Está en la página 1de 37

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AFASIA

Disusun Oleh : Musfiroh Rosinanda Yoshara Oki ekameganingrum

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN 2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan yaitu, bicara spontan, komprehensi, menamai, repetisi ( mengulang), membaca dan menulis. Bahasa merupakan instrument dasar bagi komunikasi pada manusia dan merupakan dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat defisit pada sistem berbahasa, penilaian faktor kognitif seperti memori verbal. Interpretasi pepatah dan berhitung lisan menjadi sulit dan mungkin tidak dapat dilakukan. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sangat penting. Bila terdapat gangguan hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi pasien. Gangguan berbahasa tidak mudah di deteksi dengan pemeriksaan yang tergesagesa. Pemeriksaan perlu meningkatkan pengetahuan menganai pola gangguan berbahasa. B. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Afasia. 2. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi dari Afasia 3. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari Afasia 4. Mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan penunjang untuk Afasia 5. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan untuk Afasia 6. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan untuk Afasia

BAB II TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI Afasia adalah gangguan fungsi bahasa yang disebapkan cedera atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemapuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga bercakap-cakap, mendengar berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Akhirnya digunakan gambaran afasia yang diprsentasikan. Kirakira 1-1,5 juta orang dewasa diamerika mengalami kecacatan kronik afasia.(Smeltzer dan Bare, 2002). Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda. Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa.

B. ETIOLOGI Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya. Stroke, tumor otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan berbahasa.

C. TANDA GEJALA 1. Gangguan tonus otot, terjadi kelemahan umum

2. Gangguan penglihatan 3. Gangguan tingkat kesadaran 4. Disritmia/gangguan irama jantung 5. Emosi yang labil 6. Kesulitan menelan 7. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman 8. Afasia (gangguan fungsi bahasa), mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan.

D. PATOFISIOLOGI Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa/bicara di otak pada manusia, fungsi kemampuan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak, pada orang afasia sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri. Area bronca 44 dan 45 broadman:bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik bicara, lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan. Afasia dapat terjadi sekunder terhadap cedera otak atau degenerasi dan melibatkan belahan otak kiri ke tingkat yang lebih besar dari kanan. Kebanyakan aphasias dan gangguan terkait akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. 2. Kelancaran berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes kelancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat diproduksi selama jangka waktu yang terbatas.

Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu satu menit, ulnu menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S atau huruf B dalam satu menit. Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik, dengan variasi I 5 - 7. Usia merupakan faktor yang berpengaruh

secara bermakna dalam tugas ini. Orang normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan simpang baku 4,5. Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P. Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya penurunan kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati monginterpretasi tes ini pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama. Pemeriksaan Pemahaman (Komprehensi) Bahasa Lisan Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal Pemeriksaan klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman (komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan menunjuk. Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai

kemampuannya memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa. Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai pada yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami. Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya: mengambil pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada pasien dengan apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik; hal ini harus diperhatikan oleh pemeriksa). Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji, vulpen, geretan. Suruh pasien menunjukkan salah sntu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian suruhan dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian vulpen. Pasion tanpa afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih objek pada suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1 atau 2 objek saja.

Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah objek yang hams ditunjuk, sampai jumlah berapa pasien selalu gagal. Ya atau tidak. Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk pertanyaan yang dijawab dengan "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah jumlah pertanyaan harus banyak, ialah 50%,

paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya :

"Andakah yang bernama Santoso?" "Apakah AC dalam ruangan ini mati ?" "Apakah ruangan ini kamar di hotel ?" "Apakah diluar sedang hujan?" "Apakah saat ini malam hari?" Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan kemudian meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu", kemudian "tunjukkan gelas yang ada disamping televisi". Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang mampu menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat memberikan gambaran kasar mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komprehensi adalah kompleks. 3. Pemeriksaan Repetisi (Mengulang) Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang, mulamula kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat). Jadi, kita ucapkan kata atau angka, dan kemudian pasien disuruh mengulanginya. Cara Pemeriksaan: Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian lebih sulit. Contoh: a) Map b) Bola c) Kereta d) Rumah Sakit e) Sungai Barito f) Lapangan Latihan

g) Kereta api malam h) Besok aku pergi dinas i) Rumah ini selalu rapi j) Sukur anak itu naik kelas k) Seandainya si Amat tidak kena influensa

Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah tatabahasa, kelupaan dan penambahan. Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata. Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun ada juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik daripada berbicara spontan. Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan patologis yang mengulang mempunyai kelainan

melibatkan daerah peri-sylvian. Bila kemampuan mengulang

terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis. Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed). 4. Pemeriksaan Menamai Dan Menemukan Kata Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi berbahasa. Hal ini sedikit-banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang digunakan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini disebut anomia. Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan yang jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun lamban dan tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia pada objek yang jarang dijumpainya.

Cara pemeriksaan. Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji (jarum menit, detik), lensa kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang ada di ruangan: meja, kursi,

lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu. Bagian dari objek: sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca mata. Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban atau tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada perseverasi. Disamping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek. Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut dari antara beberapa nama objek.Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan. Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa bagian frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca. Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme di daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks secara anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan tugas-tugas terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri. 5. Pemeriksaan Sistem Bahasa Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi jarum jam, lensa kaca mata,

(mengulang) dan menamai (naming). Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu pula diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau kandal).Dengan melakukan penilaian

yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia, dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya, karena aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia). 6. Pemeriksaan Penggunaan Tangan (Kidal Atau Kandal) Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan. Mula-mula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian, mengobservasi cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau kidal. Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau, melempar bola, dsb. Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya. Spektrum penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan kidalnya hampir sama (ambi-dextrous) 7. Pemeriksaan berbicara - spontan Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien berbicara spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita, kita dapat memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal. Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut : Coba ceritakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai pekerjaan anda serta hobi anda. Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan: a) Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme, intonasi bicara terganggu). Pada afasia sering ada gangguan ritme dan irama (disprosodi). b) Apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan kata

(parafasia, neologisme), dan perseverasi. Perseverasi sering dijumpai pada afasia.

Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar ungkapan seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering merupakan sisa afasia yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi yang kecil. Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat. Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan rehabilitasi pasien. F. PENATALAKSANAAN Meningkatkan harga diri positif. Pasien afasia harus diberi banyak pengaman psikologis bila memungkinkan. Kesabaran dan pengertian dibutuhkan sekali pada saat pasien belajar. Dan pasien diperlakukan sebagai orang dewasa. Suatu tindakan dengan cara yang tidak terburu-buru, dikombinasi dengan dorongan, kesabaran, dan keinginan untuk menyediakan waktu. Pembelajaran ulang wicara dan keterampilan bahasa memerlukan waktu beberapa tahun. Individu afasia mengalami defresi akibat ketidak mampuan bercakap-cakap dengan orang lain. Tidak dapat berbicara melalui telpon atau menjawab pertanyaan, atau mengungkapkan diri melalui percakapan menyebapkan marah, frustasi, takut tentang masa depan, dan perasaan hilangnya harapan. Perawat harus menerima tingkah laku pasien dan perasaannya, mengurangi keadaan yang memalukan dan memberi dukungan serta menjamin bahwa tidak ada yang salah dengan integrensi mereka. Biasanya kesukaran bagi perawat dan anggota tim pelayanan kesehatan lainnya adalah melengkapi pikiran dan kalimat pasien. Hal ini harus dihindari bila menyebapkan pasien merasa lebih frustasi pada saat tidak dapat mengikuti pembicaraan, dan dapat menunda upaya-upaya untuk latihan yang juga menggunakan pikiran dan menunda upaya membuat kalimat lengkap.

Lingkungan harus tenang dan serba membolehkan, dan pasien harus dianjurkan untuk bersosialisasi dengan keluarga dan teman-teman. Individu afasia sering mengalami gangguan dalam berpikir dengan nyata, sehingga perawat dan anggota keluarga harus mengembalikan alat-alat diruangan pada tempat yang seharusnya. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, pasien afasia perlu dipimpin dalam upaya-upaya mereka untuk meningkatkan keterampilan komunikasi. Keterampilan mendengar dan juga berbicara ditekankan pada program rehabilitas. Pasien juga dapat dibantu dengan papan komunikasi, yang menampilkan gambar-gambar, sesuai kebutuhan yang diminta dan diungkapkan. Papan ini dapat menerjemahkan kedalam bahasa yang luas. Pasien harus dianjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan pribadi dan menggunakan papan tulis bila tidak mampu mengekspresiakan kebutuhan. Meningkatkan Stimulasi Pendengaran. Pertama pasien dianjurka untuk

mendengar. Berbicara adalah berpikir keras, dan penekanannya adalah berfikir. Pasien harus berpikir dan menyusun pesan-pesan yang masuk dan merumuskan suatu respons. Mendengar membutuhkan upaya mental, namun pasien berjuang melawan kebosanan dan membutuhkan waktu untuk mengatur jawaban. Dalam bekerjasama dengan pasien afasia, perawat harus ingin untuk berbicara pada pasien sambil memperhatikan pada pasien tersebut. Berikan konta sosial tehadap pasien. Membantu Koping Keluarga. Menolong keluarga melakukan koping terhadap perubahan gaya hidup yang tidak dapat dicegah, diselesaikan dengan membicarakannya tentang stroke atau cedera kepala, perubahan yang diperlukan dapat terjadi, yang berpokus pada kemampuan pasien, dan menginformasika mereka mengenai system pendukung yang diberikan. Sikap keluarga merupakan faktor yang penting dalam menolong pasien menyelesaikan penurunan ini. Anggota keluarga didukung untuk melakukan secara alamiah dan menyenagkan pasien dalam cara yang sama seperti sebelum sakit. Mereka harus sadar bahwa kemampuan bicara pasien bervariasi dari hari kehari dan menjadi lelah setelah bicara. Mereka harus sadar bahwa pasien dapat mogok bicara bila kontrol emosi menurun. Menangis dan tertawa dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas dan biasanya

perasaan hati berubah. Kelompok pendukung seperti pengumpulan stroke dan kelompok terapi pasien afasia, dapat membantu dalam sosialisai dan motivasi pasien yang sama baiknya dalam menurunkan kecemasan dan ketegangan. Ketegangan penyesuaian konstan terhadap penyakit, tuntutan, kebutuhan, serta aliran dana dan perubahan gaya hidup, dapat menimbulkan tegangan ekstrem dan distres dalam keluarga. Anggota keluarga sering menjalani kedukaan periode ini. Selain untuk mempelajari beberapa kemungkinan tentang cara mendukung pasien afasia, anggota keluarga harus juga berkonsultasi terus-menerus tentang kehidupan mereka sendiri dan cari bantuan dari pekerja sosial, rohaniawan, ahli psikologi, jika mereka membutuhkan bantuan tambahan dalam hubungannya dengan keadaan frustasi dan tekanan. Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada : 1) Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah memungkinkan pada fase akut penyakitnya. 2) Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan

pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik. 3) Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat). 4) Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien. 5) Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi). 6) Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien afasi yang lain. 7) Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI A. PENGKAJIAN 1. Mayor a) Ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat dimengerti orang lain. b) Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi. c) Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan. d) Jangka panjang atau kronik. e) Pengungkapan diri yang negative f) Ekspresi rasa bersalah/malu. g) Evaluasi diri karena tidak dapat menangani kejadian. h) Menjauhi rasionalisasi/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative mengenai diri. i) Ragu untuk mencoba hal-hal/situasi baru. j) Melaporkan ketidakmampuan untuk menetapkan dan/atau mempertahankan

hubungan suportif yang stabil. k) Ketidakpuasan dengan jaringan sosial

2. Minor a) Napas Pendek. b) Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologi (mis,ansietas, depresi) mengakibatkan informasi atau kurang informasi. c) Sering kurang berhasil dalam kerja atau kejadian hidup lainnya. d) Penyelesaian diri berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain. e) Buruknya penampilan tubuh (Kontak mata, postur, gerakan).

f) Tidak asertif/pasif. g) Keragu-raguan. h) Mencari jaminan secara berlebihan. i) Isolasi sosial. j) Hubungan superficial. k) Menyalahi orang lain untuk masalah-masalah interpersonal. l) Menghindari orang lain. m) Kesulitan Interpersonal di tempat kerja. n) Orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah. o) Perasaan tentang tidak dimengerti. p) Perasaan tentang penolakan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan lesi area bicara otak (Afasia) 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan dasar-dasar terapi rehabilitasi 3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat kehilangan fungsi bicara 4. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan bicara atau penurunan fungsi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1. Tujuan/Kriteria hasil Intervensi metoda Rasional Sebagai data dasar melakukan Memperlihatkan kemampuan yang Identifikasi meningkat diri Mengungkapkan penurunan frustsi dengan komunikasi

untukmengekspresikan alternatif yang dapat untuk digunakan tersebut

orang intervensi untuk selanjutnya

mengkomunikasikan kebutuhankebutuhan dasar. Anjurkan untuk Keluarga Dukungan membagi keluarga dari sangat

perasaan-perasaan mengenai masalah berkomunikasi

diperlukan

untuk

masalah- kemajuan dalam kesehatan klien

Klarifikasi bahasa apa Untuk yang digunakan di mempermudah rumah klien dalam

berkomunikasi dikehidupan seharihari Upayakan untuk Pada sama usia yang

ilitatifhabmengguna

biasanya akan lebih

kan jender dan usia klien

yang sama dengan mengerti klien 2. Klien tentang rehabilitatif mendapat pengetahuan Beri tahu tentang Untuk mempermudah proses terapi dan menciptakan kerja sama Memodifikasi harapan diri yang Bantu individu untuk Dengan berlebihan dan tidak realistis Mengungkapkan keterbatasan Mengidentifikasi aspek positif dari diri mengurangi tahapan menjelaskan klien penyakitnya harapkan dapat keadaan mengurangi kecemasan Tidak membiarkan Membantu klien pada tentang di klien menerima dan yang baik

dasar-dasar

terapi penatalaksanaan terapi/rehabilitasi

dengan klien 3.

penerimaan ansietas yang ada

individu

untuk untuk berkomunikasi dengan sekitar untuk membangkitkan harga diri

mengisolasi diri

4.

Menyatakan sosialisasi

masalah

dengan

Berikan

individu Dengan memberikan suport diharapkan meningkatkan harga diri pasien Untuk cara stres informasi mengatasi dapat

hubungan suportif

Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif Melaporkan atau bermain peran terhadap penggunaan perilaku

pengganti kontstruktif

Bermain situasi

peran Menyalurkan klien klien

bermasalah. perasaan sehingga merasa legak

Diskusikan perasaan-perasaan

BAB IV CONTOH KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Hari,Tanggal Jam Sumber data : Senin 12 November 2012 : 11.15 WIB : Pasien, keluarga pasien, buku Status kesehatan pasien Oleh 1. Identitas a. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Agama Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Suku/kebangsaan Alamat Diagnosa medis :Ny. HW :67 tahun :Perempuan :Katolik :Kawin :Tamat SD :petani :Jawa/Indonesia :Hargobinangun Pakem Sleman YK :Stroke non hemoragik dengan afasia motoric No RM Tanggal masuk RSS :15.41.95.6 :11 November 2012 : Anita Dwi Astuti dan Suwenti

b. Identitas Keluarga/Penanggung Jawab Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Hubungan : Tn .K : 7 t0ahun : SD : Petani : Hargobinangun Pakem Sleman YK : Suami pasien

2. Riwayat Kesehatan Kesehatan Pasien 1) Keluhan utama Anak pasien menyatakan lidah pasien pelo tidak bisa bicara namun memahami arti pembicaraan orang lain. 2) Riwayat kesehatan sekarang Anak pasien menyatakan pasien dibawa ke RSUP Dr.sardjito Yogyakarta dikarenakan 2 hari sebelum masuk RS pasien jatuh pingsan di teras rumah yang tidak tau penyebabnya pasien mulai lemah tidak bisa bicara sejak 2 hari yang lalu yaitu sejak 11 November 2012, pasien dibawa ke klinik bidan daerah pakem ketika timbul masalah pada pasien yaitu susah untuk bicara, kemudian bidan

tersebut menyarankan untuk membawanya ke RSUP Dr.sardjito Yogyakarta. Anak pasien menyataan kurang lebih 3 bulan terakhir pasien mengalami gangguan ingatan yaitu pasien sering pergi sendiri tetapi tidak bisa menemukan jalan pulang lagi, pasien sering ditemukan tetangga dan diajaknya pulang kembali kerumah. 3) Riwayat kesehatan lalu Anak pasien menyatakan pada tahun 2011 pasien pernah mondok di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta dikarenakan pernyakit jantung, anak pasien menyatakan dahulu pasien tidak pernah dirawat di RS manapun karena pernyakit stroke,DM maupun hipertensi. 4) Riwayat kesehatan keluarga Anak pasien menyatakan keturunan dari pasien tidak ada yang mengalami pernyakit sama dengan pasien baik stroke maupun jantung, akan tetapi untuk kondisi kesehatan orang tua pasien anak maupun suami pasien dialaminya. 3. Pola Kebiasaan Pasien 1. Aspek Fisik-Biologis a) Pola nutrisi tidak ada yang tau tentang riwayat kesehatan yang

1. Sebelum sakit Anak pasien menyatakan sebelum sakit pasien makan 3x sehari,bisa mandiri, goreng, makanan yang disukai adalah pisang

pasien tidak mempunyai alergi maupun pantangan

terhadap makanan tertentu, anak pasien menyatakan pasien suka minum air putih. minum dalam sehari 6-8 gelas, (12002000cc) tidak ada minuman pantangan ataupun alergi terhadap minuman. 2. Selama Sakit Anak pasien menyatakan selama sakit pasien makan dan minum dari RS tetapi tidak pernah dibawakan makanan ataupun minuman dari rumah dikarenakan makanan maupun minuman dari rumah sakit jarang diabiskan, kurang lebih 2-3 gelas air putih (400-600 cc) selama sakit pasien tidak mempunyai makanan pantangan ataupun alergi terhadap makanan maupun minuman tertentu. b) Pola eliminasi 1. Sebelum sakit Anak pasien menyatakan sebelum sakit kira-kira pasien BAB 1 kali sehari setiap pagi dikarenakan anak pasien sering

melihat pasien BAB di WC setiap pagi, untuk konsistensi feses anak pasien tidak mengetahuinya akan tetapi pasien tidak pernah mengeluhkan perut sakut karena susah BAB maupun BAK. 2. Selama sakit Anak pasien menyatakan selama dirawat di RS pasien kurang tau tentang pola BAB karena pada saat menjenguk tidak

pernah mengetahui pasien saat BAB, Perawat X yang jaga pada sift pagi menyatakan pasien sudah BAB dengan konsistensi lembek sedikit cair dan BAB di pampers serta BAK berwarna kuning pekat tertampung 400cc selama 12 jam di urine bag.

c) Pola aktivitas Istirahat-Tidur 1. Sebelum sakit Anak pasien menyatakan Sebelum sakit pasien rata-rata tidur dari jam 21.00- 05.00, saat tidur lampu kamar tidur dalam keadaan nyala, dan terkadang tidur siang kurang lebih 2 jam setiap harinya, anak pasien menyatakan sebelum sakit pasien tidak pernah mengeluhkan susah tidur atau kurang tidur. 2. Selama sakit Anak pasien menyatakan selama sakit pasien susah untuk tidur karena gelisah terus dan tidak mau tenang, tidur kurang lebih hanya 4-5 jam dalam semalam, anak pasien menyatakan pasien tidak mau tenang mungkin karena tidak nyaman memakai pampers. Keadaan Aktifitas Sehari-hari

Nilai No 1 2 3 4 5 6 Aktifitas pasien Makan Mandi Toileting Memakai baju Mobilisasi tempat tidur Memelihara tempat tidur Sebelum Sakit 0 0 0 0 0 0 Selama sakit 4 4 4 4 3 4

Keterangan: 0. 1. 2. :Mandiri :Membutuhkan bantuan orang lain :Membutuhkan bantuan alat

3. 4.

:membutuhkan bantuan orang lain dan alat :tergantung total

d) Pola kebersihan diri selama sakit 1. Kebersihan kulit Anak pasien menyatakan selama sakit mandi 1 kali sehari dipagi hari oleh perawat unit stroke.anak pasien menyatakan segala aktifitas dan kebutuhan sehari-hari pasien sangat tergantung pada orang lain 2. Rambut Anak pasien menyatakan selama pasien dirawat dirumah sakit belum pernah mencuci rambut pasien, anak pasien menyatakan selama sakit tidak ada isyarat dari pasien kalau pasien mengalami gatal pada kepala. 3. Telinga Anak pasien menyatakan selama pasien sakit belum pernah membersihkan telinga pasien. anak pasien menyatakan selama sakit tidak ada isyarat dari pasien kalau pasien mengalami gatal pada daerah telinga. 4. Mata Anak pasien menyatakan pasien tidak memberikan isyarat kalau dirinya mempunyai keluhan pada mata. 5. Kuku/Kaki Anak pasien menyatakan selama di RS kuku pasien belum pernah dipotong karena anak menyatakan kuku pasien masih bersih. e) Aspek Mental-Intelektual-Sosial-Spiritual 1. Konsep diri Anak pasien susah untuk menilai kondisi diri pasien karena pasien tidak bisa bicara, akan tetapi pasien sering memberikan

isyarat menangis saat anak dan suaminya datang tetapi tidak tau makna tangisan tersebut. 2. Intelektual Anak pasien menyatakan sudah mengetahui pernyakit yang diderita pasien yanitu stroke tetapi belum menegetahui asal mula terjadinya pernyakit tersebut dan apa saja yang harus dilakukan untuk pasien. 3. Hubungan interpersonal Anak pasien menyatakan pasien tidak mempunyai masalah dengan keluarga maupun tetangga dirumah. 4. Suport Sistem Anak pasien menyatakan dukungan dari pihak keluarga

maupun tetangga baik yaitu pada saat pasien sakit dirumah banyak tetangga yang menjenguknya. 5. Aspek Intelegensi Anak pasien menyatakan pasien mengalami penurunan daya ingat yaitu sering lupa pada jalan menuju tempat tertentu. 6. Aspek Keagamaan Anak pasien menyatakan pasien beragama katolik yang dulu sewaktu sehat terkadang datang ke greja, selama sakit saat akan dilakukan tindakan juga terkang berdoa sesuai kepercayaanya. 7. Sosial Ekonomi Anak pasien menyatakan Pasien merupakan peserta

JAMKESMAS,

yang biaya perawatan dan

pengobatan

ditanggung oleh pemerintah, biaya lain-lain seperti transportasi ditanggung oleh suami dan anaknya 4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umun b. Kesadaran

:Lemah. : Compos Metis

c. Tanda-tanda vital: TD N R S d. Status Gizi BB :Cukup : tidak terkaji karena kondisi fisik dan alat yang tidak memungkinkan Pemeriksaan Secara Sistematik 1.) Kepala : Bentuk kepala Mesosepal,rambut hitam dan sedikit beruban, tidak berketombe dan tidak ada lesi, pasien tampak gelisah 2.) Mata : Mata kanan dan kiri simetris,tampak ada kotoran mata kiri, mata kanan tampak bersih, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik tetapi kemerahan, palpebra tidak odema, reflek cahaya ada, kelopak mata tidak menonjol. 3.) Telinga : Kedua telinga simetris, tidak ada lesi, tidak ada kotoran telinga, fungsi pendengaran masih baik. 4.) Hidung : Kedua lubang hidung simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi,tampak bersih. 5.) Mulut dan faring : :140/80 Mm/Hg : 84x/mnt : 17x/mnt : 36,3C

Bibir tidak sumbing, tampak kesulitan menelan(pelo), tampak kesulitan bicara atau kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal 6.) Leher : Pada leher tampak ada pembengkakan dengan diameter 10 cm karena ada massa 7.) Dada Inspeksi :tampak simetris,klavikula sedikit menonjol,sternum lurus,

tidak ada otot pernafasan tambahan, pigmentasi merata,tidak ada lesi Palpasi :tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada seimbang, teraba

getaran traktil fremitus. Perkusi Auskultasi : Pada kedua klavikula pekak, pada interkosta resonan : suara nafas vesikuler

8.) Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi : pigmentasi merata, tidak ada lesi : bising usus 24x/mnt :Tidak teraba masa dan tidak ada nyeri tekan : redup jantung, redup hati dan timpani lambung

9.) Ekstremitas a. Atas Kanan: Tampak bersih, pigmentasi merata, tidak udema, tida ada lesi, tidak ada nyeri tekan, turgor kulit baik, kulit tampak lembab, warna kulit hitam kecoklatan, bisa bergerak aktif, terdapat tusukan infus Nacl 0,9% 20 tpm di tangan kanan

sejak 11 November 2012, terpasang restraint jaket. Kiri : Tampak bersih, pigmentasi merata, tidak udema, tidak

ada lesi, tidak ada nyeri tekan, turgor kulit baik, kulit tampak lembab, terpasang restraint, menurun. b. Bawah Kanan: tampak bersih, tidak ada udema, pigmentasi merata, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, dapat bergerak aktif, terpasang restraint. Kiri : tampak bersih, tidak ada udema, pigmentasi merata, tidak ada warna kulit hitam kecoklatan, kemampuan gerak

lesi, tidak ada nyeri tekan, dapat bergerak aktif,terpasang restraint, kemampuan geraknya menurun. 10) Genetalia : genetalia tampak bersih, tidak udema, tidak ada lesi, tidak ada darah maupun nanah yang keluar dari genetalia. 11) Kulit : turgor kulit baik, kapilari revile <2detik 12) Kemampuan ADL: pasien tampak tidak mampu untuk makan,mandi,berpakaian dan toiletik secara mandiri skala resiko jatuh 14 13) GCS: Respon mata Verbal Motorik : 4 (bisa membuka mata secara spontan) : 2 ( merancau, kata-kata tidak bisa dimengerti) :6 (dapat melakukan gerak sesuai perintah)

13) Pemeriksaan nervus kranial: Nervus 1 : Kedua lubang hidung pasien masih bisa mencium dan berfungsi dengan baik.

Nervus 2 : masih bisa melihat dalam jarak 30cm, tidak ada reflek ancam pada kedua mata. Nervus 3 :Reflek cahaya langsung pupil kiri dan kanan terjadi kontriksi, reflek cahaya tidak langsung pupil kiri dan kanan tidak berespon. Nervus 4 dan 6: kondisi mata tidak ada penyimpangan, pasien tidak mampu mengikuti perintah untuk menggerakan mata ke kiri-kana atas dan bawah. Nervus 5 :pasien tidak mampu untuk mencucu pada bibirnya. Nervus 7 : wajah pasien tampak simetris. Nervus 8 : pasien masih mampu mendengar dengan baik. Nervus 9 : pasien masih mampu merasakan sesuatu (fungsi pengecap baik) Nervus 10: pasien mempunyai reflek muntah. Nervus 11: fungsi otot sternokleidomastoid: pasien masih mampu menahan tekanan pada muka kanan dan lemah pada muka kiri, fungsi otot trapezius pasien melemah yaitu pasien tidak mampu menahan tekanan pada kedua bahu. Nervus 12: terjadi kejang lidah 14) Kekuatan otot 5 5 15) Reflek fisiologis +2 +2 +2 +2 4 4

16) Reflek patologis 5. Terapi Medis a. b. c. d. e. f. O2 3 liter/menit Infus Nacl 0,9% 20 Tpm Injeksi citicolin 500mg/12 jam/IV Injeksi piracetan 3gr/6jam/IV Aspilet 1x80mg/oral As val proat 1x250mg/oral -

6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 November 2012 Jam 09.30WIB No 1 2 3 4 5 6 Pemeriksaan Alb HB BUN Creatinin Na Ka Parameter 3,59 g/dL (Normal) 14 g/dL 25mg/dL 0,6 mg/dl (Normal) (Tinggi) (Normal) Nilai Normal 3,1-5,0 g/dL 12-18 g/dL 7-20mg/dl 0,6-1,3mg/dl 136-145 Mmol/L 3,5-5,0 Mmol/L

140 Mmol/L (Normal) 4,2 Mmol/L (Normal)

7 8 9

AL AE AT

8,9 u/L 4,97u/L 173 u/L

(Tinggi) (Normal) (Normal)

4,5-11 u/L 4,00-5,50 u/L 150-400 u/L

7. Pemeriksaan Radiologi MSCT Scan 1. 2. Atropi cerebli dan cerebelli Encephalomalacia di cerebellum lobus dextra et sinistra serta di

cerebrum lobus occipitalis dextra et sinistra 3. Cortical infark di lobus tempo-paretalis dextra dan lacunar infark di

crus anterior capsula interna dextra 4. Tidak ada tanda-tanda perdarahan pada foto MSCT saat ini

B. ANALISA DATA Analisa Data Hari,Tanggal Jam Data

: Senin 12 November 2012 : 12.15 WIB Masalah

Penyebab

DS: 1. Anak pasien menyatakan lidah pasien pelo tidak bisa bicara namun memahami arti pembicaraan orang lain.. 2. Anak pasien menyatakan kurang lebih 3 bulan terakhir pasien mengalami gangguan ingatan DO: 1. tampak kesulitan menelan(pelo) 2. tampak kesulitan bicara 3. Hasil GCS Verbal 2 4. tidak ada reflek ancam pada kedua mata 5. reflek cahaya tidak langsung pupil kiri dan kanan tidak berespon 6. pasien tidak mampu mengikuti perintah untuk menggerakan mata ke kiri-kana atas dan bawah. . 7. pasien tidak mampu mencucu bibirnya 8. fungsi otot trapezius pasien melemah fungsi otot sternokleidomastoid melemah pada muka kiri. 9. Kejang lidah 10. Hasil MSCT (11-11-12) a. Atropi cerebli dan cerebelli b. Encephalomalacia di cerebellum lobus dextra et sinistra serta di cerebrum lobus occipitalis dextra et sinistra c. Cortical infark di lobus tempoparetalis dextra dan lacunar infark di crus anterior capsula interna dextra Anita DS: Anak pasien menyatakan pasien tidak bisa bicara sejak hari minggu 11 November 2012 DO: pasien tidak mampu bicara

Perfusi serebral efektif

jaringan gangguan aliran arteri tidak vena

Hambatan komunikasi verbal.

Gangguan neuromuskular

(Disatria) Pasien tampak kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal Wenti DS: anak pasien menyatakan kebutuhan sehari-hari sangat tergantung pada orang lain seperti:makan, mandi,memekaibaju,memelihara tempat tidur. DO: 1. Kekuatan otot 5 4 5 4 2) pasien tampak tidak mampu untuk makan,mandi,berpakaian dan toiletik secara mandiri 3) makan 4(tergantung total), mandi 4(tergantung total), toileting 4(tergantung total),memakai baju 4 (tergantung total), mobilisasi tempat tidur 3 (membutuhkan bantuan orang lain dan alat),memelihara tempat tidur 4( tergantung total) Anita Resiko jatuh DS: Anak pasien menyatakan pasien pernah jatuh pinsang di teras rumahnya DO: Pasien terpasang restraint Pasien tampak gelisah Skala resiko jatuh 14 Kekuatan : otot 5 5 4 4

Defisit perawatan Krusakan diri, mandi, makan, muskuluskeletal berpakaian, toileting

Gerakan yang tidak terkontrol

B. Diagnosis Keperawatan Hari,Tanggal : Senin 12 November 2012 Jam : 12.35 WIB 1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d gangguan aliran arteri vena ditandai dengan: DS: - Anak pasien menyatakan lidah pasien pelo tidak bisa bicara namun memahami arti pembicaraan orang lain.. - Anak pasien menyataan kurang lebih 3 bulan terakhir pasien mengalami gangguan ingatan DO: - ntampak kesulitan menelan, - tampak kesulitan bicara (pelo) - Hasil GCS Verbal 2 - tidak ada reflek ancam pada kedua mata - reflek cahaya tidak langsung pupil kiri dan kanan tidak berespon - pasien tidak mampu mengikuti perintah untuk menggerakan mata ke kiri-kana atas dan bawah. - pasien tidak mampu mencucu bibirnya - fungsi otot trapezius pasien melemah fungsi otot sternokleidomastoid melemah pada muka kiri. - Kejang lidah - Hasil MSCT a. Atropi cerebli dan cerebelli b. Encephalomalacia di cerebellum lobus dextra et sinistra serta di cerebrum lobus occipitalis dextra et sinistra c. Cortical infark di lobus tempo-paretalis dextra dan lacunar infark di crus anterior capsula interna dextra. 2. Hambatan komunikasi verbal. b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan: DS: - Anak pasien menyatakan pasien tidak bisa bicara sejak hari minggu 11 November 2012 DO: - pasien tidak mampu bicara (Disatria) - Pasien tampak kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal

3. Defisit perawatan diri mandi, makan,berpakaian dan toileting b.d kerusakan muskuluskeletal ditandai dengan: DS: anak pasien menyatakan kebutuhan sehari-hari sangat tergantung pada orang lain seperti:makan, mandi,memekaibaju,memelihara tempat tidur. DO: 1. Kekuatan otot 5 4

2) pasien tampak tidak mampu untuk makan,mandi,berpakaian dan toiletik secara mandiri 3) makan 4(tergantung total), mandi 4(tergantung total), toileting 4(tergantung total),memakai baju 4 (tergantung total), mobilisasi tempat tidur 3 (membutuhkan bantuan orang lain dan alat),memelihara tempat tidur 4( tergantung total) 4. Resiko jatuh b.d gerakan yang tidak terkontrol ditandai dengan: DS: - Anak pasien menyatakan pasien pernah jatuh pinsang di teras rumahnya DO: - Pasien terpasang restraint - Pasien tampak gelisah - Skala resiko jatuh 14 - Kekuatan : otot 5 4 5 4

BAB V PEMBAHASAN

A. PENEMUAN Dari contoh kasus di atas, ditemukan masalah keperawatan yang sama dengan teori. B. ANALISA Menurut Marilynn E.Doenger, mary frances Moorhouse dan alice C.Geissler tahun 2000. Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan Afasia Motorik adalah: 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah

ditandai dengan:kehilangan memori, perubahan sensorik/motorik, defisit bahasa dan intelektual 2. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskular

ditandai:gangguan artikulasi, ketidakmampuan mengkomunikasikan secara verbal,ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif Berdasarkan hasil pengkajian serta analisa data asuhan keperawatan pada Ny HW dengan Stroke Non hemoragik Afasia Motorik di unit stroke RSUP Dr.Sardjito diantaranya: 1. 2. 3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d gangguan aliran arteri vena Hambatan komunikasi verbal. b.d gangguan neuromuskular Defisit perawatan diri mandi, makan,berpakaian dan toileting b.d Yogyakarta ditemukan beberapa diagnosis keperawatan

kerusakan muskuluskeletal 4. Resiko jatuh b.d gerakan yang tidak terkontrol ditandai dengan: Dari keempat diagnosa yang ada yaitu:hambatan komunikasi 2 diagnosa tujuan tercapai seluruhnya (pasien mampu meningkatkan

verbal

komunikasi), dan resiko jatuh (pasien tidak jatuh) dan dua diagnosa masalah

teratasi sebagian yaitu: pervusi jaringan serebral tidak efektif dan defisit perawatan diri mandi, berpakaian, makan, eliminasi. Dalam pelaksanaanya terdapat berbagai macam faktor pendukung dan penghambat diantaranya: 1. Faktor pendukung:

a. Tersedianya tenaga kesehatan yang kompeten dalam bidangnya masingmasing. b. Tersedianya ruang untuk perawatan pasien yang terapetik dan privasi

terjaga dengan baik c. Tersedianya alat dan bahan sebagai pelaksana asuhan keperawatan d. Pasien maupun keluarga kooperativ untuk dilakukan tindakan, baik

tindakan medis maupun tidakan keperawatan 2. Faktor penghambat:

a. Perjalanan pernyakit yang membutuhkan waktu lama dan bertahap.

BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda. Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa/bicara di otak pada manusia, fungsi kemampuan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak, pada orang afasia sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri. B. Saran 1. Bagi mahasiswa: Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapantahapan dari protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik di akademik maupun di lapangan praktek. 2. Pasien Hendaknya pasien mampu dan mau mengikuti program terapi dengan baik serta kooperativ pada saat dilakukan tindakan, baik tindakan medis maupun tindakan keperawatan 3. Keluarga: Agar keluarga selalu memberikan dukungan seperti meningkatkan motivasi kepada pasien dan juga berperan dalam perawatan pasien pada saat di rumah sakit maupun saat dirumah. 4. Rumah sakit

Meningkatkan peralatan dan pelayanan serta pemberian asuhan yang dapat meningkatkan proses penyembuhan pasien. 5. Perawat Hendaknya perawat tetap melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP dan PROTAB yang ada serta tetap meningkatkan asuhan keperawatan dengan mengutamakan keselamatan dan kesembuhan pasien. 6. Institusi pendidikan Hendaknya bagi institusi pendidikan tetap meningkatkan program pendidikan yang paripurna dan berkwalitas, serta siap mencetak calon tenaga keperawatan yang siap bersaing di era globat

DAFTAR PUSTAKA Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. Doenges, M.E., Moorhouse, M.F dan Geissler, A.C.2000. Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawata Pasien.Jakarta:EGC. Herdman, T.H. 2011.NANDA Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: FKUI. Herdman,T.H.2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta :EGC. Higler PA. BOIES. 1997. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology.Jakarta: EGC Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Buku Ajar Keperawatan

También podría gustarte