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.
1

III. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor),
sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan
normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar
prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboxane yang mengakibatkan
menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan
vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.
b. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%,
sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-
40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi
dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting
menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-
bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-
plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi
pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin,
bahkan kematian janin intrauterin.
c. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output
meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan
hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor
sehingga keluarnya bahan-bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan
vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah
artiole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap
terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan
hipertensi akan berada dalam syok kronik.
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa
preeklamsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang
menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat
nekrosis berbagai organ.
4

Pada preeklamsi berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah
organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Telah dikemukakan
sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplacenta. Bila
hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem
ini akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara
general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia
jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh
DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel
endotel pembuluh darah uterus.
4

Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang membentuk
glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang menyebabkan
peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat
ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-kapiler dapat pula menyebabkan
oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat
menyebabkan retensi dari Na dan air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi
oedem.
7

Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancam
nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan
eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami
hemolisis dengan cepat.
8


IV. Frekuensi
Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering
dijumpai dalam. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita, atau 3,7% di antara semua
kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada
12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman.
Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.
5

Insiden preeklamsi sering disebut sekitar 5 persen, walaupun laporan yang ada
sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras dan
etnik- dan karenanya juga faktor predisposisi genetik; sementara faktor lingkungan juga
berperan.
4

Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida terutama primigravida muda, DM, Mola hidatidosa, kehamilan ganda,
hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya preeklamsia.
1

V. Dasar Pengelolaan
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan
dasar sebagai berikut :
1) Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.
2) Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang tergantung
pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi 2, yaitu :
a) Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < 37 minggu, artinya
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa.
b) Aktif ; agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
9


VI. Pemberian Terapi Medikamentosa
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.
c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %.
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang yang
pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan.
e. Pemberian anti hipertensi
Diberikan bila tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126.
Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap :
1) Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik.
2) Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125
f. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena :
Memperberat penurunan perfusi plasenta
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
g. Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.
9

VII. Sikap Terhadap Kehamilannya
a. Perawatan Konservatif; ekspektatif
1) Tujuan
a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilannnya
yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.
b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu.


2) Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia.
3) Terapi Medikamentosa
a) Terapi medikamentosa sama seperti diatas.
b) Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih dirawat 2-3 hari
lagi baru diizinkan pulang.
c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut diatas, hanya
tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler.
d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48
jam.
4) Perawatan di Rumah Sakit
a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai
berikut :
-Nyeri kepala
-Penglihatan kabur
-Nyeri perut kuadran kanan atas
-Nyeri Epigastrium
-Kenaikan berat badan dengan cepat
b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diikuti tiap
hari.
c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari.
d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.
e) Pemeriksaan laboratorium.
f) Pemeriksaan USG.
g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih tetap di
rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-gejala
preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diijinkan pulang.
6) Cara persalinan
a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai kehamilan
aterm.
b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya (
misalnya dengan grafik Friedman).
c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali
ada indikasi untuk pembedahan sesar.
a. Perawatan Aktif; agresif
1) Tujuan: Terminasi kehamilan.
2) Indikasi
a) Indikasi Ibu.
Kegagalan terapi medikamentosa
a. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa terjadi
kenaikan darah yang persisten.
b. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi
kenaikan desakan darah yang persisten.
Tanda dan gejala impending eklampsia
Gangguan fungsi hepar
Gangguan fungsi ginjal
Dicurigai terjadi solutio plasenta
Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
b) Indikasi Janin
Umur kehamilan 37 minggu.
IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG.
NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal.
Timbulnya oligohidramnion
c ) Indikasi Laboratorium
Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma HELLP

3) Terapi Medikamentosa
Sama seperti terapi medikamentosa diatas.
4) Cara Persalinan
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.
a) Penderita belum in partu
Dilakukan induksi persalinan bila bishop score 8. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.
Indikasi pembedahan sesar :
1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi maternal distress.
4. Terjadi fetal distress.
5. Bila umur kehamilan < 33 minggu.
b) Penderita sudah in partu
Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman.
Memperpendek kala II.
Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress atau fetal
distress.
Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar.
Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak dianjurkan
general anesthesia.
9


VIII. Penyulit Ibu
1. Sistem saraf pusat
a. Perdarahan intrakranial
b. Trombosis Vena sentral.
c. Hipertensi Ensefalopati.
d. Edema Cerebri.
e. Edema Retina.
f. Macular atau retina detachment.
g. Kebutaan korteks.
1. Gastrointestinal-Hepatik
a. Subcapsular hematoma hepar.
b. Ruptur kapsukl hepar
2. Ginjal
a. Gagal ginjal akut
b. Necrosis tubular akut
3. Hematologik
a. DIC
b. Trombositopenia
4. Kardiopulmoner
a. Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik.
b. Depresi atau arrest pernafasan.
c. Kardiac arrest
d. Iskemia miokardium
5. Lain-lain
9

Ascites
IX. Penyulit Janin
a. IUGR
b. Solutio plasenta
c. IUFD
d. Kematian neonatal
e. Penyulit akibat premarturitas
f. Cerebral palsy.
9






X. Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan.
Hipertensi gestasional
o TD > 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan
o Tidak ada proteinuria
o TD kembali normal setelah <12 minggu postpartum.
o Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum
o Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsi, misalnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia
Preeklampsi
Kriteria minimum
TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik
Peningkatan kepastian preeklamsi
TD > 160/100 mmHg
Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui meningkat
sebelumnya
Trombosit <100.000/mm
3

Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat)
SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat
Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya
Nyeri epigastrium menetap
Eklampsi
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan
preklamsi
Preeklamsi pada hipertensi kronik
Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi
tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <
100.000 /mm
3
secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria
sebelum gestasi 20 minggu
Hipertensi kronik
TD > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20
minggu
Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum.
5

Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis maupun
laboratorium.
Klinis :
- Nyeri epigastrik
- Gangguan penglihatan
- Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Terdapat IUGR
- Sianosis, edema pulmo
- Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau 110 mmHg untuk tekanan darah
diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam)
- Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)
Laboratorium :
- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)
- Trombositopenia (<100.000/mm3)
- Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya
- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
- Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)
4


XI. Prediksi dan Pencegahan
Berbagai penanda bikimiawi dan biofisik diduga dapat digunakan untuk
memperkirakan timbulnya preeklamsi pada tahap lebih lanjut. Para peneliti berupaya
mengidentifikasi penanda-penanda awal gangguan plasentasi, penurunan perfusi
plasenta, disfungsi sel endotel, dan aktivitas koaglasi. Terdapat beberapa uji untuk
memperkirakan preeklamsi antara lain infus angiotensin II, roll over test, asam urat,
ekskresi kalikrein urin, metabolisme kalsium, fibronektin, aktivasi koagulasi, peptida
plasenta, velosimetri doppler arteria uterina, dan penanda stress oksidatif.
4
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari
perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein
dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat
penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi memang merupakan
kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik.
1
Selain itu, ada pula yang mengemukakan mengenai pemberian suplemen
kalsium, aspirin, maupun suplemen minyak ikan. Namun, masih terdapat kontroversi.
6
XII. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya kejang,
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari
organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
1
Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena
preeklamsia sendiri bisa membunuh janin.
5
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian
ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat meliputi :


a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini:
1). Ibu :
a). Kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2). Janin :
a). Adanya tanda-tanda gawat janin
b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3). Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .
Pengobatan Medikamentosa
1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125
cc/jam)
2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3). Pemberian obat : MgSO
4
.

b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan
Indikasi
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsi dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO
4
40% 8 gr i.m.).
8
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:

- Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada bokong kiri dan
kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut
keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik,
reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit.
Bila terjadi toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonat intravena selama
3 menit sebagai antidotum.
- Klorpromazin 50 mg IM
- Diazepam 20 mg IM.
Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan karena dengan
menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri
menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan obat-obat antihipertensi jangan
sampai mengganggu perfusi uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah
hydralazine, labetolol, dan nifedipin.
4
Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara
intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.

Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai saat ini masih
kontroversi.
6
Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih banyak
dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi yang lebih disukai
adalah anestesi epidural lumbal.
4
Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak
lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya
persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I,
dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan
cunam atau ekstraktor vakum.
3
XIII. Komplikasi
Komplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP Sindrom, Edema
pulmonum, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio plasenta, Perdarahan serebral
dan gangguan visus.

XIV. Prognosis
Prognosis untuk eklamsi selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat
eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi
kurang dari tiga persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya
pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat
mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio
cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi
karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.
1










DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Penyusun. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr.
Hasan Sadikin. 2005. Penerbit bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
UNPAD RS.Hasan Sadikin. Bandung

2. Tim Penyusun Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi cabang Yogyakarta. Standar
Prosedur Tetap Pelayanan Obstetri dan Ginekologi RSUP dr.Sardjito. 1991. Penerbit FK
UGM RS Sardjito

3. Cunningham, Gory dkk. Obstetri Williams : Pertumbuhan Janin Terhambat. volume 1.
Edisi 21. EGC. Jakarta

4. Wiknjosastro, Hanifa dkk. Ilmu Kebidanan. Edisi ke 3. Cetakan 9. 2007. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

5. Alberta & Health Wellness. Intra Uterine Growth Restriction. Diakses tanggal 16 januari
2011 dari www.albertandhealth.com


6. Irene. Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan pertumbuhan intrauterine dan usia
kehamilan. 2010.

7. Colson. Skor domain neuromuscular dan fisik. 2010.

8. Obrien, et al. Beda klinis antara dua tipe IUGR. 2009

9. Kattwinkel. Algoritma resusitasi neonatus. 2006


PEB
1. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK UI, Jakarta. Hal: 281-294.
1999.
2. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC,
Jakarta. Hal: 198-208.1998.
3. Anonim. Understanding Sepsis. http//www.survivingsepsis.org.2003
4. William H. Clewell. Hypertensive Emergencies in pregnacy dalam Obstetric intesive care. WB
Saunders Company. Pensylvania. Hal:63-75.1997.
5. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. Williams Obtetrics
20th
prentice-Hall International,Inc. Page:773-818.1997.
6. William C Mabie, Baha M.Sibai. Hypertensive states of Pregnancy dalam Current Obstetric &
Gynecologic diagnosis & treatment. Appleton & Lahge. Connecticut. Hal:380-8.1994.
7. Robert A.Knuppel, Joan E.Drukker. Hypertension in Pregnancy dalam High-Risk Pregnancy. WB
Saunders company. Pensylvania. Hal: 362-76. 1986.
8. Hidayat W. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin.
Edisi ke-2 Penerbit: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr.
Hasan Sadikin, Bandung. Hal: 234-6.1998.
9. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan
di Indonesia. Edisi kedua. Batam. 2005.
10. Hariadi, R. Ilmu Kedokteran FetomaternalHimpunan . Edisi Perdana. Jilid 1. Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. 2004.
Neville, F. Hacker, J. George Moore. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates, Jakarta. 2001

También podría gustarte