Está en la página 1de 37

LIABILITAS DAN EKUITAS 06MAR

LIABILITAS DAN EKUITAS

1) TEORI 1. Teori Proprietary Merupakan teori kepemilikan dimana yang mempunyai uang adalah yang mengelola uangnya sendiri. Peningkatan aset meningkatkan kepemilikannya. Peningkatan beban akan mengurangi kepemilikannya, karena akan menambah kewajiban atau mengurangi aset.

b.Teori entity Teori ini memisahkan antara pemilik uang dengan yang mengelola uangnya, karena terpisah maka pengelola harus menyajikan laporan keuangan, dan pemilik uang meminta pertanggungjawaban kepada manajemen (pengelola).

2) LIABILITAS 1. Definisi Liabilitas adalah kewajiban untuk menyerahkan manfaat ekonomi di masa akan datang kepada pihak ke tiga, dalam bentuk uang, jasa, maupun aset yang lainnya. 1) Kewajiban pada saat ini

Definisi kerangka menyatakan bahwa kewajiban yang diharapkan mampu menimbulkan manfaat ekonomis. Dengan demikian, pengorbanan yang sebenarnya masih harus dibuat, pertimbangan yang mendasari adalah bahwa kewajiban sudah hadir dalam kaitannya dengan pengorbanan di masa depan. Sebagai contoh, hutang adalah kewajiban saat ini, timbul dari penyediaan jasa oleh pihak eksternal (misalnya kontrak).

2)

Transaksi di masa yang lalu

Kewajiban harus menjadi hasil dari peristiwa masa lalu. Seperti pada contoh pemeliharaan pada contoh sebelumnya, peristiwa masa lalunya ketika penandatanganan kontrak untuk pemeliharaan menimbulkan kewajiban sekarang

3)

Dasar pengakuan

Pengakuan adalah proses formal untuk melakukan pencatatan dalam elemen-elemen laporan keuangan.Akuntan memerlukan aturan untuk menentukan apakah itu harus diakui atau tidak. Jenis aturan yang telah diterapkan di masa lalu mirip dengan yang diterapkan untuk pengakuan aset, yaitu: Ketergantungan pada hukum Menggunakan hukum kesesuian yaitu suatu kejadian atau transaksi antar pihak yang menyebabkan adanya kewajiban di masa yang akan datang. Penentuan substansi ekonomi Transaksi kedua belah pihak memiliki nilai ekonomis.

Kemampuan untuk mengukur nilai kewajiban Adanya kemampuan untuk dapat diukur nilai kewajibannya. Nilai kewajiban akan didasarkan pada nilai yang diharapkan saat ini dari arus kas masa depan, bukan nilai nominal Gunakan prinsip konservatisme Secara historis, akuntan telah mengambil pendekatan konservatif untuk pengakuan aktiva dan kewajiban

1. Rerangka menurut IASB Kerangka IASB memberikan panduan dalam kaitannya dengan pengakuan neraca dan unsurunsur laporan laba rugi. Ayat 82 menyatakan bahwa item yang memenuhi definisi elemen harus diakui jika:

Besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa depan berkenaan dengan item yang akan mengalir ke atau dari entitas; dan Item ini biaya atau nilai yang dapat diukur dengan keandalan Ayat 91 memberikan pedoman khusus tambahan. Ini menyatakan bahwa kewajiban diakui di neraca apabila besar kemungkinan bahwa suatu arus keluar sumber daya yang memiliki manfaat ekonomi hasil dari penyelesaian kewajiban kini dan jumlah di mana penyelesaian akan berlangsung dapat diukur dengan andal. Oleh karena itu, isu-isu penting yang harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pengakuan atas kewajiban adalah (a) kemungkinan arus keluar manfaat ekonomi dan (b) reliabilitas pengukuran.

3) PENGUKURAN LIABILITAS 1. Dasar pengukuran Berdasarkan IFRS, metode pengukuran yang paling umum digunakan untuk kewajiban adalah biaya historis. Pada transaksi sewa guna usaha kewajiban diakui pada awal berdasarkan nilai wajar sewa atau nilai kini dari pembayaran sewa minimum jika lebih rendah ( IAS 17, ayat 20. Pada tahun-tahun berikutnya, kewajiban diukur berdasarkan metode biaya diamortisasi, yaitu biaya dari kewajiban pada awal (nilai wajar atau nilai tunai pembayaran sewa minimum, jika lebih rendah) disesuaikan dengan dasar tahunan untuk mencerminkan estimasi nilai saat ini. Amortisasi sesuai dengan penyelesaian dengan utangnya. Pengalokasian biaya sesuai dengan tahun yang menikmati. Utang tersebut harus dapat diukur secara reliable.

1. Employee benefit (pensiun) Di banyak negara pensiun ditetapkan oleh pemberi kerja untuk memberikan manfaat pensiun untuk karyawannya. Pensiun adalah pembayaran oleh pemberi kerja setelah karyawan tidak aktif lagi, diberikan sampai pegawai tersebut meninggal. Ada unsur ketidakpastian sampai kapan kewajiban membayar pensiun itu masih ada.

1. Provisi dan contingency IAS 37/AASB 137 ayat 10 mendefinisikan kewajiban kontinjensi sebagai: 1) kemungkinan kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu dan yang keberadaannya akan dikonfirmasi jika sudah terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa masa depan secara pasti tidak sepenuhnya dalam kendali entitas, atau 2) kewajiban masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu tetapi tidak diakui karena:

tidak tahan kemungkinan arus keluar sumber daya dan manfaat ekonomi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kewajiban tersebut; atau jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur dengan keandalan yang cukup.

Jadi, utang contingency adalah utang yang timbul karena adanya peristiwa yang akan datang mengenai apa yang terjadi dan tidak terjadi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mempertimbangkan kebijakan untuk membuat provosion kerugian yang tidak diasuransikan.

Namun, kewajiban tidak dapat diakui berdasarkan PSAK 37 sampai terjadinya suatu peristiwa yang memerlukan pengorbanan aset oleh entitas pelaporan. Seperti halnya utang garansi adalah utang yang timbul jika ada komplain dari pelanggan mengenai produk perusahaan yang disertai dengan kartu garansi. Kedua utang ini disusun berdasarkan fair value (berapa kemungkinan utang dari komplain penjualan).

4) EKUITAS PEMILIK Modal adalah sumber dana yang diperoleh dari pemilik dihitung dari selisih aset dengan kewajiban. Dividen merupakan bagian dari laba yang dibagikan kepada pemilik modal yang besarnya tergantung pada kebijakan organisasi. Ada dua fitur penting yang dapat membantu kita untuk membedakan antara kewajiban dan ekuitas pemilik yaitu : 1. Hak pemilik Kreditor memiliki hak-hak berikut: penyelesaian klaim mereka dengan tanggal tertentu melalui pengalihan aset (barang atau jasa) prioritas atas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal terjadi likuidasi Karena return yang diharapkan tinggi, maka bagi perusahaan menimbulkan biaya yang besar bagi perusahaan untuk memberikan imbalan bagi investor. Investor diberi hak untuk mengendalikan perusahaan. Pengendaliannya dalam bentuk mekanisme RUPS berupa hak suara.

1. Subtansi Ekonomi Baik kewajiban dan ekuitas pemilik mewakili klaim terhadap entitas. Semua pengadu terhadap entitas menanggung risiko kerugian, tetapi karena klaim sebelumnya kreditur, risiko mereka lebih rendah dari pemilik. Pemilik harus menanggung kerugian yang berasal dari kegiatan perusahaan. Mereka membawa beban risiko dalam bisnis. Dalam setiap perusahaan, tingkat risiko kreditur dan pemilik tergantung pada hak-hak mereka. Dengan demikian, perbedaan utama antara hak kreditur dan pemilik adalah bahwa kreditor memiliki hak untuk pemukiman sementara pemilik memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keuntungan (residual). Perbedaan ini mencerminkan risiko ekonomi dan fitur pengembalian dua jenis klaim: kreditor menanggung risiko kurang dan mendapatkan imbalan yang relatif tetap (bunga dan pelunasan pokok), sedangkan pemilik menanggung risiko yang lebih besar dan karenanya mendapatkan variabel (dan sering lebih tinggi) tingkat pengembalian melalui partisipasi mereka dalam keuntungan. Pemilik atau wakil mereka memiliki kendali, komposisi penggunaan akuisisi, dan disposisi aset perusahaan. Mereka memiliki kontrol operasi dan tanggung jawab untuk menjalankan

bisnis dan untuk kelangsungan hidup dan profitabilitas. Secara umum, pemilik perusahaan (pemegang saham) mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab dan kontrol kepada direksi dan manajer.

5) KONSEP DAN KLASIFIKASI MODAL 1. Konsep modal Konsep modal yang digunakan adalah konsep capital maintenance (bagaimana menggunakan modal) karena merupakan sumber dana perusahaan. Jangan sampai modal perusahaan habis. Modal dinyatakan dalam kemampuan daya beli. Tujuan lain dalam konsep capital maintenace yaitu modal juga digunakan sebagai bantalan untuk mengurangi resiko jika ada kerugian agar kreditur dapat terlindungi. Jika perusahaan rugi ditanggung pemodal, jika laba dinikmati pemodal. Kreditur hanya menanggung yang telah disepakati perusahaan. 1. Klasifikasi modal Klasifikasi dalam ekuitas pemilik bertujuan untuk untuk menjaga memisahkan nilai investasi dari jumlah yang diinvestasikan kembali. Modal diklasifikasikan menjadi modal disetor dan laba ditahan. Modal disetor minimal dari pemilik perusaahan harus ada. Laba ditahan bukan merupakan aktiva dalam diri perusahaan dan oleh karena harus dialokasikan. Laba ditahan dibagikan sebagai dividen dan diberikan kepada pemilik.

6) PERMASALAHAN PEMBENTUKAN STANDAR 1. Perbedaan antara utang dengan modal Modal dikeluarkan untuk membentuk bagian dari investor dan pinjaman dari kreditur merupakan kewajiban. Utang mempunyai tingkat resiko yang rendah karena besarnya sudah dipastikan, sedangkan modal mempunyai tingkat resiko yang tinggi karena belum pasti, besarnya imbalan tergantung pada kinerja perusahaan. Selain itu, modal mempunyai hak suara, hak diberikan setelah pelunasan hutang sedangkan hutang tidak ada hak suara, hutang harus dilunasi dulu sebelum memberi hak kepada pemilik. 1. Penyelesaian Utang Jika kita berhutang lima kali angsuran sudah dilunasi dua kali kemudian perusahaan mengalami likuiditas maka hutang-hutang perusahaan dianggap lunas dengan adanya perjanjian muncul hutang baru. Hutang convertible : Hutang bisa hilang jika ada perjanjian hutang akan berubah menjadi modal. 1. Saham bagi karyawan Saham bagi karyawan adalah hak yang diberikan kepada pegawainya dalam bentuk saham. Saham tersebut merupakan bagian dari kepemilikan saham dari perusahaan. http://paliandri.wordpress.com/2013/03/06/liabilitas-dan-ekuitas/

Neraca: Klasifikasi Aset dan Liabilitas Sesuai IFRS

29 11 5 3484

Khususnya di perusahaan publik, urusan klasifikasi aset dan liabilitas, dalam neraca, bisa menjadi sumber tantangan tersendiri, terutama bagi perusahaan yang menerpakan pelaporan keuangan sesuai IFRS untuk pertamakalinya. Misalnya: transaksi apa saja yang masuk pos setara kas? Apakah sertifikat deposito masuk klasifikasi kas? Di perusahaan yang berstatus non-publik, terutama bagi pemula, mengklasifikasikan transkasi masih menjadi kesulitan utamatransaksi ini masuk ke akun mana? masih menjadi pertanyaan yang paling sering dilontarkan. Melalui tulisan ini, JAK ingin bahas mengenai klasifikasi aset dan liabilitas sesuai IFRS, khususnya IAS 1. (IAS = International Accounting Standard) Ada 2 alasan mengapa klasifikasi aset dan liabilitas sangat penting untuk dipahami oleh akuntanbaik yang menangani perusahaan publik maupun non-publik:

Mengklasifikasikan transaksi apapun itu (termasuk aset dan liabilitas) adalah salah satu langkah penting dalam siklusakuntansi. Salah mengklasifikasikan transaksi bisa mengakibatkan salah-saji yang bersifat material pada laporan keuangan. Aset dan liabilitas adalah 2 kelompok akun utama, dalam laporan posisi keuangan (alias Neraca), yang menampung sebagian besar transaksi di dalam perusahaan. Bisa dibilang, sebagian besar transaksi masuk kelompok aset dan liabilitas. Alangkah kacaunya laporan keuangan bila klasifikasi kedua kelompok akun ini kacau-balau.

Sebelum masuk ke klasifikasi aset dan liabilitas ada baiknya kalau kita lihat, terlebih dahulu, bagaimana penyajian laporan posisi keuangan, secara umum.

Bagaimana Laporan Posisi Keuangan Disajikan (Sesuai IFRS)? Seperti sudah disampaikan di awal, kelompok aset dan liabilitas adalah komponen utama Neraca, selain ekuitas pemilik (shareholders equity).

Neraca, secara umum, menyajikan informasi (baca: laporan) mengenai kekayaan perusahaan dan klaim-klaim sehubungan dengan kekayaan tersebut. Klaim dalam hal ini, bisa berupa utang atau kepemilikan saham oleh pihak luar (kreditur dan pemegang saham). Secara konseptual, penyajian laporan keuangan (termasuk penyajian aset dan liabilitas), diatur dalam Kerangkerja IASB. Sedangkan teknisnya diatur dalam IAS 1. Untuk kita di Indonesia, ketentuan yang sama dituangkan dalam PSAK 1. Barangkali ada yang belum tahu, sejak revisi IAS 1, judul laporan Neraca berubah menjadi Laporan Posisi Keuangan (Statement of Financial Position). Menurut IASB, istilah laporan posisi keungan lebih mewakili fungsi yang sesungguhnya. Sementara Neraca, meskipun mewakili konsep double-entrydimana sisi debit dan kredit harus selalu dalam kondisi seimbang (=balance)tidak cukup deskriptip menyebutkan informasi apa yang disajikan di dalamnya. Lain daripada itu, menurut IASB, istilah posisi keuangan telah lama digunakan oleh kalangan auditor di seluruh dunia sejak bertahun-tahun yang lalu, bahkan sebelum IFRS lahir. Pertimbangan-pertimbangan itulah mengapa istilah Neraca digantikan dengan Laporan Posisi Keuangan. Catatan: IASB singkatan dari International Accounting Standard Board, sebuah badan khusus, bermarkas di London (Inggris) sana, yang menyusun standar akuntansi internasional yang rencananya diberlakukan diseluruh negara di dunia (meskipun belum semua negara menerapkan IFRS, sampai saat ini, termasuk AS dan Jepang). Kembali ke penyajian laporan posisi keuangan (alias Neraca) menurut Kerangkakerja IASB dan IAS 1. Untuk disajikan dalam laporan keuangan, suatu even ekonomis (=transaksi) harus memenuhi ketentuan mengenai: definisi, pengukuran, dan pengakuan, seperti yang tertuang dalam dalam Kerangkakerjanya IASB. Laporan Posisi Keuangan (Neraca), secara ringkas, disajikan sebagai berikut: Aset = Rp xxx

Liabilitas = Rp xxx Ekuitas Pemilik = Rp xxx Dimana, Aset = Liabilitas + Ekuitas Pemilik

Penyajian aset, menurut IAS 1, dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu: (1) Aset Lancar (current assets); dan (2) Aset Tak Lancar (noncurrent assets) Liabilitas-pun dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu: (1) Liabilitas Lancar (current liabilities); dan (2) Liabilitas Tak Lancar (noncurrent liabilities) Catatan: Sedikit berbeda dengan IAS 1 (IFRS aslinya), dalam PSAK 1 liabilitas dibagi menjadi (1) liabilitas jangka pendek; dan (2) liabilitas jangka panjang. Menurut saya pribadi, penggunaan jangka panjang dan jangka pendek khusus untuk liabilitas, lebih pas. Untuk itu, dalam tulisan ini saya akan menggunakan istilah inimeskipun ini ulasan mengenai IFRS (IAS 1). Selanjutnya mari kita lihat, pengklasifikasian untuk masing-masing kelompokbaik aset maupun liabilitas.

Klasifikasi Aset Lancar Sesuai IFRS Suatu aset diklasifikasikan ke dalam kelompok aset lancar apabila memenuhi salahsatu kriteria berikut ini:

Dalam bentuk kas atau setara-kas yang penggunaannya tidak dibatasi (untuk menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan); atau Diharapkan dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal laporan posisi keuangan (=tanggal neraca); atau Diharapkan dapat direalisasikan, baik digunakan/dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual kepada pihak lain, dalam siklus operasi normal perusahaan; atau Dimiliki untuk maksud diperdagangkan

Jika tak satupun dari keempat kriteria di atas terpenuhi, maka suatu aset diklasifikasikan ke dalam kelompok aset tak lancar. Kiranya perlu disadari bahwa, yang dimaksud dengan siklus operasi normal pada salahsatu kriteria di atas adalah: RENTANG WAKTU sejak perolehan (=pembelian) aset, diproses (jika ada), hingga dapat direalisasikan atau diubah ke dalam bentuk bentuk kas atau setara kas (bahasa awamnya = terjual).

Note: PSAK 1 menambah bahwa, ketika siklus operasi normal entitas tidak dapat diidentifikasikan secara jelas, maka diasumsikan selama 12 bulan. Itu sebabnya mengapa persediaan dan piutang masuk kelompok aset lancar, meskipun belum tentu dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal laporan. Khusus untuk aset lancar yang tidak bisa direalisasikan dalam jangka 12 bulan setelah tanggal pelaporan, IAS 1 memandatkan agar nilai (=amount) yang diperkirakan baru bisa direalisasika di tahun buku berikutnya, dijelaskan lebih rinci di dalam penjelasan laporan keuanganistilahnya disclosed. Menggunakan ketentuan di atas, maka yang bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok aset lancar adalah item-item berikut ini: 1. Kas dan Setara Kas Kunci pemahamannya sederhana: apapun yang BISA DITABUNG DI BANK dan BISA DITARIK DALAM WUJUD KAS SEWAKTU-WAKTU, dianggap KAS. Misalnya: uang kertas, koin, check yang belum diuangkan, termasuk kas yang sudah tersimpan di bank. Sedangkan sertifikat deposito, BUKAN KAS, sebab ada pembatasan jangka waktu penarikan. Untuk bisa diklasifikasikan sebagai aset lancar kas harus tersedia untuk digunakan. Menurut IAS 1, kas yang disimpan tidak untuk digunakan dalam periode ini atau penggunaannya dibatasi dan belum akan boleh digunakan dalam siklus operasional normal, TIDAK diklasifikasikan sebagai aset lancar. Sedangkan yang diklasifikasikan ke dalam pos Setara Kas (cash equivalents), menurut IAS 7, adalah investasi jangka-pendek bersifat likuid yang (1) siap diuangkan dengan nilai pasti; dan (2) sudah mendekati masa jatuh tempo pencairan (biasanya memiliki jangka waktu pencairan 3 bulan atau kurang), tidak memiliki risiko perubahan nilai yang signifikanakibat perubahan suku bunga. Misalnya: treasury bills, commercial paper, dan reksadana pasar uang. 2. Investasi Jangka-Pendek Untuk Diperdagangkan Insrumen investasi yang dimaksudkan untuk dijual kembali dalam jangka pendekguna memperoleh keuntunganmasuk kelompok aset lancar. Masuk kelompok ini antara lain: efek sekuritas dan sekuritas ekuitas yang dibeli untuk maksud diperjualbelikan. Aset derivative keuangan, rata-rata masuk dalam kelompok ini, kecuali yang dimaksudkan untuk tujuan pemagaran (hedging).

3. Piutang Dagang (Piutang) Piutang Dagang atau Piutang saja (accounts receivable), adalah sejumlah tagihan kepada pelanggan yang timbul dari operasional normal perusahaan. Masuk dalam kelompok ini antara lain: piutang pada pelanggan, piutang pada perusahaan afiliasi, piutang pada karywan (staf, manager, eksekutif). Jika ada cadangan piutang atau penurunan nilai piutang akibat adanya diskon, retur penjualan, dan piutang tak tertagih, harus dirinci dalam penjelasan laporan keuangan. 4. Persediaan Persediaan (inventory), menurut IAS 2, adalah aset tersimpan, entah untuk digunakan sendiri (misal: bahan baku, barang dalam proses) atau untuk dijual ke pihak lain (misal: persediaan barang jadi), dalam kurun waktu operasional normal perusahaan. Dasar penentuan nilai persediaanyang saat ini dibatasi hanya dalam metode FIFO dan metode biaya rata-rata tertimbang (weighted-average cost)harus disebutkan dengan jelas dalam penjelasan laporan keuangan. Khusus di perusahaan manufaktur, bahan baku, barang dalam proses, dan barang juga harus disclosed secara terpisah, entah itu di catatan kaki atau dalam penjelasan laporan keuangan. 5. Uang Muka Biaya (Biaya Dibayar Dimuka) Sederhananya, Uang Muka Biaya (prepaid expenses) adalah aset yang timbul akibat pembayaran muka untuk biaya yang manfaatnya tidak habis terpakai dalam satu periode. Bisa juga disebut Biaya Dibayar Dimuka. Misalnya: sewa dibayar dimuka, asuransi dibayar dimuka, dan aset pajak tangguhan jangka pendek.

Klasifikasi Aset Tak Lancar Sesuai IFRS Seperti PSAK 1, IAS 1 juga menggunakan istilah tak lancar (noncurrent) untuk aset berwujud dan tak berwujudbaik itu aset keuangan dan operasionalyang digunakan dalam jangka panjang. Baik PSAK 1 maupun IAS 1, sama-sama tidak mematok penggunaan istilah ini secara pasti. Artinya, entitas diperkenaankan untuk menggunakan istilah lain (aset tetap/fixed asset misalnya), sepanjang jelas dan lumrah digunakan, sehingga bisa dipahami oleh pengguna laporan keuangan. Masuk ke dalam klasifikasi Aset Tak Lancar antara lain:

1. Investasi Bersifat Held-to-maturity Masuk dalam kelompok ini adalah instrument investasi yang disimpan hingga jatuh tempo, yang biasanya berjangka waktu panjang. Misalnya: efek hutang (debt securities), efek ekuitas, dan saham istimewa yang wajib ditebus oleh pihak lain (istilahnya redeemed preferred shares). Investasi jenis ini diukur pada biaya teramortisasi. 2. Property Investasi Yang dimaksud dengan Property Investasi (investment property) adalah property (=tanah, bangunan/gedung) yang diperoleh bukan untuk digunakan dalam operasional perusahaan secara normal, melainkan untuk mendapat keuntungan tertentu, misalnya: dengan cara disewakan atau dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Property investasi, awalnya, diukur sebesar nilai perolehannya. Selanjutnya, seiring waktu, property investasi diukur entah dengan menggunakan metode fair value atau model pengukuran berdasarkan biaya perolehan. 3. Tanah, Bangunan, Mesin dan Peralatan Masuk dalam kelompok ini adalah bangunan, mesin dan peralatan, yang digunakan dalam operasional perusahaan guna menghasilkan barang/jasa, memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun buku. Masuk dalam kelompok ini, antara lain: tanah, bangunan/gedung, mesin, peralatan, furniture, dan kendaraan. Akumulasi penyusutan atas kelompok aset tak lancar ini harus disajikan dalam laporan keuangan atau di catatan kaki atau di bagian penjelasannya. Misalnya: Bangunan = xxx Dikurangi akumulasi penyusutan = (xxx) Nilai buku bangunan = xxx Atau Bangunan (net dari akumulasi Rp xxx) = xxx Metode yang digunakan dalam menghitung penyusutan, harus disebutkan di bagian penjelasan laporan keuangan.

4. Aset Tak Berwujud Aset Tak Berwujud (intangible assets) adalah aset tak lancar perusahaan yang tidak memiliki wujud fisik, akan tetapi diharapkan akan mendatangkan manfaatbaik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Masuk dalam klasifikasi ini adalah:

Aset tak berwujud yang bisa diidentifikasi (misal: goodwill); dan Aset tak berwujud yang tidak bisa diidentifikasi (misal: merk dagang, patent, copyrights, dan biaya oragnisasional).

IAS 38 mengharuskan perusahaan untuk mengamortisasi aset tak berwujud. Seperti halnya aset berwujud, akumulasi amortisasi aset tak berwujud-pun harus dinyatakan dengan jelas dalam laporan keuangan atau dicatatan kaki atau di bagian penjelasannya. 5. Aset Dimiliki Untuk Dijual Sedikit mirip dengan property investasi, hanya saja aset dimiliki untuk dijual tidak harus direncanakan sejak awal. Jika perusahaan berencana untuk menjual sekelompok aset, mesikpun tadinya digunakan untuk operasional, maka aset tersebut harus diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual. Menurut IFRS 5, aset dimiliki untuk dijual diukur sebesar nilai buku yang lebih rendah atau nilai wajar dikurangi ongkos penjualan. 6. Aktiva Lain-lain Segala aset tak lancar yang tidak bisa dimasukan ke dalam 5 klasifikasi di atas, masuk ke kelompok ini. Misalnya: Uang Muka yang baru akan habis dibiayakan dalam jangka waktu lama (panjang), Aset Pajak Tangguhan yang waktu pemulihannya lama atau tidak pasti.

Klasifikasi Liabilitas Jangka Pendek Sesuai IFRS Suatu liabilitas (=kewajiban), menurut IAS 1, masuk klasifikasi Jangka Pendek (atau Lancar) apabila:

Diharapkan bisa diselesaikan (=dibayar/dilunasi) dalam kurun waktu operasional normal perusahaan; atau Jatuh tempo dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan dari tanggal laporan posisi keuangan (=tanggal neraca); atau Dimiliki untuk maksud diperdagangkan; atau

Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian laibilitas selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.

Jika tak satupun diantara keempat kriteria di atas terpenuhi, maka suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka panjang. Masuk dalam klasifikasi liabilitas jangka pendek, antara lain: 1. Kewajiban yang timbul dari pembelian barang atau jasa yang digunakan dalam operasional normal perusahaan, diantaranya:

Utang Dagang Utang Tertulis Jangka Pendek Utang Upah dan Gaji Pegawai Utang Pajak Utang Lain-lain

2. Pembayaran diterima dimuka yang mengakibatkan timbulnya kewajiban untuk menyerahkan barang atau jasa di masa yang akan datang, misalnya:

Pendapatan Diterima Dimuka Deposit Dari Pelanggan Sewa Diterima Dimuka

3. Kewjiban lain yang akan jatuh tempo di periode berjalan, misalnya: promes yang akan segera jatuh tempo. Lebih jauh lagi, laibilitas lainnya yang masuk klasifikasi jangka pendek adalah: liabilitas tidak diselesaikan dalam siklus operasi normal tetapi jatuh tempo untuk diselesaikan dalam waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan atau dimiliki untuk tujuan diperdagangkan. Misalnya:

Liabilitas keuangan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk diperdagangkan; Cerukan bank; Bagian jangka pendek dari laibilitas keuangan jangka panjang; Dividen terutang; Pajak penghasilan terutang; dan Terutang nonusaha lainnya

Khusus Liabilitas Keuangan. IAS 1 mengijinkan perusahaan mengakui suatu liabilitas keuangan jangka pendek apabila liabilitas tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan, meskipun:

kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan; dan

perjanjian untuk pembiayaan kembali atau penjadwalan kembali pembayaran, atas dasar jangka panjang telah diselesaikan setelah periode pelaporan dan sebelum tanggal penyelesaian laporan keuangan.

Klasifikasi Liabilitas Jangka Panjang Sesuai IFRS Kewajiban-kewajiban yang akan terselesaikan melebihi siklus operasional normal perusahaan masuk klasifikasi Liabilitas Jangka Panjang, antara lain:

Kewajiban yang timbul sebagai bagian dari strukturisasi modal perusahaan berjangka panjang, misalnya: pinjaman bank jangka panjang, promes, kewajiban sewa jangka panjang. Kewajiban yang timbul tidak dari opersional normal perusahaan, misalnya: kewajiban premi pensiun, liabiltas pajak tangguhan yang penyelesaiannya belum diketahui secara pasti.

Semoga cukup jelas, dan membantu anda dalam menentukan klasifikasi aset dan liabilitas sesuai dengan ketentuan IFRS. http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/11/neraca-klasifikasi-aset-dan-liabilitas-sesuai-ifrs/

IFRS First Time Adoption MAY 23, 2011 LEAVE A COMMENT Oleh: Harry Andrian Simbolon., SE., M.Ak., QIA Target waktu implementasi IFRS di Indonesia tinggal hitungan bulan lagi, direncanakan Indonesia akan Full convergence pada tanggal 1 Januari 2012. Namun pada kenyataannya sampai dengan saat ini IFRS 1: First Time Adoption sama sekali belum diadopsi oleh IAI. Beberapa perusahaan besar di Indonesia malah sudah lebih dulu meng-hire konsultan ternama untuk mengantisipasi first time adoption IFRS ini di perusahaannya. Dalam paparan singkat ini saya mencoba membagi isi dari IFRS 1, semoga bermanfaat bagi para pelaku Akuntansi di Indonesia. IFRS 1 berisi panduan bagaimana sebuah entitas harus mengimplementasikan perubahan dari standar akuntansi lokal (di Indonesia disebut dengan PSAK) kepada standar akuntansi internasional (IFRS). Salah satu alasan utama dalam mengeluarkan standar baru ini adalah bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa Eropa diharuskan membuat laporan keuangan mereka berdasarkan IFRS sejak tahun 2005 dan seterusnya. Standar tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan IFRS pertama sebuah entity mengandung informasi yang berkualitas tinggi yang transparan kepada pengguna dan dapat diperbandingkan di seluruh periode yang disajikan dan menyediakan titik awal yang tepat untuk memulai akuntansi berbasis IFRS. Dalam melakukan transisi ke IFRS, sebuah Entitas harus menentukan kebijakan akuntansi yang sesuai dengan IFRS pada tanggal pelaporan untuk laporan keuangan IFRS entitas tersebut. Entitas harus menyesuaikan kebijakan-kebijakan akuntansi yang pernah dibuatnya untuk comply kepada aturan yang dipersyaratkan oleh IFRS. Itu artinya perangkat kebijakan akuntansi sebuah entitas harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum entitas itu menerapkan IFRS. Sebuah Entitas juga harus membuat laporan posisi keuangan IFRS pembuka pada tanggal transisi IFRS. Tanggal transisi IFRS adalah awal periode dimana sebuah entitas menyajikan informasi komparatif berdasarkan IFRS dalam laporan keuangan IFRSnya. Sebagai contoh, bila berdasarkan target IAI Indonesia akan full convergencepada 1 Januari 2012, itu artinya pada laporan keuangan akhir tahunnya per 31 Desember 2012 semua perusahaan di Indonesia harus membuat laporan keuangan komparatif per 31 Desember 2011 juga, dan juga harus menyajikan laporan posisi keuangan (hanya laporan posisi keuangan saja) pada awal periode komparatif yaitu per 1 Januari 2011. Sehingga dalam contoh ini tanggal transisi IFRS adalah tanggal 1 Januari 2011 (dalam IFRS 1, tanggal ini disebut dengan laporan posisi keuangan IFRS pembuka (opening IFRS statement of financial position)). Penerapan mundur ini disebut dengan istilah retrospektif. Dalam membuat laporan posisi keuangan IFRS pembuka, IFRS 1 menyatakan bahwa sebuah entitas diharuskan: 1. Mengakui semua aset dan liabilitas yang diakui berdasarkan IFRS. 2. Tidak mengakui item-item sebagai aset dan liabilitas jika IFRS tidak mengizinkannya. 3. Reklasifikasi item-item yang telah diakui berdasarkan GAAP sebelumnya sebagai satu jenis aset, liabilitas atau komponen ekuitas, tetapi berbeda jenis aset, liabilitas atau komponen ekuitas berdasarkan IFRS. 4. Menggunakan IFRS dalam mengukur semua asset dan liabilitas yang diakui.

Dalam menyajikan laporan posisi keuangan IFRS pembuka ini, kebijakan akuntansi yang digunakan sebuah entitas mungkin berbeda dengan yang digunakan pada tanggal yang sama menggunakan GAAP sebelumnya. Hal ini akan menghasilkan adjustment yang akan diakui secara langsung dalam laba ditahan pada tanggal transisi. (karena adjustment tersebut dihasilkan dari kejadian dan transaksi sebelum tanggal transisi IFRS). Ada beberapa hal yang dibebaskan dalam IFRS 1 yang tidak harus diterapkan retrospektif. Beberapa hal tersebut adalah: Kombinasi bisnis Kombinasi bisnis (IFRS 3) tidak diterapkan secara retrospektif karena (a) Kombinasi bisnis menghasilkan klasifikasi yang sama (contoh Akuisisi, penyatuan kepentingan) seperti Laporan keuangan dalam GAAP sebelumnya. (2) Semua asset dan kewajiban telah diakui. (3) Item-item yang tidak memenuhi IFRS harus dikeluarkan dari laporan posisi keuangan IFRS pembuka, contohnya aset tak berwujud yang sebagiannya tidak sesuai dengan persyaratan IFRS dapat direklasifikasi sebagai goodwill. Dan (4) Nilai tercatat goodwill dalam laporan posisi keuangan IFRS pembuka adalah sama dengan nilai tercatat berdasarkan GAAP sebelumnya. Aset tetap Aset tetap (IAS 16) dikecualikan karena entitas dapat melakukan revaluasi menggunakan GAAP sebelumnya sebagai deemed cost nya (deemed cost adalah nilai yang digunakan sebagai pengganti untuk beban dan beban depresiasi pada tanggal yang ditentukan). Pengecualian ini juga berlaku untuk Properti Investasi (IAS 40) dan aset tak berwujud yang memenuhi kriteria revaluasi di IAS 38. Imbalan kerja Berdasarkan IAS 19, sebuah entitas dapat memutuskan menggunakan pendekatan koridor dan pendekatan komprehensif lainnya dalam mengukur kuntungan/kerugian aktuarial. Pendekatan koridor sudah terdapat dalam GAAP sebelumnya sehingga dikecualikan. Perbedaan translasi kumulatif Sesuai dengan IAS 21, pengecualiaan ini menyatakan bahwa perbedaan translasi kumulatif untuk semua operasi luar negeri dianggap nihil pada tanggal transisi. Instrumen keuangan majemuk Contoh instumen keuangan majemuk adalah convertible bond. IAS 32 mensyaratkan convertible bond dipisah (mana yang menjadi bagian ekuitas dan mana yang menjadi bagian liabilitas). Jika komponen liabilitasnya tidak lagi beredar pada tanggal transisi maka pemisahan tersebut tidak diperlukan lagi. Penentuan instrumen keuangan yang diakui sebelumnya Berdasarkan IAS 39, ketika instrumen keuangan diakui pertamakalinya, mereka harus ditentukan sebagai asset keuangan atau kewajiban keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi atau sebagai tersedia untuk dijual. Sebuah entitas dapat menggunakan penentuan tersebut pada tanggal transisi Transaksi Pembayaran berbasis saham Entitas tidak disarankan untuk menerapkan IFRS 2 untuk (1) instrumen ekuitas yang yang diperoleh dan berakhir (vested) sebelum tanggal transisi IFRS; dan (2) liabilitas yang muncul dari transaksi berbasis saham yang diselesaikan sebelum tanggal transisi IFRS. Selain dari yang dibebaskan di atas, ada juga yang dilarang oleh IFRS untuk diterapkan retrosepktif yaitu:

1. Penghentian pengakuan aset keuangan dan kewajiban keuangan. IAS 39 diterapkan retrosepktif sejak 1 Januari 2001 (tanggal efektif). Itu artinya bahwa aset keuangan dan kewajiban keuangan yang dihentikan pengakuannya berdasarkan GAAP sebelumnya sebelum tanggal ini tidak boleh diakui. 2. Akuntansi lindung nilai. Akuntansi lindung nilai hanya diterapkan sejak tanggal transisi IFRS. 3. Estimasi. Estimasi yang dilakukan berdasarkan IFRS pada tanggal transisi harus sama dengan estimasi berdasarakn GAAP sebelumnya, kecuali jika ada bukti objektif bahwa estimasi tersebut adalah error. Sebagai akibat transisi tersebut, entitas juga diharuskan mengungkapkan dampak perubahan yang terjadi dalam laporan keuangannya. Entitas harus menjelaskan dampak transisi dari GAAP sebelumnya ke IFRS dalam laporan posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas dengan menyediakan rekonsiliasi ekuitas dan laba rugi. http://akuntansibisnis.wordpress.com/2011/05/23/ifrs-first-time-adoption/

Akuntansi Pendapatan: Ketentuan Dasar Pengakuan Pendapatan Posted by rangkumanmateriakuntansi on 7 Mei 2012 Akuntansi pendapatan sekilas nampak sederhana, tetapi menjadi makin rumit ketika didalami. Dalam menetukan kapan pendapatan (revenue) bisa diakui, meskipun PSAK telah mengikuti IFRS, pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang betah menggunakan panduan PSAK-lama yang berkiblat ke US-GAAP. Apakah itu salah? Nanti kita jawab. Yang ingin saya bahas dalam tulisan ini adalah ketentuan dasar pengakuan pendapatan. Secara umum, prinsip dan prosedur dalam akuntansiyang kemudian dijabarkan dalam standar-standar, dibuat agar laporan keuangan perusahaan menjadi adil/fair bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Fair dalam hal ini mengandung makna: tidak diakali. Apa ya kata yang lebih tepat? Ya intinya tidak dimanipulasi. Kesannya koq jadi negative ya? Sebenarnya saya ingin menghaluskannya, tetapi itulah kata yang paling tepat menurut saya. Mau disampaikan secara halus (dengan bahasa normative yang cederung bersayap dan membingugka) atau disampikan secara vulgar (versi saya), pada kenyataanya ketentuan mengenai pengakuan pendapatan lebih banyak dimaksudkan untuk mengurangi potensi manipulasi (abuse). Manipulasi seperti apa? Pendapatan diakui lebih besar dibandingkan kenyataannyaagar perusahaan kelihatan lebih profitable (ini tidak fair bagi investor dan kreditor) Pendapatan diakui lebih kecil dari kenyataannyaagar perusahaan kelihatan tidak profitable (ini tidak fair bagi pemerintah yang diwakili oleh Ditjen Pajak). Pendapatan diakui lebih awaluntuk tujuan yang sama seperti yang pertama Pendapatan diakui lebih belakanganuntuk tujuan yang sama seperti yang kedua Dan tindakan-tindakan manupulatif lainnya, termasuk tindakan manajemen yang memanipulasi pengakuan pendapatan untuk memperoleh penilian kinerja tinggi dari pemegang saham sehingga menerima bonus atau bentuk reward lainnya. Itulah yang ingin dicegah oleh regulator dan pembuat standar, sehingga perlu dibuatkan ketentuan pasti mengenai pengakuan pendapatan.

Sejak dahulu, akuntansi telah menentukan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan ketika menjalankan proses akuntansi, termasuk pengakuan pendapatan. Dalam Prinsip-prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau GAAP misalnya, pengakuan pendapatan hendaknya mempertimbangkan prinsip kehati-hatian (conservatism principle). Prinsip ini mensyaratkan agar: Tidak mengakui pendapatan yang belum pasti atau masih berupa potensi, di satu sisinya; dan Mengakui biaya meskipun masih belum pasti atau masih berupa potensi, di sisi lainnya. Mengapa perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian? Ya untuk mencegah manipulasimanipulasi tadi itu.

Seiring perkembangan waktu, prinsip kehati-hatian dianggap sudah usang, sudah tidak relevan lagi, sehingga oleh IFRS diperkenalkan prinsip baru yang disebut dengan prudentsebagai pengganti conservatism principle. Kata prudence (benda) atau prudent (sifat) bukan perbendaharaan baru dalam kosa-kata bahasa Inggris. Secara harfiah, prudent mengandung makna bijak dan prudence artinya kebijaksanaan. Apa yang dimaksud dengan bijak alias prudent dalam IFRSterutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan? Ada yang mengatakan prudent artinya: pendapatan boleh diakui meskipun masih berupa potensi, sepanjang memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) dalam IFRS. Seperti apa ketentuan IFRS mengenai pengakuan pendapatan? Benarkah prudence? Benarkah lebih bijak jika dibandingkan dengan prinsip kehati-hatian (conservatism principle)? Mari kita lihat sama-sama.

Secara garis besar, Kerangka Kerja IASB (cikal-bakalnya IFRS) mengikutsertakan gain dan revenue sebagai bagian dari income. Dalam IAS 18, revenue itu sendiri didefinisikan sebagi pendapatan yang timbul dari aktivitas normal suatu entitasbaik perseorang atau badan usaha yang melakukan aktivitas usaha dalam berbagai varian, mungkin disebut: Penjualan; Fee; Bunga; Dividend; Royalti Mengenai besarnya pendapatan yang diakui, IAS 18 menyatakan bahwa, pendaatan diukur pada nilai wajar piutang atau kemungkinan pendapatan yang diterima, setelah dikurangi diskon maupun potongan (rebate) yang diberikan kepada pembeli atau pelanggan. Kapan pengakuan pendapatan dilakukan, menurut IFRS? Menurut IAS 18, pendaptan diakui saat risiko yang melekat pada barang/jasa (yang diperjualbelikan) berpindah ke pembeli atau pengguna jasa. Lebih rinci, mengenai saat pengkuan pendapatan, IFRS memberikan 2 ketentuan utama dan beberapa ketentuan tambahan, sebagai berikut: 1. Pengakuan Pada Titik Penyerahan (at point of delivery) Perusahaan atau seseorang hanya mengakui pendapatan ketika barang/jasa diserahkan ke pembeli atau pelanggan. Misalnya: Pedangan eceran (retail) mengakui pendapatan saat barang diserahkan ke pembeli yang biasanya bersamaan dengan proses pembayaran di kasirsebab, jika barang itu rusak atau hilang setelah pembeli pergi dari kasir, risiko tersebut sudah menjadi tanggungjawab pembeli itu sendiri. Perusahaan eksportir yang menggunakan kondisi FOB, mengakui pendapatan ketika barang sudah berada di atas kapal laut atau pesawat udara pengangkut barangsebab, dalam kondisi Free on Board (FOB), tanggungjawab eksportir berakhir hanya sampai barang berada di atas kapal/pesawat. Jika ada kehilangan atau kerusakan setelahnya, sudah menjadi risiko pembeli. 2. Pengkuan Pada Saat Pembayaran (at time of payment) Bisa dibilang prosedur yang kedua ini merupakan penyempurna prosedur yang pertama di atas. Di sini disebutkan bahwa: meskipun barang/jasa telah diserahkan secara penuh (dan risiko yang melekat pada

barang/jasa telah berpindah ke pembeli), jika kepastian pembayaran belum diperoleh, maka pendapatan belum bisa diakui. Misalnya: Sebuah perusahaan batako menngirimkan batako ke pelanggannya (sebuah toko bahan bangunan.) Jika si perusahaan batako tidak memperoleh keyakinan mengenai pembayaran yang akan diterima, maka perusahaan itu tidak bisa mengakui penyerahan tersebut sebagai pendapatanmeskipun barangnya telah berpindah tangan. Menurut saya, ini agak membingungkan. Penjualan kredit macam apapun, tidak mengandung keyakinan seratus persen mengenai kepastian pembayaran yang akan diterima. Jika salah diartikan, aturan yang kedua ini seolah-olah tidak mengijinkan adanya pengakuan pendapatan untuk penjualan kredit, seolah-olah sistim akuntansi akrual sudah tidak berlaku lagidigantikan oleh cash-basis. TETAPI saya yakin maksudnya tidak demikian. Sayangnya, sampai saat ini saya belum menemukan penjelasan mengenai batasan pasti sehubungan dengan prosedur pengakuan pendapatan yang kedua (at time of payment) ini. Dibandingkan menggunakan istilah saat pembayaran (at time of payment)yang cenderung disalahartikan sebagai penerimaan kas, saya lebih suka menggunakan istilah saat komitmen pembayaran (at time of pay-commitment)yang disatu sisinya tetap menekankan pentingnya kepastian (melalui komitmen yang jelas) tanpa potensi bias makna di sisi lainnya. Dalam kasus pedagang batako tadi misalnya; tanpa dipesan dan tanpa komitmen (janji membayar) dari toko bangunan, saya rasa si perusahaan batako tak akan mengirimkan barangnya begitu saja. Atau untuk skala yang lebih besar, perusahaan eksportir tidak mungkin mengirimkan barang ke pelanggannya di luar negeri sana, tanpa komitmen membayar yang pasti. Disamping 2 ketentuan utama tadi, IFRS juga menyertakan beberapa ketentuan tambahanyang mungkin membuat ketetuan pengakuan pendapatan versi IFRS ini menjadi lebih gamblang. Dalam ketentuan tambahan, pendapatan dapat diakui oleh seorag penjual barang/jasa bila: 1. Tidak Ada Kewajiban Membantu Pembeli Untuk Menjual Penjual bisa mengakui pendapatan bila tidak memiliki kewajiban untuk membantu pembelinya dalam menjual kembali barangnya kepada pihak ketiga. Dengan kata lain, kewajiban berakhir saat barang diserahkan ke pembeli. Dalam kasus konsinyasi misalnya, suatu perusahaan belum bisa mengakui pendapatan pada saat mengirimkan barangnya ke toko, melainkan masih harus menunggu hingga pihak tokonya berhasil menjual barang tersebut kepada konsumen akhir. 2. Kerusakan Barang Tidak Mempengaruhi Komitmen Pembayaran Penjual bisa mengakui pendapatan bila kerusakan setelah penyerahan tidak mempengaruhi komitmen pembeli untuk membayar secara penuh. Dalam kasus penjualan barang bergaransi, penjual bisa memilih salah satau cara berikut ini: (a) Pendapatan diakui ketika barang diserahkan, asalkan porsi potensi-beban-atasgaransi sudah dialokasikan ke dalam harga jual dan mengakui kewajiban garansi (secara terpisah) saat pengakuan pendapatan dilakukan. Saya pikir, ini bisa dilakukan dengan memasukan jurnal: [Debit]. Piutang = 5,000,000 [Kredit]. Penjualan = 5,000,000

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = 3,000,000 [Debit]. Biaya Sparepart Diakrualkan = 500,000 (karena belum pasti ada klaim garansi) [Kredit]. Persediaan = 3,000,000 [Kredit]. Kewajiban Kontinjensi Garansi = 500,000 (cadangan kewajiban bila garansi di klain) Atau (b) Pendapatan diakui setelah masa garansi berakhir, sehingga ketahuan berapa porsi garansi yang harus dibebankan. 3. Transaksi Jual-beli Harus Dengan Entitas Lain Dalam pengertian tidak memiliki hubungan istimewa (misal: perusahaan induk dengan cabang). Transaksi jual-beli antara perusahaan induk dengn cabang dianggap perdangan dalam perusahaan (inter-company) dan harus dieliminasi dari laporan keuangan. Nah, bagaimana menurut anda, apakah ketentuan IFRS ini bisa disebut prudent? Apakah lebih bijak jika dibandingkan prinsip kehati-hatiannya GAAP? Sambil menunggu pertimbangan anda, saya sangat tertarik terhadap ketentuan pengakuan pendapatan yang diterapkan di Amerika Serikat, terutama sekali klausul pengakuan Recognition When Customer Acceptance is Secured sebagai bentuk konkret penerapan prinsip kehati-hatian di AS sana.

Security Exchange Commission (SEC)Bappepam-nya ASmenerbitakan Staff Accounting Bulletin (SAB) No. 101 untuk mencegah potensi manipulasi sehubungan dengan pengakuan pendapatan oleh perusahaan publik di negara tersebut. Di bawah ketentuan SAB 101, transaksi penjualam yang mengandung klausul konfirmasi penerimaan (approval) baru boleh diakui sebagai pendapatan setelah konfirmasi penerimaan di peroleh. Misalnya: Sebuah perusahaan di Chicago mengirimkan barang ke salah satu pelanggannya di Indonesia dengan ketentuan: pelanggan akan melakukan inspeksi terhadap kwalitas barang ketika tiba di pelabuhanbila tidak sesuai kesepakatan maka barang akan dikembalikan. Dengan klausul tersebut, penjual barang yang ada di Chicago baru boleh mengakui pendapatan setelah perusahaan di Indonesia selesai melakukan inspeksi dan menyatakan menerima pengiriman barang tersebut. Intinya, sama saja: KOMITMEN Sekalilagi, menurut anda apakah ketentuan IFRS di atas bisa dibilang prudent (lebih bijak) jika dibandingkan prinsip kehati-hatinnya GAAP? (silahkan sampaikan pendapatnya via ruang komentar du ujung halaman ini) Di luar prudent atau tidak, daripada menggunakan aturan mbulet-njlimet yang membingungkan, saya lebih suka menggunakan HAK sebagai patokan dasar: Pendapatan diakui bila sudah menjadi HAK. Kapan menjadi HAK?

Pendapatan Menjadi HAK ketika kewajiban menyerahkan barang/jasa telah ditunaikan dan komitmen pembayaran telah diperoleh sesuai kesepakatan. Menurut saya itu saja. Jauh lebih sederhana tanpa menimbulkan kebingungan. Bagaimanapun juga, ketika terjadi sengketadimana pembeli melakukan wan-prestasi (mengingkari janjinya untuk membayar), yang menjadi acuan dasar penyelesaian tetap saja komitmen yang sah menurut peraturan dan perundang-undangan, bukan parameter-parameter di luar itu. Dalam pengertian, hukumlah yang menjamin hak itu mendekati pasti akan diterimasepanjang kewajiban menyerahkan barang/jasa telah ditunaikan. Lalu mana yang benar? Mana yang diikuti? Mungkin ada yang berpikir demikian. Tidak ada yang salah atau benar dalam akuntansitermasuk perlakuan pendapatan.

Untuk perusahaan-perusahaan yang berstatus publik (terbuka) atau skalanya sudah besarapalagi yang membuka diri untuk investor atau partner bisnis antar-negara, tentu mengikuti ketentuan IFRS menjadi krusial, sehingga keterterimaan di kancah global menjadi lebih tinggi. Sedangkan untuk perusahaan berstatus non-publik dengan skala kecil hingga menengah, saya selalu menyarankan agar tidak usah terlalu ambil-pusing mengenai perlakuan akuntansi (termasuk akuntansi pendapatan)apakah perlu mengikuti IFRS atau tidak. Situasi yang paling sering dihadapi oleh akuntan yang bekerja di dalam perusahaan yaitu: terjebak dalam situasi antara memilih mengikuti setiap perkembangan standar akutansi (yang berubah dari waktu-ke-waktu) DAN efektifitas fungsi akuntansi (yang mestinya menjadi alat yang mempermudah operasional perusahaan, bukan menjadi beban apalagi menghambat.) Mengikuti perkembangan standar itu penting, tetapi jangan sampai tenaga dan sumberdaya habis terkuras untuk hal-hal yang sifatnya tidak incremental. Jalan tengah paling bijak, menurut saya, adalah mengikuti yang dirasa bisa diikuti, bersifat penting, memberi nilai tambah, dan bisa menjadi piranti untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan yang se-real-realnya. Buat saya pibadi, yang terpenting masih patuh terhadap prinsip dan aturan dasar akuntansi, rasional, mudah dipahami, serta tidak dimaksudkan untuk memanipulasi atau mengelabui pihak lain. Selebihnya, saya memilih fokus pada usaha-usaha untuk membuat nilai tambah, membuat perusahaan menjadi lebih profitable, buka peluang kerja yang lebih banyak dan sejahterakan orang-orang yang terlibat di dalamnya. sumber : http://jurnalakuntansikeuangan.com/ http://rangkumanmateriakuntansi.wordpress.com/2012/05/07/akuntansi-pendapatanketentuan-dasar-pengakuan-pendapatan/

Penyajian Laporan Keuangan MAY 30, 2012 LEAVE A COMMENT Oleh: Harry Andrian Simbolon SE., M.Ak., QIA Semenjak dikeluarkannya PSAK No. 1 (Revisi 2009) pada tanggal 15 Desember 2009 dan berlaku efektif 1 Januari 2011, Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan di Indonesia harus berpedoman pada standar tersebut. Standar tersebut merupakan adopsi dari International Audit Standard (IAS) 1: Presentation of Financial Statements per 1 Januari 2009. Dalam tulisan ini saya akan menyajikan paparan singkat mengenai kandungan yang terdapat dalam PSAK No. 1 tersebut. Ada beberapa istilah baru atau penggantian istilah yang mungkin agak sedikit asing terdengar oleh kita, beberapa diantaranya adalah: Liabilitas sebagai ganti dari istilah kewajiban Ekuitas sebagai ganti dari istilah modal Laporan posisi keuangan sebagai ganti dari Neraca Laporan laba rugi komprehensif sebagai ganti dari laporan laba rugi Aset dan liabilitas keuangan Dll Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: 1. laporan posisi keuangan pada akhir periode; 2. laporan laba rugi komprehensif selama periode 3. laporan perubahan ekuitas selama periode; 4. laporan arus kas selama periode; 5. catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya; dan 6. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi pengambil keputusan, hal ini tampak nyata dari format laporan keuangan yang sedikit tampil beda dari sebelumnya, seperti: Laporan laba rugi komprehensif disajikan secara tegas dengan langsung mengurangi Pendapatan dengan Beban dan beban pendanaaan sehingga diperoleh total laba rugi komprehensif, berbeda dengan format yang lama yg masih mengakomodir kepentingan internal dama memisahkan pendapatan dan laba operasi. Tidak ada lagi komponen pendapatan dan beban lainnya atau pos luar biasa. Total laba komprehensif langsung diatribusikan kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik berdasarkan dua katagori: kepentingan non-pengendali dan pemilik entitas induk. Demikian juga komponen ekuitas pemilik dalam laporan posisi keuangan disajikan berdasarkan dua katagori ini. Terdapat laporan laba rugi komprehensif lainnya yang dapat dibuat satu dengan laporan laba rugi komprehensif atau dibuat terpisah masing-masing. Didalam laporan perubahan ekuitas menyajikan secara terinci masing-masing komponen yang terdapat dalam laoran laba rugi komprehensif lainnya.

Jika entitas melakukan penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya, maka entitas wajib membuat laporan posisi keuangan secara komparatif secara dua tahun ditambah awal periode komparatif. Contoh jika entitas melakukan reklasifikasi pada tahun 2011, maka laporan posisi keuangan dibuat untuk periode komparasi 31 Desember 2011, 31 Desember 2010 dan 1 Januari 2010. Alasan yang masuk akal mengapa laporan laba rugi dibuat secara tegas seperti disebutkan diatas adalah karena pengguna laporan keuangan adalah bersifat umum sehingga dibuat sesimple dan segampang mungkin dimengerti oleh semua pengguna. Sementara format laporan sebelumnya lebih bersifat untuk keperluan internal manajemen yang memisahkan laba kotor dan laba operasi. Dalam IFRS semua pendapatan dan beban yang terjadi adalah akibat aktifitas operasi perusahaan. Demikian juga alasan logi mengapa tidak ada lagi pospos luar biasa sebagai mana format laporan yang lama adalah karena pos-pos luar biasa seharusnya tidak bisa terjadi lagi, karena manajemen dapat mengantisipasi terjadinya pos tersebut dengan asuransi. Beberapa prinsip dalam menyajikan laporan keuangan masih sama seperti standar yang lama, Prinsip-prinsip tersebut adalah Kelangsungan usaha, Dasar Akrual, Materialitas dan Agregasi, Saling Hapus, Frekuensi Pelaporan, Informasi Komparatif dan Konsistensi Penyajian. Kelangsungan usaha Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen membuat penilaian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Entitas menyusun laporan keuangan berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bertujuan untuk melikuidasi entitas atau menghentikan perdagangan, atau tidak mempunyai alternatif lainnya yang realistis selain melakukannya. Dasar Akrual Entitas menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas. Ketika akuntansi berbasis akrual digunakan, entitas mengakui pos-pos sebagai aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan dan beban (unsur-unsur laporan keuangan) ketika pos-pos tersebut memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk unsurunsur tersebut dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Materialitas dan Agregasi Entitas menyajikan secara terpisah kelompok pos sejenis yang material. Entitas menyajikan secara terpisah pos yang mempunyai sifat atau fungsi berbeda kecuali pos tersebut tidak material. Laporan keuangan merupakan hasil dari pemrosesan sejumlah transaksi atau peristiwa lain yang diklasifikasikan sesuai sifat atau fungsinya. Tahap akhir dari proses penggabungan dan pengklasifikasian adalah penyajian dalam laporan keuangan. Jika suatu klasifikasi pos tidak material, maka dapat digabungkan dengan pos lain yang sejenis dalam laporan keuangan atau dalam catatan atas laporan keuangan. Suatu pos mungkin tidak cukup material untuk disajikan terpisah dalam laporan keuangan tetapi cukup material untuk disajikan terpisah dalam catatan atas laporan keuangan. Saling Hapus Entitas tidak boleh melakukan saling hapus atas aset dan laibilitas atau pendapatan dan beban, kecuali disyaratkan atau diijinkan oleh suatu PSAK. Entitas melaporkan secara terpisah untuk aset dan laibilitas serta pendapatan dan beban. Saling hapus dalam laporan laba rugi komprehensif atau laporan posisi keuangan atau dalam laporan laba rugi terpisah

(jika disajikan) mengurangi kemampuan pengguna laporan keuangan baik untuk memahami transaksi, peristiwa dan kejadian lain yang telah terjadi maupun untuk menilai arus kas entitas di masa depan, kecuali jika saling hapus mencerminkan substansi transaksi atau peristiwa. Pengukuran aset secara neto setelah dikurangi penyisihan penilaian (misalnya, penyisihan keusangan atas persediaaan dan penyisihan piutang tak tertagih) tidak termasuk kategori saling hapus. Frekuensi Pelaporan Entitas menyajikan laporan keuangan lengkap (termasuk informasi komparatif) setidaknya secara tahunan. Jika akhir periode pelaporan entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari periode satu tahun, sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan keuangan, maka entitas mengungkapkan: alasan penggunaan periode pelaporan yang lebih panjang atau lebih pendek; dan fakta bahwa jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan tidak dapat diperbandingkan secara keseluruhan. Informasi Komparatif Informasi kuantitatif diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya untuk seluruh jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan periode berjalan, kecuali dinyatakan lain oleh SAK. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan. Konsistensi Penyajian Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten kecuali: setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas atau review atas laporan keuangan, terlihat secara jelas bahwa penyajian atau pengklasifikasian yang lain akan lebih tepat untuk digunakan dengan mempertimbangkan kriteria untuk penentuan dan penerapan kebijakan akuntansi dalam PSAK 25; atau perubahan tersebut diperkenankan oleh suatu PSAK. Dalam membedakan aset lancar dan tidak lancar, klasifikasi yang digunakan salah satunya adalah berdasarkan realisasi aset tersebut atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya dalam siklus operasi normal. Jadi yang dimaksud lancer itu belum tentu satu tahun, jika misalnya perusahaan produsen tebu dimana siklus usaha normalnya adalah enam bulan, maka asset lancarnya diklasifikasikan dalam enam bulan. Demikian pula dengan liabilitas, memiliki landasan berpikir yang sama. Jika pinjaman jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam satu tahun akan diperpanjang lagi, atau dilakukan peminjaman kembali, maka klasifikasinya tidak dirubah menjadi pinjaman jangka pendek, sehingga tetap dalam klasifikasi pinjaman jangka panjang. Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya. Komponen pendapatan komprehensif lain meliputi: 1. perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud); 2. keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan paragraf 94 PSAK 24: Imbalan Kerja;

3. keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 11:Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing); 4. keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali asset keuangan yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran); 5. Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrument lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran) http://akuntansibisnis.wordpress.com/2012/05/30/penyajian-laporan-keuangan/

PENGGABUNGAN USAH,LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI, INVESTASI PERUSAHAAN ASOSIASI 05 Nov 2008 PENGGABUNGAN USAH,LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI, INVESTASI PERUSAHAAN ASOSIASI Pendahuluan Penggabungan usaha dikenal juga dengan istilah merger dan akuisisi. Penggabungan usaha adalah hal yang lazim dilakukan oleh pelaku bisnis saat ini, sepanjang hal tersebut tidak menyalahi perundang-undangan yang ada seperti undang-undang perseroan terbatas undangundang anti monopoli dan lain lain. Wacana yang terkait dengan merger dan akuisisi tidak akan habis habisnya dibicarakan, baik oleh para praktisi atau akademisi pada masa lalu, maupun masa kini sampai pada masa yang akan datang. Tidak terkecuali oleh para praktisi dan akademis akuntansi keuangan di Indonesia. Apalagi dalam beberapa tahun kedepan, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) berencana melakukan adobsi penuh (full adobtion ) atas Internaional financial Reporting Standart. Pelaporan transaksi penggabungan usaha pada laporan keuangan selalu mendapat porsi perhatian yang besar, mengingat transaksi penggabungan usaha biasanya dilakukan dengan nilai transaksi yang sangat besar dan luasnya cakupan akuntansi penggabungan usaha. Tidak menutup kemungkinan pulah, transaksi penggabungan usaha sering dilakuka sebagai cara untuk memanipulasi akuntansi ( creative accounting ) demi kepentingan managemen dan pemegang saham mayoritas. Perkembangan ilmu akuntansi penggabungan akuntansi di indonesia, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan standart akuntansi internasional, yang menjadi sumber utama penyusunan standart akuntasi keuangan sejak tahun 1994. Disamping itu, saat ini terdapat kencenderungan pengadobsian IFRS di dunia menyusul terjadinya sekandal Enrorn dan perushaan-perusahaan raksasa lainnya di Amirika Serikat. Standart akuntasi keuangan di Amirika Serikat (US-GAAP) dianggap memiliki banyak kelemahan yang dapat di jadikan celah memanipulasi laporan keuangan. Perlu diketahui sejak tahun 2004, Internasional Acounting Standart Board (IASB) yang mengeluarkan IFRS sebagai pengganti Internasional Acounting Standatrt (IAS) telah melakukan terobosan dengan perubahan-perubahan terhadap standart Akuntansi Keuangan Inetrnasional yang ada. Beberapa perubahan standart akuntansi keuangan yang paling revolusioner dilakukan terhadap standart akuntasi penggabungan usaha dan goodwil. Saat ini, akuntasi penggabungan usaha (IFRS No3.) tidak dapat dilihat sebagai akuntansi yang cukup dibahas secara terpisah, tetapi harus dilihat dengan perspektif standar-standar akuntansi keuangan lain, seperti standar akuntansi aktiva berwujud (IAS No.16) dan goodwil, penurunan nilai aktiva (IAS No.36) dan pajak penghasilan (IAS No.12). Shingga, dalam

melakukan adopsi terhadap IFRS, perlu diperhatikan standar-standar akuntansi keuangan lain yang terkait dengannya. A. Definis dan Terminologi Penggabungan Usaha Penggabungan usaha didefinisikan berbeda oleh praktisi hukum dan akuntansi. Istilah hukum yang kerap ditemukan adalah istilah sitilah sebagaimana diatur dalam peraturan pemerinta RI No.27 tahun 1998 yaitu, penggabungan , peleburan dan penggambil alihan. Definisi dari ketiga istilah tersebut juga berbeda dengan apa yang di tetapkan oleh praktisi akuntansi. Penggabungan usaha adalah perbuatan hukum yang dilakukan satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk suatu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK )No.22 tentangPenggabungan Usaha yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia pada paragaf 8 mendefiniskanPenggabungan Usaha (Business Combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena suatu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Dalam PSAk No 22 tidak dikenal istilah peleburan, dan dapat disimpulkan peleburan dapat digolongkan ke dalam penggabungan usaha. Sementara istilah penggambil alihan, dalam PSAK No.22 paragraf 8 dikenal denan akuisisi yang di definisikan suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi memperoleh kendalai atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang di akuisis dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham Internasional financial Reporting Standart (IFRS) No.3 Business Combination Paragraf 4 memberikan definis yang lebi specifik dengan menjelaskan penggabungan usaha sebagai berikut: A business combinations is the bringing together of separate entities or business in to one reporting entity. The result of nearly all business combination is that one entity, the acquirer, obtains control of one or more other business, the acquiree. If an entity obtaines control of one or more other entities that are not busineses, the bringing together of those busineses is not a business combination. IFRS No.3 menjelaskan bahwa penggabungan usaha adalah penggabungan entitas-entitas dan bisnis bisnis terpisah kedalam suatu entitas pelapor dan hampir semua penggabungan usaha bertujuan agar suatu entitas (pengakuisisi) dapat mengendalikan entitas lain (perusahaan yang di akuisisi) . Dengan demikian, penggabungan usaha dapat menyebabkan suatu hubungan induk dan anak perusahaan atau pembelian aktiva bersih yang menghasilkan goowil. B. JENIS-JENIS PENGGABUNGAN USAHA

PSAK No 22 paragraf 10-15 menjelaskas ada tiga jenis penggabungan usaha. Tiga jenis penggabungan tersebut adalah akuisisi, riverse acquisition dan penyatuan kepemilikan yang di jelaskan tersebut. a. Akusisi Suatu penggabungan usaha di definisikan sebagai suatu akuisisi apa bila sala satu erusahaan yang berkabung memperoleh lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain atau walaupun perusahaan tersebut tidak memperoleh hak suara lebih dari 50% , perisahaan pengakuisisi dapat diidentidikasi apabila salah satu perusahaan yang bergabung memiliki kekuasaan lebih dari 50% hak suara , mengatur kebijakan keuangan dan operasi berdasarskan anggaran dasar dan perjanjian, mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris serta memperoleh haak suara mayoritas dalam rapat dirkesi pada perusahaan lain. Indikasi perusahaan pengakuisisi lain yang perlu diperhatikan adalah nilai wajar aktiva perusahaan pengakuisisi lenih besar dari pada perusahaan lainnya jika penggabungan usaha yang dilakukan dengan cara pertukaraan saham berhak suara dengan kas, maka perusahaan yang membayar tunai adalah perusahaan pengakuisisi. Hal yang lain tidak kala pentingnya adalah dominasi managment. Perusahaan yang managemennya mendominasi mangement perusahaan baru dianggap sebagai perusahaan pengakuisisi. b.Reverse Acquisition Penggabungan usaha terkadang dilakukan dengan pertukaran saham yang berhak suara perusahaan-perusahaan yang akan melakukan penggabungan atau bisa juga disebut reverse acquisition. Dalam hal ini perusahaan yang pemegang saham yang memperoleh kendali dapat diindikasikan sebagai pengakuisisi dan perusahaan lain dianggap sebagai perusahaan yang diakuisisi c. Penyatuan Kepemilikan Ada kalahnya sangat sulit mengindentifikasi perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi, karena tidak terdapat pihak yang dominan dalam penggabungan usaha tersebut. Pemegang saham dan direksi juga sama sama bergabung dan membagi resiko dan manfaat secara bersama-sama dengan kondisi dimana mayoritas saham berhak suara perusahaan yang bergabung dipertukarkan, besarnya nilai wajar perusahaan-perusahaan yang bergabung tidak berbedah secara signifikan dan pemegang saham masing masing perusahaan yang bergabung relatif sama degan sebelum bergabung. C. EFEKTIF BERLAKUNYA PENGGABUNGAN USAHA Kapankah suatu penggabungan usaha berlaku efektif ? ada beberapa ketentuan yang dapat digunakan untuk mengetahui kapan suatu penggabungan usaha berlaku efektif . Ketentuan tersebut di bagi menjadi dua kelompok, yaitu menurut hukun dan menurut akuntansi. Ketentuan yang diharuskan oleh standar akuntasi keuangan bisa berbeda dengan ketentuan yang diatur oleh perundang-undangan, karena ilmu akuntasi selalu mengutamakan subtansi dari pada syarat formal atau dikenal dengan asasubstance over form. Menurut PSAK No.22 paragraf, suatu akuisisi berlaku efektif pada saat kendali atas aktiva dan operasi suatu perusahaan yang di akuisisi secara efektif dialihkan kepada perusahaan

pengakuisisi dan saat penerapan metode pembelian dimulai. PSAK No 22 ini memberikan penjelasan atas ketentuan saat kapan suatu akuisisi berlaku efektif namun, tidak memberikan penjelasan atas ketentuan saat kapan suatu penyatuan kepentingan (uniti of interest) berlaku efektif. Ada pandangan yang menyatakan bahwa suatu penyatuan kepentingan berlaku efektif pada saat pembagian resiko dan manfaat diberlakukan . Menurut Peraturan Pemerinta(PP) No 27. tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan, dan penggabil alihan perseroan terbatas menetapkan ketentuan mengenai berlaku efektifnya suatu penggabungan, peleburan dan penggabil alihan dengan mengacu undang-undang No.1 tahun 1995. Suatu trandaksi penggabungan, peleburan, pengendalian berlaku efektif dengan ketentuan sebagai berikut Jika transaksi penggabungan dilakukan dengan merubah anggaran dasar, maka transaksi tersebut mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perbuhaan anggaran dasar oleh menteri kehakiman dan perundang undangan. Jika transaksi tersebut disertai degan perbuahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan menteri kehakiman dan perundangundangan, maka transaksi berlaku sejak tanggal pendaftaran akte penggabungan dan akte perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan. Apabila penggabungan perseroan dilakukan tanpa disertai perubahaan anggaran dasar, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan akte penggabungan. Peraturan Pemerinta No 27 tahun 1998 pasal 22 Suatu tarnsaksi peleburan berlaku efektif pada saat menteri kehakiman dan perundangundangan mengesahkan akte pendirian perusahaan hasil peleburan. Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1998 pasal 26 Transaksi penggabil alihan pada dasarnya sama dengan penngabungan. Jika transaksi pengambilalihan dilakukan dengan merubah anggaran dasar, maka transaksi tersebut efektif berlaku sejak tanggal persetujuan perbubahan anggaran dasar oleh menteri kehakiman dan perundang-undangan. Jika transaksi tersebut disertai dengan dengan perubahaan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan menteri kehakiman dan perudang-undangan maka transaksi tersebut berlaku sejak tanggal pendaftaran akte pengambil alihan dan akte perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan.Apabila pengambil alihan perseroan dilakukan tanpa disertai perubahan anggaran dasar, maka pengambilan mulai berlaku sejak penandatanganan akte pengambilalihan. D. STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN YANG TERKAIT Tidak bisa dipungkiri, sejarah dan perkembangan akuntansi penggabungan usaha di amirika serikat memberika pengaruh yang besar terhadap perkembangan teori akuntansi penggabungan usaha . Diamirika Principle Board (ABP) Opini No 16 tentang business kombination diberlakukan sejak tahun 1970 hingga awal dekade 2000-an. ABP Opini No 16 merupakan salah satu standar yang paling lama dipaki berlaku di Amirika Serikat. APB Opini No 16 ini telah diadobsi oleh Internasional Standart Accounting Bord (IASB) dengan dikeluarkannya IAS No 22tengan business combination. Selajutnya IAS No.22 digantikan dengan IFRS No.3 sejak 31 Maret 2004. Kemudian IAI melakukan pengadobsian

terhadap IAS No 22 dengan dikeluarkannya PSAK No 22 tentangakuntansi penggabungan usaha yang berlaku sejak 1 januari 1995 hingga kini. a. IAS No.22, PSAK No.22 DAN IFRS No.3 IFRS No.3 dikeluarkan oleh IASB untuk menggantikan IAS No.22 Dengan Beberapa perbubahan ketentuan akuntasi penggabungan usaha No IAS No.22 DAN PSAK NO.22 IFRS NO.3 Dasar Perubahan 1 IAS No 22 dan PSAk No.22 memberikan ijin atas pengguanaan metode pembelian dan penyatuan kepemilikan serta menetapkan syarat-syarat penggunaan metode tersebut. Metode penyatuan kepemilikan digunakan apabila sulit sekali mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi dan terjadi pembagian resiko serta manfaa secara seimbang antara perusahaanperusahaan yang menggabungkan diri. IFRS No.3 tidak lagi mengijinkan penggunaan metode penyatuan kepemilikan dan menyebutkan bahwa semua penggabungan usaha harus dicatatdengan menggunakan metode pembelian Ketentuan tersebut ditetapkan karena, walaupun terdapat kreteria yang ditetapkan oleh IAS No.22 dalam mengguanak metode pembelian dan penyatuan kepemilikan ,managemen sering mencari celah agar dapat menggunakan sala satu dari dua metode tersebut yang menguntungkan bagi mereka. Sehingga IFRS No.3 mengharuskan pengidentifikasian perusahaan pengakuisisi dalam setiap transaksi penggabungan usaha No IAS No.22 DAN PSAK NO.22 IFRS NO.3 Dasar Perubahan 2 IAS No. 22 dan PSAK No.22 mengharuskan amortisasi goodwill selama satu periodeyang tidak kurang dari 20 tahun

IFRS No.3 Tidak lagi memperkenankan amortisasi atas goodwil yang berasal dari transaksi penggabungan usaha. Goodwil dianggap habis dengan sendirinya seiring dengan terjadinya penurunan nilai aktifa yang dilakukan berdasarkan IAS No.36 tenangimpairment of asset Pengalokasian goodwil melalui penurunan nilai sianggap sebagai perlakuan yang paling tepat sebab goodwil adalah cerminan arus kas yang diharapkan diperoleh pada masa yang akan datang , sehingga akan menurun jika arus kas tersebut menurun 3 Berdasarkan PSAK No.22 paragraf 82,sisa goodwil negatif setelah dilakukan penurunan nilai aktifa nonmoneter , harus diakui sebagai pendapatan sitangguhkan dan diakui sebagai pendapatan secara sistimatis tidak boleh lebih dari 20 tahun. IFRS No.3. paragraf 56 mengharuskan pengakuan laba atau rugi yang berasal dari sisa goodwil negatif Goodwil negatif sebenarnya adalah pendapatan yang diperoleh sari transaksi penggabungan usaha yang semestinya langsung diakui seluruhnya pada saat transaksi tersebut terjadi b. IAS No.36 DAN PSAK No.48 IAS no 36 tentang Impairment of Assets yang telah direvisi pada tahun 2004 dan berlaku efektif sejak 31 Maret 2004. IAI mengadopsi Standar akuntansi ini dengan mengeluarkan PSAK No.48 tentang Penurunan Nilai aktifa yang berlaku sejak 1 januari 200 standar ini mengatur bagaimana pencatatan penurunan nilai aktifa termasuk goodwil. IAS No 36 dan PSAK No.48 mengharuskan managemen perusahaan melakukan evaluasi apakah nilai yang dapat diperoleh kembali (recoverable value ) dari aktifa yang dikelompokkan sebagai unit penghasilan kas (UPK ) lebih rendah jika dibandingkan dengan harga perolehannya.Jika lebih rendah maka selisih tersebut harus dibukukan sebagai rugi penuruanan nilai aktifa. Nilai yang dapat diperoleh kembali adalah nilai tertinggi antara nilai pakai dan nilai wajar suatu aktifa. Salah satu aktiva non moneter yang harus diawasi setiap tahunnya adalah goodwil. IFRS No.3 melarang alokasi goodwil melalui amortisasi, dan mengharuskan alokasi dilakukan melalui mekanisme penurunan nialai aktiva sebagaimana ditetapkan dalam IAS No.36 yang mengatur bagaimana perlakuan akuntansi terhadap penurunan aktiva. c. IAS No.12. DAN PSAK No PSAK No.46 Efek pajak tangguhan harus diperhitungkan dalam setiap[ transaksi penggabungan usaha jika salah satu entisa yang menggabungkan dibubarkan. Berdasarkan IFRS No 3 perhitungan pajak tangguhan akan mempengaruhi besarnya goodwil. Pajak tangguhan diperoleh dari beda waktu yang muncul dari selisi basisi fiskal aktiva dan kewajiban, dengan nilai wajar aktiva dan kewajiban yang diakuisisi. IAS No.12 telah mengakomodir masalah2 pencatatan pajak tangguhan yang muncul dari transaksi penggabungan usaha. PSAK walaupun merupakan adobsi dari IAS No 12, tetapi tampaknya belum perna direvisi , sehingga tidak memberikan ketentuan pencatatan pajak tangguhan yang berasal dari transaksi penggabungan usaha secara rinci dan jelas.

E. METODE PENCATATAN Penggunaan metode yang tepat dalam pencatatan penggabungan usaha telah menjadi wacana sejak tahun 1970-an Hal tersebut tidak saja ditemukan di Amirika Serikat sebagai pelopor perkembangan ilmu akuntasi keuangan tetapi juga di negara-negara Eropa Baratdan Asia. Perubahan IAS menjadi IFS No.3 juga tidak luput dari wacana seputar pemilihan metode pencatatan yang tepat. Penggabungan usaha dalam praktek bisnis dapat dilakukan dengan dua cara, penerbitan saham baru dan pembelian aktifa perusahaan yang diakuisisi. Dari kedua cara ini lahirlah dua metode pencatatan yang dikenal yaitu, Metode penyatuan kepemilikan (pooling of Interest ) dan metode pembelian (purchase ). Kedua metode ini merupakan pilihan yang dapat digunakan dengan memperhatikan syarat syarat yang telah ditentukan oleh PSAK No 22. a. Metode Penyatuan Kepemilikan Aseumsi yang mendasari metode penyatuan kepemilikan ini adalah diamana kepemilkan oleh pemegang saham dua perseroan disatukan dan tidak mengalami perubahan hingga terbentuknya entitas baru. Jika penyatuan kepemilikan dilakukan, maka otomatis salah satu entitas yang bergabung harus bubar secara hukum, atau kedua entitas bubar dan dibentuk entitas baru. Pada metode penyatuan kepemilikan, aktiva, kewajiban dan laba ditahan dari entitas yang bergabung dialihkan kepada salah satu entitas atau entitas yang baru dibentuk. Dalam metode ini, aktiva dan kewajiban perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri akan dicatat dengan menggunakan nilai buku. Dalam kasus penggabungan dengan menggunakan metode ini , sering dijumpai pembukuan entitas yang bergabung menggunakan metode-metode akuntansi yang berbeda atas aktiva aau kewajiban yang sama. Metodeyang digunakan harus harus direagamkan dulu. Jika perubahan metode dilakukan dalam satu entitas, maka harus dilakukan penyesuaian secar retrokatif terhadap laporan keuangan entitas yang mengalami perubahaan akuntansi. b. Metode Pembelian Suatu penggabungan usaha dikatakan suatu akuisisi apabilah terdapat perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi. Suatu akuisisi harus dibukukan sebesar sebesar biaya perolehan yaitu jumlah kas atau setara kas yang dibayar atau nilai wajar aktiva lain yang diberikan oleh perusahaan pengakuisisi sebagai imbalan atas perolehan kendali atas aktiva neto perusahaan lain ditambahkan biaya lain yang secara langsung dapat di atribusikan pada akuisisi tersebut Dalam melakukan akuisisi atas suatu akuisisi, terlebih dahulu ditentukan nilai wajar aktiva dan kewajiban perusahaan yang akan diakuisisi padatanggal akuisisi efektif dilakukan atau pada saat kendali atas aktiva dan operasi suatu perusahaan yang diakuisisi secara efektif dialihkan kepada perusahaan pengakuisisi. Pedoman umum dalam menentukan nilai wajar aktifa dan kewajiban yang diakuisisi berdasarkan PSAK No 22 paragraf 36. F. GOODWIL

Goodwil adalah selsisi antara baiaya perolehan dengan bagian perusahaan pengakuisisi atasnialai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi pertukaran. Goodwil yang timbul bisa postif bisa negatif perlakuan akuntasi atas goodwil diatur oleh PSAK No.22 yang diadopsi dari IAS No 22. PSAK No 22. menghasruskan amortisasi goodwil yang diakui tidak boleh lebih dari 20 tahun sedangkan IFRS No 3 Menggatikan IAS N0 22 melarang amortisasi goodwil. Alokasi goodwil setelah penggabungan usaha dilakukan dengan mengacu pada IAS No.36 perbedaan lain IFRS No 3 dengan PSAK adalah perlakuka terhadap realisasi dan alokasi goodwil negatif a. Goodwil Postif Goodwil postif adalah selisi positif antara biaya perolehan yang harus dibayar perusahaan pengakuisisi dengan nilai wajar aktifa dan kewajiban perusahaan yang diakuisisi yang mencerminkan manfaat ekonomi yang diperoleh perusahaan pengakusisi pada masa yang akan datang timbul sebagai akibat adanya ekspektasi arus kas bersih yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai wajar aktiva , yang mungkin timbul sebagai hasil sinergi atau sebagai hasil suatu aktiva. Goodwil postif diakui sebai\gai aktifa lain-lain dan dicatat sebagai suatu pos pada neraca. b. Goodwil Negatif Goodwil negatif timbul apabila baiaya perolehan yang harus dibayar pengakusisi lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai wajar aktiva dan kewajiban perusahaanyang diakuisisi. Goodwil negatif akan mengurangi nilai wajar aktifa non-moneter secara proposional sebesar selisi lebih renda tersebut. c. Alokasi Goodwil PSAK No 22 mengharuskan dilakukan amortisasi atas goodwil untuk periode yang tidak melebihi 5 tahun, kecuali terdapat dasar yang tepat untuk menentukan periode amortisasi yang lebih panjang. Namun periode yang lebih panajang dimaksud, tidak boleh melebihi dari 20 tahun . ketentuan ini berlaku hingga kini sebab PSAK No 22 belum di revisi Dan mai diberlakukan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia G. LAPORANAN KONSOLIDASI Dipandang dari segi hukum perusahaan induk dan perusahaan anak memang berdiri sendiri. Akan tetapi dipandang dari segi ekonomi perusahaan anak hanyalah perpanjangan tangan dari perusahaan induk karena kebijakan akan ditentukan oleh perusahaan induk. Oleh karena itu dari segi ekonomi kedua perusahaan tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan ekonomi. Agar perusahaan induk dan perusahaan anak dapat mencerminkan suatu kesatuan ekonomi maka kedua perusahaan tersebut harus menyususn satu laporan keuangan yang mencakup dan mencerminkan perusahaan induk dan perusahaan anak. Laporan keuangan seperti ini disebut laporan keuangan konsolidasi (consolidasion finance statemennt ). Laporan Konsolidasi Pada Saat Pembelian

Laporan Konsolidasi Pada saat Pembelian hanya terdiri atas neraca konsolidasi saja . Penyusunsan neraca konsolidasi pada saat pembelian tergantung pada: Besarnya pemilikan modal saham anak perusahaan anak oleh perusahaan induk Dalam hal ini ada dua kemungkina, yaitu : a. Perusahaan Induk memiliki modal perusahaan anak b. Perusahaan induk hanya memiliki sebagian dari modal saham perusahaan anak Besarnya harga perolehan dibandingkan dengan nilai bukunya Dalam hal ini terdapat 3 kemungkinan, yaitu : a. Harga perolehan sama dengan nilai buku b. Harga perolehan diatas nilai buku c. Harga perolehan di bawa nilai buku a. Neraca Konsolidasi- Harag perolehan Sama Sama Dengan Nilai Buku Apabila perusahaan induk memiliki seluruh modal saham perusahaan anak maka seluruh modal perusahaan anak adalah haknya perusahaan induk. Oleh karena itu seluruh modal perusahaan anak dieliminasi. Apabila seham perusahaan anak tersebut diperoleh dengan harga perolehan sebesar nilai buku, maka semua modal perusahaan anak dan investasi akan habis di eleminasi. Kadang-kadang perusahaan induk hanya memiliki sebagian dari modal saham perusahaan anak. Dalam hal ini modal perusahaan anak yang harus dieliminasi terbatas pada modal perusahaan anak yang menjadi hak perusahaan induk saja, yang sebenarnya sesuai dengan persentase pemilikannya. Bagian dari modal perusahaan anak yang menjadi hak pemegang saham minoritas akan di sajikan di dalam neraca konsolidasi sebagai elmen modal b. Neraca Konsolidasi- Harga Perolehan Diatas Nilai Buku Kadang kadang perusahaan induk membeli modal saham perusahaan anak dengan harag diatas nilai buku. Kelebihan haraga diatas nilai buku tersebut harus diperlakukan secara tepat sesuai dengan penyebab terjadinya. Secara garis besar penyebab terjadinya kelebihan aharga perolehan di atas nilai buku dapat dikelompokkan: Perusahaan anak menilai aktifa terlalu rendah Apabila kelebihan harag Perolehan diatas nialai buku tersebut terjadi karena perusahaan anak menilai aktiva terlalu rendah maka kelebihan harga perolehan di atas nilai buku harus diberlakukan sebagai penambahaan nialai aktiva yang dinilai terlalurendah. Apabila aktiva tersebut disusut maka selisi tersebut harus diperhitungkan di dalam penyusutan.Demikian pula apabila kativa tersebut dibeli.

Perusahaan anak tidak mengakui goodwil yang ada. Apabila keelebihan harga perolehan dia atas nilai buku tersebut terjadi karena perusahaan anak tidak mengakui goodwil yang ada atau menilai goodwil terlalu rendah ataupun dengan memiliki modal saham perusahaan anak tersebut tingkat laba akan meningkat menjadi diatas tingkat laba normal maka kelebihan harga perolehan diatas nilai buku harus diberlakukan sebagai goodwill. Perusahaan Induk mau membeli dengan harga diatas nilai buku sebagai harga untuk dapat menguasai perusahaan anak Apabila kelebihan harga perolehan di atas nilai buku tersebut terjadi karena perusahaan induk menganggap sebagai harga yang harus dibayar untuk dapat menguasai perusahaan anak maka kelebihan harga pokok diatas nilai buku harus disajikan di dalam rekening tersendiri yaitu rekeningkelebihan harga perolehan diatas nilai buku. Rekening tersebut harus di sajikan di dalam neraca konsolidasi dalam kelompok aktiva yaitu aktiva lain-lain c. Neraca Kosolidasi- Haraga Perolehan di Bawah Nilai Buku Terkadang perusahaan induk membeli modal saham perusahaa anak dengan harag dibawa nilai buku. Kelebihan niali buku di atas harga perolehan tersebut harus diperlakukan secara tepat sesuai dengan penyebab tersajinya. Pada dasarnya penyebab terjadinya harga perolehan dibawa nilai buku adalah merupakan kebalikan dari penyebab terjadinya harga perolehan diatas nilai buku Sebagai pengurang aktiva tertentu Sebagai pengurang goodwill Di sajikan dalam rekening tersendiri Dalam halini cara perlakuannya kebalikan dari harga perolehan di atas nilai buku KESIMPULAN Perkembangan ilmu akuntansi penggabungan akuntansi di indonesia, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan standart akuntansi internasional, yang menjadi sumber utama penyusunan standart akuntasi keuangan sejak tahun 1994. Disamping itu, saat ini terdapat kencenderungan pengadobsian IFRS di dunia menyusul terjadinya sekandal Enrorn dan perushaan-perusahaan raksasa lainnya di Amirika Serikat. Standart akuntasi keuangan di Amirika Serikat (US-GAAP) dianggap memiliki banyak kelemahan yang dapat di jadikan celah memanipulasi laporan keuangan. Saat ini, akuntasi penggabungan usaha (IFRS No3.) tidak dapat dilihat sebagai akuntansi yang cukup dibahas secara terpisah, tetapi harus dilihat dengan perspektif standar-standar akuntansi keuangan lain, seperti standar akuntansi aktiva berwujud (IAS No.16) dan goodwil, penurunan nilai aktiva (IAS No.36) dan pajak penghasilan (IAS No.12). Shingga, dalam melakukan adopsi terhadap IFRS, perlu diperhatikan standar-standar akuntansi keuangan lain yang terkait dengannya.

Dipandang dari segi hukum perusahaan induk dan perusahaan anak memang berdiri sendiri. Akan tetapi dipandang dari segi ekonomi perusahaan anak hanyalah perpanjangan tangan dari perusahaan induk karena kebijakan akan ditentukan oleh perusahaan induk. Oleh karena itu dari segi ekonomi kedua perusahaan tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan ekonomi. Agar perusahaan induk dan perusahaan anak dapat mencerminkan suatu kesatuan ekonomi maka kedua perusahaan tersebut harus menyususn satu laporan keuangan yang mencakup dan mencerminkan perusahaan induk dan perusahaan anak http://accountingpaper.blogspot.com/2009/11/penggabungan-usahlaporan-keuangan.html

También podría gustarte