Está en la página 1de 19

Aji pramustyo

Flori juliant pello


Arisseptiana
Erik susanti
Risky angger B
Alergi berasal dari kata allos yang berarti suatu
penyimpangan atau perubahan dari cara semula
atau cara biasa. Benda asing yang masuk ke
tubuh dan menyebabkan perubahan reaksi
tersebut, dinamakan allergen(
Dian.H.Mahdi,1993)
Alergi merupakan suatu perubahan reaksi
(menyimpang) dari tubuh seseorang terhadap
lingkungan berkaitan dengan peningkatan kadar
immunoglobulin (Ig)E, suatu mekanisme sistem
imun (Retno W.Soebaryo,2002)

Secara umum semua benda di lingkungan
(pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat
pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab
alergi, namun faktor lain misalnya (a)
perbedaan keadaan fisik setiap bahan, (b)
kekerapan pajanan, (c) daya tahan tubuh
seseorang, (d) adanya reaksi silang antar
bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya
alergi. (Retno W.Soebaryo,2002)

Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut:
reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap
oleh Antigen PresentingCell (APC), dipecah menjadi peptida-
peptida kecil, diikat molekul HLA (MHC II), bergerak
kepermukaan sel dan dipresentasikan ke sel Th-2 . Sel Th-2
diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4 dan
IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B,
terjadi sensitisasi sel mast dan basofil, sedangkan IL-5
mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi utama
dalam reaksi alergi.
Antibodi IgE (antibody tersensitisasi) melekat pada sel mast dan
basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka akan
terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut
menyebabkan masuknya ion Ca
++
ke dalam sel mast dan terjadi
perubahan pada membran sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi
degranulasi sel mast yang kemudian menimbulkan pelepasan
histamin serta mediator peradangan lainnya.

Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu
gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Pemberian antigen protein atau obat
(misalnya, penisilin) secara sistemik
(parental) menimbulkan anafilaksis
sistemik.
Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan
darah, seperti anemia hemolitik,
trombositopenia, eosinofilia dan
granulositopenia

Keluhan alergi terjadi secara berulang dan berubah-
ubah. Ahli alergi modern berpendapat bahwa
serangan alergi atas dasar target organ (organ
sasaran). Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis
yang disebabkan oleh proses alergi dalam tubuh
seorang anak yang dapat menggganggu semua
sistem tubuh (Widodo judarwanto,2007)
Keluhan yang sering dapat ditemukan adalah
peradangan mukosa kulit. Peradangan yang paling
umum adalah epistasis,peradangan
mulut,menarogia,purpura dan petakie.
Pada pemeriksaan fisik terlihat pasien dalam keadaan
baik dan tidak terdapat penemuan abnormal lain,
selain yang berhubungan dengan perdarahan.

1. Type I (reaksi anafilaktis dini)
2. Type II (reaksi imun sitotoksis)
3. Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks
imun = immune complex = precipitate)
4. Macam/Type IV (Reaksi lambat type
tuberkulin)


Alergen inhalatif,
Alergen ingestif/makanan,
Alergen kontak,
Alergen suntik atau sengatan
Alergen implant,
Auto alergen,
Uji kulit
Darah tepi
IgE total dan spesifik
Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat
tidak sensitif.
Biopsi usus
Diit coba buta ganda ( Double blind food
chalenge ) untuk diagnosa pasti

Inspeksi: apakah ada kemerahan, bentol-bentol
dan terdapat gejala adanya
urtikaria,angioderma,pruritus dan
pembengkakan pada bibir
Palpasi: ada nyeri tekan pada kemerahan
Perkusi: mengetahui apakah diperut terdapat
udara atau cairan
Auskultasi: mendengarkan suara napas, bunyi
jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih
meningkat)


Menghindari allergen
Terapi farmakologis
Imunoterapi
Profilaksis
PENGKAJIAN

Data Diri Pasien
Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk rumah sakit:
b) Keluhan utama
c) Kronologis keluhan
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
5. Riwayat Psikososial dan Spiritual

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan terpajan allergen
Hipertermi berhubungan dengan proses
inflamasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan infalamasi dermal, intrademal
sekunder
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan berlebih
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologi (allergen, ex: makanan)

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen
Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan
pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.
Kriteria hasil :
a. Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
b. Pasien tidak merasa sesak lagi
c. Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
d. Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
Intervensi :

1 Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja
napas. Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada
terbatas yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels,
mengi, gesekan pleura.
Rasional : Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai
obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x.24 jam
diharapkan suhu tubuh pasien menurun.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5
o
C -
37,5
o
C)
b. Bibir pasien tidak bengkak lagi
Intervensi :
1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
Rasional : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses
penyakit infeksius akut.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan
linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah
untuk mempertahankan mendekati normal
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
alcohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
infalamasi dermal, intradema sekunder
Tujuan : setelah diberikan askep selama 2 x24 jam
diharapkan pasien tidak akan mengalami kerusakan
integritas kulit lebih parah.
Kriteria hasil :
a. Tidak terdapat kemerahan, bentol-bentol dan odema
b. Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria, pruritus dan
angioderma
c. Kerusakan integritas kulit berkurang
Intervensi :
1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu atau pigmentasi
Rasional : Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi
perifer
2. Hindari obat intramaskular
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi
memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih
Tujuan : setelah diberikan askep selama 1 x 24 jam diharapkan
kekurangan volume cairan pada pasien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami diare lagi
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
Turgor kulit kembali normal
Intervensi :
1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam
memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
Rasional : Peningkatan suhu atau memanjangnya demam
meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui
evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).
Rasional : Indicator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena
napas mulut dan oksigen.
3. Monitor intake dan output cairan
Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex:
makanan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan nyeri pasien teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang
b. Wajah tidak meringis
c. Skala nyeri 0

d. Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :
Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg
Nadi : 60-100 kali/menit
Pernapasan : 16-20 kali/menit
Suhu : Oral (36,1-37,5
0
C), Rektal (36,7-38,1
0
C), Axilla (35,5-
36,4
0
C)
Intervensi :
1. Ukur TTV
Rasional : untuk mengetahui kondisi umum pasien
2. Kaji tingkat nyeri (PQRST)
Rasional : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri
3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
Rasional : memberikan rasa nyaman kepada pasien
4. Ciptakan suasana yang tenang
Rasional : membantu pasien lebih relaks

También podría gustarte