Está en la página 1de 18

EVOLUSI KEBUDAYAAN

Makalah Geografi Budaya & Politik

Disusun Oleh Oswald Sitanggang NIM: 3113331025

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2014

BAB I PENDAHULUAN

Jika dilihat dari pengertiannya evolusi adalah proses perubahan mahluk hidup secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dari bentuk sederhana menjadi bentuk yang kompleks, sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Evolusi budaya merupakan suatu proses evolusi atau prosos perubahan budaya yang terjadi hingga saat ini. Kita bisa mengamati bagaimana fakta akan evolusi tersebut dalam banyak hal, seperti dalam bahasa, gaya hidup hingga ke dinamika dalam sistem ekonomi. Adapun teori tentang evolusi budaya yang diungkapkan L.H.Morgan (18181881) adalah seorang peristis antropologi di Amerika terdahulu. Ia mengungkapkan bahwa evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan tahapan, yaitu: 1. Zaman Liar Tua. Zaman sejak manusia ada samapai menemukan api, kemudian manusia menemukan keahlian meramu dan mencari akar-akar tumbuhan liar untuk hidup. 2. Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata busur dan panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan. 3. Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur dan panah sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat dari tembikar namun kehidupannya masih berburu.

4. Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam. 5. Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam samapai menemukan kepandaian membuat alat-alat atau benda-benda dari logam 6. Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat alatalat dari logam sampai manusia mengenal tulisan. 7. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradapan klasik zaman batu dan logam 8. Zaman Masa Kini 9. zaman peradaban klasik sampai sekarang.

BAB II EVOLUSI KEBUDAYAAN

A. Pengertian Kebudayaan dan Geografi Budaya Sebuah peradaban adalah sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga, agama, iptek, sastra, dan filsafat. Perkotaan paling awal di dunia ditemukan di dekat rute perdagangan penting kira kira 10.000 tahun lalu. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia. Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006). Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa kebudayaan adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat.

Dengan kata lain, kebudayaan berada dalam tatanan kenyataan yang ideasional. Atau, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh

anggotaanggota

masyarakat

dipergunakan dalam proses orientasi,

transaksi,

pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam masyarakat mereka Definisi lain dikemukakan oleh Linton dalam buku: The Cultural Background of Personality, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu, (Sukidin, 2005). Soemardjan dan Soemardi (dalam Soekanto, 2007) merumuskan, kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Roucek dan Warren (dalam Sukidin, 2005) mengatakan, bahwa kebudayaan bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga benda-benda yang terdapat disekeliling manusia yang dibuat manusia. Dengan demikian ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut adalah pengumpulan bahanbahan kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu pengetahuan, kepercayaan dan kegiatan lain yang berkembang dalam pergaulan manusia.

Menurut

Koentjaraningrat

(2002)

mengatakan,

bahwa

menurut

ilmu

antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan millik diri manusia dengan belajar. Dia membagi kebudayaan atas 7 unsur: sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan bahasa dan kesenian. Kesemua unsur budaya tersebut terwujud dalam bentuk sistem budaya/adat istiadat (kompleks budaya, tema budaya, gagasan), sistem sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial, tindakan). Geografi budaya adalah sub bidang dalam ilmu geografi manusia yang mempelajari studi tentang produk budaya dan norma norma dan variasi mereka menemukan dan hubungan dengan ruang dan tempat. Selain itu geografi manusia menggambarkan dan menganalisis cara bahasa, agama, ekonomi, pemerintah, aktivitas budaya) Menurut Carl Sauer, Geografi Budaya adalah ilmu pengetahuan yang menelaah sekitar tingkat laku manusia yang ditimbulkan karena adanya usaha adaptasi dan pemanfaatan lingkungan alam oleh manusia dalam usaha mempertahankan hidupnya. Dengan demikian berarti geografi budaya pada posisi penengah kajian yang bersifat fisik dengan kajian yang bersifat sosial. Namun beberapa kalangan menganggap bahwa geografi fisik dengan kajian bersifat sosial. Namun beberapa kalangan menganggap bahwa geografi budaya adalah rumpun geografi yang lebih dekat kaitannya dengan kajian geografi manusia (Human Geografi).

B. Wujud Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat, 2000: 5) terdiri dari: 1. Wujud Idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba. Terletak di alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup, yang nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya adalah pengatur, penata, pengendali, dan pemberi arah kelakuan manusia dalam masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu sistem nilai budaya (yang paling abstrak dan luas), sistem norma-norma (lebih kongkrit), dan peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari (aturan sopan santun) yang paling kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya. 2. Wujud Kedua adalah Sistem Sosia Mengenai Kelakuan Berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang selalu mengikuti pola tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi. 3. Wujud Ketiga adalah Kebudayaan Fisik yang bersifat paling kongkrit dan berupa benda yang dapat diraba dan dilihat. Ketiga wujud dari kebudayaan diatas dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan idiil memberi arah pada perbuatan dan karya manusia. Pikiran atau ide dan karya manusia menghasilkan benda kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola perbuatan, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.

C. Hakikat Kebudayaan Salah satu referensi yang bisa menjadi acuan untuk mengetahui hakikat kebudayaan adalah ungkapan pelopor antropologi modern, Edward B. Taylor sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:39) bahwa: budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kemampuan kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat Defenisi yang sederhana ini memberikan beberapa hal yang perlu kita simak lebih lanjut yang kiranya bermanfaat sebagai kerangka untuk menyimak hakikat kebudayaan sebagai berikut: 1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian-bagian. Keseluruhannya merupakan pola-pola atau desain tertentu yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik. 2. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang material artinya berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni dan sebagainya. 3. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompokkelompok keluarga, dan sebagainya. 4. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum, adat istiadat yang berkesinambungan. 5. Kebudayaan diperoleh dari lingkungan 6. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat. 7. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing tetapi yang hidup di dalam suatu masyarakat tertentu.

D. Evolusi Kebudayaan Jika dilihat dari pengertiannya Evolusi adalah proses perubahan mahluk hidup secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dari bentuk sederhana menjadi bentuk yang kompleks, sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan memiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Jadi evolusi budaya adalah, suatu cara hidup yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dan berubah secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks dan masih terjadi hingga saat ini. Evolusi Kebudayaan bisa didefenisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks (syaifudin, 2005 : 99). Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun. Paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat-laun menjadi lebih baik atau lebih maju dari sederhana ke kompleks. Evolusi Kebudayaan secara Universal Menurut Para Ahli Menurut konsep Evolusi secara universal mengatakan bahwa masyarakat manusia berkembang secara lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat rendah dan sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini.

1. Konsep Evolusi Kebudayaan Universal Menurut H. Spencer Spancer mengatakan bahwa semua bangsa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai dengan adanya rasa sadar dan takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah religi terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk religi yang lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, seperti dewa kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut (konetjaranigrat,1980:35) dan dewa lainnya. Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat evolusi religi seperti itu mempunyai cirri-ciri yang mantap dalam bayangan seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan. Elovusi dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa-dewa. Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan mutlak yang disebut dengan evolusi universal. H.Spencer berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari setiap bangsa di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama. Namun Ia tidak mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap-tiap masyarakat atau sub-sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam tingkat-tingkat yang berbeda. Pada suatu bangsa misalnya, mungkin timbul keyakinan akan kelahiran kembali, dan karena dalam suatu religi seperti itu akan ada keyakinan bahwa roh manusia itu bisa dilahirkan kembali ke dalam tubuh binatang, maka terjadi suatu kelompok religi dimana manusia menyembah binatang atau roh binatang. Pada suatu masa binatang-binatang itu akan dianggap sebagai lambang dari sifat-sifat yang dicita-

citakan atau ditakuti oleh manusia, seperti misalnya burung elang menjadi lambang kejayaan, gajah menjadi lambang kebijaksanaan, singa menjadi lambang peperangan dan sebagainya. Dengan demikian manusia yang menghormati binatang tadi mulai menghormati dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa peperangan dan sebagainya, yang seringkali memang berwujud binatang. Dalam permasalahan tersebut Spencer juga memberikan pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer mengatakan, dalam evolusi sosial aturanaturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup. Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan. Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka nenek moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia semakin komplex sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat tersebut tidak cocok lagi. Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas saling butuhmembutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, timbullah masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah suatu keyakinan kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum keramat.

Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat industri,dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut dengan undang-undang. Dalam masalah tersebut terakhir spencer sempat mengajukan juga pandangannya tentang makhluk yang bisa hidup langsung adalah yang bisa cocok dengan persyaratan yang terdapat dalam lingkungan alamnya. Maka dalam evolusi social aturan-aturan hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan dalam masyarakat adalah hukum yang dapat melindungi kebutuhan para warga masyarakat adalah hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling berkuasa, yang paling pandai, dan yang paling mampu.

2. Teori Evolusi Keluarga J. J. Bachofen. Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, Evolusi Keluarga berkembang melalui empat tahapan (Koentjaraningrat, 1980) yaitu sebagai berikut: a. Tahap Promiskuitas Dimana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan bebas sehingga melahirkan keturunan tanpa ada ikatan (Koentjaranigrat, 1980: 38 ) pada tahapan ini kehidupan manusia sama dengan kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan keluarga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga seperti sekarang ini.

b. Sistem Patriarchate Dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka. patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.

3. Teori Evolusi Kebudayaan Indonesia, G. A. Wilken Dia merumuskan teori-teori tentang sejumlah gejala kebudayaan dan

kemasyarakatan, misalnya tentang teknonimi atau tentang hakikat mas kawin. Menurut Wilken pada pada mulanya hanya merupakan alat untuk mengadakan perdamaian antara pengantin pria dengan pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari suatu kejadian yang sering terdapat dalam masa peralihan antara tingkat matriakat ke tingkat patriakat.

4. Teori Evolusi Kebudayaan L. H. Morgan Ia mencoba melukiskan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia melalui delapan tingkat evolusi kebudayaan. Menurutnya, masyarakat dari senua bangsa di dunia sudah atau masih menyelesaikan proses evolusinya melalui delapan tingkat berikut: a. Zaman Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api; dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari kar-akar dan tumbuhantumbuhan liar. b. Zaman Liar Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan senjata busur panah; dalam zaman ini manusia mulai merobah mata pencaharian hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai atau menjadi pemburu. c. Zaman Liar Muda, yaitu sejak manusia menemukan busur panah, sampai ia mendapatkan kepandaian membuat barang-barang tembikar; dalam zaman ini mata pencaharian hidupnya masih berburu. d. Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar sampai ia mulai beternak atau bercocok tanam. e. Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak atau bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam. f. Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam, sampai ia mengenal tulisan. g. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradaban Klasik Zaman Batu dan Logam. h. Zaman perdaban masa kini, sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang.

5. Teori Evolusi Religi E. B. Taylor E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: (Koentjaraningrat 1980:48). a. Adanya perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu yang menggerakkan dan kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa b. Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain (bukan di tempat ia sedang tidur). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur dengan rohaninya di tempattempat lain yangdisebut jiwa. Selanjutnya Tylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang menempati alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa upacara doa, sesajian dll. Inilah disebut Tylor sebagai anamism. Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam disebabkan oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.

6. Analogi Evolusi, antara Evolusi Biologi, Evolusi Kebudayaan dan Seleksi Alam Tidak ada persoalan dengan pandangan bahwa kebudayaan itu berevolusi. Manusia menjadi pemburu dan peramu, menggunakan peralatan disamping otototot dan gigi-geligi. Manusia mulai menanam tumbuh-tumbuhan dan memelihara hewan untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, manusia membangun kota dan sistem politik yang kompleks. Perubahan-perubahan kebudayaan ini dijelaskan oleh seleksi alam meskipun perilaku budaya tidak memiliki komponen genetic untuk diwariskan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia. Adapun ahli antropologi yang merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah Taylor, yang menulis dalam bukunya: Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar, 2006). Goodenough (dalam Kalangie, 1994) mengemukakan, bahwa kebudayaan adalah suatu sistem kognitif, yaitu suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat. Geografi budaya adalah sub bidang dalam ilmu geografi manusia yang mempelajari studi tentang produk budaya dan norma norma dan variasi mereka menemukan dan hubungan dengan ruang dan tempat. Selain itu geografi manusia menggambarkan dan menganalisis cara bahasa, agama, ekonomi, pemerintah, aktivitas budaya).

DAFTAR PUSTAKA

Pinem, Kamarlin. Dasar Dasar Antropologi. UNIMED Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan Mentalis Dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pengertian Geografi Budaya (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_budaya diakses Tanggal 7 Feb 2014, Pukul 1:06 PM) Pengertian Kebudayaan (Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35039/4/Chapter%20II.pdf. Diakses Tanggal 7 Februari 2014, Pukul 2:54 PM) Hakikat Kebudayaan (Sumber: http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/19560420198301 1-SOFYAN_SAURI/BUKU_PAI_REVISI/BAB_XIII-1.pdf, diakses Tanggal 8 februari 2014, Pukul 9:17PM)

También podría gustarte