Está en la página 1de 39

HEMOPTISIS

PRESENTASI KASUS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh:

Naili Rahmi 0807101010050

Pembimbing:

dr. Teuku Zulfikar, Sp. P

BAGIAN/SMF PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Berkatrahmat dan hidayah-Nya, penulisan tugas presentasi kasusyang berjudul Hemoptisis telah dapat diselesaikan. Salawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Adapun karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Pulmonologi RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepadadr. Teuku Zulfikar, Sp.P yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan doronganmoril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.

Banda Aceh, Maret2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. A. Latar Belakang ...............................................................................................

1 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2.1 Anatomi dan Fisiologi Vaskularisasi Paru .................................................... 2.2 Definisi .......................................................................................................... 2.3 Etiologi .......................................................................................................... 2.4 Patofisiologi .................................................................................................. 2.5 Klasifikasi .....................................................................................................

3 3 4 4 6 9

2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................... 10 2.7 Penegakan diagnosis ..................................................................................... 12 2.8 Penatalaksanaan.. 15 2.9 Komplikasi.. 19 2.10 Prognosis. 20

BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 22

BAB IV PRESENTASI KASUS....................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan Batuk merupakan reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan peradangan. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan parau, sering, jarang, atau paroksismal.1 Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal). Batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter.Biasanya penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah. Batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluhdarah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar.Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda suatu penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan.2 Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggu kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.2

Angka kejadian hemoptisis di klinik paru berkisar antara 10 sampai 15 persen dan untuk negara dengan angka kejadian tuberkulosis yang tinggi merupakan penyebab terjadinya hemoptisis masif sebesar 20 persen. Sedangkan yang disebabkan oleh bronkiektasis sebesar 45 persen dan pada tumor sebesar 10 persen. 1 Hemoptisis masif yang tidak diterapi mempunyai angka mortaliti lebih dari50% dan perlu dicari sumber perdarahannya sehingga terapi definitif dapat dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Hemoptisis masif sering terjadi pada bronkiektasis, bekas tuberkulosis, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis aktif, kistik fibrosis,Artery-venous malformation (AVM), bronkiektasis nontuberkulosis dan ditemukan pada kasus yang jarang seperti lesi infiltratif peribronkial. Sebagian besar kasus hemoptisis dapat diterapi secara konservatif namun pada kasus hemoptisis berat diperlukan tindakan pembedahan. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam tatalaksana hemoptisis masif adalah foto toraks, Computed tomography scanning (CT-scan) dan bronkoskopi.3 Komplikasi yang sering terjadi adalah asfiksia, kehilangan darah yang banyak dalam waktu singkat dan penyebaran penyakit ke jaringan paru yang sehat. Batuk darah sendiri terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalahakibat ketakutan pasien mengenai gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan batuknya,hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit. Oleh sebab itu pengertian yang seksama mengenai hemoptisis diharapkan mampu memberikan penatalaksanaan yang optimal pada penderita. 1,4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Vaskularisasi Paru

Gambar 2.1 Skema sirkulasi bronchial dan anastomase sirkulasi bronchial dengan sirkulasi pulmonal Bronkus, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari arteri bronchial yang merupakan cabang dari aorta descendens. Vena bronchiales (yang berhubungan dengan vena pulmonales) mengalirkan darahnya kevena azigos dan vena hemiazigos4,5. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis.darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk kecabang-cabang vena pulmonalis
4,5

yang mengikuti

jaringan ikat

septa

intersegmentalis keradix pulmonalis . 1. Sirkulasi bronkial : a. nutrisi pada paru dan saluran napas b. tekanan pembuluh darah sistemik c. cenderung terjadi perdarahan lebih hebat 2. Sirkulasi pulmonar a. mengatur pertukaran gas b. tekanan rendah

2.2

Definisi Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal

dari saluran nafas di bawah pita suara. Sinonim batuk darah ialah hemoptoe atau hemoptisis.4Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama.5 Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling sering terjadi diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor: a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, akan tetapi ditentukan oleh reflek batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis dimana pasien takut dengan perdarahan yang terjadi. b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila perdarahan yang terjadi cukup banyak, maka hemoptisis tersebut digolongkan ke dalam hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa kriteria, antara lain: 1) Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila jumlah perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24 jam. 2) Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila jumlah perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam. c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat, oleh karena baik bagian jalan napas maupun bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya akibat terjadinya obstruksi total.6

2.3

Etiologi Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :4

1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya. 2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.

3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus. 4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik). 5. Benda asing di saluran pernapasan. 6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba. Penyebab batuk darah menurut penyelidikan Osler A. Abbott7: Presentase Penyakit Pasien Hemoptisis Karsinoma bronkogenik Abses paru Infark pulmonal Bronkiektasis Tuberkulosis Krista kongenital 56,0 Empiema Metastasis Karsinoma Penyakit Presentase Pasien Hemoptisis 24,5

49,2 44,0 43,5 36,5 25,8

24,0

Tumor Mediastinum

20,0 17,5

Obstruksi Esofagus

9,0

Etiologi lain hemoptisis adalah sebagai berikut :7,8 1. Batuk darah idiopatik Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 40-60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi. 2. Batuk darah sekunder Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya. a. Oleh karena keradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale > 4% (normal1%) 1) TB:batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya dan bergumpal. 2) Bronkiektasis : bercampur purulen.

3) Abses paru : bercampur purulen. 4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih. 5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir. b. Neoplasma 1) Karsinoma paru. 2) Adenoma. c. Lain-lain 1) Trombo emboli paru infark paru. 2) Mitral stenosis. 3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat. ASD VSD 4) Trauma dada. Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi:9 1. Anak-anak dan remaja: b. Bronkiektasis c. Stenosis mitral d. Tuberkulosis 2. Umur 20 40 tahun: a. b. c. Tuberkulosis Bronkiektasis Stenosis mitral

3. Umur lebih dari 40 tahun: a. b. c. Karsinoma bronkogen Tuberkulosis Bronkiektasis

2.4

Patofisiologi Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru,juga bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.6

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :7,8 1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena: a. Adanya Rasmussens aneurysm yang pecah. Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini telah lama dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan terdapat hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan. Setelah berkembangnya arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu terdapatnya Rasmussen aneurisma pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal perdarahan diragukan. b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru. 2. Batuk darah pada karsinoma paru. Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner. 3. Batuk darah pada bronkiektasis: a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk menyebabkan perdarahan. b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan. c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus yang mengalami ektasis. 4. Batuk darah pada bronchitis kronis: Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, terobek oleh mekanisme batuk.

5. Batuk darah pada abses paru: Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar menutup, maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat batuk. 6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut: a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan rupture vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butir darah merah masuk ke alveoli. b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di mukosa bronkus. c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena bronkialis yang hebat sehingga tampak seperti varises. 7. Batuk darah pada infark paru: Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi anastomose. Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut, akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah. 8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome: Terjadi kelainan pada membrane basalis alveol kapiler yaitu terbentuknya antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab) lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya keutuhan membranan basalis epithelial-endotelial dan memudahkan

masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli. 9. Batuk darah pada infeksi jamur: Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan antikoagulan serta enzim proteoitik yang menyerupai tripsin dari jamur. 10. Batuk darah pada batuk keras: Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak bercampur di dalamnya. a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada bronkus yang berdekatan.

b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya. c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus. 11. Cedera dada Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

2.5

Klasifikasi Klasifikasi menurut Pusel:2 + batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum ++ +++ ++++ batuk dengan perdarahan 1 30 ml batuk dengan perdarahan 30 150 ml batuk dengan perdarahan 150-500 ml

Massive batuk dengan perdarahan 500-1000 ml atau lebih Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.4 1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis. 2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru. 3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis. 4. Pseudohemoptisis Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).

Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar menjadi:2 1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari. 2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan interval 2 sampai 3 hari. 3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak. Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis selain terjadi vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai kelemahan oleh karena:8,9 a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya. b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan, bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung. c. Sebagian dari darah masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi. Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh:10 a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi hipovolemik. b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemia miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik jantung, maupun aliran darah serebral. Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:11 a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis b. Lamanya perdarahan c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi dan kesadaran. yang mengarah pada renjatan

2.6

Manifestasi Klinis Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa

perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari

nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darahdan bukanmuntah darah.4Hal tersebut akan dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah Dengan Muntah Darah9 No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah

Prodromal

Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

Darah dimuntahkan dengan rasa mual (Stomach Distress)

Onset

Darah dibatukkan, dapat disertai dengan muntah

Darah dimuntahkan, dapat disertai dengan batuk Darah tidak berbuih Merah tua Sisa makanan

3 4 5

Tampilan Warna Isi

Darah berbuih Merah segar Lekosit, mikroorganisme, hemosiderin, makrofag

6 7

Ph Riwayat penyakit dahulu (RPD)

Alkalis Penyakit paru

Asam Peminum alkohol, ulcus pepticum, kelainan hepar

8 9

Anemis Tinja

Kadang tidak dijumpai Blood test (-) / Benzidine Test (-)

Sering disertai anemis Blood Test (+) / Benzidine Test (+)

Kriteria batuk darah: 8 1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam). 2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam). 3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif yang diajukan Busroh (1978) :9 1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti. 2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapilebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkanbatuk darahnya masih terus berlangsung. 3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapilebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selamapengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darahtersebut tidak berhenti.

2.7

Penegakkan Diagnosis Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan gambaran radiologis. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan disesuaikan.7,8 1. Anamnesis Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:7,10 a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan. b. Lamanya perdarahan. c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak. d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan. e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik. f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk g. Wheezing h. Perdarahan di tempat lain bersamaan dengan batuk darah i. Perokok berat dan telah berlangsung lama j. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada k. Hematuria yang disertai dengan batuk darah. fisik maupun penunjang sehinggapenanganannya dapat

l. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. 2. Pemeriksaan fisik7,8 Untuk mengetahui perkiraan penyebab. a. Panas merupakan tanda adanya peradangan. b. Auskultasi : 1) Kemungkinan menonjolkan lokasi. 2) Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah. c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru d. Clubbing finger : memberikan petunjuk kemungkinan keganasan

intratorakal dan supurasi intratorakal (abses paru, bronkiektasis).

3. Pemeriksaan penunjang a. Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderitahemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempatperdarahannya.2 Pemeriksan foto thoraks merupakan salah satu komponen penting dalam pemeriksaan untuk mengetahui penyebab perdarahan terutama kelainan parenkim paru, misalnya pemeriksaan dengan kaviti, tumor, infiltrat dan atelektasis. Perdarahan intra-alveolar menimbulkan pola infiltrat retikulonedular. Namun demikian gambaran foto thoraks bisa normal ataupun tidak informatif.12 b. Pemeriksaanbronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.4 c. Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).4 Pemeriksaan sputum yang dapat dilakukan adalah untuk pemeriksaan bakteri pewarnaan gram, basil tahan asam (BTA).

Pemeriksaan dahak sitologi dilakukan apabila penderita berusia >40 tahun dan perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan terutama untuk BTA dan jamur.12

d. Laboratorium11 a. Pemeriksaan darah tepi lengkap i. Peningkatan Hb dan Ht kehilangan darah yang akut ii. Leukosit meningkat infeksi iii. Trombositopenia koagulopati iv. Trombositosis kanker paru b. CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau pasien menerima warfarain/heparin c. Analisa gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang jelas dan sianosis. e. Pemeriksaan bronkoskopi Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.2,4 Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : 2 1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan 2) Batuk darah yang berulang 3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan

diagnosis, lokasiperdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untukmelakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingatbahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yanglebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disampingmemperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptik dapatmenilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasiperdarahan.2 Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optikjauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalammembersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing,disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempatterjadinya perdarahan.2

2.8

Penatalaksanaan Tujuan pokok terapi ialah:9 1. Mencegah asfiksia. 2. Menghentikan perdarahan. 3. Mengobati penyebab utama perdarahan. Langkah-langkah: 9 1. Pemantauan menunjang fungsi vital a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps

kardiovaskuler. b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah

dipertimbangkan sejak awal. c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar. 2. Mencegah obstruksi saluran napas a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi. b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi. 3. Menghentikan perdarahan a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan. b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan. Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support kardiopulmoner danmengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebabutama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.6,9 Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napasyang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis palingtinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptosis dalam jumlahkecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlahbanyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik.6,9

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi konservatif Dasar-dasarpengobatanyangdiberikan sebagai berikut :7,8,9 a. Mencegah penyumbatan saluran nafas Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan dalam posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang terasa menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan nafas dengan alat pengisap. Jangan sekalikali disuruh menahan batuk. Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan dalam posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan, dan sedikit trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih dapat penderita disuruh batuk bila terasa ada darah di saluran nafas yang menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang tube endotrakeal. Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan sukar berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein10 - 20 mg. Penderita batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan, sehingga kadang-kadang berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat diberikan sedatif ringan (Valium) supaya penderita lebih kooperatif. b. Memperbaiki keadaan umum penderita Bila perlu dapat dilakukan : 1) Pemberian oksigen. 2) Pemberian cairan untuk hidrasi. 3) Tranfusi darah. 4) Memperbaiki keseimbangan asam dan basa. c. Menghentikan perdarahan Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam kepustakaan dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari. Pemberian kantongan es diatas dada, hemostatiks, vasopresin (Pitrissin)., ascorbic acid dikatakan khasiatnya belum jelas. Apabila ada

kelainan

didalam

faktor-faktor

pembekuan

darah,

lebih

baik

memberikan faktor tersebut dengan infus. Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom. Di beberapa rumah sakit masih memberikan Hemostatika (Adona Decynone) intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun khasiatnya belum jelas, paling sedikit dapat memberi ketenangan bagi pasien dan dokter yang merawat. d. Mengobati penyakityangmendasarinya(underlyingdisease) Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga antibiotika yang sesuai. 2. Terapi pembedahan Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif yang sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak ada kontraindikasi bedah.5 Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan:5 a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien. b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian padaperdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakanoperasi. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang berulang dapat dicegah. Tindakan bedah meliputi:5,12 1. Reseksi paru: lobektomi atau pneumonektomi Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat penyakit dasarnya. Macam reseksi: Pneumonektomi: Bilobektomi Lobektomi : : reseksi satu paru seluruhnya reseksi dua lobus reseksi satu lobus reseksi sebagian kecil jaringan paru

Wedgeresection:

Enukleasi

bila kelainan patologis kecil dan jinak reseksi segmen bronkopulmonal

Segmentektomi:

Berdasarkan foto thoraks dan pemeriksaan faal paru, luasnya operasi dapat ditentukan sebelum operasi. Prinsipnya adalah mempertahankan sebanyak mungkin jaringan paru yang dianggap sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi, abses atau kavitas) menentukan jenis reseksi yang akan dilaksanakan. 2. Terapi kolaps: pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisia, torakoplasti, frenikolisis (membuat paralise N. phrenicus). Terapi kolaps bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit tersebut. Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk kavitas, tetapi cara ini banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak. Prosedur yang termasuk dalam kelompok terapi kolaps: Pneumotoraks artificial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga teracapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses penyembuhan. Bila terdapat adhesi dan paru tidak dapat kolaps dilakukan intrapleuralpneumonolysis (operasi Jacoboes), tetapi sering terjadi komplikasi perdarahan. Karena sering terjadi empyema setelah pneumotorak artifisial, tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi. Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga peritoneum dengan tujuan menaikkan diafragma agar terjadi kolaps pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal akan menyembuh. Paralise nervus phrenicus yaitu dengan cara anestesi local nervus phrenicus dibebaskan dari perlekatannya di M. scalenus anterior, kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul paralise diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan

diharapkan apeks paru dapat diistirahatkan sehingga, terjadi proses penyembuhan.

Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalkan dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Indikasi torakoplasti: Dulu: torakoplasti hamper selalu dilakukan setelah lobektomi atau pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan terjadinya over distensi parenkim paru yang tersisa selain itu dead space akan segera menutup (obliterasi) sehimgga resiko

terbentuknya fistula bronkopleural dan empyema dapat dikurangi. Sekarang: kebutuhan torakoplasti diragukan dan dilakukan bila direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus atau mengatasi komplikasi tindakan reseksi seperti fistula bronkopleura dan empiema. 3. Lain-lain: embolisasi artifisial. Embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization (BAE) adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alcohol melalui katerisasi pada arteri bronkialis. Menurut Ingbar embolisasi berhasil

menghentikan perdarahan 95%. Dengan meningkatnya penggunaan embolisasi arteriografi, sekarang penggunaan tindakan pembedahan untuk pengelolaan batuk darah massif mulai ditinggalkan.

2.9

Komplikasi Komplikasi yang dapat mengancam jiwa penderita adalah asfiksia,

sufokasi dan kegagalan sirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu singkat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah penyebaran penyakit ke sisi paru yang sehat dan atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis.12 Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh 3 faktor:6 1. Terjadinya asfiksia karena adanya pembekuan darah dalam saluran pernapasan. Pada dasarnya asfiksia tergantung dari:

a. Frekuensi batuk darah b. Jumlah darah yang dikeluarkan c. Kecemasan penderita d. Siklus inspirasi e. Reflek batuk yang buruk f. Posisi penderita 2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat menimbulkan syok hipovolemik. Bila jumlah perdarahan banyak maka digolongkan dalam massive hemoptysis. Kriteria massive hemoptysis

menurut Yeoh adalah perdarahan 200 cc dalam 24 jam sedangkan menurut Sdeo adalah perdarahan lebih dari 600 cc dalam 24 jam. 3. Aspirasi pneumonia Yaitu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah perdarahan. Aspirasi adalah masuknya bekuan darah ke dalam jaringan paru yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Meliputi bagian yang luas dari paru b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih kecil c. Disamping perdarahan dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke dalam paru karena penutupan glottis yang tidak sempurna d. Dapat diikuti sekunder infeksi. Aspirasi pneumonia merupakan keadaan berat karena saluran napas dan bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi dengan baik.

2.10 Prognosis Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis : 4,6,7 1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih baik. 2. Jenis penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis. 3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.

a. Hemoptisis <200ml/24jam prognosa baik b. Profuse massive>600cc/24jamprognosa jelek 85% meninggal

BAB III KESIMPULAN

1.

Hemoptisis merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.

2.

Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastrointestinal.

3.

Pada umumnya hemoptosis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.

4.

Tujuan pokok terapi hemoptisis ialah mencegah asfiksia, menghentikan perdarahan dan mengobati penyebab utama perdarahan

5.

Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti.

6.

Pada prinsipnya penanganan hemoptisis ditujukan untuk memperbaiki kondisi kardiopulmoner dan mencegah semua keadaan yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan tersebut dilakukan secara konservatif maupun dengan operasi, tergantung indikasi serta berat ringannya hemoptisis yang terjadi.

7.

Prognosis dari hemoptisis ditentukan oleh tingkatan hemoptisis, macam penyakit dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.

BAB IV PRESENTASI KASUS

I. Identitas Pasien Nama Umur Tgl Lahir Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama Perkawinan Jaminan No CM Tgl Masuk Tgl Pemeriksaan : Tn. Jailani : 47 Tahun : 04 Desember 1966 : Laki-laki : Desa lambaroe, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. : Wiraswasta : SD : Islam : Kawin : JKRA : 99-17-10 : 24 Februari 2014 : 27 Februari 2014

II. Anamnesis Keluhan Utama: Batuk darah

Keluhan Tambahan: Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan batuk darah sejak 5 hari yang lalu. Awalnya batuk berdarah yang berupa darah segar, dikeluarkan sebanyak 1 gelas. Kemudian pasien di bawa ke IGD dan diberikan penanganan awal. Setelah membaik, pasien diizinkan pulang. Keesokan paginya, pasien kembali mengeluh batuk darah disertai sesak nafas dan darah yang dibatukkan tidak sebanyak sebelumnya. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu

terakhir. Sebelumnya, pasien pernah mengalami batuk berdahak yang dirasakan sejak tahun 2008 dan kontrol ke RS Meuraxa. Saat itu pasien telah diberikan OAT. Akan tetapi, setelah pemakaian OAT selama 1 bulan lebih, pasien mengeluh pedih dan terasa seperti ada luka di tenggorokan. Sejak saat itu, pasien menghentikan pemakaian OAT dan hanya kontrol jika terdapat keluhan. Saat kontrol, pasien biasanya diberikan Theophyline, Cetirizine dan Paracetamol. Pasien biasanya kontrol sebanyak 2 minggu sekali dan merasa mengalami perbaikan setelah minum obat. Akan tetapi, dalam 1 tahun terakhir, keluhan yang dirasakan semakin memberat dan akhirnya pasien mengalami batuk darah.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien sebelumnya (5 tahun yang lalu) pernah mengalami batuk berdahak dan kontrol ke poli paru RS Meuraxa dengan diagnosa TB paru dan telah diberikan OAT. Akan tetapi, pasien mengalami keluhan setelah meminum obat tersebut dan akhirnya menghentikan pemakaian. Pasien juga mengaku pada tahun 2002, pasien pernah dirawat di RS selama 1 bulan akibat pemakaian narkoba sebanyak 1 ons.

Riwayat Penyakit Keluarga: Pasien menyangkal bahwa ada anggota keluarga lain maupun tetangga yang mengalami hal yang sama dengan yang pasien rasakan.

Riwayat Penggunaan Obat: Pasien mengaku mengonsumsi banyak obat. Riwayat penggunaan OAT selama 1 bulan , pada saat kontrol juga pasien sering diberikan theophyline, cetirizine, paracetamol dan juga narkoba.

Riwayat Kebiasaan Sosial: Pasien mengaku mengonsumsi rokok sejak berusia 20 tahun dan biasanya menghabiskan sebanyak 1-2 bungkus perhari. Dalam beberapa tahun terakhir pasien mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi menjadi 6-10 batang per hari. Pasien juga pernah menggunakan narkoba sebanyak 1 ons pada tahun 2002.

III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : tampak sedikit lemah Kesadaran TD N RR T : compos mentis (GCS E4M6V5 = 15) : 110/70 mmHg : 72 x/menit : 22 x/menit : 36,50 C

Kulit Warna Turgor Parut cacar Cyanosis Icterus Oedema Anemia : sawo matang : cepat kembali : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif

Kepala Rambut Wajah Mata : hitam, sukar dicabut : simetris, oedema (-), deformitas (-) : conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor,3 mm/ 3 mm Telinga Hidung : serumen (-/-) : sekret (-/-)

Mulut Bibir Lidah Tonsil Faring : simetris, bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-) : tremor (-), hiperemis (-), beslag (-) : hiperemis (-/-), T1/T1 : hiperemis (-)

Leher Inspeksi Palpasi : simetris, retraksi (-), penggunaan otot bantu nafas (-) : TVJR-2cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax Inspeksi Statis Dinamis : simetris, bentuk normochest. : pernafasan abdominotorakal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-)

Paru Inspeksi Palpasi : simetris saat statis dan dinamis : Depan Kanan Fremitus N Simetris Belakang Fremitus N Simetris Perkusi : Depan Belakang Auskultasi : Depan Kanan Sonor Sonor Kanan Vesikular (+) Rhonki (+) Wheezing (-) Kiri Fremitus N Simetris Fremitus N Simetris Kiri Sonor Sonor Kiri Vesikular (+) Rhonki (+) Wheezing (-)

Belakang

Vesikular (+) Rhonki (+) Wheezing (-)

Vesikular (+) Rhonki (+) Wheezing (-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba di ICS V, LMCS : Batas-batas jantung

Atas Kiri

: ICS III

: ICS V, LMCS Kanan : Linea parasternal dextra

Auskultasi

: BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi : perut tampak cekung (-), simetris, distensi (-), vena kolateral (-) Palpasi Hepar Lien Ginjal Perkusi Auskultasi : nyeri tekan (-), defans muscular (-) : tidak teraba : tidak teraba : ballotement (-) : timpani, shifting dullness (-), tapping pain (-) : peristaltik 3x/menit, kesan normal

Genitalia Kondisi dalam batas normal

Anus Dalam batas normal

Trunkus Posterior Tulang Belakang : Bentuk simetris Bokong : Dalam batas normal

Kelenjar Limfe Pembesaran KGB: negatif

Ekstremitas

Superior Kanan Sianosis Oedema negatif negatif Kiri negatif negatif

Inferior Kanan negatif negatif Kiri negatif negatif

Pucat Ikterik Ulkus

negatif negatif negatif

negatif negatif negatif

negatif negatif negatif

negatif negatif negatif

Status Psikiatri Sikap dan tingkah laku : sulit dinilai Persepsi dan pola pikir : sulit dinilai

STATUS NEUROLOGIS GCS Pupil Reflek Cahaya Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : E4 M6 V5 : isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm : langsung (+/+), tidak langsung (+/+) : negatif

Tanda Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) : negatif

Nervus Cranialis Kelompok Optik Nervus II (visual) Visus Lapangan pandang Melihat warna Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kanan Kiri

Nervus III (otonom) Ukuran Bentuk Pupil Reflek cahaya Nistagmus Strabismus 3 mm bulat positif negatif negatif 3 mm bulat positif negatif negatif

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler) Lateral Atas positif positif positif positif

Bawah Medial Diplopia

positif positif negatif

positif positif negatif

Kelompok Motorik Nervus V (fungsi motorik) Membuka Mulut Menggigit dan mengunyah : dalam batas normal : dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik) Mengerutkan dahi Menutup Mata Menggembungkan pipi Memperlihatkan gigi Sudut bibir : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : simetris

Nervus IX (fungsi motorik) Bicara Reflek menelan : Pasien respon ketika berbicara : dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik) Mengangkat bahu Memutar kepala : dalam batas normal : dalam batas normal

Nervus XII (fungsi motorik) Artikulasi lingualis Menjulurkan lidah : dalam batas normal : dalam batas normal

Kelompok Sensoris Nervus I (fungsi penciuman) : dalam batas normal

Nervus V (fungsi sensasi wilayah) : dalam batas normal Nervus VII (fungsi pengecapan) : dalam batas normal

Nervus VIII (fungsi pendengaran) : kesan normal

Badan Motorik Gerakan Respirasi : abdominotorakal

Gerakan Columna Vertebralis : simetris Bentuk Columna Vertebralis : kesan simetris

Sensibilitas Rasa Suhu Rasa nyeri Rasa Raba : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Anggota Gerak Atas Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Kanan positif 5555 positif Kanan positif positif Kiri positif 5555 positif Kiri positif positif

Refleks Bisceps Trisceps

Anggota Gerak Bawah Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Kanan positif 5555 positif Kiri positif 5555 positif

Refleks Patella Achilles Babinski

Kanan positif positif negatif

Kiri positif positif negatif

Chaddok Gordon Oppenheim

negatif negatif negatif

negatif negatif negatif

Klonus Paha Kaki

Kanan negatif negatif

Kiri negatif negatif

Tanda Laseque

negatif

negatif

Tanda Kernig

negatif

negatif

Sensibilitas Rasa Suhu Rasa nyeri Rasa Raba : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Gerakan Abnormal

: tidak ditemukan

Fungsi Vegetatif Miksi Defekasi : inkontinensia urin (-) : inkontinensia alvi (-)

IV. RESUME Pasien datang dengan keluhan batuk darah sejak 5 hari yang lalu. Awalnya batuk berdarah yang berupa darah segar, dikeluarkan sebanyak 1 gelas. Kemudian pasien di bawa ke IGD dan diberikan penanganan awal. Setelah membaik, pasien diizinkan pulang. Keesokan paginya, pasien kembali mengeluh batuk darah disertai sesak nafas dan darah yang dibatukkan tidak sebanyak sebelumnya. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu terakhir. Sebelumnya, pasien pernah mengalami batuk berdahak yang dirasakan sejak tahun 2008 dan kontrol ke RS Meuraxa. Saat itu pasien telah diberikan OAT.

Akan tetapi, setelah pemakaian OAT selama 1 bulan lebih, pasien mengeluh pedih dan terasa seperti ada luka di tenggorokan. Sejak saat itu, pasien menghentikan pemakaian OAT dan hanya kontrol jika terdapat keluhan. Saat kontrol, pasien biasanya diberikan Theophyline, Cetirizine dan Paracetamol. Pasien biasanya kontrol sebanyak 2 minggu sekali dan merasa mengalami perbaikan setelah minum obat. Akan tetapi, dalam 1 tahun terakhir, keluhan yang dirasakan semakin memberat dan akhirnya pasien mengalami batuk darah. Pasien sebelumnya (5 tahun yang lalu) pernah mengalami batuk berdahak dan kontrol ke poli paru RS Meuraxa dengan diagnosa TB paru dan telah diberikan OAT. Akan tetapi, pasien mengalami keluhan setelah meminum obat tersebut dan akhirnya menghentikan pemakaian. Pasien juga mengaku pada tahun 2002, pasien pernah dirawat di RS selama 1 bulan akibat pemakaian narkoba sebanyak 1 ons.Pasien menyangkal bahwa ada anggota keluarga lain maupun tetangga yang mengalami hal yang sama dengan yang pasien rasakan. Pasien mengaku mengonsumsi banyak obat. Riwayat penggunaan OAT selama 1 bulan , pada saat kontrol juga pasien sering diberikan theophyline, cetirizine, paracetamol dan juga narkoba. Pasien mengaku mengonsumsi rokok sejak berusia 20 tahun dan biasanya menghabiskan sebanyak 1-2 bungkus perhari. Dalam beberapa tahun terakhir pasien mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi menjadi 6-10 batang per hari. Pasien juga pernah menggunakan narkoba sebanyak 1 ons pada tahun 2002. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sedikit lemah dengan kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5. Vital signTD: 110/70 mmHg, N: 72 x/menit, RR: 22 x/menit, T: 36,50C. Pemeriksaan thoraks: simetris, stem fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-/-), sonor (+/+), ves (+/+), wh (-/-), rh (+/+).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan darah lengkap (24 Februari 2014): Hb Ht Leukosit Trombosit : 14,2 : 43 : 7,1 x 10
3

Eritrosit Bleeding Time Clotting Time Kreatinin darah

: 4,9 x 10 3 : 3 menit : 9 menit : 1,5

: 130 x 10 3

Ureum darah Gula darah sewaktu Natrium

: 43 : 128 : 144

Kalium Cl

: 4,2 : 106

b. Pemeriksaan darah lengkap (25 Februari 2014): Hb Ht Leukosit Trombosit Eritrosit LED Kreatinin darah Ureum darah Gula darah sewaktu : 12,5 : 35 : 5,9 x 10
3

Natrium Kalium Cl Bilirubin total Bilirubin direct SGOT SGPT Alk. Posfatase Hitung jenis

: 146 : 4,4 : 112 : 0,90 : 0,37 : 24 : 18 : 70 : 9/0/2/46/3

: 124 x 10 3 : 4,3 x 10 3 : 10 mm/jam : 0,7 : 18 : 73

c. Pemeriksaan radiologis: Foto thoraks AP/Lateral (24 Februari 2014)

Hasil pemeriksaan : Cor : Besar dan betuk normal

Pulmo : Tampak fibroinfiltrat di suprahiller kanan kiri, hillus kanan kiri tertarik ke atas. Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam Tampak penebalan pleura kiri atas Trachea deviasi ke kiri ICS kiri atas tampak menyempit Kesimpulan : TB paru dengan schwarte kiri atas

VI. DIAGNOSA BANDING Hemoptisis e.c. dd :1. TB kmbuh 1. Mikosis Paru 2. Ca paru

VII. DIAGNOSA SEMENTARA Hemoptisis e.c TB kambuh

VIII. Planning Diagnostik 1. Darah Lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, LED, Bilirubin Total, bilirubin direct, SGOT, SGPT, ureum, creatinin, elektrolit, Gula darah) 2. Pemeriksaan sputum BTA 3x, SPS 3. Pemeriksaan sputum MO dan sputum jamur 4. Foto Thoraks PA

IX. Terapi - Tirah baring - Diet MB - IVFD Nacl 0,9% : clinimix (2:1) - Inj Kalnex 1 amp/ 8 jam - Inj Vit K 1 amp/8 jam - Inj Ca glukonas 1 amp (k/p) - Inj Metilprednisolon 1 amp (ekstra) - Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam - Sohobion tab 1x1

X. Prognosis a) Quo ad vitam: Dubia ad bonam b) Quo ad functionam: Dubia ad malam c) Quo ad sanactionam: Dubia ad malam

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA.Wilson LM. 2012.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit ed.6, Jakarta: EGC. 2. Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 3. Swanson KL, Johnson CM, Prakash UB, McKusick MA, Andrews JC, Stanson AW.Bronchial artery embolization, experience with 54 patients. Chest 2002; 121: 789-95. 4. Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI. 5. Tabrani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM. 6. Pitoyo CW. 2011. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 7. PAPDI. 2012. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 8. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at a glance Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal.80-81. 9. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2009.Hal : 94-95 10. Eddy, JB. Clinical assessment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2010; 28(5):1642-7 Jakarta: Departemen

11. Osaki S, Nakanishi Y, Wataya H, Takayama K, Inoue K, Takaki Y, etal. 2013. Prognosis of bronchial artery embolization in the management of hemoptysis. Respiration 67:412-6 12. Kosasih A., Susanto AD., Pakki TR., Martini T., Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari-hari, Jakarta : Sagung Seto, 2008. Hal 1-15.

También podría gustarte