Está en la página 1de 6

J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-6

1
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses
pembuatan tepung mocaf dengan proses fermentasi
menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Rhizopus oryzae, serta untuk mengetahui
kandungan nutrisi mocaf dan membandingkannya dengan
tepung terigu. Proses pembuatan tepung mocaf yaitu singkong
dikupas, dicuci dengan air pada suhu 60
o
C, dipotong sampai
ukuran kecil. Mencampur singkong, aquadest dan jamur
kemudian melakukan proses fermentasi sesuai dengan variabel
yang telah ditentukan. Pembuatan tepung mocaf terdiri dari
beberapa tahap yaitu menyaring hasil fermentasi untuk
memisahkan singkong dengan air dan jamur, mengeringkan
singkong hingga kadar airnya 12 14%, menggiling singkong
sampai halus, dan melakukan analisa kandungan pada tepung
mocaf. Dari hasil penelitian didapatkan kenaikan kadar protein
dan kadar lemak pada mocaf. Kadar protein dan lemak yang
terbaik didapat pada waktu fermentasi selama 3 hari yaitu untuk
Saccharomyces cereviseae (protein 2,290% dan lemak 3,635%)
dan Rhizopus oryzae (protein 4,722% dan lemak 3,756%),
sedangkan pada Lactobacillus plantarum kandungan nutrisi
mocaf tebaik didapat pada fermentasi 5 hari (protein 8,557%
dan lemak 2,801%). Untuk kadar abu, dan serat tidak ada
perubahan yang signifikan (konstan). Dan terdapat penurunan
pada kadar HCN dan kadar karbohidrat. Kadar HCN terendah
diperoleh pada waktu fermentasi 3 hari yaitu untuk
Saccharomyces cereviseae (HCN 2,850 mg/kg) dan Rhizopus
oryzae (HCN 2,775 mg/kg), sedangkan pada Lactobacillus
plantarum kadar HCN terendah diperoleh pada fermentasi
selama 5 hari (1,800 mg/kg). Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Rhizopus oryzae yang harganya murah dan non
patogen mampu meningkatkan kadar protein dan menurunkan
kadar HCN dari tepung mocaf.
Kata Kunci mocaf, fermentasi, Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cereviseae, Rhizopus oryzae

Telah diseminarkan di Seminar Nasional Teknik Kimia
Soebardjo Brotohardjono IX Prodi Teknik Kimia UPN
Veteran Surabaya Jawa Timur pada 21 Juni 2012
I. PENDAHULUAN

ingkong (Manihot Esculenta) merupakan komoditas
tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber
bahan pangan karbohidrat dan bahan baku makanan,
kimia dan pakan ternak. Indonesia memiliki potensi
umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat sekaligus
bahan baku tepung lokal yang tidak kalah dengan terigu,
yaitu ganyong, gembili, ubi jalar, garut, singkong
(singkong) dan lain sebagainya. Rendahnya harga
singkong dipengaruhi oleh sifat singkong segar yang
mudah rusak bila tidak segera dilakukan penanganan
pasca panen karena kadar air singkong segar yang tinggi,
adanya asam sianida (HCN) yang menyebabkan racun.
Singkong sering dianggap bahan baku yang bermutu
rendah karena rendahnya protein, mineral dan vitamin
[5];[17]. Namun varietas tertentu dari singkong
mengandung banyak cyanogenic glikosida (linamarin
dan lotaustralin) yang dapat dihidrolisis menjasi asam
sianida (HCN) oleh enzim endogen (linamarase) ketika
jaringan tanaman rusak selama pemanenan, pengolahan
atau proses mekanis lainnya [8]. Singkong juga
mengandung asam tannic, zat ini yang dapat
menimbulkan warna kusam pada produk olahan
singkong sehingga mempunyai nilai pasar yang rendah
[11].
Singkong di beberapa daerah penggunaannya
digunakan sebagai makanan membantu untuk
meringankan masalah kelaparan sehingga sangat penting
dalam hal keamanan pangan [5]. Oleh karena itu,
dibutuhkan proses untuk meningkatkan nilai protein dan
mengurangi kadar HCN. Penelitian sebelumnya
menggunakan prose fermentasi dimana Rhizopus oryzae
dan Saccharomyces cereviseae digunakan untuk
meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar
HCN dari produk singkong [2].
Tepung mocaf merupakan komoditas tepung cassava
dengan teknin fermentasi sehingga produk yang
dihasilkan memiliki karakteristik mirip seperti terigu,
yaitu putih, lembut, dan tidak berbau singkong. Dengan
karakterisrik yang mirip dengan terigu, tepung mocaf
dapat menjadi komoditas subtitusi tepung terigu.
Indonesia memiliki tingkat permintaan yang tinggi
terhadap tepung terigu, baik oleh industri atau rumah
tangga. Sedangkan kapasitas produksi tepung terigu di
Indonesia masih rendah, tingginya permintaan tepung
terigu menyebabkan harga tepung terigu menyebabkan
harga tepung terigu yang tinggi. Produksi gandum
PEMBUATAN MOCAF (MODIFIED CASSAVA FLOUR) DENGAN
PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae
Lina Ika Kurniati, Nur Aida, Setiyo Gunawan, dan Tri Widjaja
J urusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
J l. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: gunawan@chem-eng.its.ac.id
S
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

2
nasional belum mampu memenuhi total permintaan
dalam negeri sehingga dari tahun ke tahun terjadi
peningkatan impor gandum.
Penelitian ini diharapkan dapat mengawali penigkatan
tambahan produksi total tepung sekitar 20% dari
kebutuhan impor nasional selama lima tahun kedepan.
Pada tahun 2009, impor gandum mencapai 5,2 juta ton.
Sedangkan dari 22,7 juta ton produksi singkong, yang
diolah menjadi bahan pangan dan non pangan baru
mencapai 22,3 % atau sekitar 4,6 juta ton. Hal ini berarti
peluang pasar untuk tepung dari singkong masih cukup
besar [10].
II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Persiapan Bahan
Singkong dikupas, dicuci dengan air pada suhu 60
o
C, dipotong samapi ukuran kecil. Mencampur singkong,
aquadest dan jamur kemudian melakukan proses
fermentasi sesuai dengan variabel yang telah ditentukan.
Pembuatan tepung mocaf terdiri dari beberapa tahap
yaitu menyaring hasil fermentasi untuk memisahkan
singkong dengan air dan jamur, mengeringkan singkong
hingga kadar airnya 12 14%, menggiling singkong
sampai halus, dan melakukan analisa kandungan pada
tepung mocaf.
B. Analisa kadar lemak ( AOAC 2003)
Kadar lemak pada tepung mocaf ditentukan dengan
AOAC (2003).

Tepung mocaf sebanyak 50 gram
dibungkus dengan kertas saring diletakkan di dalam
ekstraktor dan diektrak dengan solvent n-hexane teknis
pada suhu 75
o
C selama 4 jam. Dengan 4 jam ekstraksi
ini, lipida dalam mangrove sudah benar-benar terekstrak
semua sehingga prosesnya dapat dihentikan. Selanjutnya,
hasil yang diperoleh berupa campuran lipid dan n-hexane
didistilasi untuk memisahkan keduanya. Ekstrak berupa
lipida dimasukkan botol yang sebelumnya telah
ditimbang. Dipanaskan lagi pada suhu 80
o
C untuk
mendapatkan hasil yang murni. Kemudian ditimbang
hasilnya.
C. Analisa Kadar Protein ( AOAC 2003)
Kandungan protein ditentukan dengan analisa
kandungan nitrogen[3]. J umlah total protein ditentukan
dengan mengalikan jumlah nitrogen dengan faktor
koreksi sebesar 6,25.Uji kandungan protein dilakukan
dengan cara menguji kadar Nitrogen dalam sampel
(tepung mocaf). Kemudian hasilnya dikonversi dengan
mengalikan kadar nitrogen yang didapat dengan 6,25.
Hasil konversi yang didapat itu merupakan kandungan
protein dalam sampel. Untuk menguji kadar nitrogen,
sampel sebanyak 6 gram dimasukkan dalam labu
Kjeidahl. Ditambahkan air sebanyak 150 mL
kedalamnya. 100 mL HCl 1 N dan beberapa tetes
indikator mix dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang
kemudian dihubungkan dengan labu Kjeidahl.
Dipanaskan pada suhu 100
o
C. Setelah mendidih,
tambahkan 23 mL larutan NaOH 30% ke dalam labu
Kjeidahl. Pemanasan dihentikan apabila tidak ada yang
menetes lagi pada erlenmeyer (tak ada aliran ke
erlenmeyer). Hasil larutan yang di erlenmeyer dititrasi
dengan HCl hingga warnanya berubah menjadi
kehijauan. Persen protein dihitung dengan menggunakan
rumus:
(1)
(2)

D. Analisa Kadar Abu (AOAC 2003)
Kandungan ash (abu) dalam tepung mocaf ditentukan
dengan AOAC (2003). Untuk penentuan ash, cawan
kosong dan bersih dipanaskan pada suhu 600
0
C selama 1
jam dalam muffle furnace. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Berat cawan kosong dicatat
sebagai W
1
. 1 gram sampel (tepung mocaf) ditaruh
dalam cawan (W
2
). Kemudian cawan tersebut diletakkan
dalam muffle furnace pada suhu 400
0
C selama 6 jam.
Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (W
3
). Persen ash dihitung dengan rumus:
(3)

E. Analisa Kadar Serat (AOAC 2003)
Kadar serat ditentukan dengan AOAC (2003).
Sampel 0,5 gram (W
1
) ditambahkan 150 ml H
2
SO
4
dan
beberapa tetes acetone sebagai anti foaming. Campuran
kemudian dipanaskan 100
o
C hingga mulai mendidih.
Kemudian suhu dikurangi menjadi 45
o
C selama 30
menit. Endapan disaring dengan kertas saring dan dicuci
dengan aquadest hingga bebas asam. Kemudian dengan
prosedur yang sama diulangi dengan menggunakan
KOH. Kertas saring beserta endapannya dipanaskan
dalam oven pada suhu 150
o
C selama 1 jam, kemudian
diletakkan dalam desikator dan ditimbang (W
2
).
Endapan dan kertas saring diletakkan cawan penguap dan
dipanaskan dalam furnace selama 3-4 jam, kemudian di
letakkan dalam desikator dan ditimbang (W
3
) Persen
crude fiber dihitung dengan rumus:
(4)
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

3
F. Analisa Kadar Air (AOAC 2003)
Kadar air ditentukan dengan mengeringkan sampel
tepung mocaf (W
1
) ke dalam oven pada suhu 80
0
C
kemudian didinginkan di dalam desikator dan
ditimbang. Pengeringan dilakukan berulang ulang hingga
beratnya konstan (W
2
) Persen moisture content dihitung
dengan rumus:

(5)

G. Analisa Kadar Karbohidrat
Analisa kadar karbohidrat menggunakan
perhitungan :
% karbohidrat =100% - (% protein+% lemak +% abu +
% air ) (6)
H. Analisa Kadar Pati
Timbang 2-5 gram contoh yang berupa bahan padat
yang telah dihaluskan, tambahkan 50 ml aquadest dan
aduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas
saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat
250 ml. Pati yang terdapat sebagai residu pada kertas
saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter biarkan eter
menguap dari residu, kemudian cuci lagi dengan 150 ml
alkohol 10%. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari
kertas saring kedalam erlenmeyer dengan pencucian 200
ml aquadest dan tambahkan 20 ml HCl 25% ( berat
jenis 1,125), tutup erlenmeyer dan panaskan dengan
water bath selama 2,5 jam. Setelah dingin netralkan
dengan NaOH 45% dan encerkan sampai volume 450 ml
kemudian saring. Tentukan kadar gula yang dinyatakan
sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan
glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. Berat
glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.
I. Analisa Kadar HCN
Timbang sampel sebanyak 15 gr lalu tambahkan
dengan 100 mL aquades dan diletakkan pada labu
Kjeldahl, kemudian dilakukan perendamAn selama 2
jam. Setelah itu, ditambahkan lagi 100 mL aquades,
kemudian didistilasi dengan uap (steam). Tampung
distilat dalam erlenmeyer berisi 20 mL NaOH 2.5%.
Setelah distilat mencapai 150 mL, tambahkan 8 mL
NH
4
OH, 5 mL KI 5% dan dititrasi dengan 0.02 N
AgNO
3
sampai terjadi kekeruhan (letakkan kertas
karbon hitam dibawah labu titrasi).
ml titar (blanko-sampel) x 20 . NAgNO
3

Bobot HCN=
ml titar blanko kg sampel

x 0.54 mg (7)
J. Pengujian Mineral
Pengujian mineral dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Inductively Coupled Plasma Optical
Emission Spectrometry (ICP-OES). Sampel (bubuk
mangrove) didekstruksi terlebih dahulu. Sampel
sebanyak 2 gram dicampur dengan asam nitrat 10 ml
kemudian dipanaskan pada suhu 60
0
C selama 20 menit.
Setelah itu larutan ditambahkan dengan HCl sebanyak 5
ml dan dipanaskan pada suhu 60
0
C selama 20 menit.
Kemudan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml dan
dipanaskan pada suhu 60
0
C sampai larutan berkurang
setengah dari volume awal. Setelah itu disaring
menggunakan kertas saring. Kertas saring dibilas
berulang kali dengan aquadest sampai mineral larut
sempurna. Larutan yang didapat diencerkan sampai 100
ml, kemudian diencerkan kembali hingga 50 kali
pengenceran. Sampel 5-10 ml dianalisa dengan ICP-
OES.
III. HASIL DAN DISKUSI

A. Analisa Kadar Abu
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar abu
singkong lebih tinggi dari pada kadar abu tepung mocaf
hal ini dapat dilihat dari warna tepung yang dihasilkan,
dimana tepung singkong tanpa melalui fermentasi
warnanya agak kuning sedangkan tepung mocaf
mempunyai warna yang lebih putih . Hal ini disebabkan
karena kemampuan dari mikroorganisme dalam
perubahan warna produk fermentasi [13].


Gambar 1. Grafik Kadar Abu

Tetapi tidak ada perubahan yang signifikan
(konstan) pada tepung mocaf dengan Lactobacilus
plantarum, Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus
oryzae karena kadar abu tidak dipengaruhi oleh lamanya
waktu fermentasi [14].
B. Analisa Kadar Serat
Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar serat
singkong lebih tinggi dari pada kadar serat tepung
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

4
mocaf, hal ini dapat dilihat karakteristik kelembutan
tepung yang dihasilkan, dimana tepung singkong tanpa
melalui fermentasi, tepung yang dihasilkan agak kasar
sedangkan tepung mocaf lebih lembut. Hal ini
disebabkan karena kemampuan dari mikroorganisme
dalam perubahan tekstur produk fermentasi [13].
Mikroorganisme mampu menghidrolisa serat yang
berupa polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida
(glukosa) [12].

Gambar 2. Grafik Kadar Serat

Kadar serat terendah diperoleh pada tepung mocaf hasil
fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus oryzae selama 3
hari, yaitu 3,126%, 2,793 % dan 2,459.
C. Analisa Kadar Lemak
Dari gambar 3 dibawah ini dapat dilihat bahwa
terjadi kenaikan kadar lemak dari tepung mocaf selama
proses fermentasi, namun tidak terlalu signifikan. Kadar
lemak tertinggi pada tepung mocaf hasil fermentasi
selama 3 hari menggunakan Saccharomyces cereviseae,
yaitu sebesar 3,635 % dan Rhizopus oryzae sebesar
3,756 % sedangkan pada fermentasi menggunakan
Lactobacillus plantarum kadar lemak tertinggi pada
fermentasi selama 4 hari, yaitu sebesar 2,876 %.



Gambar 3. Grafik Kadar Lemak

Kenaikan kadar lemak ini disebabkan karena
mikroorganisme dapat memproduksi minyak mikroba
selama proses fermentasi [4]. Mikroorganisme, seperti
setiap sistem sel hidup lainnya, menghasilkan lipid atau
lemak. Inilah yang disebut dengan spesies berminyak,
dan minyak yang kemudian tidak hanya berguna untuk
mikroorganisme dalam hal penggunaaan kembali dalam
setiap periode berikutnya karena kelaparan, tetapi juga
dapat dianggap sebagai sumber komoditas dari minyak.
Minyak yang yang dihasilkan disebut sebagai single cell
oil (SCO), yang merupakan eufemisme mirip dengan
single cell protein yang biasa digunakan untuk
menunjukkan protein yang berasal dari mikroorganisme
sel tunggal [19].
D. Analisa Kadar Protein
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa kadar protein
singkong lebih rendah dari pada kadar protein tepung
mocaf. Kadar protein tertinggi diperoleh pada tepung
mocaf hasil fermentasi menggunakan Saccharomyces
cerevisae dan Rhizopus oryzae selama 3 hari, yaitu 2,290
% dan 4,722 %, sedangkan pada fermentasi
menggunakan Lactobacillus plantarum kadar protein
teringgi diperoleh pada waktu 5 hari, yaitu 8,577 %.


Gambar 4. Grafik Kadar Protein

Kenaikan protein ini disebabkan karena kemampuan dari
Saccharomyces cerevisae maupun Rhizopus oryzae
untuk mensekresikan beberapa enzim ektraseluler
(protein) kedalam singkong selama proses fermentasi,
atau berkembangnya Saccharomyces cerevisae maupun
Rhizopus oryzae kedalam singkong dalam bentuk protein
sel tunggal selama proses fermentasi [2];[15]. Selama
fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum
menghasilkan enzim proteinase. Proteinase akan
menghidrolisis protein menjadi peptida yang sederhana.
Adanya kenaikan kadar protein diperoleh dari aktivitas
enzim protease yang dihasilkan oleh mikrobia yang ada
dalam proses fermentasi [18].
E. Analisa Kadar Pati
Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa ada
kecenderungan penurunan kadar pati pada tepung mocaf
selama proses fermentasi berlangsung. Kadar pati
terendah pada tepung mocaf hasil fermentasi selama 3
hari menggunakan Saccharomyces cereviseae, yaitu
sebesar 71 % dan Rhizopus oryzae sebesar 48,2%
sedangkan pada fermentasi menggunakan Lactobacillus
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

5
plantarum kadar pati terendah pada fermentasi selama 5
hari, yaitu sebesar 55,4 %.

Gambar 5. Grafik Kadar Pati

Penurunan kadar pati selama proses fermentasi baik
menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae dan Rhizopus oryzae karena bahan organik
(pati) digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
untuk pertumbuhan mikroorganisme [6]. Menurut [9],
bahwa bahan organik yang diuraikan oleh
mikroorganisme disebabkan oleh bekerjanya enzim
amilase dan lipase yang bekerja dalam pemecahan
amilum dan lemak dari substrat sehingga kandungan
bahan organik selama fermentasi mengalami penurunan.
Menurut [7] bahwa selama proses fermentasi pati
dihidrolisis menjadi gula sederhana sehingga kadar gula
reduksi menjadi meningkat. Fermentasi menyebabkan
karbohidrat lebih mudah dihidrolisis sehingga gula
reduksi akan meningkat akibatnya daya cerna juga
meningkat.
F. Analisa Kadar HCN
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa ada
kecenderungan penurunan kadar HCN pada tepung
mocaf selama proses fermentasi berlangsung. Kadar
HCN terendah pada tepung mocaf hasil fermentasi
menggunakan Lactobacillus plantarum diperoleh pada
fermentasi 5 hari, yaitu sebesar 1,800 mg/kg. Sedangkan
pada Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus diperoleh
pada fermentasi 3 hari, yaitu sebesar 2,850 mg/kg dan
2,775 mg/kg.
Penurunan kadar HCN ini disebabkan karena
mikroorgamisme mampu memecah sianogenik glikosida
dan produk turunannya. Selain itu produk olahan
singkong yang melibatkan proses perendaman dan
pencucian dengan air panas, proses fermentasi dan
proses pengeringan dapat menurunkan kadar HCN pada
singkong [2];[16]. Proses perendaman dan pencucian
dengan air panas dapat menghilangkan HCN, sebab
HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih
29C.

Gambar 6. Grafik Kadar HCN

Hasil uji statistik menunjukan bahwa metode ini secara
nyata dapat menurunkan kadar HCN dan semakin lama
proses perendaman maka makin tinggi persentase
penurunan kadar HCN. Disamping itu juga cara
perendaman dapat melarutkan senyawa linamarin dan
lotaustralin, serta memacu pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat menguraikan racun menjadi asam organik.
Metode fermentasi singkong bertujuan inaktivasi enzim
linamarase sehingga tidak bisa mengkatalisis
pembentukan HCN [1].
G. Kandungan Mineral
Tabel 1. Kandungan Mineral Tepung Mocaf
Menggunakan Saccharomyces sereviseae
Saccharomyces cerevisae
Lama
Fermentasi
(hari)
Ca
(ppm)
Fe
(ppm)
Mg
(ppm)
Zn
(ppm)
0 38,550 2,9500 ND ND
3
37,965 1,0300 ND ND
5 37,595 ND ND ND

Tabel 2. Kandungan Mineral Tepung Mocaf
Menggunakan Rhizopus oryzae
Rhizopus oryzae
Lama
Fermentasi
(hari)
Ca
(ppm)
Fe
(ppm)
Mg
(ppm)
Zn
(ppm)
0 38,5500 2,9500 ND ND
3 37,3000 46,530 ND ND
5 38,4950 46,120 ND ND





J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

6
Tabel 2. Kandungan Mineral Tepung Mocaf
Menggunakan Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum
Lama
Fermentasi
(hari)
Ca(ppm) Fe
(ppm)
Mg
(ppm)
Zn
(ppm)
0 38,5500 2,9500 ND ND
3 39,3650 46,8200 ND ND
5 44,9750 46,4700 ND ND

IV. KESIMPULAN

Tepung mocaf dapat dihasilkan dengan proses fermentasi
menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces
cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Lactobacillus
plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus
oryzae yang harganya murah dan non pathogen dapat
meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar HCN
pada tepung mocaf. Tepung mocaf dengan kandungan
nutrisi terbaik dihasilkan pada waktu fermentasi 3 hari
dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae dan
Rhizopus oryzae, sedangkan dengan proses fermentasi
menggunakan Lactobacillus plantarum tepung mocaf
terbaik pada waktu fermentasi 5 hari. Tepung mocaf yang
dihasilkan dari karakteristik fisik hampir menyerupai
tepung terigu, sedangkan untuk kandungan nutrisi protein,
tepung terigu masih lebih baik dari tepung mocaf.


DAFTAR PUSTAKA

[1] Adamafio, Sakyiamah M, and J osephyne T. 2010.
Fermentation in cassava (Manihot esculenta
Crantz) pulp juice improves nutritive value of
cassava peel. Academic J ournals 4(3): 51-56
[2] Akindahunsi, A. A., Oboh, G., & Oshodi, A. A.
(1999). Effect of fermenting cassava with Rhizopus
oryzae on the chemical composition of its flour and
gari. Riv. Ital. Sostanze Grasse, 76, 437440.
[3] AOAC, 2003. Official Methods of Analysis. 17th
ed. (2 revision). AOAC International,Gaithersburg,
MD, USA.
[4] Akindumila, F., & Glatz, B. A. (1998). Growth and
oil production of Apiotrichum curvatum in tomato
juice. J ournal of Food Protection, 61(11), 1515-
1517.
[5] Aletor,V. A. (1993). Allelochemichal in plant food
and feedingstuffs: 1. Nutrional, Biochemichal and
physiophatological aspects in animal production.
Veterinary and Human Toxicology, 35(1), 57-
67.Available:http://www.fao.org/es/ESN/nutrition/r
equirementspubs.en.htm (accessed 1.09.10).
[6] Ardhana, M. 1982. The Microbial Ecology og Tape
Ketan Fermentation. Thesis. The University of
New South Wales University, Sydney.
[7] Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M.
Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia
Press. J akarta. 365 hlm.
[8] Conn, E. E. (1973). Cyanogenic glucosides: their
occurrence biosynthesis and function. In B. Nestle,
& B. McIntyr (Eds.), Chronic cassava toxicity (pp.
5563). Ottawa: International Development Centre.
[9] Ginandjar, I. 1977. Fermentasi Biji Mucuna
proriens DC dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas
Protein. Disertasi. IPB. Bandung.
[10] Hadi.Samsul, 2010. Mocaf (Modified Cassava
Flour). J awa timur : J ember
[11] Hahn, S. K. (1992). Cyanide and tannin,
traditional processing and utilizatin of cassava in
Africa. International Institute for Tropical
Agriculture (IITA).
[12] Hikmiyati N dan Yanie N.S. (2009), Pembuatan
Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong melalui
Proses Hidrolisa Asam. Skripsi J urusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Semarang.
[13] Kusmiati .(2002). Aktifitas Bakteriosin dari
Leuconostoc mesenteroides Pbac1 pada Berbagai
Media. Universitas Indonesia. J awa Barat : Depok.
[14] Lehninger, A. L. (1987). Bioenergetics and
metabolism, principle of biochemistry (2nd
Preprint). CBS.
[15] Okafor, N. (1998). An integrated bio-system for
the disposal of cassava wastes, integrated bio-
systems in zero emissions applications. In
Proceedings of the Internet Conference on
Integrated Bio-Systems. Available:
http://www.ias.unu.edu/proceedings/icibs.
[16] Oke, O. L. (1968). Cassava as food in Nigeria.
World Rev. Nutr. Diet, 9, 227250..
[17] Onwueme, I. C. (1978). The tropical tuber crops.
UK: J ohn Wiley and Sons Ltd.
[18] Rahman, A., 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit
Arcan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
IPB. Bogor.
[19] Wynn, J ames P., and Ratledge, Colin. 2005.
Baileys Industrial Oil and Fat Products, Sixth
Edition, Six Volume Set. Edited by Fereidoon
Shahidi. Copyright J ohn Wiley & Sons, Inc.

También podría gustarte