Kolonoskopi adalah sebuah uji laboratorium yang bertujuan untuk melihat
kolon (usus besar) dan rektum dengan menggunakan alat kolonoskop. Kolonoskop memiliki sebuah kamera kecil yang menempel pada tabung fleksibel yang akan di masukkan ke tubuh hingga mencapai usus besar.
Gambar. Pemeriksaan Dengan Kolonoskopi ( National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Deseases)
Kolonoskopi berfungsi untuk membantu diagnosis penyakit dengan gejala yang tidak jelas berupa: Perubahan system percernaan diluar biasanya. Sakit perut yang tidak kunjung sembuh Pendarahaan pada anus Penurunan berat badan yang drastis. Kolonoskopi sering dianjurkan oleh ahli gastroenterologi sebagai tes skrining untuk kanker usus besar. Tes Skrining dilakukan pada seseorang yang menderita penyakit pencernaan tetapi gejalanya tidak jelas. Hal ini akan dilakukan pada stage awal dari penyakit sehingga kesempatan penyembuhan pasien akan lebih tinggi (David et al, 2012). Prosedur uji diawali dengan kolon harus dibersihkan dari material material pada seperti kotoran. Hal ini dilakukan dengan memberikan pasien diet rendah serat dan tidak makan selama satu sampai tiga hari, dengan hanya mengkonsumsi minuman seperti jus apel, kaldu, air jeruk, air lemon, minuman elektrolit dan air
(Waye et al, 2003).
Sehari sebelum prosedur kolonoskopi, pasien juga akan diberikan obat-obat laksatif (seperti bisacodyl, picosalax, dll.) dan pasien juga diberikan cairan irigasi usus yang mengandung elektrolit dan polietilenglikol (Waye et al, 2003). Sehari sebelum tes pasien akan diberikan dua tablet bisacodyl 5 mg yang akan diminum pada jam 3 sore dan jam 5 sore, selanjutnya pasien akan diberikan larutan polietilenglikol sebanyak 8 ml setiap 15-30 menit secara berkala sampai jam 8 malam. Prosedur dilanjutkan dengan pasien meminum 2 tablet bisacodyl 5 mg, lalu setelah itu pasien hanya perbolehkan meminum cairan elektrolit dan air hingga pagi hari (Waye et al, 2003). Pada kasus khusus pasien yang harus menggunakan aspirin maupun produk produk seperti salisilat, ibuprofen dan turunannya, di anjurkan untuk menghentikan terapi selama 10 hari sebelum kolonoskopi hal ini dilakukan untuk mencengah resiko pendarahan (Waye et al, 2003). Kolonoskopi akan dilakukan dirumah sakit, sebelum dilakukan prosedur kolonoskopi pasien akan diberikan anastesi agar pasien rileks. Pasien akan berbaring di meja dengan posisi tubuh kaki ditekuk hingga menyentuh dada, selanjutnya dokter akan memasukkan kolonoskop yang telah dilubrikan kedalam anus, rektum hingga mencapai kolon. Kolonoskop yang masuk kedalam tubuh telat dilengkapi dengan balon berisi udara yang akan mengembang sehingga akan memberikan ruang pengamatan usus yang lebih baik. Kamera yang ada pada kolonoskop akan mengirim video pada layar computer sehingga mempermudah dokter untuk mengamati jaringan-jaringan saluran pencernaan. Pada saat kolonoskop mencapai perbatasan antara kolon dan usus kecil kolonoskop akan ditarik kembali untuk mengamati kolon lagi, selanjutnya setelah dokter mendapatkan pengamatan yang jelas kolonoskop akan dikeluarkan secara perlahan dari tubuh (David et al, 2012).
Gambar. Cara kerja kolonoskop (David et al, 2012)
Keuntungan menggunakan alat ini: Kolonoskop lebih baik pengamatannya dibandingkan x-ray. Prosedur kolonoskop merupakan prosedur yang tidak invasive. sensitifitas dan spesifisitas untuk mendeteksi polip dan karsinoma tinggi. kerugian penggunaan kolonoskopi: Prosuder tes dianggap kurang nyaman oleh pasien. Resiko pasien mengalami komplikasi berupa Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Dehidrasi, anemia, dan malnutrisi.
Daftar pustaka: Waye, Jerome D.; Rex, Douglas K.; Williams, Christopher Beverley (2003). Colonoscopy: principles and practice. Wiley-Blackwell. pp. 210 211. ISBN 1-4051-1449-5. DAVID A. LIEBERMAN, DOUGLAS K. REX, SIDNEY J. WINAWER, FRANCIS M. GIARDIELLO, DAVID A. JOHNSON, and THEODORE R. LEVIN, 2012, Guidelines for Colonoscopy Surveillance After Screening and Polypectomy: A Consensus Update by the US Multi-Society Task Force on Colorectal Cancer, GASTROENTEROLOGY 2012;143:844 857. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003886.htm