Está en la página 1de 7

Widya Meiriska (10210092) Tugas 7 Fisika Bumi dan Sistem Kompleks

Geomagnetisme dan Paleomagnetisme


Geomagnetisme
Metode magnetik merupakan salahsatu metode geofisika tertua yang mempelajari karakteristik medan magnet bumi. Sejak lebih dari tiga abad yang lalu telah diketahui bahwa bumi merupakan magnet yang besar. Bentuk bumi sendiri tidak benar-benar bulat dan material penyusunnyapun tidak homogen, hal ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada lintasan garis gaya magnet. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnetik di permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi distribusi (anomali) benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik dibawah permukaan, kemudian dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin teramati. Pengukuran intensitas medan magnetik dapat dilakukan di darat, laut maupun udara. Susceptibilitas magnet batuan adalah harga magnet suatu batuan terhadap pengaruh magnet, yang pada umumnya erat kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetit di dalam batuan, akan semakin besar harga susceptibilitasnya. Metoda ini sangat cocok untuk pendugaan struktur geologi bawah permukaan dengan tidak mengabaikan faktor kontrol adanya kenampakan geologi di permukaan dan kegiatan gunungapi. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi. Metode magnetik mendasari survei geofisika dalam pencarian jebakan mineral dan struktur bawah permukaan bumi secara signifikan. Sifat-sifat Kemagnetan Batuan dan Mineral Kekuatan batuan / mineral untuk terimbas oelh medan magnet luar dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, tergantung dari atom-atom penyusunnya, seperti Diamagnetik, Paramagnetik, Ferromagnetik, ferrimagnetik, dan Antiferromagnetik. Di bawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing bagian. 1. Diamagnetik Batuan yang berkategori diamagnetik mempunyai harga suseptibilitas (k) negatif, sehingga intensitas imbasan dalam batuan / mineral tersebut memberikan efek magnet lemah dan mengarah berlawanan

dengan gaya medan magnet tersebut. Hal ini terjadi karena dalam batuan yang mempunyai kulit electron yang telah jenuh atau tiap electron telah memiliki pasangan, sehingga electron tersebut akan berpresisi jika mendapat medan magnet luar (H). Contoh batuan diamagnetik antara lain: Marmer, Grafit, Bismut, Garam, Kuarsa, dan Gipsum atau Anhidrit. 2. Paramagnetik Batuan / mineral paramagnetik mempunyai susceptibilitas batuan (k) positif dan sedikit lebih besar dari satu. Interaksi antar atomnya lemah, karena kulit electron terluar belum jenuh (tidak berpasangan). Electron-electron tersebut akan mengisi tempat yang kosong terlebih dahulu sebelum berpasangan. Adapun momen magnetik batuan paramagnetik ini menyebar secara acak seiring perubahan suhu. Tetapi bila diberi medan magnet luar, momen magnetnya akan searah dengan medan magnet luar, sehingga memperkuat medan magnet luar. Contoh batuan jenis ini antara lain: Piroksen, Olivin, Granit, Biotit dll. 3. Ferromagnetik Besi, Cobalt, Nikel merupakan bahan / mineral yang bersifat ferromagnetik. Atom-atom penyusunnya mempunyai momen magnet dan interaksi antar atom-atom tetangganya begitu kuat, sehingga momen semua atom dalam suatu daerah mengarah sesuai dengan medan magnet luar yang diimbaskan. Bahan magnetik yang bersifat ferromagnetic lebih banyak memiliki kulit electron yang hanya diisi oleh satu electron dibandingkan batuan yang bersifat paramagnetik, sehingga material ferromagnetik akan lebih mudah terinduksi oleh medan magnet luar. 4. Ferrimagnetik Pada umumnya mineral dengan sifat kemagnetan tinggi di alam bersifat ferrimagnetik. Bahan-bahan dikatakan ferrimagnetik bila momen magnet pada dua daerah magnet saling berlawanan arah satu sama lain, tetapi garis gaya magnet tidak nol saat H=0. Ini menunjukan adanya gaya magnet yang lebih kuat yang mendominasi daripada yang lainnya. 5. Antiferromagnetik Suatu bahan mineral akan bersifat antiferromagnetik pada saat kemagnetan benda ferromagnetic naik sesuai dengan kenaikan temperatur yang kemudian hilang setelah temperatur mencapai titik Curie (4000C-7000C). Harga momen magnetik sangat kecil hingga nol, karena momen magnet saling tolakmenolak dan berlawanan arah. Nilai suseptibilitasnya (k) sangat kecil seperti batuan / mineral yang bersifat paramagnetik, misalnya hematite.

Medan Magnet Bumi

Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi, yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi : - Deklinasi (D) yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari

bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. - Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. - Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian : 1. Medan magnet utama (main field) Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 10 6 km2.. 2. Medan magnet luar (external field) Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat. 3. Medan magnet anomali

Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal ( crustal field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite (), titanomagnetite () dan lain-lain yang berada di kerak bumi. Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25 % medan magnet utama bumi (Telford, 1976),

Susceptibilitas Magnet pada Batuan Mineral ferrimagnetik merupakan sumber utama dari anomali magnetik lokal, telah dilakukan percobaan untuk membuat persamaan hubungan antara susceptibilitas batuan dengan konsentrasi Fe3O4. Kemagnetan pada batuan sebagian di sebabkan oleh imbasan dari suatu gaya magnet yang berasosiasi dengan medan magnet bumi dan sebagian dari kemagnetan sisa. Kemagnetan imbas suatu formasi batuan merupakan suatu fungsi darikerentanan magnet volume k( volume mgnetic susceptibility), serta besar dan arah dari magnet yang mengimbas. Suatu benda yang mudah terimbas oleh medan magnet luar memiliki kerentanan magnet yang tinggi. Unsur-unsur yang mengontrol kerentanan magnet batuan diantaranya adalah jumlah serta ukuran butir dan penyebaran mineral ferrimagnetik yang terkandung. Harga kerentanan magnet (k) untuk tiap sampel batuan berbeda-beda. Batuan beku dan batuan metamorf pada umumnya mempunyai harga k yang relatif besar dibandingkan dengan sedimen. Batuan basa dan ultrabasa mempunyai harga k paling tinggi, batuan gunung api asam dan batuan metamorf mempun yai kerentanan magnet sedang hingga rendah, dan batuan sedimen pada umumnya mempunyai kerentanan magnet yang sangat rendah. Kemagnetan Sisa (Remanent Magnetism)

Kemagnetan batuan bergantung pada medan magnet yang dimiliki bumi dan kemagnetan batuan / mineral itu sendiri. Kemagnetan sisa yang terjadi saat pembentukan batuan disebut kemagnetan sisa alami (Natural Remanent Magnetism / NRM) dan di bagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Kemagnetan sisa alami primer. Terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: a. Kemagnetan Sisa Kimia (Chemical Remanent Magnetism / CRM) Kemagnetan sisa kimia terbentuknya ketika ukuran butiran batuan magnetik mengalami perubahan (rekristalisai), sebagai akibat proses kimia pada temperatur jauh dibawah titik Curie (4000C-7000C) dari satu bentuk ke bentuk lainnya. b. Kemagnetan Sisa Panas (Thermoremanent Magnetism / TMR) Kemagnetan sisa panas terbentuknya ketika batuan beku mengalami pendinginan dari proses pemanasan. Dalam beberapa hal TRM dapat berlawanan arah dengan medan magnet bumi. c. Kemagnetan Sisa Detrial (Detrial Remanent Magnetism / DRM) Kemagnetan sisa detrial terjadi pada saat pembentukan batuan sedimen yang mengandung mineral ferromagnetik. 2. Kemagnetan sisa alami sekunder .Terjadi karena proses kimia, terdiri dari: a. Kemagnetan Sisa Viskos (Viscous Remanent Magnetism / VRM) Terbentuk oleh imbasan medan magnet luar secara terus menerus dengan temperatur yang berubah-ubah. b. Kemagnetan Sisa Panas Tetap (Isotheral Remanent Magnetism / IRM) Berasal dari suhu tetap yang mendapat imbasan medan magnet dari luar secara sesaat. c. Kemagnetan Sisa Deposisional (Depositional Remanent Magnetism) Merupakan kemagnetan sisa yang terjadi selama pengandapan butiran batuan dalam suatu lembah atau cekungan yang mendapat imbasan medan magnet bumi.

Metode Pengukuran Data Geomagnetik Dalam melakukan pengukuran geomagnetik, peralatan paling utama yang digunakan adalah magnetometer. Peralatan ini digunakan untuk mengukur kuat medan magnetik di lokasi survei. Salah satu jenisnya adalah Proton Precission Magnetometer (PPM) yang digunakan untuk mengukur nilai kuat medan magnetik total. Peralatan lain yang bersifat pendukung di dalam survei magnetik adalah Global Positioning System (GPS). Peralatan ini digunaka untuk mengukur posisi titik pengukuran yang meliputi bujur, lintang, ketinggian, dan waktu. GPS ini dalam penentuan posisi suatu titik lokasi menggunakan bantuan satelit.

Penggunaan sinyal satelit karena sinyal satelit menjangkau daerah yang sangat luas dan tidak terganggu oleh gunung, bukit, lembah dan jurang. Pengukuran data medan magnetik di lapangan dilakukan menggunakan peralatan PPM, yang merupakan portable magnetometer. Data yang dicatat selama proses pengukuran adalah hari, tanggal, waktu, kuat medan magnetik, kondisi cuaca dan lingkungan. Dalam melakukan akuisisi data magnetik yang pertama dilakukan adalah menentukan base station dan membuat station station pengukuran (usahakan membentuk grid grid). Ukuran gridnya disesuaikan dengan luasnya lokasi pengukuran, kemudian dilakukan pengukuran medan magnet di station station pengukuran di setiap lintasan, pada saat yang bersamaan pula dilakukan pengukuran variasi harian di base station.

Paleomagnetisme
Paleomagnetisme adalah studi tentang medan magnetic purba. Konsepnya mengatakan bahwa banyak batuan merekam arah dan kekuatan medan magnet bumi pada saat batuan terbentuk. Kristal magnetit yang kecil dalam aliran lava yang membeku berkelakuaan seperti jarum-jarum kompas yang sangat kecil, mengandung rekaman kondisi medan magnet bumi pada saat lava tersebut membatu. Batuan sedimen yang mengandung unsure besi seperti batu pasir merah (red sandstone) yang dapat merekam kemagnetan bumi. Kemagnetan batuan tua dapat diukur untuk menentukan arah dan kekuatan medan magnet bumi dimasa lampau. Ketika pertama kali hipotesa Pengapungan Benua dikemukakan oleh Wegener, yaitu pada periode 1930 hingga awal tahun 1950-an, bukti-bukti yang mendukung hipotesa ini sangat minim sekali. Adapun perhatian terhadap hipotesa ini baru terjadi ketika penelitian mengenai penentuan Intensitas dan Arah medan magnet bumi. Setiap orang yang pernah menggunakan kompas tahu bahwa medan magnet bumi mempunyai kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan yang arahnya hampir berimpit dengan arah kutub geografis bumi. Medan magnet bumi juga mempunyai kesamaan dengan yang dihasilkan oleh suatu batang magnet, yaitu menghasilkan garis-garis imaginer yang berasal dari gaya magnet bumi yang bergerak melalui bumi dan menerus dari satu kutub ke kutub lainnya. Jarum kompas itu sendiri berfungsi sebagai suatu magnet kecil yang bebas bergerak di dalam medan magnet bumi dan akan ditarik ke arah kutub-kutub magnet bumi. Suatu metoda yang dipakai untuk mengetahui medan magnet purba adalah dengan cara menganalisa beberapa batuan yang mengandung mineral-mineral yang kaya unsur besinya yang dikenal sebagai fosil kompas. Mineral yang kaya akan unsur besi, seperti magnetite banyak terdapat dalam aliran lava yang berkomposisi basaltis. Saat suatu lava yang berkomposisi basaltis mendingin

(menghablur) dibawah temperatur Curie ( 580 C), maka butiran butiran yang kaya akan unsur besi akan mengalami magnetisasi dengan arah medan magnet yang ada pada saat itu. Sekali batuan tersebut membeku maka arah kemagnetan (magnetisasi) yang dimilikinya akan tertinggal di dalam batuan tersebut. Arah kemagnetan ini akan bertindak sebagai suatu kompas ke arah kutub magnet yang ada. Jika batuan tersebut berpindah dari tempat asalnya, maka kemagnetan batuan tersebut akan tetap pada arah aslinya. Batuan batuan yang terbentuk jutaan tahun yang lalu akan merekam arah kutub magnet pada saat dan tempat dimana batuan tersebut terbentuk, dan hal ini dikenal sebagai Paleomagnetisme. Penelitian mengenai arah kemagnetan purba pada aliran lava yang diambil di Eropa dan Asia pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa arah kemagnetan untuk batuan yang berumur muda cocok dengan arah medan magnet bumi saat ini, akan tetapi arah kemagnetan (magnetic alignment) pada aliran lava yang lebih tua ternyata menunjukkan arah kemagnetan yang sangat bervariasi dengan perbedaan yang cukup besar.

También podría gustarte