Está en la página 1de 10

Laporan Pendahuluan Ileus Obstruksi

A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Penyakit Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus terdiri dari akut dan kronik, partial atau total. (Price & Wilson, 2007). Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua tipe obstruksi yaitu : 1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses 2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson. 2. Etiologi a. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia. c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal. d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi. e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.

f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar. g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong e mpedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi. i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan. j. Benda asing, seperti bezoar. k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre. l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
3. Patofisiologi Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan

elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)

4. Tanda dan Gejala

1. 2. 3. 4. 5.

Nyeri tekan pada abdomen. Muntah. Konstipasi (sulit BAB). Distensi abdomen. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus

5. pemeriksaan Diagnostik a. b. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup. c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus. d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-ofDrsMed.tk ) 6. Penatalaksanaan Medis Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

1. Obstruksi Usus Halus Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi. 2. Obstruksi Usus Besar Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Data Fokus Pengkajian a. Anamnesa Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan pasien. (Nursalam, 2001). 1. Biodata pasien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama . Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan pasien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku. b. Riwayat kesehatan sekarang Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan pasien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST : P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan. Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh pasien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus. R : Di daerah mana gejala dirasakan S : Seberapa keparahan yang dirasakan pasien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10. T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.

c. Riwayat kesehatan masa lalu Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan. d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan pasien. b..Pemeriksan fisik a. Aktivitas/istirahat Gejala : Kelelahan dan ngantuk. Tanda : Kesulitan ambulasi b. Sirkulasi Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok) c. Eliminasi Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus Tanda : Perubahan warna urine dan feces d. Makanan/cairan Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus. Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk. e. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik. Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan f. Pernapasan Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan, Tanda : Napas pendek dan dangkal c. Pemeriksaan Diagnostik 1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus. 2) Pemeriksaan simtologi 3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi 4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat 5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah 6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen 7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia) 8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi. 3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen 4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus. 5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. (Doengoes, Marilynn E. 2000) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-of-DrsMed.tk ) 3. Perencanaan 1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen a. Tujuan : pola nafas pasien menjadi efektif

teria Hasil: pasien memiliki pola pernafasan: irama reguler, frekuensi: 18-20x/menit, PCH(-)

b. Intervensi

Intervensi 1. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, kedalaman

Rasional 1. sebagai data dasar mengenai status pernafasan pasien

2. atur posisi pasien fowler atau semi 2. mengatur posisi pasien bertujuan fowlerTinggikan kepala tempat tidur 40-60 untukMengurangi penekanan pada paru derajat akibat distensi abdomen. 3. lakukan teknik latihan nafas dalam 3. nafas dalam dapat membuka ekspansi paru sehingga paru-paru bisa lebih mengembang lagi memenuhi

4. kolaborasi dengan tim medis mengenai 4. hal ini bertujuan untuk pemberian nasal kanul sesuai dengan therapy kebutuhan oksigenasi pasien

2.

Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya

mual, muntah, demam dan diaforesis. a. Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tandatanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat. Kriteria Hasil : : 1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg) 2.Intake dan output cairan seimbang 3.Turgor kulit elastic 4. Mukosa lembab 5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L). b. Intervensi Intervensi Rasional

1. Kaji kebutuhan cairan pasien 2. 2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, S 3. Monitor intake dan output secara ketat

1. sebagai data dasar untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien 2. untuk mengetahui keadaan umum pasien 3. untuk Menilai keseimbangan cairan apakah sudah tepat atau masih kekurangan cairan

4. Kolaborasi dengan medik pemberian terapi intravena

untuk 4. terapi intra vena diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi, mual,dan anoreksia a. Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi. Kriteria Hasil: 1.Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 2. Berat badan stabil. 3. Pasien tidak mengalami mual muntah

b. Intervensi

Intervensi

Rasional

1. kaji faktor-faktor individual yang 1. untuk menddapatkan data dasar mengenai mempengaruhi kemampuan untuk mencerna ststus nitrisi pasien makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas. 2. Auskultasi bising palpasi abdomen; catat pasase flatus. usus; 2. untuk menentukan kembalinya peristaltik ( biasanya dalam 2-4 hari ). dapat

3. ciptakan lingkungan yang nyaman saat 3. lingkungan yang nyaman pasien makan meningkatka selera makan pasien 4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).

4. therapy yang tepat dapat mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.

5. anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi 5. makan sedikit tapi sering dapat sering mengurangi mual pasien. Dan asupan nutrisi bisa lebih adekuat.

4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal. Kriteria Hasil: Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen. b. Intervensi Intervensi Rasional

1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. untuk mengetahui ada atau tidaknya konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal. 2. Auskultasi bising usus 3. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif) 2. Mengetahui normal pergerakan usus. atau tidaknya

3. kolaborasi yang tepat dapat ditentukan Therapy yangtepat dalam Membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi pasien

5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen

a. Tujuan: rasa nyeri pasien teratasi atau terkontrol Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks. b. Intervensi Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala 1. untuk mengetahui kekuatan nyeri yang nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dirasakan pasien dan menentukan tindakan dengan adanya distensi abdomen selanjutnya untuk mengatasi nyeri. 2. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 2. Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat adanya distensi abdomen dapat menyebabkan peningkatan hasil TTV.

3. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik 3. Relaksasi nafas dalam dapat mengurangi nafas dalam saat merasa nyeri rasa nyeri karena otot-otot yang tegang bisa menjadi rileks 4. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik 4. Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri

6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. a. Tujuan: Kecemasan teratasi. Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan pemahaman dan mendemonstrasikan keterampilan koping positif. b. Intervensi Intervensi 1 1. Observasi adanya peningkatan kecemasan: wajah tegang, gelisah

tentang

penyakit

saat

ini

Rasional 1. Rasa cemas yang dirasakan pasien dapat terlihat dalam ekspresi wajah dan tingkah laku 2. Dengan mengetahui tindakan yang akan dilakukan akan mengurangi tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan kerjasama 3. Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mengurangi stress pasien berhadapan dengan penyakitnya

2. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan keadaan penyakit pasien 3. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.

DAFTAR PUSTAKA SUMBER WEB: ERGHY. 2011. ASKEP ILEUS OBSTRUKSI :

http://erghy-asuhankeperawatan.blogspot.com/ Arief, Fatratul Wahyi . 2012. Askep Ileus Obstruktif : http://zahrah02fatrahajar.blogspot.com/2012/02/askep-ileus-obstruktif.html SUMBER BUKU: Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI. Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC. Doengoes.(2000).Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.Jakarta: EGC. Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.

También podría gustarte