Está en la página 1de 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

PENENTUAN KESADAHAN TOTAL, KESADAHAN KALSIUM, DAN KESADAHAN MAGNESIUM DALAM SAMPEL AIR DI LINGKUNGAN POLTEKKES DENPASAR

disusun oleh:

A.A. AYU TIRTAMARA NIM P07134012027 KELOMPOK I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2013

TITRASI KOMPLEKSOMETRI Penentuan Kesadahan Total, Kalsium (Ca2+), dan Magnesium (Mg2+) dalam Sampel Air Kran di Lingkungan Poltekkes Denpasar

Hari/tanggal praktikum : Rabu, 24 April & 8 Mei 2013 Tempat : Laboratorium Kimia Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Denpasar

I. LATAR BELAKANG Menurut Khopkar (2002), titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Faktor-faktor yang menyebabkan EDTA sering digunakan sebagai pereaksi titrimetri antara lain: 1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam 2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan, sehingga reaksi berjalan sempurna (kecuali dengan logam alkali) 3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam 4. Telah dikembangkan indikatornya secara khusus 5. Mudah diperoleh bahan baku primernya 6. Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk standardisasi Beberapa indikator metalokromik yang dapat digunakan dalam titrasi kompleksometri, yaitu : 1. Mureksida Mureksida adalah garam amonium dari asam purpurat dan anionnya. Mureksida dapat digunakan untuk titrasi langsung dengan EDTA terhadap kalsium pada pH 11. Apabila berikatan dengan ion Ca2+ akan berwarna merah muda, lepas dari ion Ca2+ akan berwarna ungu. 2. Hitam Solokrom (Eriochrome Black T) Eriochrome Black T (EBT) adalah natrium 1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-2naftol-4-sulfonat(II). EBT akan berwarna merah saat membentuk kompleks dengan ion kalsium, magnesium, dan ion logam lainnya. EBT berwarna biru pada larutan buffer pH 10 (Dubenskaya and Levitskaya, 1999).

Metode titrasi kompleksometri dapat diaplikasikan dalam penentuan kesadahan air. Kesadahan terutama disebabkan oleh keberadaan ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) di dalam air. Keberadaannya di dalam air mengakibatkan sabun akan mengendap sebagai garam kalsium dan magnesium, sehingga tidak dapat membentuk emulsi secara efektif. Kation-kation polivalen lainnya juga dapat mengendapkan sabun (Harjadi, 1985). Analisis kualitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam seperti aluminium, bismuth, kalsium, magnesium, dan zink dengan cara gravimetri memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi pengendapan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan atau pemijaran sampai bobot konstan. Sekarang telah ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk penentuan ion-ion logam ini dengan pereaksi etilen diamin tetra asetat dinatrium yang umumnya disebut EDTA dengan menggunakan indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH pada titrasi asam basa, dengan dasar pembentukan khelat yang digolongkan dalam golongan komplekson (Day dan Underwood, 1986). Kesadahan dibagi menjadi dua yaitu kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan merupakan salah satu parameter kimia yang diperiksa dalam penentuan kualitas air bersih. Kesadahan total adalah jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang dapat ditentukan dengan titrasi kompeleksometri dengan EDTA sebagai pentiter, dengan menggunakan indikator EBT dan menggunakan buffer pH 10 (Harjadi, 1985). Kompleks antara kalsium dan indikator terlalu lemah untuk menimbulkan perubahan warna yang benar. Tetapi magnesium membentuk kompleks yang lebih kuat dengan indikator, dibandingkan kalsium, dan diperoleh suatu titik akhir dalam buffer amonia dengan pH 10. Kestabilan kalsium dengan EDTA (5,0 x 1010) lebih besar daripada magnesium (4,9 x 108) (Day dan Underwood, 1986). Kadar maksimal kesadahan total untuk air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 adalah 500 mg/L, angka ini sesuai dengan angka standar yang ditetapkan baik oleh WHO, maupun standar internasional (Gabriel, 2004).

II. TUJUAN 2.1 Mahasiswa dapat membuat larutan baku EDTA 0,01 M yang diperlukan dalam titrasi. 2.2 Mahasiswa dapat melakukan pembakuan EDTA dengan larutan CaCO3. 2.3 Mahasiswa dapat melakukan percobaan titrasi kompleksometri dengan sampel air bersih.

III. PRINSIP Dalam penentuan kesadahan total apabila EDTA ditambahkan ke dalam suatu larutan dari kation logam tertentu, maka akan terbentuk kompleks khelat yang mudah larut. Bila sejumlah kecil zat warna seperti Eriochrom Black T atau Calmigite ditambahkan pada larutan, maka akan berubah menjadi merah anggur. Jika EDTA ditambahkan pada campuran larutan tersebut, kalsium dan magnesium akan dikomplekskan sehingga larutan berubah dari merah anggur menjadi biru, yang menandakan terjadinya titik akhir titrasi. Untuk menghasilkan titik akhir titrasi yang baik, diperlukan adanya ion magnesium. Ketajaman titik akhir titrasi meningkat dengan bertambahnya pH. pH 10 0,1 adalah pH yang memberikan hasil yang memuaskan. Batas waktu 5 menit dimaksudkan untuk mengatur lamanya titrasi guna memperkecil kemungkinan pengendapan CaCO3. Pada penentuan kesadahan Ca2+, Mg2+, apabila EDTA ditambahkan ke dalam suatu larutan dari kation logam tertentu, maka akan terbentuk kompleks khelat yang mudah larut. Bila sejumlah kecil indikator murexid ditambahkan ke dalam larutan tersebut maka warna larutan akan berubah menjadi merah muda. Apabila EDTA ditambahkan pada larutan tersebut pada pH basa (12-13), maka kalsium akan dikomplekskan dan magnesium akan diendapkan menjadi Mg(OH)2 dan larutan akan berubah warna dari merah muda menjadi merah ungu yang menunjukkan terjadinya titik akhir titrasi.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN 4.1 Alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Buret Statif Klem Erlenmeyer 100 mL Pipet volume 10 mL Pipet volume 25 mL Pipet ukur 1 mL Pipet ukur 2 mL Push ball

10. Beaker glass 11. Pipet tetes

12. Corong 13. Labu ukur 100 mL 14. Labu ukur 250 mL 4.2 Bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Larutan baku primer CaCO3 0,01 M Larutan baku sekunder Na2 EDTA 0,01 M Indikator EBT Indikator murexid Larutan buffer pH 10 NaOH 1 N Aquades/air suling Sampel air bersih HCl 1:1

10. NH4OH 1:1 4.3 Standarisasi EDTA dengan CaCO3 0,01 M 1. Pembuatan larutan CaCO3 0,01 M
Bubuk CaCO3 ditimbang sebanyak 250 mg pada beaker glass

Dilarutkan dalam aquades dan pH dicek (pH 5)

Larutan dididihkan untuk menghilangkan CO2

pH dicek (pH 5), jika belum sesuai, ditambahkan HCl 1:1

Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL

Volume larutan ditepatkan hingga tanda batas, dikocok hingga homogen

2.

Pembuatan larutan EDTA 0,01 M


Ditimbang 1,8615 gram EDTA

Dilarutkan dengan aquades dalam beaker glass

Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL, volume ditepatkan dengan aquades hingga tanda batas

Dikocok hingga homogen

3.

Pembuatan larutan Buffer pH 10 0,1


Dilarutkan 1,179 gram di-Natrium EDTA dan 780 mg MgSO4.7H2O atau 644 mg MgCl2.6H2O dalam 50 mL aquades

Larutan di atas ditambahkan pada 16,9 gram NH4Cl, dihomogenkan

Larutan tersebut ditambahkan pada 143 mL NH4OH pekat

Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL

Volume larutan ditepatkan dengan aquades hingga tanda batas, dikocok hingga homogen

4.

Pembuatan indikator EBT


Ditimbang 20 mg EBT dan 10 g NaCl

Dihomogenkan dengan mortar hingga menjadi bubuk halus

Disimpan dalam botol kaca tertutup

5.

Pembuatan indikator murexid


Ditimbang 20 mg murexid dan 10 g NaCl

Dihomogenkan dengan mortar hingga menjadi bubuk halus

Disimpan dalam botol kaca tertutup

6.

Pembuatan NaOH 1 N
Ditimbang 4 g NaOH, dilarutkan dengan 20 mL aquades

Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL

Volume larutan ditepatkan dengan aquades hingga tepat tanda batas

7.

Standarisasi EDTA dengan CaCO3 0,01 M


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Bagian dalam buret dibilas dengan aquades kemudian dibilas lagi dengan larutan baku sekunder EDTA

Buret diisi dengan larutan baku sekunder EDTA hingga batas nol

Dipipet 10 mL larutan baku primer CaCO3 0,01 M

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 40 mL aquades

Ditambahkan 1 mL buffer fosfat pH 10

Ditambahkan indikator EBT

Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru keunguan konstan

Normalitas EDTA dihitung

4.4 Penentuan kesadahan total sampel air kran 1. Preparasi sampel


Diambil 100 mL sampel air, dimasukkan ke beaker glass 250 mL

2.

Penentuan kesadahan total sampel


Dipipet 25 mL sampel, dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Sampel diencerkan hingga mencapai volume 50 mL

Ditambahkan 1 mL buffer pH 10

Ditambahkan indikator EBT

Dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru keunguan konstan

Dicatat volume EDTA yang diperlukan

Dihitung kadar kesadahan total sampel

3.

Penentuan kesadahan kalsium (Ca2+)


Dipipet 25 mL sampel, dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Sampel diencerkan hingga mencapai volume 50 mL

Ditambahkan 2 mL NaOH 1 N sampai dicapai pH 12-13

Ditambahkan indikator murexid

Dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi merah ungu konstan

Dicatat volume EDTA yang diperlukan

Dihitung kadar kesadahan kalsium sampel

V. HASIL PENGAMATAN 5.1 Standarisasi EDTA dengan CaCO3 0,01 M Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi rata-rata 1,40 mL 1,30 mL 1,35 mL

CaCO3 0,01 M Gambar hasil pengamatan standarisasi EDTA dengan CaCO3 0,01 M + EBT

Setelah dititrasi dengan EDTA

5.2 Penentuan kesadahan total sampel air Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi rata-rata 2,30 mL 2,50 mL 2,40 mL

Sampel air Gambar hasil pengamatan penentuan kesadahan total sampel air + EBT

Setelah dititrasi dengan EDTA

2.1 Penentuan kesadahan kalsium (Ca2+) Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi rata-rata 1,80 mL 1,80 mL 1,80 mL

Sampel air + murexid Gambar hasil pengamatan penentuan kesadahan kalsium (Ca2+)

Setelah dititrasi dengan EDTA

VI. PERHITUNGAN 2.2 Standarisasi EDTA dengan CaCO3 0,01 M Kadar EDTA : M1 x V1 = M2 x V2 0,01 M x 10 mL = M2 x 1,35 mL M2 = 0,074 M 2.3 Penentuan kesadahan total sampel air Kesadahan total (mg CaCO3/L) : = = = 710,4
mg CaCO3

CaCO3

/L

2.4 Penentuan kesadahan kalsium (Ca2+) Kadar kalsium (mg Ca/L) : = = = 213,12
mg Ca

Ca

/L

2.5 Penentuan kesadahan kalsium (Mg2+) Kadar magnesium (mg Mg/L) : = = = 43,1568
mg Mg

Mg

/L

VII. PEMBAHASAN Penentuan kesadahan sampel air dengan metode kompleksometri dilakukan dengan menggunakan larutan EDTA sebagai pentitrasi (titran). Titran yang digunakan untuk penentuan kadar kesadahan haruslah larutan baku primer. Karena larutan EDTA merupakan larutan baku sekunder, maka sebelum digunakan sebagai titran, dilakukan standarisasi larutan baku EDTA dengan larutan baku primer CaCO3 0,01 M dan diperoleh konsentrasi larutan baku primer EDTA hasil standarisasi yaitu 0,074 M. Sebelum penambahan indikator, larutan CaCO3 0,01 M dan sampel air diencerkan dengan aquades bertujuan untuk mencegah pengendapan CaCO3. Apabila kadar Ca2+ terlalu tinggi, endapan dapat muncul dalam waktu 5 menit, hal tersebut harus dicegah karena akan mengurangi kadar kesadahan terlarut. Semakin banyak ion Ca2+ yang terendapkan menyebabkan semakin sedikit ion Ca2+ yang berikatan dengan EDTA, sehingga kadar kesadahan yang diperoleh menjadi lebih sedikit (tidak sesuai kenyataan). Pada standarisasi EDTA dan penentuan kesadahan total sampel air, dilakukan penambahan buffer pH 10 untuk menjaga keseimbangan pH (agar tidak terjadi perubahan pH) sehingga dapat menghindari terjadinya pengendapan CaCO3 pada pH rendah, sebab logamlogam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah dan mudah mengendap. Indikator yang digunakan berbentuk serbuk sebab indikator tersebut tidak stabil bila dalam bentuk larutan. Indikator EBT yang ditambahkan pada sampel air, akan membentuk kompleks berwarna merah anggur dengan sejumlah kecil ion Ca2+. Ca2+ + EBT Ca EBT merah anggur Kemudian dilanjutkan dengan titrasi oleh EDTA. Setelah jumlah molekul EDTA yang ditambahkan sama (ekuivalen) dengan jumlah ion kesadahan dalam sampel, maka kompleks indikator-logam akan pecah, pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) sehingga menghasilkan warna biru keunguan. Ca EBT + EDTA Ca EDTA + EBT Pada penentuan kesadahan kalsium, EDTA akan bereaksi terlebih dahulu dengan ion Ca2+ kemudian baru dengan ion Mg2+. Pengaturan sampel air menjadi pH 12-13 dengan penambahan NaOH bertujuan untuk mengendapkan Mg2+ sebagai Mg(OH)2 sehingga konsentrasi ion Ca2+ pada sampel air dapat ditentukan secara terpisah dari konsentrasi ion Mg2+. Pemilihan indikator murexid untuk penentuan kesadahan kalsium sebab indikator tersebut hanya peka terhadap ion Ca2+. Indikator murexid yang

ditambahkan pada sampel air, akan membentuk kompleks berwarna merah muda dengan sejumlah kecil ion Ca2+ pada pH 12-13. Berdasarkan hasil penentuan kesadahan sampel air kran di lingkungan Politekkes Denpasar, diperoleh kadar kesadahan total 710,4 213,12
mg Ca mg CaCO3

/L, kadar kesadahan kalsium


mg Mg

/L, dan kadar kesadahan magnesium 43,1568


mg

/L. Menurut Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, persyaratan kesadahan total untuk air bersih adalah 500 /L. Maka air kran di lingkungan Poltekkes Denpasar tidak

memenuhi persyaratan kesadahan untuk air bersih.

VIII.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan 1. Standarisasi larutan EDTA dengan larutan baku primer CaCO3 0,01 M diperoleh hasil berupa larutan baku primer EDTA 0,074 M. 2. Sampel air kran di lingkungan Politekkes Denpasar memiliki kesadahan total 710,4
mg CaCO3 mg Ca

/L, kadar kesadahan kalsium 213,12


mg Mg

/L, dan kadar kesadahan

magnesium 43,1568

/L.

3. Air kran di lingkungan Poltekkes Denpasar tidak memenuhi persyaratan kesadahan untuk air bersih apabila dibandingkan dengan persyaratan kesadahan total untuk air bersih (500
mg

/L) menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

416/MENKES/PER/IX/1990.

IX. DAFTAR PUSTAKA Dubenskaya, L. O. and Levitskaya, G. D. 1999. "Use of eriochrome black T for the polarographic determination of rare-earth metals". Journal of Analytical Chemistry 54 (7): 655657. Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates. Hal. 96-98. Harjadi, W. 1985. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 274-276. Underwood, A.L., dan Day, R.A. 1986. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 219. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.

X.

LEMBAR PENGESAHAN Mengetahui, Pembimbing Denpasar, 15 Mei 2013 Praktikan

(Ni Made Marwati, S.Pd., ST., M.Si.)

(A.A. Ayu Tirtamara)

También podría gustarte